Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia, Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Flavonoida Dari Herba Tumbuhan Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.)

(1)

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA,

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI

HERBA TUMBUHAN PATIKAN KEBO

(Euphorbia hirta L.)

SKRIPSI

Oleh: YULIA NANDA

071524087

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA,

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI

HERBA TUMBUHAN PATIKAN KEBO

(Euphorbia hirta L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh: YULIA NANDA

071524087

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Pengesahan Skripsi

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA, ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI HERBA

TUMBUHAN PATIKAN KEBO (Euphorbiae hirtae Herba) Oleh:

YULIA NANDA NIM 071524087

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: April 2010 Pembimbing I,

Dra. Misra Gaffar, MS., Apt. NIP 195609051986012001

Pembimbing II,

Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001

Panitia Penguji,

Dra. Herawati Ginting, M.Si., Apt. NIP 195103261978022001

Dra. Misra Gafar, MS., Apt. NIP 195609051986012001

Drs. Syafruddin, MS., Apt. NIP

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP

Dekan Fakultas Farmasi

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang tak terhingga sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultsa Farmasi. Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW.

Terima kasih yang sebenar-benarnya penulis sampaikan kepada ayahanda Almarhum H. Zakaria Ali dan Ibunda Zubaidah Ismail atas dukungan yang begitu luar biasa yang telah diberikan kepada ananda, serta kepada kakak dan abang, Azhari Fahrizal, ST dan Ainul Riza Nova, SP.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dra. Misra Gaffar M.S., Apt., dan Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis MSi, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara yang telah mensahkan dan memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc, Apt., selaku dosen wali yang selama ini telah banyak membina dan membimbing penulis selama masa pendidikan.

4. Ibu Herawaty Ginting, M.Si., Apt., Bapak Drs. Syafruddin, MS., Apt., dan Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini

5. Bapak Drs. Panal Sitorus, Apt., selaku kepala Lab.Farmakognosi dan Ibu Dra. Marline Nainggolan, M.Si., Apt selaku kepala Lab. Fitokimia.

6. Bapak/Ibu dosen Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan didikan dan bimbingan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Farmasi USU

7. kepada teman-teman farmasi ekstensi 07 yang langsung maupun tidak langsung membantu dalam penyeleseaian skripsi ini.

Serta buat semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.


(5)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang Farmasi.

Medan, April 2010 Penulis

Yulia Nanda NIM 071524087


(6)

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA ISOLASI

DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI HERBA

PATIKAN KEBO (Euphorbiae hirtae Herba)

ABSTRAK

Pemanfaatan sebagian besar tumbuhan telah dilakukan sejak dahulu untuk mengobati berbagai penyakit. Tumbuhan patikan kebo merupakan tumbuhan terna yang banyak digunakan untuk pengobatan mata, asma, batuk dan sakit tengorokan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterisasi simplisia dan isolasi senyawa flavonoida secara spektrofotometri ultraviolet dengan menggunakan pereaksi geser (Shift reagen). Ekstraksi dilakukan secara perkolasi dengan menggunakan pelarut etanol, kemudian pemisahan senyawa flavonoida dilakukan secara ekstraksi cair-cair dengan menggunakan pelarut n-heksana, kloroform dan etil asetat. Fraksi etil asetat kemudian dikromatografi kertas dengan berbagai fase gerak dan perbandingan untuk mencari pengembang yang terbaik. Selanjutnya fraksi etil asetat dipisahkan dengan kromatografi kertas preparatif dengan menggunakan pengembang asam asetat 50%, dari hasil preparatif didapat dua isolat F1 dan F2. Selanjutnya isolat ini dikromatografi dua arah, dari hasil diketahui bahwa isolat F1 sudah murni sedangkan isolat F2 belum murni. Salah satu isolat yang diperoleh dianalisis secara spektrofotometri ultraviolet dengan penambahan pereaksi geser. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 6,654%, kadar sari yang larut dalam air 22,06%, kadar sari yang larut dalam etanol 18,36%, kadar abu total 1,074% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,12%. Hasil skrining fitokimia menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid, flavonoida, tanin, glikosida, glikosida antrakuinon, steroida, saponin. Hasil analisis spektrofotometri ultraviolet dengan spektrofotometer, absorbsi maksimum terdapat pada panjang gelombang 381 nm yang menunjukkan bahwa isolat tersebut golongan flavonoida. Penafsiran spektrum ultraviolet dengan penambahan pereaksi geser menunjukkan adanya gugus hidroksil pada posisi 3,5. Hasil karakterisasi isolat setelah dianalisis secara spektrofotometri ultraviolet dapat disimpulkan sebagai flavonol.

Kata kunci: patikan kebo, flavonoida, spektrofotometri ultraviolet


(7)

CHARACTERIZATION SIMPLEX, PHYTOCHEMICAL

SCREENING ISOLATION AND IDENTIFICATION COMPOUND

FLAVONOIDA FROM PATIKAN KEBO HERB (Euphorbiae

hirtae Herba)

ABSTRACT

Utilization a large part of floras had been conducted since former to cure various of diseases. Flora patikan kebo is flora terna that most used for asthma medication, cough and red lane pain. This Research main to know characterization of simplex and compound isolation flavonoida by spektrofotometri ultraviolet by using shift reagent. Extraction are conducted in percolation by using ethanol solvent, then compound dissociation flavonoida is conducted in liquid-liquid extraction by using n-heksana solvent, chloroform and acetate ethyl. Fraction of acetate ethyl then paper chromatography with various of motion phase and comparisons to look for the best developer. Furthermore fraction of acetate ethyl is dissociated with preparatif paper chromatography by using developer of acetate acid 50%, from result preparatif is got two isolat F1s and F2. Furthermore this isolat was chromatography two directions, from result known that isolat F1 has been pure whereas isolat F2 not pure. One of isolat that got analysed in spektrofotometri ultraviolet with addition shifts reagent. The Result characterization of simplex gave the water conten value 6,654%, the water soluble extract value 22,06%, the etanol soluble extract value 18,36%, the total ash value 1,074% and the acid insoluble ash value 0,12%. The result phytochemical screening shows there is alkaloid compound, flavonoida, tanin, glikosida, glikosida antrakuinon, steroida, saponin. Analysis Result spektrofotometri ultraviolet with spektrofotometer, maximum absorption exist on wavelength 381 nm that indicate that isolat are flavonoida group. Interpretation of ultraviolet spectrum with addition shifts reagent show existence of hydroxyl bunch on course 3,5. Result characterization of isolat after analysed with spektrofotometri ultraviolet can be concluded as flavonol.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ………. i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesa ... 3

1.4 Tujuan Penelitan ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tumbuhan ... 5

2.1.1 Habitat (Daerah Tumbuh) ... 5

2.1.2 Sistematika Tumbuhan ... 5

2.1.3 Nama Asing ... 6

2.1.4 Nama Daerah ... 6

2.1.5 Morfologi Tumbuhan ... 6

2.1.6 Kandungan Kimia ... 6

2.1.7 Penggunaan Tumbuhan ... 7

2.2 Senyawa Flavonoida ... 7


(9)

2.3 Ekstraksi ... 11

2.4 Kromatografi ... 13

2.4.1 Kromatografi Kertas ... 14

2.5 Spektrofotometri Ultraviolet ... 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Alat-Alat ... 19

3.2 Bahan-Bahan ... 19

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 20

3.3.1 Pengambilan Bahan Tumbuhan ... 20

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ... 20

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 21

3.4.1 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N ... 21

3.4.2 Pereaksi Asam Klorida 6 N ... 21

3.4.3 Pereaksi Aluminium Klorida 5% b/v ... 21

3.4.4 Pereaksi Dragendorff ... 21

3.4.5 Pereaksi Bouchardat ... 21

3.4.6 Pereaksi Mayer ... 21

3.4.7 Pereaksi Molish ... 22

3.4.8 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M ... 22

3.4.9 Pereaksi Kloralhidrat jenuh ... 22

3.4.10 Pereaksi Asam Klorida 2N ... 22

3.4.11 Pereaksi Floroglusinol HCl ... 22

3.4.12 Pereaksi Besi (III) Klorida ... 22

3.5 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 22

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 23

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 23


(10)

3.5.4 Penetapan Kadar Abu Total ... 24

3.5.5 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam . 25

3.5.6 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air ... 25

3.5.7 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol ... 25

3.6 Skrining Fitokimia... 26

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloida ... 26

3.6.2 Pemeriksaan Flavonoida ... 26

3.6.3 Pemeriksaan Saponin ... 27

3.6.4 Pemeriksaan Glikosida... 27

3.6.5 Pemeriksaan Tanin... 27

3.6.6 Pemeriksaan Steroida dan Triterpenoida ... 28

3.6.7 Pemeriksaan Glikosida Antrakuinon ... 28

3.7 Pembuatan Ekstrak ... 28

3.8 Ekstraksi Cair-Cair Senyawa Flavonoida ... 29

3.9 Analisis Senyawa Flavonoida dari Ekstrak Hasil Fraksinasi Dengan Cara Kromatografi Kertas ... 29

3.10 Pemisahan Senyawa Flavonoida dari Fraksi Etil Asetat Dengan Cara Kromatografi Kertas Preparatif ... 30

3.11 Uji Kemurnian terhadap Senyawa Flavonoida Hasil Kromatografi Kertas Preparatif ... 31

3.12 Karakterisasi Hasil Isolasi ... 32

3.12 Krakterisasi Isolat dengan Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Penambahan Pereaksi Geser (Shift reagen) ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1 Kesimpulan ... 37

5.2 Saran .. ... 37


(11)

DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN ... 40


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran

1. Hasil Identifikasi Tanaman ... 40

2. Gambar Tumbuhan Patikan Kebo ... 41

3. Gambar Simplisia Herba Patikan Kebo ... 41

4. Bagan Penelitian ... 42

5. Gambar Pemeriksaan Mikroskopik Sayatan Melintang Daun Tumbuhan Patikan Kebo ... 43

6. Gambar Pemeriksaan Mikroskopik Sayatan Membujur Atas Daun Tumbuhan Patikan Kebo ... 44

7. Gambar Pemeriksaan Mikroskopik Sayatan Membujur Bawah Daun Tumbuhan Patikan Kebo ... 45

8. Gambar Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia Herba Patikan Kebo ... 46

9. Perhitungan Hasil Karakterisasi Pemeriksaan Simplisia Herba Patikan Kebo (Euphorbiae hirtae herba) ... 47

10. Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Herba Patikan Kebo (Euphorbiae hirtae herba) ... 52

11. Hasil Penapisan Fitokimia Serbuk Simplisia Herba Patikan Kebo (Euphorbiae hirtae herba) ... 52

12. Bagan Pembuatan Ekstrak Serbuk Simplisia Herba Patikan Kebo Secara Perkolasi ... 53

13. Bagan Ektraksi Cair-Cair Senyawa Flavonoida dari Ekstrak Etanol ... 54

14. Bagan Isolasi Senyawa Flavonoida dari Fraksi Etil Asetat ... 55

15. Kromatogram Hasil Fraksinasi Herba Patikan Kebo (Euphorbiae hirtae herba) dengan KKt dengan Fase Gerak BAA ... 56

16. Kromatogram Hasil Fraksinasi Herba Patikan Kebo (Euphorbiae hirtae herba) dengan KKt dengan Fase Gerak Forestal... 57

17. Kromatogram Hasil Fraksinasi Herba Patikan Kebo (Euphorbiae hirtae herba) dengan KKt dengan Fase Gerak Asam Asetat 50% . . 58

18. Kromatogram Hasil Fraksinasi Herba Patikan Kebo (Euphorbiae hirtae herba) dengan KKt dengan Fase Gerak Asam Asetat 15% . . 59


(13)

19. Kromatogram Hasil Fraksinasi Herba Patikan Kebo (Euphorbiae

hirtae herba) dengan KKt dengan Fase Gerak HCl 1% ... 60 20. Kromatogram Hasil KKt Ekstrak Etanol Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 61 21. Kromatogram Hasil KKt Fraksi n-heksana Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 62 22. Kromatogram Hasil KKt Fraksi Kloroform Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... . 63 23. Kromatogram Hasil KKt Fraksi Etil Asetat Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... . 64 24. Kromatogram Hasil KKt Fraksi Air Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 65 25. Penggambaran Kromatogram dari KKt Preparatif Fraksi Etil

Asetat Herba Patikan Kebo (Euphorbiae hirtae herba) ... 66 26. Kromatogram F1 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 67 27. Kromatogram F1 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 68 28. Kromatogram F1 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 69 29. Kromatogram F1 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 70 30. Kromatogram F1 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 71 31. Kromatogram F2 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 72 32. Kromatogram F2 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 73 33. Kromatogram F2 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 74 34. Kromatogram F2 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 75 35. Kromatogram F2 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 76 36. Kromatogram Hasil Uji Kemurnian Isolat F1 dengan KKt


(14)

37. Spektrum Ultraviolet dari Isolat F1 dalam Metanol ... 78 38. Spektrum Ultraviolet Larutan Isolat F1 dalam Metanol dan

Setelah Penambahan NaOH... 79 39. Spektrum Ultraviolet Larutan Isolat F1 dalam Metanol dengan

Penambahan NaOH dan Penambahan NaOH setelah 5 menit ... . 80 40. Spektrum Ultraviolet Larutan Isolat F1 dalam Metanol setelah

Penambahan AlCl3/HCl ... 81

41. Spektrum Ultraviolet Larutan Isolat F1 dalam Metanol setelah Penambahan AlCl3/HCl dan Spektrum Larutan Isolat dengan

Penambahan AlCl3 ... 82

42. Spektrum Ultraviolet Larutan Isolat F1 dalam Metanol setelah

Penambahan Natrium Asetat ... 83 43. Spektrum Ultraviolet Larutan Isolat F1 dalam Metanol setelah

Penambahan Natrium Asetat dan setelah Penambahan

Natrium Asetat/ Asam Borat ... 84


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

1. Kerangka Flavonoida ... 7

2. Struktur Dasar Flavonida... 7

3. Struktur Flavanon... 8

4. Struktur Flavanonol... 8

5. Struktur Flavon ... 9

6. Struktur Flavonol ... 9

7. Struktur Isoflavon ... 10

8. Struktur Antosianin ... 10

9. Struktur Auron ... 11

10. Struktur Kalkon... 11

11. 3, 5 dihirdoksil flavonol ... 36

12. Tumbuhan Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.) ... 41

13. Simplisia Herba Patikan Kebo (Euphorbiae hirtae herba) ... 41

14. Bagan Penelitian... 42

15. Pemeriksaan Mikroskopik Sayatan Melintang Daun Tumbuhan Patikan Kebo ... 43

16. Pemeriksaan Mikroskopik Sayatan Membujur Atas Daun Tumbuhan Patikan Kebo ... 44

17. Pemeriksaan Mikroskopik Sayatan Membujur Bawah Daun Tumbuhan Patikan Kebo ... 45

18. Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia Herba Patikan Kebo 46 19. Bagan Pembuatan Ekstrak ... 53


(16)

20. Bagan Ekstraksi Cair-Cair Senyawa Flavonoida dari Ekstrak

Etanol ... 54 21. Bagan Isolasi Senyawa dari Fraksi Etil Asetat ... 55 22. Kromatogram Hasil Fraksinasi Herba Patikan Kebo (Euphorbiae

hirtae herba) dengan KKt dengan Fase Gerak BAA ... 56 23. Kromatogram Hasil Fraksinasi Herba Patikan Kebo (Euphorbiae

hirtae herba) dengan KKt dengan Fase Gerak Forestal... 57 24. Kromatogram Hasil Fraksinasi Herba Patikan Kebo (Euphorbiae

hirtae herba) dengan KKt dengan Fase Gerak Asam Asetat 50% .. 58 25. Kromatogram Hasil Fraksinasi Herba Patikan Kebo (Euphorbiae

hirtae herba) dengan KKt dengan Fase Gerak Asam Asetat 15% .. 59 26. Kromatogram Hasil Fraksinasi Herba Patikan Kebo (Euphorbiae

hirtae herba) dengan KKt dengan Fase Gerak HCl 1% ... 60 27. Kromatogram Hasil KKt Ekstrak Etanol Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 61 28. Kromatogram Hasil KKt Fraksi n-heksana Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 62 29. Kromatogram Hasil KKt Fraksi Kloroform Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... . 63 30. Kromatogram Hasil KKt Fraksi Etil Asetat Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... . 64 31. Kromatogram Hasil KKt Fraksi Air Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 65 32. Penggambaran Kromatogram dari KKt Preparatif Fraksi Etil

Asetat Herba Patikan Kebo (Euphorbiae hirtae herba) ... 66 33. Kromatogram F1 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 67 34. Kromatogram F1 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 68 35. Kromatogram F1 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 69

36. Kromatogram F1 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 70 37. Kromatogram F1 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 71


(17)

38. Kromatogram F2 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 72 39. Kromatogram F2 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 73 40. Kromatogram F2 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 74 41. Kromatogram F2 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 75 42. Kromatogram F2 dengan KKt Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 76 43. Kromatogram Hasil Uji Kemurnian Isolat F1 dengan KKt

Dua Arah ... 77 44. Spektrum Ultraviolet dari Isolat F1 dalam Metanol ... 78 45. Spektrum Ultraviolet Larutan Isolat F1 dalam Metanol dan Setelah

Penambahan NaOH ... 79 46. Spektrum Ultraviolet Larutan Isolat F1 dalam Metanol dengan

Penambahan NaOH dan Penambahan NaOH setelah 5 menit ... 80 47. Spektrum Ultraviolet Larutan Isolat F1 dalam Metanol setelah

Penambahan AlCl3/HCl ... 81

48. Spektrum Ultraviolet Larutan Isolat F1 dalam Metanol setelah Penambahan AlCl3/HCl dan Spektrum Larutan Isolat dengan

Penambahan AlCl3 ... 82

49. Spektrum Ultraviolet Larutan Isolat F1 dalam Metanol setelah

Penambahan Natrium Asetat ... 83 50. Spektrum Ultraviolet Larutan Isolat F1 dalam Metanol setelah

Penambahan Natrium Asetat dan setelah Penambahan


(18)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel

1. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia Herba

Patikan Kebo (Euphorbiae hirtae herba) ... 52 2 Hasil Penapisan Fitokimia Serbuk Simplisia Herba Patikan Kebo

(Euphorbiae hirtae herba) ... 52


(19)

KARAKTERISASI SIMPLISIA, SKRINING FITOKIMIA ISOLASI

DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI HERBA

PATIKAN KEBO (Euphorbiae hirtae Herba)

ABSTRAK

Pemanfaatan sebagian besar tumbuhan telah dilakukan sejak dahulu untuk mengobati berbagai penyakit. Tumbuhan patikan kebo merupakan tumbuhan terna yang banyak digunakan untuk pengobatan mata, asma, batuk dan sakit tengorokan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterisasi simplisia dan isolasi senyawa flavonoida secara spektrofotometri ultraviolet dengan menggunakan pereaksi geser (Shift reagen). Ekstraksi dilakukan secara perkolasi dengan menggunakan pelarut etanol, kemudian pemisahan senyawa flavonoida dilakukan secara ekstraksi cair-cair dengan menggunakan pelarut n-heksana, kloroform dan etil asetat. Fraksi etil asetat kemudian dikromatografi kertas dengan berbagai fase gerak dan perbandingan untuk mencari pengembang yang terbaik. Selanjutnya fraksi etil asetat dipisahkan dengan kromatografi kertas preparatif dengan menggunakan pengembang asam asetat 50%, dari hasil preparatif didapat dua isolat F1 dan F2. Selanjutnya isolat ini dikromatografi dua arah, dari hasil diketahui bahwa isolat F1 sudah murni sedangkan isolat F2 belum murni. Salah satu isolat yang diperoleh dianalisis secara spektrofotometri ultraviolet dengan penambahan pereaksi geser. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 6,654%, kadar sari yang larut dalam air 22,06%, kadar sari yang larut dalam etanol 18,36%, kadar abu total 1,074% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,12%. Hasil skrining fitokimia menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid, flavonoida, tanin, glikosida, glikosida antrakuinon, steroida, saponin. Hasil analisis spektrofotometri ultraviolet dengan spektrofotometer, absorbsi maksimum terdapat pada panjang gelombang 381 nm yang menunjukkan bahwa isolat tersebut golongan flavonoida. Penafsiran spektrum ultraviolet dengan penambahan pereaksi geser menunjukkan adanya gugus hidroksil pada posisi 3,5. Hasil karakterisasi isolat setelah dianalisis secara spektrofotometri ultraviolet dapat disimpulkan sebagai flavonol.


(20)

CHARACTERIZATION SIMPLEX, PHYTOCHEMICAL

SCREENING ISOLATION AND IDENTIFICATION COMPOUND

FLAVONOIDA FROM PATIKAN KEBO HERB (Euphorbiae

hirtae Herba)

ABSTRACT

Utilization a large part of floras had been conducted since former to cure various of diseases. Flora patikan kebo is flora terna that most used for asthma medication, cough and red lane pain. This Research main to know characterization of simplex and compound isolation flavonoida by spektrofotometri ultraviolet by using shift reagent. Extraction are conducted in percolation by using ethanol solvent, then compound dissociation flavonoida is conducted in liquid-liquid extraction by using n-heksana solvent, chloroform and acetate ethyl. Fraction of acetate ethyl then paper chromatography with various of motion phase and comparisons to look for the best developer. Furthermore fraction of acetate ethyl is dissociated with preparatif paper chromatography by using developer of acetate acid 50%, from result preparatif is got two isolat F1s and F2. Furthermore this isolat was chromatography two directions, from result known that isolat F1 has been pure whereas isolat F2 not pure. One of isolat that got analysed in spektrofotometri ultraviolet with addition shifts reagent. The Result characterization of simplex gave the water conten value 6,654%, the water soluble extract value 22,06%, the etanol soluble extract value 18,36%, the total ash value 1,074% and the acid insoluble ash value 0,12%. The result phytochemical screening shows there is alkaloid compound, flavonoida, tanin, glikosida, glikosida antrakuinon, steroida, saponin. Analysis Result spektrofotometri ultraviolet with spektrofotometer, maximum absorption exist on wavelength 381 nm that indicate that isolat are flavonoida group. Interpretation of ultraviolet spectrum with addition shifts reagent show existence of hydroxyl bunch on course 3,5. Result characterization of isolat after analysed with spektrofotometri ultraviolet can be concluded as flavonol.

Keyword: patikan kebo, flavonoida, ultraviolet spectrophotometric


(21)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial dengan keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Tumbuhan merupakan gudang berbagai jenis senyawa kimia, mulai dari struktur dan sifat yang sederhana sampai yang rumit dan unik. Upaya pencarian tumbuhan berkhasiat obat telah lama dilakukan, baik untuk mencari senyawa baru ataupun menambah keanekaragaman senyawa yang telah ada, dan hasil pencarian dan penelitian tersebut kemudian dilanjutkan dengan upaya pengisolasian senyawa murni. Beragam jenis dan senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan akan berkorelasi positif dengan khasiat dan manfaat yang dimilikinya. Prospek pengembangan produksi tanaman obat semakin pesat saja mengingat perkembangan industri obat modern dan obat tradisional terus meningkat (Djauhauriya, 2004).

Pemanfaatan sebagian besar tumbuhan telah dilakukan sejak dahulu untuk mengobati berbagai penyakit. Tumbuhan-tumbuhan tersebut dalam penggunaannya dikenal sebagai obat tradisional. Popularitas dan perkembangan obat tradisional semakin meningkat seiring dengan slogan ’’kembali ke alam’’ yang kian menggema sehingga banyak yang tertarik untuk meneliti khasanah tumbuhan yang ada di Indonesia. Diantara tumbuhan yang digunakan dan diteliti adalah herba patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba).

Tumbuhan patikan kebo merupakan tumbuhan terna, tegak dengan tinggi lebih kurang 60 cm, bagian yang digunakan dari tumbuhan ini yakni seluruh bagian dari tumbuhan yang berada diatas tanah. Tumbuhan patikan kebo ini banyak digunakan untuk pengobatan asma, batuk, sakit tenggorokan, gatal (obat luar) (Anonim, 2009). Pada beberapa daerah seperti Aceh, Jawa, Sunda tumbuhan ini telah digunakan secara empiris untuk mengobati beberapa penyakit seperti batuk, bintilan pada mata, luka


(22)

khitanan, serta untuk obat gatal, dengan adanya khasiat dari patikan kebo yang dapat mengobati beberapa penyakit maka dilakukan isolasi terhadap senyawa yang berkhasiat dalam pengobatan tersebut seperti flavonoida.

Senyawa flavonoida merupakan salah satu kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada herba tumbuhan patikan kebo, yaitu golongan fenol alam yang jumlahnya tersebar dan banyak digunakan dalam pengobatan tradisional. Senyawa flavonoida terdapat pada semua tumbuhan hijau, dan banyak digunakan dalam pengobatan tradisional untuk menghambat pendarahan, antioksidan, antihipertensi, antivirus, mengobati gangguan fungsi hati, antiinflamasi, inhibitor kuat pernapasan, dan sebagai obat sariawan . Seiring dengan efek flavonoid terhadap macam-macam organisme sangat banyak maka alasan ini yang menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoida banyak digunakan sebagai bahan obat tradisioanal dalam pengobatan (Robinson, 1995).

Terdapat sejumlah besar jenis dan cara kromatografi untuk pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan diantaranya kromatografi kertas (KKt), kromatigrafi lapis tipis (KLT), kromatografi gas cair (KGC), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Untuk memisahkan senyawa flavonoida dari herba patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba) digunakan kromatografi kertas (KKt). Kromatografi kertas (Kkt) merupakan cara kromatografi yang paling umum dan berguna yang dilakukan oleh kimiawan pada saat ini (Markham, 1988). Cara ini ditemukan jauh sebelum KLT dan telah dipakai secara efektif selama bertahun-tahun untuk pemisahan molekul biologi yang polar seperti asam amino, gula, dan nukleotida (Gritter, 1991).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti melakukan uji terhadap flavonoida dan mengisolasi flavonoida dari herba patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba) dengan alasan karena adanya kandungan flavonoida serta keanekaragaman aktivitas biologis yang dimiliki oleh flavonoida. Serta juga melakukan identifikasi terhadap senyawa


(23)

flavonoida hasil isolasi secara spektrofotometri ultraviolet (UV) menggunakan pereaksi geser (shift reagent).

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah karakteristik simplisia herba patikan kebo yang diteliti sesuai dengan parameter Materia Medika Indonesia?

2. Apakah senyawa flavonoida yang terdapat pada ekstrak herba patikan kebo dapat dipisahkan dan dimurnikan dengan kromatografi kertas?

3. Apakah senyawa flavonoida dari herba patikan kebo hasil isolasi dapat diidentifikasikan secara spektrofotometri (UV) dengan menggunakan pereaksi geser (shift reagen)?

1.3 Hipotesa

1. Diduga herba patikan kebo memenuhi persyaratan karakterisasi simplisa yang tertera pada MMI.

2. Diduga senyawa flavonoida yang terdapat dalam ekstrak herba patikan kebo dapat dipisahkan dan dimurnikan dengan kromatografi kertas.

3. Diduga senyawa flavonoida dari herba patikan kebo hasil isolasi dapat diidentifikasikan secara spektrofotometri (UV) dengan menggunakan pereaksi geser (shift reagen).

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui karakterisasi simplisia herba patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba) yang diteliti

2. Untuk mengetahui cara mengisolasi senyawa flavonoida yang terdapat dalam herba patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba).

3. Untuk mengidentifikasi senyawa flavonoida hasil isolasi yang terdapat dalam herba patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba) secara spektrofotometri (UV) menggunakan pereaksi geser (shift reagen).


(24)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Diperoleh informasi mengenai karakterisasi simplisia herba patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba) yang diteliti.

2. Diperoleh informasi mengenai cara mengisolasi senyawa flavonoida dari herba patikan kebo dengan kromatografi kertas.

3. Diperoleh informasi golongan senyawa flavonoida dari herba patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba).


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi habitat dan daerah tumbuh, sistematika tumbuhan, nama asing, nama daerah, morfologi tumbuhan, kandungan senyawa kimia, serta penggunaan tumbuhan.

2.1.1Habitat (Daerah Tumbuh)

Tumbuhan patikan kebo merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika. Tumbuhan ini juga terdapat di India, Cina, Malaysia dan Australia. Di Indonesia banyak dijumpai pada padang rumput ditepi sungai atau dikebun, pada ketinggian tempat antara 1 m sampai 1.400 m di atas permukaan laut (Depkes RI, 1978). Tumbuhan patikan kebo merupakan tumbuhan yang tidak lama hidupnya, tumbuhan ini tumbuh tegak dan merupakan suatu kosmopolit dari daerah tropis dan banyak terdapat didataran rendah serta pada tanah yang tidak terlalu lembab dan biasanya berumput (Heyne, 1987).

2.1.2Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan patikan kebo adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2001) : Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Euphorbiales Suku : Euphorbiaceae Marga : Euphorbia

Jenis : Euphorbia hirta Linn 2.1.3Nama Asing


(26)

2.1.4Nama Daerah

Nama daerah dari patikan kebo adalah daun biji kacang (Sumatera), nanangkaan (Sunda), gendong anak (Jakarta), patikan kebo (Jawa), kaksekakan (Madura), sosonanga (Maluku), isu maibi (Ternate) (Depkes RI, 2001).

2.1.5Morfologi Tumbuhan

Patikan kebo merupakan tumbuhan gulma, terna, tegak dengan tinggi 6 cm sampai 60 cm, batang berambut, percabangan selalu keluar dari dekat pangkal batang dan tumbuh lurus ke atas, akar tunggang dan jarang yang tumbuh mendatar dengan permukaan tanah (Ditjen POM, 1978). Patikan kebo berbatang lunak dan bergetah putih. Warna batangnya adalah hijau kecoklatan. Daunnya berbentuk jorong meruncing sampai tumpul, tepinya bergerigi dan berbulu dipermukaan atas dan bawah. Panjang helaian daun mencapai 50 mm dan lebarnya 25 mm, pertulangan menyirip, letak daun yang satu dengan yang lain berhadap-hadapan .Daunnya berwarna hijau atau hijau keunguan. Tumbuhan patikan kebo mampu bertahan hidup selama 1 tahun dan berkembang biak melalui biji (Anonim a, 2009).

