BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil identifikasi tumbuhan yang dipakai sebagai penelitian di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian Biologi, Bogor, menunjukkan identitas
sampel tumbuhan adalah Euphorbia hirta L. suku Euphorbiaceae. Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia herba patikan kebo menunjukkan
bahwa batang kecil panjang dan bulat, daun berhadapan dengan warna hijau tua sampai hijau kelabu bentuk jorong meruncing sampai tumpul, bunga kecil, biji
berwarna coklat kemerahan, herba patikan kebo berbau lemah dan rasa agak pahit. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia herba patikan kebo menunjukkan
bahwa adanya rambut penutup, stomata tipe anomositik, saluran getah, fragmen kulit buah, fragmen kulit biji dan berkas pembuluh.
Hasil karakteristik serbuk simplisia diperoleh kadar air 6,654, kadar sari larut dalam air 22,06, kadar sari larut dalam etanol 18,36, kadar abu total 1,074, kadar
abu tidak larut dalam asam 0,12. Hasil penapisan fitokimia serbuk simplisia menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloida, flavonida, saponin, tanin, glikosida
dan steroida triterpenoida dan glikosida antrakuinon. Hasil karakteristik serbuk simplisia yang diteliti sesuai dengan persyaratan Materia Medika Indonesia Ditjen
POM, 1978. Hasil analisis kromatografi kertas KKt maka fraksi etil asetat ternyata
memberikan pemisahan yang terbaik. Dari lima fase gerak yaitu BAA, forestal, asam asetat 50, asam asetat 15, HCl 1 dan sebagai fase diam kertas whatman no. 1
dengan penampak bercak digunakan sinar lampu ultravioelt UV dan AlCl
3
5 diperoleh pemisahan yang baik dengan fase gerak asam asetat 50. Pada fraksi etil
asetat diperoleh tiga bercak dengan AlCl
3
UV 366nm, yaitu warna kuning Rf1 = 0,32 kuning hijau Rf = 0,43 dan jingga Rf = 0,71.
Universitas Sumatera Utara
Terhadap fraksi etil asetat kemudian dilakukan kromatografi kertas preparatif dengan fase gerak asam asetat 50 dan fase diam kertas whatman no. 3, pita-pita
dipisahkan berdasarkan fluoresensinya dibawah sinar lampu UV 366 nm, hasilnya diperoleh 2 pita yaitu isolat F1 berfluoresensi kuning Rf = 0,25 dan F2
berfluoresensi biru muda Rf = 0,75. Masing-masing pita digunting berupa potongan- potongan kecil, direndam dalam metanol selama 24 jam, dan sekali-sekali dikocok,
lalu disaring kemudian filtrat dipekatkan. Hasil KKt F1 dan F2 dengan fase gerak BAA, forestal, asam asetat 50, asam asetat 15 dan HCl 1 dengan penampak
noda sinar lampu UV 366 nm dan AlCl
3
5 bv, hasilnya F1 menunjukkan satu bercak kuning sehingga F1 dapat disebut isolat murni, sedangkan F2 masih menunjukkan satu
bercak tetapi memiliki dua warna yang berbeda yaitu biru dan jingga coklat. Kromatogramnya dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 66-76.
Hasil uji kemurnian terhadap isolat F1 menggunakan kromatografi kertas dua arah dengan fase gerak I adalah BAA n-butanol - asam asetat - air = 4 : 1 : 5 dan fase
gerak II adalah asam asetat 50. Hasilnya menunjukkan satu bercak dengan sinar UV 366 nm, dan setelah diberi AlCl
3
tetap menunjukkan satu bercak, F1 Rf = 0,25, fluoresensi kuning. Hasil uji kemurnian isolat F2 menggunakan kromatografi kertas
dua arah menunjukkan dua bercak sehingga disebut isolat tidak murni dan karena tidak murni maka tidak dilakukan identifikasi secara spektrofotometri UV.
Kromatogramnya dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 77. Penafsiran spektrum ultraviolet dilakukan untuk isolat F1, dengan merujuk
pada Markham 1988.
Penafsiran spektrum ultraviolet untuk isolat F1 Markham, 1988:
1. Hasil spektrum isolat F1 dalam metanol memberikan pita absorbsi maksimum
pada pita I yaitu 381 nm, sedangkan untuk pita II 255 nm. Absorbsi maksimum pada pita I ini sesuai untuk senyawa flavonol yang panjang gelombang absorbsi
Universitas Sumatera Utara
maksimum pada pita I adalah 350-385 nm, dengan demikian diduga senyawa flavonoida tersebut adalah flavonol 3-OH bebas.
2. Pada spektrum F1 dalam metanol dengan penambahan NaOH dIbandingkan
dengan spektrum yang telah diukur setelah 5 menit terlihat adanya perubahan yang ditandai dengan intensitas meningkat, dimana pergeseran panjang gelombang pada
pita I dari 381 nm menjadi 392 nm jadi diperoleh perubahan panjang gelombang sebanyak 11 nm.
3. Pada spektrum isolat dengan penambahan AlCl
3
HCl terjadi pergeseran batokromik bila dibandingkan spektrum metanol. Pergeseran batokromik ini
terjadi pada pita I sebesar 35 nm. Pergeseran batokromik 35 sampai 55 nm menunjukkan gugus 5-OH. Dengan demikian dijumpai gugus 5-OH pada golongan
flavonol ini. Pada spektrum isolat dengan penambahan AlCl
3
terjadi pergeseran hiperkromik 1 nm pada pita I bila dibandingkan terhadap spektrum dalam metanol
dengan penambahan AlCl
3
HCl. 4.
Hasil spektrum F1 dalam metanol dengan penambahan natrium asetat menunjukkan adanya pergeseran hipsokromik pada pita II sebesar 1 nm jika
dibandingkan dengan spektrum dalam metanol, jika terjadi pergeseran sebesar 5- 20 nm pada pita II, maka terdapat gugus 7-0H pada cincin A, maka pada senyawa
flavonol ini tidak dijumpai adanya gugus 7-OH. 5.
Pada spektrum F1 dalam metanol dengan penambahan natrium asetat asam borat dibanding terhadap spektrum dalam metanol menunjukkan pergeseran pada pita I
sebesar 11 nm, jika terjadi pergeseran 12-36 nm pada pita I, maka terdapat gugus orto hidroksi pada cincin B, dengan demikian pada senyawa flavonol ini tidak
terdapat gugus orto-hidroksi pada cincin B. 6.
Dari hasil penafsiran dapat disimpulkan bahwa flavonol ini mempunyai gugus hidroksil pada posisi 3,5.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 11. 3, 5 dihdroksil flavonol
Menurut Markham 1988, rentangan serapan spektrum UV tampak flavonoid
Pita II nm Pita I nm
Jenis Flavonoid 250-280
310-350 Flavon
250-280 330-360
Flavonol 3-OH tersubstitusi 250-280
350-385 Flavonol 3-OH bebas
245-275 310-330
Isoflavon 275-295
300-330 Flavanol dan dihidroflavanol
230-270 340-390
Khalkon 230-270
380-430 Auron
270-280 465-560
Antosianidin dan antosianin
OH O
O
O
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN