Analisis Dampak Konversi Tanaman Teh ke Tanaman Kelapa Sawit Pada PT Perkebunan Nusantara IV Marjandi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

(1)

ANALISIS DAMPAK KONVERSI TANAMAN TEH KE

KELAPA SAWIT PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV

MARJANDI TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT

SKRIPSI

OLEH:

TIODORA SIRINGORINGO

100501140

EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Lembar Pernyataan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Dampak Konversi Tanaman Teh ke Tanaman Kelapa Sawit Pada PT Perkebunan Nusantara IV Marjandi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditentukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juni 2014

Tiodora Siringoringo 100501140


(3)

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk menganalisis dampak konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit pada PT Perkebunan Nusantara IV Marjandi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini menggunakan data primer dengan media kuesioner yang disebarkan kepada karyawan PTPN IV Marjandi dan kepada masyarakat yang berjualan disekitar PTPN IV Marjandi dan data sekunder yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara IV Marjandi. Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji T-Test dan statistik deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit berdampak negatif terhadap kesempatan kerja di PTPN IV Marjandi, konversi lahan tanaman teh ke tanaman kelapa sawit berdampak positif terhadap tingkat pendapatan tenaga kerja karena terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara rata-rata pendapatan tenaga kerja sebelum dan sesudah konversi lahan tanaman teh ke tanaman kelapa sawit, serta konversi lahan tanaman teh ke tanaman kelapa sawit berdampak positif terhadap tingkat pendapatan masyarakat karena terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah konversi lahan tanaman teh ke tanaman kelapa sawit.


(4)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the impact of the tea plantation conversion to palm oil plantation at PT Nusantara IV Marjandi toward the level of social welfare . This study uses primary data through questionnaires and interviews to the employees of PTPN IV Marjandi and to the people around PTPN IV Marjandi and secondary data obtained from PT PTPN IV Marjandi. The analytical methods used in this study is Test T - Test and descriptive statistic.

The results showed that the conversion have negative impact to the work chance in the PTPN IV Marjandi , positive impact on the level of labor income because there is a very significant difference between average labor income before and after the conversion of the tea plantation to palm oil plantation , and positive impact on the level of people income because there is a significant difference between the average income of the people before and after tea plantation conversion to palm oil plantations .


(5)

KATA PENGANTAR

S egala puji syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan mulai dari perkuliahan pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, sampai dengan menyusun skripsi ini dengan judul “Analisis Dampak Konversi Tanaman Teh ke Tanaman Kelapa Sawit Pada PT Perkebunan Nusantara IV Marjandi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat”.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar, SE., Msc. Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, Mec, selaku Ketua Departemen S1

Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M. Si, selaku Sekretaris Departemen S1 Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Irsyad, M.Soc. Sc, selaku Ketua Program Studi Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Paidi, SE. M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi


(6)

6. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE., MS, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan tuntunan, pengarahan dan banyak membantu saya selama penulisan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya Hasibuan, M.Si, Bapak Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU, selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran bagi kesempurnaan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai Administratif Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak Direksi PTPN IV beserta seluruh staf yang telah banyak memberikan bantuan informasi dan data dalam penyusunan skripsi ini.

10.Terima kasih yang tak terhingga secara khusus penulis sampaikan kepada kedua orang tua yaitu Bapak Victor Siringoringo beserta Ibu Rosita Samosir yang senantiasa memberikan teladan, nasehat, doa, semangat dan bantuan moril dan materil kepada penulis mulai dari masa studi hingga penulisan skripsi ini. Dan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada kedua kakak serta adik yang banyak memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini.

11.Teman-teman mahasiswa khususnya angkatan 2010 Program Studi

Ekonomi Pembangunan Universitas sumatera Utara.

Tak lupa penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis baik moril maupun materil.


(7)

Sebagai manusia yang tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan. Dalam rangka penyempurnaa skripsi ini penulis mengharapkan masukan dan kritik yang membangun dan dapat dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut. Kiranya Tuhan memberikan AnugerahNya kepada semua pihak dan memberkatinya.

Medan, Juni 2014


(8)

Daftar Isi

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Teh ... 8

2.1.1 Sejarah Tanaman Teh ... 8

2.1.2 Teh Terhadap Kesehatan ... 10

2.2 Kelapa sawit ... 12

2.2.1 Sejarah Tanaman Kelapa sawit... 12

2.2.2 Perkembangan industri Kelapa sawit ... 15

2.2.3 Dampak Negatif Kelapa Sawit Terhadap Lingkungan ... 17

2.3 Konversi lahan ... 19

2.4 Peran Pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat ... 20

2.5 Tenaga Kerja ... 22

2.5.1 Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia ... 23

2.5.2 Kesempatan Kerja... 24

2.6 Penelitian Terdahulu ... 25

2.7 Kerangka Konseptual ... 26

2.8 Hipotesis Penelitian ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Jenis Penelitian ... 28

3.2 Lokasi Penelitian ... 28

3.3 Batasan Operasional ... 28

3.4 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 29

3.5 Jenis dan sumber Data ... 29

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.7 Analisa Data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32


(9)

4.1.2 Kebun Marjandi ... 34

4.1.3 sejarah Singkat Kebun Marjandi ... 35

4.2 Karakteristik Responden ... 36

4.2.1 Jenis Kelamin Dan Usia Responden ... 36

4.2.2 Pendidikan Formal Responden ... 38

4.2.3 Jumlah Tanggungan Responden ... 40

4.2.4 Tingkat Pendapatan Responden ... 42

4.2.5 Cross Tabulation ... 46

4.3 Kesempatan Kerja di PTPN IV Marjandi ... 56

4.4 Pendapatan Tenaga Kerja di PTPN IV Marjandi ... 58

4.5 Pendapatan Masyarakat di Sekitar PTPN IV Marjandi ... 62

4.6 Tingkat Kesejahteraan Tenaga Kerja Pasca Konversi ... 66

4.7 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Pasca Konversi ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Standar Ratio Penggunaan Tenaga Kerja Lapangan 23

4.1 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Tenaga Kerja 36 4.2 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Masyarakat 37 4.3 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Usia Tenaga Kerja 37 4.4 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Masyarakat 38 4.5 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tenaga

Kerja 39

4.6 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Masyarakat 39

4.7 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Tanggungan Tenaga

Kerja 40

4.8 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Tanggungan Tenaga

Kerja 41

4.9 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendapatan Tenaga Kerja Sebelum Konversi Tanaman Teh ke Tanaman Kelapa

Sawit 42

4.10 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendapatan Tenaga Kerja Setelah Konversi Tanaman Teh ke Tanaman Kelapa Sawit 43

4.11 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendapatan

Masyarakat Sebelum Konversi Tanaman Teh ke Tanaman

Kelapa Sawit 44

4.12 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendapatan

Masyarakat Setelah Konversi Tanaman Teh ke Tanaman Kelapa

Sawit 45

4.13 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Tingkat Pendidikan

Tenaga Kerja Perkebunan Teh 46

4.14 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Tingkat Pendidikan

Tenaga Kerja Perkebunan Kelapa Sawit 47

4.15 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Jumlah Tanggungan

Tenaga Kerja Perkebunan Teh 48

4.16 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Jumlah Tanggungan

Tenaga Kerja Perkebunan Kelapa Sawit 49

4.17 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Tingkat Pendidikan

Masyarakat Perkebunan Teh 50

4.18 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Tingkat Pendidikan

Masyarakat Perkebunan Kelapa Sawit 51


(11)

4.20 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Jumlah Tanggungan Masyarakat yang berjualan di sekitar Perkebunan Kelapa Sawit 53

4.21 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Jenis Pekerjaan

Masyarakat yang berjualan di sekitar Perkebunan Teh 54

4.22 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Jenis Pekerjaan

Masyarakat yang berjualan di sekitar Perkebunan Kelapa Sawit 55 4.23 Jumlah Karyawan Yang di Mutasikan Akibat Konversi Lahan 57 4.24 Jumlah Karyawan Yang Bekerja di PTPN IV Marjandi Menurut

Tahun Terakhir 57

4.25 Hasil Uji T-Test Untuk Pendapatan Tenaga Kerja 58

4.26 Hasil Uji T-Test Untuk Pendapatan Masyarakat 62

4.27 Pendapatan Tenaga Kerja Sebelum dan Sesudah Konversi 66


(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1. Kuesioner Penelitian Untuk Tenaga Kerja

2. Kuesioner Penelitian Untuk Masyarakat

3. T-Test Pendapatan Tenaga Kerja

4. T-Test Pendapatan Karyawan

5. Kuesioner Karyawan

6. Kuesioner Masyarakat

7. Karakteristik Responden Tenaga Kerja

8. Karakteristik Responden Masyarakat

9. Cross Tabulation Responden Tenaga Kerja


(14)

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk menganalisis dampak konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit pada PT Perkebunan Nusantara IV Marjandi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini menggunakan data primer dengan media kuesioner yang disebarkan kepada karyawan PTPN IV Marjandi dan kepada masyarakat yang berjualan disekitar PTPN IV Marjandi dan data sekunder yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara IV Marjandi. Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji T-Test dan statistik deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit berdampak negatif terhadap kesempatan kerja di PTPN IV Marjandi, konversi lahan tanaman teh ke tanaman kelapa sawit berdampak positif terhadap tingkat pendapatan tenaga kerja karena terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara rata-rata pendapatan tenaga kerja sebelum dan sesudah konversi lahan tanaman teh ke tanaman kelapa sawit, serta konversi lahan tanaman teh ke tanaman kelapa sawit berdampak positif terhadap tingkat pendapatan masyarakat karena terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah konversi lahan tanaman teh ke tanaman kelapa sawit.


(15)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the impact of the tea plantation conversion to palm oil plantation at PT Nusantara IV Marjandi toward the level of social welfare . This study uses primary data through questionnaires and interviews to the employees of PTPN IV Marjandi and to the people around PTPN IV Marjandi and secondary data obtained from PT PTPN IV Marjandi. The analytical methods used in this study is Test T - Test and descriptive statistic.

The results showed that the conversion have negative impact to the work chance in the PTPN IV Marjandi , positive impact on the level of labor income because there is a very significant difference between average labor income before and after the conversion of the tea plantation to palm oil plantation , and positive impact on the level of people income because there is a significant difference between the average income of the people before and after tea plantation conversion to palm oil plantations .


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Teh merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi sektor usaha unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Tapi sayangnya meski potensi yang dimiliki cukup besar, komoditi teh juga menghadapi persoalan klasik. Banyaknya permasalahan, seperti penurunan volume, nilai, pangsa pasar ekspor dan rendahnya harga teh Indonesia memberikan dampak buruk pada perkembangan industri teh nasional. Kondisi ini pula yang membuat usaha perkebunan teh semakin terpuruk dan tidak sedikit kebun teh petani yang dialihkan kekomoditi lainnya seperti sayur-sayuran dan kelapa sawit yang dianggap lebih menguntungka

Peranan komoditas teh dalam perekonomian Indonesia sangatlah strategis. Di zaman penjajahan kolonial Belanda saja, industri teh ini mampu menyerap 1,5 juta tenaga kerja dan menghidupi sekitar 6 juta jiwa. Tentu, setelah lepas dari jerat perbudakan dan penindasan dipastikan industri teh akan mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi berjuta-juta orang dan menghidupi berlipat-ganda dari masa sebelumny

Dalam pelaksanaannya usaha perkebunan teh banyak menggunakan tenaga kerja dari penduduk setempat. Mereka bekerja sebagai buruh perkebunan dengan


(17)

pemetik pucuk teh untuk kaum perempuan dan lain-lain. Tentu saja mereka memperoleh upah sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Dengan demikian keberadaan perkebunan teh itu telah mendorong munculnya profesi dan penghasilan baru atau tambahan di antara penduduk pribumi, yang tentu saja bisa meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka (Shariasih, 2012

Tingkat produksi teh Indonesia pada 2009 mencapai 120 ribu ton, yang memenuhi sekitra 5,8 persen kebutuhan dunia dengan luas kebun 148 ribu hektare. Menurut data Asosiasi Teh, teh menyumbangkan devisa US$ 110 juta atau sekitar Rp 1,02 triliun per tahun.

Asosiasi Teh Indonesia meminta pemerintah menggencarkan promosi teh di dalam negeri untuk mendongkrak tingkat konsumsi masyarakat sebab tingkat konsumsi teh di dalam negeri terus menurun dengan alasan kualitas yang kurang baik. Jumlah penduduk Indonesia 230 juta jiwa lebih dan belum seluruhnya minum teh tiap hari. Padahal potensi dalam negeri sangat besar. Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) telah merekomendasikan kepada negara-negara produsen teh untuk terus meningkatkan konsumsi di dalam negeri. Sedangkan tingkat konsumsi Indonesia terus turun dari 330 gram per kapita per tahun, dalam kurun beberapa tahun, kini tinggal 180 gram per kapita per tahun.

Produsen teh terbesar dunia seperti Cina, mampu menggenjot produksi hingga 1,6 juta ton dengan luas area tanaman teh 2,2 juta hektar. Dari jumlah


(18)

produksi itu, hanya 330 ribu ton teh yang diekspor, sedangkan sisanya untuk konsumsi domestik.

Kondisi ini bertolak belakang dengan situasi di Indonesia. Jumlah produksi teh Indonesia terus turun akibat menyusutnya area tanam. Data asosiasi menunjukkan, pada 2010, produksi 129.200 ton turun menjadi 119.651 ton pada 2011. Ini terjadi lantaran luas area tanam yang terus turun, dari 124.400 hektare pada 2010 menjadi 123.500 hektare pada 2011.

Indonesia menghadapi situasi penurunan produksi dan kualitas tehnya. Saat ini produksi teh dalam negeri hanya 120 ribu ton setahun. Jumlahnya anjlok dibandingkan produksi teh dalam negeri 7 tahun lalu yang bisa menembus 160 ribu ton. Produksi teh Indonesia itu 60 persen ekspor dan sisanya memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Penurunan areal perkebunan teh Indonesia rata-rata 3 ribu hektare setahun. Pada 2005, luas kebun teh nasional menembus 139 ribu hektare, pada 2010 menyusut jadi 126 ribu hektare. Laju penurunan lahan itu menyebabkan produksi teh Indonesia turun hampir 14 ribu ton setahunnya (Tempo, 25 Januari 2013).

Pangsa nilai ekspor teh Indonesia dari seluruh jenis teh pada tahun 2001 mencapai 3,9 persen. Dari data penguasaan pangsa nilai ekspor seluruh jenis teh tersebut, Indonesia merupakan negara pengekspor teh terbesar pada urutan keenam di dunia setelah India (18,9%), China (17,1%), Kenya (7,9%), Inggris (7,9%), dan Uni Emirat Arab (4%).


(19)

Pemerintah tak mendukung sepenuhnya kerja keras para pekebun teh di dalam negeri. Akibatnya, pangsa nilai ekspor teh Indonesia menurun drastis. Jika dibandingkan dengan tahun 1997 yaitu mencapai 5,4 persen. Terpaut jauh di tahun 2001 yang hanya mencapai skor 3,9 persen.

Periode 2002 sampai 2010 jelas makin menurun seiring menyempitnya areal perkebunan, melemahnya semangat budidaya, dan lemahnya distribusi serta daya saing ekspor di dunia. Indonesia tertinggal dari Sri Lanka yang mampu mencapai skor 14 (tahun 1997) dan skor 15 (tahun 2001) atas pangsa nilai ekspor dari seluruh total jenis teh. Padahal, Sri Lanka tidaklah lebih subur dari tanah Indonesia

Karena produksi teh Indonesia ini belum mampu bersaing di pasar dunia menyebabkan terjadinya konversi lahan atau alih fungsi lahan dari teh ke kelapa sawit. Produksi perkebunan teh semakin merosot dan tidak mampu memberikan keuntungan pada perusahaan.

Sedangkan tanaman kelapa sawit dinilai lebih menguntungkan. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan penghasil devisa negara. Selama ini kelapa sawit telah memberikan kontribusi yang begitu besar bagi peningkatan devisa negara. Pada 2007 ekspor komoditas itu sebesar 8,87 miliar dolar AS, meningkat 39,5 persen atau 12,38 miliar dolar AS pada 2008


(20)

Pengembangan kelapa sawit di Indonesia memiliki peranan sendiri dalam meningkatkan kesejahteraan dalam kehidupan bangsa. Devisa negara dari ekspor minyak kelapa sawit mentah (cpo) Rp13,5 triliun, dengan pertumbuhan kelapa sawit yang demikian besar, maka negara dapat menekan tingkat pengangguran akibat sulitnya lapangan pekerjaan. Penyerapan tenaga kerja di bidang pengelolaan kelapa sawit hingga 3,5 juta kepala keluarga (kk), yang dipekerjakan pada perkebunan dan pabrik kelapa sawit. Selain itu, pengembangan kelapa sawit itu sendiri dapat mendorong proses pertumbuhan wilayah dengan cepat.

Pemerintah Indonesia dewasa ini telah bertekad untuk menjadikan komoditas kelapa sawit ini sebagai salah satu industri nonmigas yang handal. Selain itu perkebunan kelapa sawit juga dinilai sangat menguntungkan bagi perusahaan yang mengelolanya dan sangat bernilai bisnis.

Seperti yang terjadi pada PT. Perkebunan Nusantara IV Marjandi yang melakukan konversi lahan dari tanaman Teh yang dinilai sudah tidak bisa memberi keuntungan lagi terhadap perusahaan menjadi tanaman Kelapa sawit yang dinilai sangat bernilai bisnis dan memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan serta memiliki prospek yang cerah sebagai sumber devisa.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka penulis bermaksud

untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS DAMPAK KONVERSI

TANAMAN TEH KE KELAPA SAWIT PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV MARJANDI TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT”


(21)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka sebagai perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit terhadap kesempatan kerja?

2. Bagaimana pengaruh konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit terhadap pendapatan tenaga kerja?

3. Bagaimana pengaruh konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit terhadap pendapatan masyarakat sekitar?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka sebagai tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit terhadap kesempatan kerja di PTPN IV Marjandi.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit terhadap pendapatan tenaga kerja di PTPN IV Marjandi. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh konversi tanaman teh ke tanaman


(22)

1.4Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1. Sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian sejenis.