2.1.6Kandungan Kimia

Patiakan kebo mengandung beberapa unsur kimia, antara lain : alkaloida, tanin, saponin, senyawa polifenol (seperti asam gallat), flavonoid, dan senyawa triterpenoida/steroida (Anonim a, 2009).

2.1.7Penggunaan Tumbuhan

Seluruh bagian tumbuhan patikan kebo segar atau kering dapat digunakan untuk mengobati penyakit antara lain : asma, disentri, melancarkan kencing, abses paru dan bronkhitis kronis (Hariana, 2007).

2.2 Senyawa Flavonoida

Senyawa flavonoida merupakan senyawa polifenol yang mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6 – C3 – C6, yaitu dua


(27)

cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Markham, 1988).

Gambar 1. Kerangka Flavonoida

Flavonoida sering terdapat sebagai glikosida. Golongan terbesar flavonoid berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai tiga karbon dengan salah satu

dari cincin benzena. Sistem penomoran untuk turunan flavonoid adalah :

Gambar 2. Struktur Dasar Flavonoid

Flavonoida mencakup banyak pigmen dan terdapat pada tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Pada tumbuhan tinggi, flavonoida terdapat baik dalam bagian vegetatif maupaun bunga. Sebagai pigmen bunga, flavonoida berperan dalam menarik burung, dan serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoida tidak berwarna tetapi menyerap sinar ultraviolet. Beberapa kemungkinan fungsi flavonoida untuk tumbuhan yang mengandungnya ialah pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba, antivirus, dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995).

Flavonoida sering terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran dari flavonoida yang berbeda golongan dan jarang sekali dijumpai hanya flavonoida tunggal dalan jaringan tumbuhan. Flavonoida pada tumbuhan terdapat dalam berbagai bentuk


(28)

struktur molekul dengan beberapa bentuk kombinasi glikosida. Oleh karena itu dalam menganalisis flavonoid lebih baik memeriksa aglikon yang telah terhidrolisis dibanding dalam bentuk glikosida dengan strukturnya yang rumit dan kompleks (Harborne, 1987).

Menurut Robinson (1995), senyawa flavonoid dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Flavanon dan Flavanonol

Senyawa ini terdapat hanya sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoid lain. Flavanon dan flavononol tidak berwarna atau hanya kuning sedikit. Flavanon (dihidroflavon) sering terjadi sebagai aglikon, tetapi beberapa glikosidanya dikenal sebagai, misalnya hesperidin dan naringin. Flavononol (dihidroflavonol) merupakan flavonoid yang kurang dikenal, dan tidak diketahui apakah senyawa ini terdapat sebagai glikosoda (Robinson, 1995).

Gambar 3. Struktur flavanon Gambar 4. Struktur Flavanonol 2. Flavon dan flavonol

Flavon dan flavonol barangkali merupakan senyawa yang paling tersebar luas dari semua pigmen tumbuhan kuning. Flavon berbeda dengan flavonol karena pada flavon tak terdapat gugus 3- hidroksi. Hal ini mempengaruhi serapan UV-nya, gerakan kromatografinya, serta reaksi warnanya, dan karena itu flavon dapat dibedakan dari flavonol berdasarkan ketiga sifat tersebut. Hanya ada dua flavon yang umum, yaitu apigenin dan luteolin. Jenis yang paling umum adalah 7- glikosida. Dalam tumbuhan falvonol sering terdapat sebagai glikosiida, biasanya 3-glikosida. Aglikon flavonol yang umumnya dijumpai yaitu kemferol, kuersetin, dan mirisetin (Harborne, 1987).


(29)

Gambar 5. Struktur Flavon Gambar 6. Struktur Flavonol 3. Isoflavon

Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna apapun. Beberapa isoflavon memberikan warna biru cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung pudar yang dengan amoniaberubah menjadi coklat pudar. Isoflavon merupakan golongan flavonoid yang penyebarannya terbatas dan jumlahnya sedikt (Harborne, 1987).

Gambar 7. Struktur Isoflavon 4. Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan, merupakan pembentuk dasar pigmen warna merah, ungu dan biru pada tanaman, terutama sebagai bahan pewarna bunga dan buah-buahan. Sebagian besar antosianin adalah glikosida, dan aglikonnya disebut antosianidin, yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam.Antosianin yang paling umum adalah sianidin yang berwarna merah lembayung (Harborne, 1987; Robinson, 1995; Sastrohamidjojo, 1996).


(30)

Gambar 8. Struktur Antosianidin 5. Auron dan kalkon

Auron berupa bercak kuning, dengan sinar UV mereka tampak berbeda, warna auron kuning murup kuat dan berubah menjadi merah jingga bila diuapi amonia. Kalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat dengan sinar UV (Harborne, 1987).

Gambar 9. Struktur Auron Gambar 10. Struktur Kalkon

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Cara ekstraksi yang tepat tergantung pada tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang diisolasi (Ditjen POM, 2000: Gritter, 1991).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara (Ditjen POM, 2000), yaitu: 1. Maserasi


(31)

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus).

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahn pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seharusnya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umunya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai ekstrak yang diinginkan habis tersari. Tahap pengembangan bahan dan maserasi antara dilakukan dengan maserasi serbuk menggunakan cairan penyari sekurang-kurangnya 3 jam, hal ini penting terutama untuk serbuk yang keras dan bahan yang mudah mengembang. 3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu pada temperatur 40-50°C.


(32)

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur 96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

7. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.

2.4 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan perpindahan dari komponen-komponen senyawa diantara dua fase yaitu fase diam (dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau zat cair) (Depkes RI, 1995). Jika fase tetatp berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi. Karena fase bergerak dapat berupa zat cair dan gas maka ada empat macam sistem kromatografi (Sastrohamidjojo, 1985):

1. Fase bergerak zat cair - fase tetap padat: - Kromatografi lapis tipis

- Kromatografi penukar ion 2. Fase bergerak gas – fase tetap padat

- Kromatografi gas padat

3. Fase bergerak zat cair – fase tetap zat cair Dikenal sebagai kromatografi partisi - Kromatografi kertas

4. Fase bergerak gas – fase tetap zat cair - Kromatografi gas cair

- Kromatografi kolom kapiler


(33)

2.4.1 Kromatografi Kertas

Salah satu keuntungan utama KKt ialah kemudahan dan kesederhanaan pada pelaksanaan pemisahan, yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku sebagai medium pemisahan. Pada KKt, senyawa biasanya dideteksi sebagai bercak berwarna atau bercak berfluoresensi ultraviolet setelah direaksikan dengan penampak bercak.

Pada kromatografi kertas sebagai fase diam digunakan sehelai kertas dengan susunan serabut dan tebal yang sesuai. Pemisahan dapat dilakukan menggunakan pelarut tunggal dengan proses yang analog dengan kromatografi penyerapan atau menggunakan dua pelarut yang tidak dapat bercampur dengan proses yang analog dengan kromatografi pembagian, fase gerak merambat perlahan-lahan melalui fase diam yang membungkus serabut kertas.

Menurut Gritter (1991), kromatogram dapat dikembangkan dengan cara menaik atau dengan cara menurun. Untuk cara menaik, kertas digantungkan pada penggantung berbentuk kail yang dipasang pada penutup bejana kromatografi, dan pelarut berada di bawah bejana. Untuk cara menurun lazimnya dipakai bejana yang lebih besar. Bejana dilengkapi dengan sejenis wadah pelarut yang dipasang pada penopang, dan kertas kromatografi dicelupkan kedalam pelarut didalam wadah itu dan berarti batang kaca supaya tetap pada tempatnya.

Fase gerak biasanya merupakan campuran yang terdiri atas satu komponen organik yang utama air dan berbagai tambahan seperti asam-asam, basa dengan tujuan untuk memperbesar kelarutan dari beberapa senyawa atau untuk mengurangi kelarutan (Sastrohamidjojo, 1985).

Gerakan noda suatu senyawa dalam pengembang tertentu disebut bilangan Rf senyawa itu dalam pengembang tersebut. Bilangan Rf didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan fase gerak (diukur dari garis awal). Karena itu bilangn Rf selalu lebih kecil dari 1,0. Pembandin bilangan flavonoida yang belum dikenal dengan Rf yang telah dikenal dan


(34)

sejenis merupakan cara yang berguna untuk membandingkan flavonoida yang sedang diientifikasi dengan flavonoida yang tidak ada dilaboratorium (Markham, 1988).

Menurut Sastrohamidjojo (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf adalah struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat dari penyerap, tebal dan kerataan lapisan penyerap, pelarut, kertas, sifat dari campuran, derajat kejenuhan dari bejana pengembangan, tehnik percobaan, jumlah cuplikan yang digunakan, suhu dan kesetimbangan.

2.5 Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri ultraviolet merupakan suatu cara analisis berdasarkan atas pengukuran serapan suatu larutan yang dilalui radiasi cahaya elektromagnetis. Spektrum ultraviolet digambarkan sebagai hubungan antara panjang gelombang dengan intensitas serapan (transmitansi atau absorbansi) (Sastrohamidjojo, 1985).

Spektrofotometri ultraviolet pada umumnya digunakan untuk menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi, menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum suatu senyawa. Ketika suatu molekul menyerap cahaya maka energi tersebut akan menyebabkan tereksitasinya elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Sinar ultraviolet akan menyebabkan elektron tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi (Dachriyanus, 2004).

Beberapa istilah yang digunakan dalam spektrofotometri ultraviolet meliputi (Dahcriyanus, 2004):

1. Kromofor: merupakan gugus tidak jenuh yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dengan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tidak jenuh. Contohnya : C=C, C=O, NO2.

2. Auksokrom: merupakan suatu gugus fungsi dengan adanya elektron bebas(tidak terikat), dimana jika gugus ini bergabung dengan kromofor, akan mengubah panjang gelombang dan intensitas dari serapan maksimum. Contohnya : OH, -NH2, -Cl.


(35)

3. Pergeseran batokromik: merupakan pergeseran absorban ke daerah panjang gelombang yang lebih panjang karena adanya substitusi pada kromofor (oleh auksokrom) atau efek pelarut.

4. Pergeseran hipsokromik: merupakan pergeseran ke daerah panjang gelombang yang lebih pendek karena adanya substitusi atau efek pelarut.

5. Efek hiperkromik: merupakan peningkatan intensitas absorban. 6. Efek hipokromik: merupakan penurunan intensitas absorban.

Spektroskopi serapan ultraviolet adalah cara yang berguna untuk menganalisis struktur flavonoida. Cara tersebut digunakan untuk mengidentifikasi jenis flavonoida dan menetukan pola oksigenasi. Disamping itu, kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi. Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri dari 2 pita absorbsi maksimum, yaitu pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I) (Markham, 1988).

Langkah pertama yang dilakukan untuk menafsirkan spektrum yaitu, menentukan jenis flavonoid dengan memperhatikan:

1. Bentuk umum spektrum dalam metanol 2. Panjang gelombang pita serapan

3. Data kromatografi kertas.

Langkah kedua adalah mempertimbangkan arti perubahan spektrum yang disebabkan oleh berbagai pereaksi geser (Markham, 1988).

Spektrum natrium metoksida

Natrium metoksida merupakan basa kuat yang dapat mengionisasi hampir semua gugus hidroksi pada inti flavonoid. Penambahan natrium metoksida ke dalam larutan flavonol menyebabkan terjadinya pergeseran batokromik. Degradasi atau


(36)

pengurangan kekuatan spektrum setelah waktu tertentu merupakan petunjuk baik akan adanya gugus yang peka terhadap basa. Pereaksi pengganti antrium metoksida yang cocok adalah natrium hidroksida 2M dalam air (Markham, 1988).

Spektrum AlCl3 dan AlCl3/HCl

Aluminium klorida membentuk kompleks tahan asam dengan gugus hidroksi (pada C3 dan C5) dan keton, juga membentuk kompleks tak tahan asam dengan gugus

orto-hidroksi, sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi kedua gugus tersebut. Spektrum AlCl3/HCl hanya berguna untuk mendeteksi gugus hidroksi yang

bertetangga dengan gugus keton, karena gugus tersebut dengan AlCl3 akan

membentuk senyawa kompleks yang tahan asam (Markham, 1988).

Spektrum natrium asetat

Natrium asetat digunakan terutama untuk mendeteksi adanya gugus 7-hidroksi bebas. Pengurangan kekuatan intensitas natrium asetat dari flavonol merupakan petunjuk adanya gugus yang peka terhadap basa (Markham, 1988).

Spektrum natrium asetat/asam borat

Menjembatani kedua gugus hidroksil pada gugus orto-dihidroksi dan digunakan untuk mendeteksinya (Markham, 1988).


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang diterapkan adalah metode deskriptif meliputi pengumpulan bahan tanaman, identifikasi tanaman, pengolahan tanaman, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, analisis kromatografi kertas (KKt), uji kemurnian isolat, dan identifikasi senyawa hasil isolasi (isolat) secara spektrofotometri (UV) dengan penambahan pereaksi geser (shift reagen).

Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, blender (National), neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Sartorius), alat perkolasi, eksikator, penangas air (Yenaco), freeze dryer, penguap vakum putar (Buchi 461), chamber, seperangkat alat penetapan kadar air, mikroskop (Olympus), lampu spiritus, kaca objek, kaca penutup dan spektrofotometer (UV) (Shimadzu UV-1240).

Bahan-bahan yang digunakan

Bahan tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah herba patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba). Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain berkualitas pro analisis yaitu n-heksan, etil asetat, etanol, metanol, isopropanol, benzen, toluen, asam asetat glasial, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, amil alkohol, kloroform, n-butanol, asam nitrat pekat, natrium hidroksida timbal (II) asetat, besi (III) klorida, iodium, raksa (II) klorida, aluminium (III) klorida, kalium iodida, asam asetat anhidrat, asam borat, serbuk magnesium, alpa naftol, kloralhidrat, floroglusinol, air suling, kertas Whatman No.1 dan No. 3.

Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan Pengambilan Bahan Tumbuhan

Bahan tumbuhan yang digunakan adalah herba patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba) yang telah lengkap dengan bunga, buah dan biji, yang diperoleh dari kampung susuk, Kecamatan Medan Selayang, Medan, Sumatera Utara.


(38)

Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan telah dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, LIPI, Bogor. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 40. Gambar tumbuhan dan simplisia dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 41.

Pengolahan Bahan Tumbuhan

Herba patikan kebo yang telah dikumpulkan, disortasi basah yaitu memisahkan tumbuhan lain yang terikut dan kotoran-kotoran, kemudian dicuci untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya dilakukan dengan air yang bersih, ditiriskan lalu disebarkan diatas koran polos dan kemudian ditimbang, lalu dilakukan mikroskopik terhadap bahan tumbuhan yang segar, kemudian dipotong-potong dan dipisahkan antara daun dan batang lalu dikeringkan dalam lemari pengering pada temperatur ± 40°C hingga kering atau sampai mudah dipatahkan lalu ditimbang, diperoleh simplisia kering, dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 27. Simplisia kering diserbuk menggunakan blender dan ditimbang sebagai berat serbuk simplisia. Selanjutnya serbuk disimpan dalam kantung plastik dan dimasukkan kedalam lemari pengering untuk mencegah pengaruh lembab dan pengotoran lainnya. Pengolahan bahan tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 42.

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi. 3.4.1 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml (Depkes RI, 1979).

Pereaksi Asam Klorida 6 N

Sebanyak 50 ml asam klorida pekat diencerkan dalam air suling hingga 150 ml(Markham, 1988).


(39)

Pereaksi Aluminium Klorida 5% b/v

Sebanyak 5,0 g aluminium klorida ditimbang kemudian dilarutkan dalam etanol hingga 100 ml (Markham, 1988).

Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8,0 g bismut (III) nitrat dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat dan dilarutkan 27,2 g, kalium iodida dalam 50 ml air suling. Campur kedua larutan dan diamkan sampai memisah sempurna. Diambil larutan jernih dan diencerkan dalam air secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4,0 g kalium iodida dilarutkan dalam air suling secukupnya sampai KI larut dengan sempurna, lalu ditambahkan 2 g iodium sedikit demi sedikit dan dicukupkan dengan air suling hingga volume 100 ml (Depkes RI,1979).

Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,36 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml. Pada wadah lain, 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml air suling. Kemudian 60 ml larutan I dicampurkan dengan 10 ml larutan II dan ditambahkan air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

Pereaksi Molish

Sebanyak 3,0 g α- naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh 100 ml larutan (Depkes RI, 1995).

Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g Timbal (II) Asetat dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

Pereaksi Kloralhidrat jenuh

Sebanyak 50 g kloralhidrat dilarutkan didalam 20 ml air suling (Depkes RI, 1995).


(40)

3.4.10 Pereaksi Asam Klorida 2N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1979).

3.4.11 Pereaksi Floroglusinol HCl

1,0 g floroglusinol ditambah beberapa tetes HCl pekat sampai memerahkan lignin (Depkes RI, 1995).

3.4.12 Pereaksi Besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1,0 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hinnga 100 ml (Depkes RI, 1995).

Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar sari larut dalam air, dan penetapan kadar sari larut dalam etanol (Depkes RI, 1995; WHO, 1992).

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, bau dan warna dari simplisia herba patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba).

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Sebelum dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari serbuk simplisia maka dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada tanaman segar.

- Sayatan melintang daun tumbuhan patikan kebo

Cara kerja: Pada kaca objek ditetesi kloralhidrat, diletakkan sayatan melintang daun tumbuhan patikan kebo, dipanaskan diatas lampu spiritus, tidak sampai kering, dicuci dengan beberapa tetes akuades, kemudian ditetesi beberapa tetes floroglusinol HCl, didiamkan selama 10 menit, ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati dibawah mikroskop.


(41)

- Sayatan membujur (atas dan bawah) daun tumbuhan patikan kebo

Cara kerja: Pada kaca objek ditetesi kloralhidrat, diletakkan sayatan membujur daun tumbuhan patikan kebo, dipanaskan diatas lampu spiritus, tidak sampai kering, dicuci dengan beberapa tetes akuades, ditambah kloralhidrat, ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati dibawah mikroskop. Hasil mikroskopik sayatan melintang dan membujur daun tumbuhan patikan kebo dapat dilihat padalampiran 4 halaman 43-45. - Pemeriksaan serbuk simplisia

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia herba patikan kebo. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi larutan kloral hidrat kemudian ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati pada mikroskop. Hasil mikroskopik serbuk simplisia herba patikan kebo dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 46.

3.5.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (Destilasi Toluen). Alat-alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima.

Cara kerja : kedalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluen dan 2 ml air suling, didestilasi selama 2 jam, toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air dalam tabung penerima dibaca. Kemudian kedalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes tiap detik sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen, destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, dibaca volume air dengan ketelitian 0,05 ml. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992).


(42)

3.5.4 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian ditarakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600° C selama 2 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.5.5 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan diudara (Depkes RI, 1995).

3.5.6 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, sejumlah 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, dan sisa dipanaskan pada suhu 105° C hingga bobot tetap. Persen kadar sari yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.5.7 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalan Etanol

Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu tersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat untuk menghindari penguapan etanol, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan panaskan sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar sari yang larut dalam etanol terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).


(43)

3.6 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dari serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida, steroida/ triterpenoida, tanin, saponin, flavonoida, glikosida dan glikosida antrakuinon

.

3.6.1Pemeriksaan Alkaloida

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, kemudian ditambah 1 ml asamklorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit. Dinginkan dan disaring. Filtrat digunakan untuk percobaan berikut :

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk warna merah atau jingga.

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari ketiga percobaan diatas (Depkes RI, 1995).

3.6.2 Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1996).

3.6.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik.