3. Menjadi bahan informasi bagi pemerintah dan kementerian serta dinas terkait mengenai dampak konversi lahan perkebunan teh ke perkebunan kelapa sawit.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Teh

2.1.1 Sejarah Tanaman Teh

Teh atau Camellia sinensis dalam bahasa latin pertama kali ditemukan di China di perkirakan diprovinsi Szechwan. Daerah tersebut berbatasan dengan wilayah China bagian Barat Daya, bagian Timur Laut India, Birma, Siam dan Indocina. Sebelum tanaman teh dikenal luas sebagai bahan minuman yang nikmat, awalnya teh digunakan sebagai bahan obat-obatan.

Untuk pertama kalinya minuman teh disajikan sebagai hidangan yang bermakna sosial dan religius pada tahun 589 pada masa permulaan dinasti Sui. Tanaman teh berasal dari daerah Assam sampai Burma diujung sebelah Barat, melalui China sampai Chikiang di ujung sebelah Timur.

Pada tahun 1684, tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia, berupa biji teh dari Jepang yang ditanam sebagai tanaman hias. Kemudian pada tahun 1694 dilaporkan terdapat perdu teh berasal dari China tumbuh di Jakarta. Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia dari Srilangka (Ceylon) pada tahun 1877 dan di tanam di kebun Gambung, Jawa Barat oleh R.E.Kerk Hoven. Sejak itu teh China secara berangsur diganti dengan teh Assam, sejalan dengan perkembangan perkebunan teh di Indonesia, yang dimulai sejak tahun 1910 dengan dibantunya perkebunan teh di Simalungun, Sumatera Utara.


(24)

Dalam perkebangannya industri teh Indonesia mengalami pasang surut sesuai perkembangan situasi pasar dunia maupun di Indonesia, antara lain pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) banyak areal kebun Teh menjadi terlantar.

Pada tahun 1958 dilakukan pengambilan alih perkebunan teh oleh pemerintah Indonesia dari perusahaan-perusahaan Belanda dan Inggris. Usaha rehabilitasi terhadap perkebunan yang telah menjadi likik Negara di Indonesia seluas 129.500 Ha, yang terdiri dari milik negara 49.800 Ha, perkebunan besar swasta 27.700 Ha dan perkebunan rakyat 52.000 Ha.

Perkebunan teh tersebut tersebar dipulau Jawa, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Peranan teh dinilai bukan saja berdasar nilai uang yang masuk tetapi justru terletak pada pertimbangan historis dan prospek pengembangannya dikemudian hari.

Pada tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam dan melengkapi Kebun Raya Bogor, dan pada tahun 1827 di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Berhasilnya penanaman percobaan skala besar di Wanayasa (Purwakarta) dan di Raung (Banyuwangi) membuka jalan bagi Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson, seorang ahli teh, menaruh landasan bagi usaha perkebunan teh di Jawa (Soehardjo, Djiman, Hartati, 1996).


(25)

2.1.2 Teh Terhadap Kesehatan

Banyak penelitian ilmiah yang mengungkapkan bahwa teh juga punya banyak manfaat untuk tubuh mulai metabolisme, kulit, pencernaan dan syaraf. Teh memberikan sejumlah manfaat bagi tubuh, di antaranya:

1. Meningkatkan metabolisme

Berdasarkan data yang diungkapkan Emilia, melalui penelitian di Jepang pada tahun 1999 menyatakan bahwa senyawa kimia di dalam teh, terutama oolong bisa membantu mengaktifkan protein dalam tubuh. Komponen teh ini mengaktifkan salah satu tipe protein yang membuat brown fat di dalam tubuh ini bisa memproduksi energi dari lemak itu sendiri.

Mekanisme ini menyebabkan aktivitas minum teh ini menjadi salah satu cara untuk mengeluarkan energi dalam tubuh. Dengan kata lain, minum teh bisa membantu meningkatkan kinerja metabolisme tubuh. Akibatnya secara tak langsung cara ini bisa membantu menurunkan berat badan.

2. Menyehatkan kulit

Mungkin belum banyak orang yang tahu kalau ternyata minum teh juga bisa membantu menyehatkan kulit. Seperti diketahui, dua faktor yang sangat penting untuk kulit sehat adalah kelembaban dan sebum (kelenjar minyak). Teh menjadi salah satu cara tubuh mendapatkan cairan untuk menjaga kelembaban. Selain itu teh juga membantu menjaga keseimbangan produksi sebum (kelenjar minyak) yang menjadi pelindung pada permukaan kulit sehingga kelembaban tidak mudah


(26)

hilang. Antioksidan di dalam teh juga menjadi faktor yang mampu menetralisir efek negatif dari sinar UV.

3. Meningkatkan fungsi pencernaan

Gaya hidup seperti sekarang ini bisa menyebabkan konsumsi lemak meningkat. Pemilihan makanan yang kurang baik ini dapat mengakibatkan munculnya gangguan pencernaan. Ketika di dalam tubuh, lemak hanya dapat diserap dalam tubuh dalam bentuk emulsi dan antioksidan polyphenols memiliki kemampuan untuk menghentikan proses emulsifikasi ini dan membuat lemak berlebih tidak dapat diserap dan dibuang melalui kotoran. Selain itu polyphenols melindungi organ pencernaan dari kerusakan dan menjadi salah satu faktor dalam mencegah munculnya penyakit kanker.

4. Memperbaiki fungsi syaraf

Seperti kopi, teh juga memiliki kandungan kafein. Kafein dalam teh dapat menstimulasi pusat susunan syaraf untuk meningkatkan kewaspadaan. Peranan antioksidan sangat besar dalam tubuh. Anatomi syaraf yang sebagian besar terbuat dari lemak dan kolesterol yang sangat mudah teroksidasi (rusak) oleh radikal bebas yang masuk dalam tubuh. Antioksidan yang cukup dapat mengurangi risiko


(27)

2.2Kelapa Sawit

2.2.1 Sejarah Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (aleais guineensis jack) berasal dari negeria, Afrika Barat. Namun ada sebagian pendapat yang justru menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari kawasan Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal ini karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit dihutan brazil dibandingkan dengan di Afrika. Pada kenyataannya kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di indonesia adalah Adrien Haller, seorang yang berkebangsaan Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukan diikuti oleh k. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama kali berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan saat itu sebesar 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.


(28)

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu. Namun kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing yang berkuasa di Indonesia termasuk Belanda.

Memasuki masa pendudukan jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebasar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948-1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan. Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer disetiap jenjang manajemen perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannnya produksi. Pemerintah juga membentuk BUMIL (buruh militer) yang merupakan wadah kerja sama antara buruh perkebunan dengan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik dan keamanan dalam negeri yang tidak kondusif menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan. Pada periode tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar mulai tergeser oleh Malaysia.


(29)

Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sebagai sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat perkebunan (PIR-bun).

Dalam pelaksanaannya, perkebunan besar sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat disekitarnya yang menjadi plasma. Perkembangan perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah mengambangkan program lanjutan yaitu PIR-transmigrasi sejak tahun 1986, program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit. Pada tahun 1990-an luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta ha yang tersebar diberbagai sentra produksi seperti Sumatera dan Kalimantan.

Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit bahkan saat ini sudah menempati posisi kedua di dunia.

Indonesia adalah negara dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia yaitu 34.18% dari luas areal kelapa sawit dunia. Pencapaian produksi rata-rata


(30)

kelapa sawit indonesia tahun 2004-2008 tercatat sebesar 75,54 juta ton tandan buah segar TBS atau 40,26% dari total produksi kelapa sawit dunia (Fauzy, Yustina, Widyastuti, Satyawibawa, Paeru, 2012).

2.2.2 Perkembangan Industri Kelapa Sawit

Komoditas kelapa sawit yang memiliki berbagai macam kegunaan baik untuk industri pangan maupun non pangan, prospek pengembangannya tidak saja terkait dengan pertumbuhan minyak nabati dalam negeri dan dunia, namun terkait juga dengan perkembangan sumber minyak nabati lainnya, seperti kedelai, rape seed dan bunga matahari.

Berbagai kemajuan telah diperoleh dalam pengembangan tanaman kelapa sawit dan berbagai manfaat telah dapat diwujudkan sebagai hasil upaya dari para pelaku agribisnis kelapa sawit, dukungan dari berbagai pihak seperti perbankan, penelitian dan pengembangan serta dukungan sarana prasarana ekonomi lainnya oleh berbagai instansi terkait dalam pengembangan agribisnis kelapa sawit sangat berperan penting. Berbagai manfaat yang berhasil diwujudkan antara lain; peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, peningkatan ekspor, peningkatan kesempatan kerja dan yang terpenting adalah mendukung upaya dalam pengembangan wilayah agar lebih maju dan berkembang. Jika kita lihat dari sisi upaya pelestarian lingkungan hidup, tanaman kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan berbentuk pohon (tree crops) dapat berperan dalam penyerapan gas-gas rumah kaca atau jasa lingkungan lainnya seperti konservasi biodiversity atau eko-wisata.


(31)

Dalam hal industri pengolahan, industri pengolahan CPO telah berkembang dengan pesat. Saat ini jumlah unit pengolahan di seluruh Indonesia mencapai 320 unit dengan kapasitas olah 13,520 ton TBS per jam. Sedangkan industri pengolahan produk turunannya, kecuali minyak goreng, masih belum berkembang, dan kapasitas terpasang baru sekitar 11 juta ton. Industri oleokimia Indonesia sampai tahun 2000 baru memproduksi olekimia 10,8% dari produksi dunia.

Secara umum dapat diindikasikan bahwa pengembangan agribisnis kelapa sawit masih mempunyai prospek, ditinjau dari prospek harga, ekspor dan pengembangan produk. Secara internal, pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan, produktivitas yang masih dapat meningkat dan semakin berkembangnya industri hilir. Dengan prospek dan potensi ini, arah pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah pemberdayaan di hulu dan penguatan di hilir.

Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian, tujuan utama pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah:

• Menumbuhkembangkan usaha kelapa sawit di pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

• Menumbuhkan industri pengolahan CPO dan produk turunannya


(32)

meningkatkan daya saing dan nilai tambah CPO dan produk turunannya.

• Produksi mencapai 15,3 juta ton CPO dengan alokasi domestik 6 juta ton.

Arah kebijakan jangka panjang adalah pengembangan sistem dan usaha agribisnis kelapa sawit yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi. Dalam jangka menengah kebijakan pengembangan agribisnis kelapa sawit meliputi peningkatan produktivitas dan mutu, pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah, serta penyediaan dukungan dana pengembanga

2.2.3 Dampak Negatif Kelapa Sawit Terhadap Lingkungan

Tanaman teh merupakan tanaman yang hampir tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Berbeda dengan tanaman kelapa sawit yang meski memiliki dampak positif terhadap perekonomian, tanaman kelapa sawit juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Perkebunan kelapa sawit sangat berperan dalam perekonomian dan menyerap banyak tenaga kerja tetapi perkebunan kelapa sawit juga berdampak terhadap lingkungan hidup. Indonesia sudah memiliki lahan sawit dengan jumlah terbesar di dunia. Indonesia juga merupakan eksportir terbesar tidak hanya dalam komoditas minyak kelapa sawit, tapi juga pada keseluruhan komoditas minyak nabati dunia. Dari kelapa sawit ini Indonesia mendapatkan devisa yang lumayan ditambah dengan penyerapan tenaga kerja.


(33)

Adapun dampak negatif dari tanaman kelapa sawit tersebut antara lain : untuk lahan yang sudah beroperasi, kegiatan pertanian dan perkebunan, seperti aktivitas pemupukan, pengangkutan hasil, termasuk juga pengolahan tanah dan aktivitas lainnya, secara kumulatif telah mengakibatkan tanah mengalami penurunan kualitas (terdegradasi), karena secara fisik, akibat kegiatan tersebut mengakibatkan tanah menjadi bertekstur keras, tidak mampu menyerap dan menyimpan air. Penggunaan herbisida dan pestisida dalam kegiatan perkebunan akan menimbun residu di dalam tanah. Demikian juga dengan pemupukan yang biasanya menggunakan pupuk kimia dan kurang menggunakan pupuk organik akan mengakibatkan pencemaran air tanah dan peningkatan keasaman tanah.