(44)

dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.6.4 Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 96 % dengan air (7:3), dan 10 ml asam sulfat 2 N. Direfluks selama 1 jam, didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml Timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok dan didiamkan selama 5 menit, disaring. Disari filtrat 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran kloroform-isopropanol (3:2). Pada kumpulan sari di tambahkan Natrium sulfat anhidrat, disaring dan diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50oC. Dilarutkan sisa dengan 2 ml etanol. Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan diatas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes Molisch. Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin ungu pada batas kedua cairan menunujukkan adanya gula, dengan demikian menunjukkan adanya glikosida (Depkes RI, 1995).

3.6.5 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, disari dengan 10 ml air suling lalu dipanaskan, disaring. Filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1 %. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman, menunjukkan adanya tannin (Depkes RI, 1995).

3.6.6 Pemeriksaan Steroida dan triterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk dimaserasi dengan 20 ml n-heksana selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan di cawan penguap. Sisanya ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann-Bourchard). Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukkan adanya steroida/triterpenoida (Harborne, 1987).


(45)

3.6.7 Pemeriksaan Glikosida Antrakuinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambah dengan 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzena, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzena dipisahkan dan disaring. Kocok lapisan benzena dengan 2 ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan ini berwarna merah dan lapisan benzena tidak berwarna menunjukkan adanya antrakuinon (Depkes RI, 1995). Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 52.

3.7 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol.

Cara kerja :

Sebanyak 300 g serbuk simplisia dibasahi dengan cairan penyari dan dibiarkan selama 3 jam, kemudian dimasukkan ke dalam alat perkolator. Lalu dituang cairan penyari secukupnya sampai semua terendam dan terdapat selapis cairan penyari diatasnya, mulut tabung perkolator ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir. Perkolasi dihentikan setelah tetesan perkolat terakhir tidak bereaksi lagi dengan pereaksi untuk uji senyawa golongan flavonoida. Selanjutnya ekstrak diuapkan dengan penguap vakum putar pada temperatur tidak lebih dari 50°C sampai diperoleh ekstrak kental. Kemudian dikeringkan dengan freeze dryer selama lebih kurang 24 jam Bagan ekstraksi serbuk simplisia dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 53.

3.8 Ekstraksi Cair-Cair Senyawa Flavonoida

Ekstraksi cair-cair senyawa flavonoida dari ekstrak etanol dilakukan berturut-turut dengan pelarut n-heksana, kloroform dan etil asetat. Caranya : ekstrak etanol ditambah 10 ml etanol, kemudian dilarutkan dalam air panas sebanyak 100 ml, selanjutnya dihidrolisis dengan asam (ditambah asam klorida 2N), di refluks selama 5 jam dan dimasukkan kedalam corong pisah, mula-mula difraksinasi dengan n-heksana


(46)

sebanyak 100 ml, diperoleh fraksi n-heksana dan fraksi air. Fraksi n-heksana dipisahkan, fraksi air kemudian difraksinasi lagi dengan kloroform sebanyak 100 ml, diperoleh fraksi kloroform dan fraksi air, kemudian fraksi kloroform dipisahkan fraksi air difraksinasi lagi dengan 100 ml etil asetat, diperoleh fraksi etil asetat dan fraksi air. Ekstrak hasil fraksinasi dipekatkan dengan diuapkan diatas penangas air (Markham, 1988). Bagan ekstraksi cair-cair dari ekstrak etanol dapat dilihat pada lampiran 8 halaman 54.

3.9 Analisis Senyawa Flavonoida dari Ekstrak Hasil Fraksinasi Dengan Cara Kromatografi Kertas

Terhadap ekstrak hasil fraksinasi dilakukan kromatografi kertas (KKt) dengan fase gerak asam asetat 50 % , BAA (n-butanol - asam asetat - air = 4:1:5) dan forestal (asam asetat - air - asam klorida), asam asetat 15%, HCl 1% Fase diam adalah kertas whatman No.1 yang berukuran 3x25 cm.

Cara kerja :

Ekstrak etanol, fraksi n-heksana, fraksi kloroform, fraksi etil asetat dan fraksi air masing-masing ditotolkan pada kertas whatman dari tepi bawah, kemudian kertas tersebut dimasukkan kedalam chamber yang berisi fase gerak yang telah dijenuhkan, lalu dielusi dengan jarak rambat 20 cm. Kertas diangkat dan dikeringkan. Hasil disemprot dengan pereaksi AlCl3 5% dalam etanol dan diamati dibawah lampu

ultraviolet. Hasil kromatogram dengan KKt dari ekstrak etanol, fraksi n-heksana, fraksi kloroform, fraksi etil asetat,fraksi air dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 56-65.

3.10Pemisahan Senyawa Flavonoida Dari Fraksi Etil Asetat Dengan Cara Kromatografi Kertas Preparatif

Terhadap fraksi etil asetat dilakukan pemisahan secara kromatografi kertas preparatif (KKt preparatif) dengan fase gerak asam asetat 50 % dan fase diam kertas whatman No.3 dengan ukuran 15 x 15 cm.

Cara kerja :


(47)

Fraksi etil asetat yang telah diencerkan ditotolkan pada kertas berupa pita, kemudian dimasukkan kedalam chamber berisi fase gerak yang telah dijenuhkan. Lalu dielusi dengan jarak 20 cm, kertas diangkat, dan dikeringkan, diamati diabawah sinar ultraviolet. Bercak diberi tanda dan digunting menjadi potongan kecil-kecil, direndam dalam metanol selama 24 jam dan sekali-kali dikocok lalu disaring. Selanjutnya filtrat dikumpulkan dan dipekatkan hingga diperoleh isolat kental. Isoalat kental yang diperoleh dari hasil KKt preparatif dilakukan KKt kualitatif. Hasil kromatogram dengan KKt preparatif dari fraksi etil asetat dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 66.

3.11Uji Kermunian terhadap Senyawa Flavonoida Hasil Kromatografi Kertas Preparatif

Uji kemurnian terhadap isolat hasil isolasi dilakukan dengan cara:

1. Kromatografi kertas menggunakan berbagai fase gerak, yaitu: asam asetat 50%, BAW (n-butanol - asam asetat - air = 4 : 1 : 5), asam asetat 15 %, HCl 1% dengan penampak bercak aluminium klorida 5% b/v.

Cara kerja:

Isolat ditotolkan pada kertas Whatman No. 1 berukuran 3x25 cm, kemudian dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh dengan uap fase gerak dan dielusi dengan jarak rambat 20 cm. Selanjutnya kertas dikeluarkan dan dikeringkan. Hasilnya dilihat di bawahsinar lampu UV 366 nm dan dideteksi dengan penampak bercak aluminium klorida 5% b/v, dan dilihat kembali dibawah sinar UV 366 nm.

2. Kromatografi kertas dua arah dengan memakai dua sistem fase gerak, fase gerak I adalah BAW (n-butanol - asam asetat - air = 4 : 1 : 5) dan fase gerak II adalah asam asetat 50% v/v.


(48)

Isolat ditotolkan pada kertas Whatman No. 3, kemudian dimasukkan kedalam bejana kromatografi yang telah jenuh dengan uap fase gerak pertama, lalu dielusi dengan jarak rambat 15 cm. Kertas dikeluarkan dan dikeringkan selanjutnya dielusi kembali dengan fase gerak kedua, kemudian kertas dikeluarkan dan dikeringkan. Hasilnya dilihat di bawah sinar lampu UV 366 nm dan dideteksi dengan penampak bercak aluminium klorida 5% dan dilihat kembali di bawah sinar lampu UV 366 nm. Hasil kromatogram dengan KKt kualitatif isolat serta hasil kromatogram dengan KKt dua arah dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 67-77.

3.12Karakterisasi Hasil Isolasi

Karakterisasi senyawa hasil isolasi dilakukan dengan spektrofotometri ultraviolet.

3.12.1 Karakterisasi Isolat dengan Spektrofotometri Ultraviolet dengan Penambahan Pereaksi Geser (Shift reagent)

1. Isolat dilarutkan dalam metanol, dimasukkan ke dalam kuvet dan kemudian diukur absobansinya pada panjang gelombang 210-500 nm. Setelah diukur spektrumnya dalam metanol, ditambahkan tiga tetes larutan NaOH 2 N ke dalam kuvet dan direkam spektrumnya, kemudian direkam kembali setelah 5 menit.

2. Larutan isolat ditambahkan enam tetes pereaksi AlCl3, dikocok dan diukur

spektrumnya, selanjutnya ditambahkan tiga tetes HCl dan diukur spektrumnya.

3. Larutan isolat ditambahkan serbuk natrium asetat hingga kira-kira 2 mm lapisan natrium asetat pada dasar kuvet dikocok dan diukur spektrumnya.Spektrum natrium asetat diukur kembali setelah 5 menit. Ke dalam kuvet ditambahkan serbuk asam borat anhidrat kira-kira setengah


(49)

dari serbuk natrium asetat dan dicampur, lalu diukur spektrum natrium asetat/asam borat.

Spektrum dari isolat hasil isolasi dengan spektrofotometri UV

menggunakan pereaksi geser (shift reagen) dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 78-84.


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi tumbuhan yang dipakai sebagai penelitian di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian Biologi, Bogor, menunjukkan identitas sampel tumbuhan adalah Euphorbia hirta L. suku Euphorbiaceae.

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia herba patikan kebo menunjukkan bahwa batang kecil panjang dan bulat, daun berhadapan dengan warna hijau tua sampai hijau kelabu bentuk jorong meruncing sampai tumpul, bunga kecil, biji berwarna coklat kemerahan, herba patikan kebo berbau lemah dan rasa agak pahit. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia herba patikan kebo menunjukkan bahwa adanya rambut penutup, stomata tipe anomositik, saluran getah, fragmen kulit buah, fragmen kulit biji dan berkas pembuluh.

Hasil karakteristik serbuk simplisia diperoleh kadar air 6,654%, kadar sari larut dalam air 22,06%, kadar sari larut dalam etanol 18,36%, kadar abu total 1,074%, kadar abu tidak larut dalam asam 0,12%. Hasil penapisan fitokimia serbuk simplisia menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloida, flavonida, saponin, tanin, glikosida dan steroida/ triterpenoida dan glikosida antrakuinon. Hasil karakteristik serbuk simplisia yang diteliti sesuai dengan persyaratan Materia Medika Indonesia (Ditjen POM, 1978).

Hasil analisis kromatografi kertas (KKt) maka fraksi etil asetat ternyata memberikan pemisahan yang terbaik. Dari lima fase gerak yaitu BAA, forestal, asam asetat 50%, asam asetat 15%, HCl 1% dan sebagai fase diam kertas whatman no. 1 dengan penampak bercak digunakan sinar lampu ultravioelt (UV) dan AlCl3 5%

diperoleh pemisahan yang baik dengan fase gerak asam asetat 50%. Pada fraksi etil asetat diperoleh tiga bercak dengan AlCl3/UV 366nm, yaitu warna kuning (Rf1 =

0,32) kuning hijau (Rf = 0,43) dan jingga (Rf = 0,71).


(51)

Terhadap fraksi etil asetat kemudian dilakukan kromatografi kertas preparatif dengan fase gerak asam asetat 50% dan fase diam kertas whatman no. 3, pita-pita dipisahkan berdasarkan fluoresensinya dibawah sinar lampu UV 366 nm, hasilnya diperoleh 2 pita yaitu isolat F1 berfluoresensi kuning (Rf = 0,25) dan F2 berfluoresensi biru muda (Rf = 0,75). Masing-masing pita digunting berupa potongan-potongan kecil, direndam dalam metanol selama 24 jam, dan sekali-sekali dikocok, lalu disaring kemudian filtrat dipekatkan. Hasil KKt F1 dan F2 dengan fase gerak BAA, forestal, asam asetat 50%, asam asetat 15% dan HCl 1% dengan penampak noda sinar lampu UV 366 nm dan AlCl3 5% b/v, hasilnya F1 menunjukkan satu bercak

kuning sehingga F1 dapat disebut isolat murni, sedangkan F2 masih menunjukkan satu bercak tetapi memiliki dua warna yang berbeda yaitu biru dan jingga coklat. Kromatogramnya dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 66-76.

Hasil uji kemurnian terhadap isolat F1 menggunakan kromatografi kertas dua arah dengan fase gerak I adalah BAA (n-butanol - asam asetat - air = 4 : 1 : 5) dan fase gerak II adalah asam asetat 50%. Hasilnya menunjukkan satu bercak dengan sinar UV 366 nm, dan setelah diberi AlCl3 tetap menunjukkan satu bercak, F1 (Rf = 0,25,

fluoresensi kuning). Hasil uji kemurnian isolat F2 menggunakan kromatografi kertas dua arah menunjukkan dua bercak sehingga disebut isolat tidak murni dan karena tidak murni maka tidak dilakukan identifikasi secara spektrofotometri UV. Kromatogramnya dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 77.

Penafsiran spektrum ultraviolet dilakukan untuk isolat F1, dengan merujuk pada Markham (1988).

Penafsiran spektrum ultraviolet untuk isolat F1 (Markham, 1988):

1. Hasil spektrum isolat F1 dalam metanol memberikan pita absorbsi maksimum pada pita I yaitu 381 nm, sedangkan untuk pita II 255 nm. Absorbsi maksimum pada pita I ini sesuai untuk senyawa flavonol yang panjang gelombang absorbsi


(52)

maksimum pada pita I adalah 350-385 nm, dengan demikian diduga senyawa flavonoida tersebut adalah flavonol 3-OH bebas.

2. Pada spektrum F1 dalam metanol dengan penambahan NaOH dIbandingkan dengan spektrum yang telah diukur setelah 5 menit terlihat adanya perubahan yang ditandai dengan intensitas meningkat, dimana pergeseran panjang gelombang pada pita I dari 381 nm menjadi 392 nm jadi diperoleh perubahan panjang gelombang sebanyak 11 nm.

3. Pada spektrum isolat dengan penambahan AlCl3/ HCl terjadi pergeseran

batokromik bila dibandingkan spektrum metanol. Pergeseran batokromik ini terjadi pada pita I sebesar 35 nm. Pergeseran batokromik 35 sampai 55 nm menunjukkan gugus 5-OH. Dengan demikian dijumpai gugus 5-OH pada golongan flavonol ini. Pada spektrum isolat dengan penambahan AlCl3 terjadi pergeseran

hiperkromik 1 nm pada pita I bila dibandingkan terhadap spektrum dalam metanol dengan penambahan AlCl3/HCl.

4. Hasil spektrum F1 dalam metanol dengan penambahan natrium asetat menunjukkan adanya pergeseran hipsokromik pada pita II sebesar 1 nm jika dibandingkan dengan spektrum dalam metanol, jika terjadi pergeseran sebesar 5-20 nm pada pita II, maka terdapat gugus 7-0H pada cincin A, maka pada senyawa flavonol ini tidak dijumpai adanya gugus 7-OH.

5. Pada spektrum F1 dalam metanol dengan penambahan natrium asetat/ asam borat dibanding terhadap spektrum dalam metanol menunjukkan pergeseran pada pita I sebesar 11 nm, jika terjadi pergeseran 12-36 nm pada pita I, maka terdapat gugus orto hidroksi pada cincin B, dengan demikian pada senyawa flavonol ini tidak terdapat gugus orto-hidroksi pada cincin B.

6. Dari hasil penafsiran dapat disimpulkan bahwa flavonol ini mempunyai gugus hidroksil pada posisi 3,5.


(53)

Gambar 11. 3, 5 dihdroksil flavonol

Menurut Markham (1988), rentangan serapan spektrum UV tampak flavonoid Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis Flavonoid

250-280 310-350 Flavon

250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi) 250-280 350-385 Flavonol (3-OH bebas) 245-275 310-330 Isoflavon

275-295 300-330 Flavanol dan dihidroflavanol 230-270 340-390 Khalkon

230-270 380-430 Auron

270-280 465-560 Antosianidin dan antosianin

OH O

O


(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia memenuhi persyaratan yang tercantum dalam Materia Medika Indonesia (MMI). Hasil penapisan fitokimia serbuk simplisia menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloida, flavonida, saponin, tanin, glikosida dan steroida/ triterpenoida dan glikosida antrakuinon

2. Hasil isolasi diperoleh 2 senyawa, yaitu isolat F1 harga Rf = 0,25 berfluoresensi kuning dan F2 harga Rf = 0,75 berfluoresensi biru muda dengan fase gerak asam asetat 50% dibawah sinar lampu UV 366 nm.

3. Hasil identifikasi isolat secara spektrofotometri UV dengan penambahan pereaksi geser (shift reagen) diperoleh F1 adalah golongan flavonol dengan gugus hidroksi pada posisi 3,5 hidroksi.

5.2Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengisolasi isolat F2 dan melakukan elusidasi struktur terhadap senyawa hasil isolasi secara spektroskopi inframerah dan spektroskopi massa.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Anonima (2009). Euphorbia hirta.

Agustus 2009

Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Halaman 9, 31, 902.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Halaman 321-325.

Depkes RI. (1978). Materia Medika Indonesia. Jilid II. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Halaman 30-35.

Depkes RI. (2001). Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I). Jilid II. Jakarta. Departemen Kesehatan RI dan Kesejahteraan Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Halaman 135-136.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak tumbuhan Obat. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Halaman 1-11.

Djauhauriya, E., dan Hernani. (2004). Gulma Berkhasiat Obat. Cetakan Pertama. Jakarta. Penebar Swadaya. Halaman 5-6.

Farnsworth, N. (1996). Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences. Halaman 256- 264.

Gritter, R. J., James. M.B., dan Arthur. E. S. (1991). Pengantar Kromatografi.

Penerjemah: K. Padmawinata. Edisi kedua. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 1,8, 108-109, 115.

Hariana, A. (2008). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri ketiga. Cetakan Keempat. Jakarta. Penebar Swadaya. Halaman 5-6.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Terjemahan Padmawinata, K., dan Soediro, I., Cetakan I. Bandung. Penerbit ITB. Halaman 71, 84, 85, 97, 99

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Cetakan I. Penerjemah : Badan Litbang Kehutanan. Jakarta. Penerbit Yayasan Sarana Wanajaya. Halaman 1213-1214.

Markham, K. R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerjemah: K. Padmawinata. Bandung. ITB Press. Halaman 1, 20-24, 38-47.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah: K. Padmawinata. Edisi IV. Bandung: ITB Press. Halaman191, 196, 197.

Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Edisi I. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Halaman 1-2, 13-14.


(56)

Sastrohamidjojo, H. (1996). Sintesis Bahan Alam. Cetakan I. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Halaman 163.

World Health Organization. (1992). Quality Control Methods For Medical Plants Material. WHO/ PHARM/ 92.559. Switzerland : Geneva. Pages 25-28.


(57)

(58)

Lampiran 2

Gambar 12: Tumbuhan Patikan kebo (Euphorbia hirta L.)

Gambar 13: Simplisia Herba Patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba)


(59)

Lampiran 3

Gambar 14. Bagan Penelitian Herba Patikan kebo

Dicuci

Ditiriskan lalu disebarkan diatas Koran polos kemudian ditimbang

Herba Patikan Kebo

Dikeringkan di lemari pengering pada temperatur ± 40° C, hingga kering dan mudah dipatahkan.

Simplisia

Dihaluskan

Serbuk simplisia

Penapisan Fitokimia Karakterisasi simplisia Pembuatan ekstrak

- Alkaloida - Flavonoida - Saponin - Tanin - Glikosida

- Steroida/ triterpenoida

- Pemeriksaan makroskopik - Pemeriksaan mikroskopik - Penetapan kadar air

- Penetapan kadar sari yang larut dalam air - Penetapan kadar sari yang larut dalam

etanol

- Penetapan kadar abu total

- Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Dipotong-potong, dipisahkan antara daun dan batang

Ditimbang, dan diperoleh berat simplisia

Ditimbang serbuk simplisia Dilakukan mikroskopik terhadap bahan yang segar


(60)

Lampiran 4.