Tanaman kelapa sawit juga merupakan tanaman yang rakus air. Ketersediaan air tanah pada lahan yang menjadi perkebunan kelapa sawit tersebut akan semakin berkurang. Hal ini akan mengganggu ketersediaan air, tidak hanya bagi manusia namun bagi tanaman itu sendiri. Dengan berkurangnya kuantitas air pada tanah dapat menyebabkan para petani akan sulit mengembangkan lahan pertanian pasca lahan perkebunan kelapa sawit ini beroperasi. Munculnya hama migran baru yang sangat ganas karena jenis hama baru ini akan mencari habitat baru akibat kompetisi yang keras dengan fauna lainnya. Ini disebabkan karena keterbatasan lahan dan jenis tanaman akibat monokulturasi. Terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akibat masuknya perkebunan kelapa sawit. Sebut saja konflik antar warga yang menolak dan menerima masuknya perkebunan sawit dan bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan aparat pemerintah akibat sistem perijinan perkebunan sawit


(34)

2.3Konversi Lahan

Konversi merupakan perubahan dari satu sistem pengetahuan ke sistem yang lain. Konversi lahan atau alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan penggunaan tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya.

Alih fungsi lahan menurut Mustopa (2011) merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik .

Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan atau konversi lahan adalah faktor ekonomi, demografi, pendidikan, IPTEK, sosial dan politik, kelembagaan, instrumen hukum dan penegakannya (Priyono, 2011).

Desakan peningkatan kebutuhan akan lahan dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya konversi lahan karena di satu sisi kondisi kegiatan usaha yang tengah mengalami kelesuhan karena berbagai penyebab di sisi lain persoalan ekonomi yang terus menekan perusahaan untuk kepentingan intern.


(35)

sawit. Seperti yang terjadi pada PT. Perkebunan Nusantara IV Marjandi yang sudah melakukan konversi lahan dari tanaman teh menjadi tanaman kelapa sawit. Hal ini terjadi karena perusahaan menanggung kerugian yang besar dalam budidaya teh. Sedangkan dengan melakukan budidaya tanaman kelapa sawit diperkirakan dapat memberikan keuntungan yang besar bagi pihak perusahaan.

2.4Peran Pemerintah Dalam Mensejahterakan Masyarakat

Pembangunan nasional dilaksanakan dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, pemerataan kesejahtaraan material dan spiritual yang berdasarkan atas filosofi Negara dalam kondisi meredeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis.

Kesejahetaraan nasional pada hakekatnya adalah mewujudkan kehidupan masyarakat yang kerta raharja dalam suasana keamanan nasional yang mantap. Upaya kesejahteraan nasional antara lain dilaksanakan melalui pengembangan dan pemantapan segenap aspek kehidupan nasional secara menyeluruh, terpadu dan seimbang dan membina hasil-hasil yang telah dicapai untuk diarahkan kepada pemanfaatan sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia secara adil dan merata serta menjamin kesinambungan kemanfaatannya bagi generasi berikutnya.

Pembangunan sering membawa dampak sampingan yang biasanya berupa gejolak dalam masyarakat, misalnya perubahan kepentingan, nilai, dan perubahan lembaga dari yang lama diganti dengan yang baru. Dalam masyarakat sendiri terdapat daya dorong proses perubahan, serta daya yang luwes untuk


(36)

menyesuaikan diri dalam perubahan serta menstabilkan gejolak perubahan tersebut, dalam hal ini peran pemerintah sangat dibutuhkan.

Pemerintah sering kali disebut sebagai “Agent of change/development”

yang melakukan perencanaan menyeluruh untuk menjamin agar pembangunan nasional dapat berlangsung secara terarah, teratur dan sistematis, di samping dapat menanggapi dampak sampingan yang timbul (Lembaga Ketahanan Nasional, 1997).

Pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana saling menunjang, saling mengisi, dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional.

Sasaran pembangunan khusus bidang ekonomi adalah terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan berdasarkan demokrasi ekonomi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang makin merata, pertumbuhan yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang mantap, bercirikan industri yang kuat dan maju, pertanian yang tangguh, koperasi yang sehat dan kuat, serta perdagangan yang maju dengan sistem distribusi yang mantap, didorong oleh kemitraan usaha yang kukuh antara bada usaha koperasi, negara dan swasta serta


(37)

sumber daya manusia yang berkualitas, maju, produktif dan profesional, iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dan terpeliharanya kelestarian lingkungan hidup (Kamaluddin, 1998).

2.5Tenaga Kerja

Tenaga kerja pada dasarnya adalah penduduk pada usia kerja (15 tahun ke atas) atau berumur 15 sampai 64 tahun, dan dapat pula dikatakan bahwa tenaga kerja itu adalah penduduk yang secara potensial dapat bekerja.

Dengan perkataan lain, tenaga kerja adalah jumlah penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang-barang dan jasa-jasa jika ada permintaan dan pemakaian terhadap tenaga kerja dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut (Mulyadi, 2003).

Ketenagakerjaan adalah persoalan besar bagi negara berkembang seperti Indonesia. Persoalannya bersifat sentral karena tidak hanya berkaitan dengan masalah ekonomi, tetapi juga karena merupakan salah satu pilar bagi kestabilan politik dalam jangka mendatang.

Dibawah ini terdapat tabel standar ratio tenaga kerja lapangan dari berbagai komoditi dan dapat dilihat perbandingan antara tenaga kerja komoditi teh dan sawit. Dari tabel, dapat dilihat bahwa komoditi teh lebih membutuhkan banyak tenaga kerja daripada komoditi kelapa sawit yaitu antara 0,50 - 1,50.