Gambar 15 : Pemeriksaan mikroskopik sayatan melintang daun tumbuhan patikan kebo

Perbesaran 10 x 40

Keterangan : 1. Rambut penutup 2. Epidermis atas 3. Jaringan palisade 4. Jaringan bunga karang 5. Seludang berkas 6. Epidermis bawah 7. Berkas pembuluh 8. Kolenkim

9. Stoma

1

2 3 4 5 6

7 8 9


(61)

Lampiran 4 (Lanjutan)

Gambar 16 : Pemeriksaan mikroskopik sayatan membujur atas daun tumbuhan patikan kebo

Perbesaran 10 x 40

Keterangan : 1. Stomata tipe anomositik 2. Celah stoma

3. Sel Penutup 4. Sel tetangga 5. Sel epidermis

1 2 3

4


(62)

Lampiran 4 (Lanjutan)

Gambar 17 : Pemeriksaan mikroskopik sayatan membujur bawah daun tumbuhan patikan kebo

Perbesaran 10 x 40

Keterangan : 1. Stomata tipe anomositik

1


(63)

Lampiran 4 (Lanjutan)

Gambar 18. Pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia herba patikan kebo Perbesaran 10 x 40

Keterangan : 1. Fragmen kulit buah 2. Stomata tipe anomositik 3. Rambut penutup

4. Saluran getah 5. Fragmen kulit biji 6. Berkas pembuluh

1

2

3

4

5


(64)

Lampiran 5

5.1 Perhitungan Penetapan Kadar Air

Kadar air simplisia = x 100%

(g) sampel Berat (ml) air Volume

a. Berat sampel I = 5,011 g

Volume air = 0,2 ml

Kadar air = x 100% 3,991%

5,011 2 , 0

=

b. Berat sampel II = 5,007 g

Volume air = 0,4 ml

Kadar air = x 100% 7,988%

5,007 4 , 0

=

c. Berat sampel III = 5,009 g

Volume air = 0,4 ml

Kadar air = x 100% 7.985%

5,009 4 , 0

=

Kadar air rata-rata =

3 % 7,985 % 7,988 % 991 ,

3 + +

= 6,654 %


(65)

5.2 Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total

Kadar abu = Berat abu (g) x 100%

Berat sampel (g)

a. Berat sampel I = 2,0010 g

Berat abu = 0,0205 g

Persen kadar abu total = x 100% 2,0010

0205 , 0

= 1,024 %

b. Berat sampel II = 2,0008 g

Berat abu = 0,0227 g

Persen kadar abu total = x 100% 2,0008

0227 , 0

= 1,134 %

c. Berat sampel III = 2,0004 g

Berat abu = 0,0213 g

Persen kadar abu total = x 100% 2,0004

0213 , 0

= 1,064 %

Kadar abu total rata-rata =

3 1,064% 1,134% %

1,024 + +


(66)

5.3 Perhitungan Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam

Kadar abu yang tidak larut dalam asam = Berat abu (g) x 100% Berat sampel (g)

a. Berat sampel I = 2,0010 g

Berat abu = 0,0025 g

Persen kadar abu = x 100% 2,0010

0025 , 0

= 0,124 %

b. Berat sampel II = 2,0008 g

Berat abu = 0,0020 g

Persen kadar abu = x 100% 2,0008

0020 , 0

= 0,10 %

c. Berat sampel III = 2,0004 g

Berat abu = 0,0030 g

Persen kadar abu = x 100% 2,0004

0030 , 0

= 0,14 %

Kadar abu rata-rata =

3 0,14% 0,10% %

0,124 + +

= 0,12 %


(67)

5.4 Perhitungan Penetapan Kadar Sari Yang larut Dalam Air

Persen kadar sari yang larut dalam air = Berat sari (g) x 100 x 100%

Berat sampel (g) 20

a. Berat sampel I = 5,000 g

Berat sari = 0,236 g

% 100 x 20 100 x g 5,000 g 0,236 air dalam larut yang sari kadar

Persen =

= 23,6 %

b. Berat sampel II = 5,001 g

Berat sari = 0,21 g

% 100 x 20 100 x g 5,001 g 0,21 air dalam larut yang sari kadar

Persen =

= 20,99 %

c. Berat sampel III = 5,001 g

Berat sari = 0,216 g

% 100 x 20 100 x g 5,001 g 0,216 air dalam larut yang sari kadar

Persen =

= 21,59 %

Kadar sari rata-rata =

3 % 21,59 20,99% %

23,6 + +


(68)

5.5 Perhitungan Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol

Persen kadar sari yang larut dalam etanol = Berat sari (g) x 100 x 100%

Berat sampel (g) 20

a. Berat sampel I = 5,000 g

Berat sari = 0,176 g

% 100 x 20 100 x g 5,000 g 0,176 etanol dalam larut yang sari kadar

Persen =

= 17,6 %

b. Berat sampel II = 5,001 g

Berat sari = 0,197 g

% 100 x 20 100 x g 5,001 g 0,197 etanol dalam larut yang sari kadar

Persen =

= 19,69 %

c. Berat sampel III = 5,001 g

Berat sari = 0,178 g

% 100 x 20 100 x g 5,001 g 0,178 etanol dalam larut yang sari kadar

Persen =

= 17 79 %

Kadar sari rata-rata =

3 17,79% 19,69% %

17,6 + +

= 18,36 %


(1)

Lampiran 11 (Lanjutan)

Keterangan:

_____ : MeOH + NaOH _____ : MeOH

Gambar 45. Spektrum ultraviolet larutan isolat F1 dalam metanol dan setelah penambahan NaOH

Spektrum isolat F1 dalam metanol

Peak Valley

λ (nm) Abs 381 0, 1634 255 0, 3149

Spektrum isolat F1 dalam metanol dengan penambahan NaOH

Peak Valley

λ (nm) Abs 392 0, 2585 283 0, 3582


(2)

Keterangan:

______ : MeOH + NaOH

______ : MeOH + NaOH setelah 5 menit

Gambar 46. Spektrum ultraviolet larutan isolat F1 dalam metanol dengan penambahan NaOH dan penambahan NaOH setelah 5 menit

Spektrum isolat F1 dalam metanol dengan penambahan NaOH

Peak Valley

λ (nm) Abs 392 0, 2585 283 0, 3582

Spektrum isolat F1 dalam metanol dengan penambahan NaOH setelah 5 menit

Peak Valley

λ (nm) Abs 393 0, 2579 284 0, 3568


(3)

Lampiran 11 (Lanjutan)

Keterangan: ______ : MeOH

______ : MeOH + AlCl3/ HCl

Gambar 47. Spektrum ultraviolet larutan isolat F1 dalam metanol setelah penambahan AlCl3/ HCl

Spektrum isolat F1 dalam metanol

Peak Valley

λ (nm) Abs 381 0,1643 255 0, 3149

Spektrum isolat F1 dalam metanol dengan penambahan AlCl3/ HCl

Peak Valley

λ (nm) Abs 416 0, 2284 224 0, 4243


(4)

Keterangan:

_______ : MeOH + AlCl3 __________ : MeOH + AlCl3/ HCl

Gambar 48. Spektrum ultraviolet larutan isolat F1 dalam metanol setelah penambahan AlCl3/ HCl dan spektrum larutan isolat dengan penambahan

AlCl3

Spektrum isolat F1 dalam metanol dengan penambahan AlCl3

Peak Valley

λ (nm) Abs 415 0,1270 273 0,1932

Spektrum isolat F1 dalam metanol dengan penambahan AlCl3/ HCl

Peak Valley

λ (nm) Abs 416 0, 2284 224 0, 4243


(5)

Lampiran 11 (Lanjutan)

Keterangan: ______ : MeOH

______ : MeOH + NaOAc

Gambar 49. Spektrum ultraviolet larutan isolat F1dalam metanol setelah penambahan natrium asetat

Spektrum isolat F1 dalam metanol

Peak Valley

λ (nm) Abs 381 0, 1643 255 0, 3149

Spektrum isolat F1 dalam metanol dengan penambahan natrium asetat

Peak Valley

λ (nm) Abs 392 0, 1969 254 0, 3039


(6)

Keterangan:

______ : MeOH + NaOAc/H3BO3 ______ : MeOH + NaOAc

Gambar 50. Spektrum ultraviolet larutan isolat F1 dalam metanol dengan penambahan natrium asetat dan setelah penambahan natrium asetat/ asam borat

Spektrum isolat F1 dalam natrium asetat

Peak Valley

λ (nm) Abs 392 0, 1969 254 0, 3039

Spektrum isolat F1 dalam metanol dengan penambahan natrium asetat/asam borat

Peak Valley

λ (nm) Abs 392 0, 2243 251 0, 3497


Dokumen yang terkait

Skrining Fitokimia dan Isolasi Senyawa Flavonoid Dari Daun Sirih Merah (Piper porphyrophllum N.E.Br.)

3 52 146

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia Dan Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumnbuhan Pacar Air (Impatiens balsamina L.)

4 49 87

Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Tumbuhan Tephrosia vogelii Hook.f.

26 186 83

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia Dan Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tanaman Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata Schott.)

16 94 120

FORMULASI SEDIAAN GEL ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL HERBA PATIKAN KEBO (Euphorbia hirta L.) DAN UJI Formulasi Sediaan Gel Antibakteri Ekstrak Etanol Herba Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.) Dan Uji Aktivitas Secara In Vitro Terhadap Pseudomonas aeruginosa.

0 2 14

FORMULASI SEDIAAN GEL ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL HERBA PATIKAN KEBO (Euphorbia hirta L.) DAN Formulasi Sediaan Gel Antibakteri Ekstrak Etanol Herba Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.) Dan Uji Aktivitas Secara In Vitro Terhadap Pseudomonas aeruginosa.

0 2 17

EFEK ANTIINFLAMASI INFUSA HERBA PATIKAN KEBO (Euphorbia hirta L) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR.

0 2 15

Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Dari Herba Patikan Kebo (Euphorbia hirta Linn.) Pada Fasa Eter - Ubaya Repository

0 0 1

Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Plavonoid Dari Herba Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.) - Ubaya Repository

0 0 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Patikan Kebo (Euphorbia hirta) - Uji Aktivitas Antibakteri Dan Antioksidan Dari Ekstrak Etanol Daun Patikan Kebo (Euphorbia Hirta)

0 0 23