(38)

Tabel 2.1 Standar Ratio Penggunaan Tenaga Kerja Lapangan STANDAR RATIO PENGGUNAAN TENAGA KERJA LAPANGAN

No. Komoditi

Standar ratio penggunaan TK*/

(orang/ha/th)

Tanaman Tahunan

1 Karet 0.50

2 Kelapa sawit 0.50

3 Kelapa dalam 0.40

Kelapa hibrida 1.19

4 Kopi robusta 1.19

Kopi arabika 1.38

5 Kakao 0.80

6 T e h 1.50

7 Cengkeh 2.50

8 Lada 3.50

9 Jambu mete 0.40

10 Kapok 0.30

11 Kina 0.60

12 Cassiavera 0.30

13 Pala 0.40

14 Panili 1.00

Catatan :

*/ = Standar ratio penggunaan tenaga kerja lapangan yang optimal

Sumbe

2.5.1 Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia

Pengangguran merupakan salah satu masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Keadaan ini disebabkan oleh adanya ketimpangan antara perkembangan angkatan kerja yang jauh lebih pesat dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja itu sendiri. Para penganggur itu adalah mereka yang tidak bekerja tetapi sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

Di Indonesia orang memang tidak bisa menganggur penuh seperti di negara maju yang menganggurnya memperoleh tunjangan dari negara. Di


(39)

Indonesia orang harus bekerja untuk menunjang kehidupan keluarganya, terutama bagi mereka yang tidak mempunyai pendidikan yang cukup.

Besarnya kesempatan pada sektor informal di Indonesia yang umumnya tidak terlalu memerlukan keahlian dan pendidikan tertentu menyebabkan orang mudah memperoleh pekerjaan tetapi dengan produktivitas dan pendapatan yang rendah (Rasyid, 1988)

2.5.2 Kesempatan Kerja

Kesempatan kerja dan jumlah serta kualitas orang yang digunakan dalam pekerjaan mempunya fungsi yang menentukan dalam pembangunan. Ini bukan hanya karena tenaga kerja merupakan pelaksan pembangunan akan tetapi pekerjaan juga menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat. Pendapatan ini selanjutnya akan menimbulkan pasar di dalam negeri. Dan keduanya inilah bersama dengan bantuan pasar luar negeri yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi dan masyarakat terus-menerus dalam jangka panjang. Oleh karena itu perluasan kesempatan kerja harus dijadikan sebagai strategi pokok dalam pembangunan. Hal ini dilakukan bukan hanya karena pertimbangan belas kasihan dan keadilan saja akan tetapi lebih-lebih dan tertutama demi pertumbuhan.

Oleh karena itu, tenaga kerja mempunya dua fungsi, pertama sebagai sumber daya yang menjalankan proses produksi dan distribusi barang dan jasa. Kedua, sebagai sarana untuk menimbulkan dan mengembangkan pasar (Subroto, 1992)


(40)

2.6Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti lain dan dianggap dapat mendukung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(Suprihatini, 2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Daya Saing Ekspor Teh Indonesia Di Pasar Teh Dunia”. Pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh dibawah pertumbuhan teh dunia bahkan mengalami pertumbuhan negatif. Kondisi tersebut disebabkan karena pertama, komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang mengikuti kebutuhan pasar. Kedua negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan inpor teh tinggi. Dan yang ketiga, daya saing teh Indonesia dipasar teh dunia yang cukup lemah.

(Purba, 2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun”. Dengan menggunakan

metode Ordinary Least Square (OLS) untuk melihat pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen dengan bantuan komputer dan mendapatkan fakta-fakta yaitu: Tenaga kerja perkebunan teh akibat alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit menurun selama periode tahun 2000-2005. Produktivitas tenaga kerja diperkebunan teh menurun selama periode 2000-2005. Produktivitas teh menurun selama periode 2000-2005.


(41)

2.7Kerangka Konseptual

Dampak konversi tanaman teh ke kelapa sawit pada PT. Perkebunan IV Marjandi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat mencakup: kesempatan kerja di PT. Perkebunan IV Marjandi sebelum dan sesudah konversi, pendapatan tenaga kerja menurun atau meningkat, pendapatan masyarakat sekitar menurun atau meningkat, kontribusi kontribusi tanaman teh dan tanaman kelapa sawit terhadap perekonomian Indonesia, dan nilai ekspor kedua komoditi. Kerangka konseptual penelitian dapat digambarkan pada konsep penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Konversi Tanaman Teh

Menjadi Kelapa Sawit

Pendapatan Masyarakat Kesempatan

Kerja

Pendapatan Tenaga Kerja


(42)

2.8Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada model penelitian yang dapat disebut sebagai model hipotesis maka, penelitian mengusulkan hipotesis kerja sebagai berikut:

a. Konversi (alih fungsi) lahan tanaman perkebunan teh menjadi kelapa sawit di PT. Perkebunan IV Marjandi berpengaruh positif terhadap pendapatan tenaga kerja.

b. Konversi (alih fungsi) lahan tanaman perkebunan teh menjadi kelapa sawit di PT. Perkebunan IV Marjandi berpengaruh positif terhadap pendapatan masyarakat.

c. Konversi (alih fungsi) lahan tanaman perkebunan teh menjadi kelapa sawit di PT. Perkebunan IV Marjandi berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja.


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hopitesis penelitian. Dalam pengumpulan data yang diperlukan untuk menyusun skripsi ini, metode penelitiannya adalah sebagai berikut:

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analisa komparasi. Analisa komparasi adalah teknik analisi statistik yang bertujuan untuk membandingkan antara kondisi dua buah kelompok atau lebih.

3.2Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Perkebunan Nusantara IV Marjandi Kabupaten Simalungun. Dipilihnya PT Perkebunan Nusantara IV ini sebagai sasaran penelitian dengan alasan PTPN IV ini merupakan salah satu perkebunan Teh yang telah melaksanakan konversi atau alih fungsi lahan tanaman Teh menjadi tanaman Kelapa Sawit di propinsi Sumatera Utara.

3.3Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam membahas serta menganalisi permasalahan, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada kesempatan kerja, pendapatan tenaga kerja, pendapatan masyarakat sekitar, dan nilai ekspor teh dan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara IV, Marjandi.


(44)

3.4Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yaitu suatu kelompok elemen objek penelitian yang berupa orang atau objek yang akan diteliti. Sedangkan sampel adalah suatu bagian dari suatu unit populasi. Dalam penelitian ini, yang merupakan populasi adalah karyawan PTPN IV dan masyarakat disekitar perkebunan, sedangkan sampelnya adalah karyawan yang bekerja sebagai buruh dilapangan serta masyarakat yang berjualan disekitar perkebunan. Di penelitian ini, sample size yang diambil adalah 30 orang responden.

Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu memilih sampel sebagai objek penelitian dengan sengaja menurut tujuan penelitian dengan kriteria tertentu.

3.5Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer yaitu data-data yang diperoleh dengan melakukan observasi, wawancara, dan kuesioner.

2. Data sekunder yaitu, data yang diambil dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan skripsi ini dari PT. Perkebunan Nusantara IV Marjandi.


(45)

3.6Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang digunakan dalam penelitian ini, penulis melakukan beberapa cara pengumpulan data yaitu:

1. Observasi yaitu, mengadakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk mengetahui bagaimana dampak konversi tanaman teh menjadi kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV Marjandi.

2. Wawancara yaitu, mengadakan tanya jawab secara langsung kepada

responden tanpa menggunakan perantara.

3. Kuesioner yaitu, daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu untuk diisi oleh responden.

3.7Analisis Data

Dalam upaya pembuktian atas hipotesis yang dibuat maka harus dilakukan pengujian atas hipotesis itu dengan menggunakan metode penelitian yang sesuai seperti:

1. Uji Beda T-Test.

Uji beda t-test digunakan untuk menguji dua sample independent. Sample ini bisa berasal dari populasi yang mempunyai mean sama atau berbeda. Jika misalnya, terdapat perbedaan dua mean tersebut bisa saja perbedaan itu disebabkan karena faktor kebetulan atau memang benar-benar signifikans. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian terhadap dua mean yang berbeda itu dengan uji t-test.


(46)

Pada pengujian Independent Sample T-Test, Mean dari variabel yang akan diuji harus mempunyai keseuaian perhitungan statistik terhadap dua group yang akan dibandingkan. Oleh karena itu, pengujian ini tidak cocok dilakukan terhadap variabel nominal.Contoh kasus ini misalnya, akan menghitung perbedaan rata-rata penghasilan antara dua kelompok masyarakat di dua kota. (Alhusin, 2003)

2. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum dan generalisasi.


(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Umum PTPN IV

PTPN IV merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada bidang usaha agroindustri. PTPN IV mengusahakan perkebunan dan pengolahan komoditas kelapa sawit dan teh yang mencakup pengolahan areal dan tanaman, kebun bibit dan pemeliharaan tanaman menghasilkan, pengolahan komoditas menjadi bahan baku berbagai industri, pemasaran komoditas yang dihasilkan dan kegiatan pendukung lainnya.

PTPN IV memiliki 30 Unit Kebun yang mengelola budidaya Kelapa Sawit dan Teh, dan 3 unit Proyek Pengembangan Kebun Inti Kelapa Sawit, 1 unit Proyek Pengembangan Kebun Plasma Kelapa Sawit, yang menyebar di 9 Kabupaten, yaitu Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, Padang Lawas, Batubara dan Mandailing Natal.

PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) memiliki kebijakan yang berkaitan dengan nilai-nilai perusahaan dan etika dalam berbisnis dengan mengusung komitmen bebas dari fraud, KKN dan gratifikasi. Komitmen tersebut juga diwujudkan dengan PTPN IV (Persero) mendukung program BUMN bersih.


(48)

Beberapa peraturan dan kebijakan yang mendukung program PTPN IV bersih, yaitu:

1. PTPN IV telah memiliki Code of conduct berdasarkan surat keputusan Bersama dewan Komisaris dan direksi nomor DK-54/Kpts/XI/2013 – 04.03/Kpts/06/XI/2013 tanggal 15 November 2013.

2. Sistem pengelolaan Pengaduan Pelanggaran (Whistleblowing System), berdasarkan Peraturan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi nomor DK-60/PER/XI/2013 – 04.03/PER/13/XI/2013 tanggal 26 November 2013.

3. Pedoman Penanganan Gratifikasi, berdasarkan Peraturan Bersama Dewan

komisaris dan Direksi nomor DK-59/PER/XI/2013 –

04.03/PER/12/XI/2013 tanggal 26 November 2013.

4. Pedoman Benturan Kepentingan, berdasarkan Peraturan Bersama Dewan

komisaris dan Direksi nomor DK-58/PER/XI/2013 –

04.03/PER/11/XI/2013 tanggal 26 November 2013.

4.1.1 Letak Geografis Kebun Marjandi

- Ketinggian : ± 744 mtr dari permukaan laut (DPL )

- Topografi : Rata dan bergelombang.

- Jenis Tanah : Top solid berpasir bertekstur liat PH 5–6

- Koordinat : Lintang Utara = 02’ 55’. 510”

Bujur Timur = 098’ 57”. 302”


(49)

- Curah Hujan : 2,335- 2.916 mm per tahun - Jumlah Hari hujan : 147 hari pertahun

- Suhu : 25 – 26 °C

- Jarak tempuh : ± 15 km dari ke Ibu kota Kabupaten dan 140 km ke Ibukota Propinsi Medan

- Letak Kecamatan : Kec. Panei dan Kec. Panombean Panei. - Letak Kabupaten : Kabupaten Simalungun

- Berbatasan : Sebelah timur Nagori Marjandi Pisang dan Panei

tongah, sebelah nagori Mekar sari, sebelah Barat nagori Marjandi embong, nagori simpang raya naori Sipoldas, sebelah utara Nagori Raya Bosi.

4.1.2 Kebun Marjandi

Kebun Marjandi merupakan salah satu dari unit kebun dilingkungan PT Perkebunan Nusantara IV(Persero) yang berkantor Pusat di Medan Sumatera Utara, dan saat ini kebun Marjandi telah dikonversi dari budi daya tanaman teh menjadi budi daya kelapa sawit sejak tahun 2004 yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang Perkebunan yang menghasilkan buah kelapa sawit.


(50)

4.1.3 Sejarah Singkat Kebun Marjandi

Perkebunan Marjandi mulai diusahai pada tahun 1911 dan pemiliknya Sumatera Tea Estate (STE) setelah tahun 1911 perkebunan Marjandi mengalami kemunduran dalam hal produksi hingga tahun 1948.

- Tahun 1951-1952 : Perkebunan ini ditutup karena tidak dapat membayar hutang-hutangnya ke Bank-bank luar negeri dan Bank Industri Negara (BIN) dari pihak STE

- Tahun 1961 : Pemerintah RI mengambil alih Perusahaan perkebunan ini dan merubah namanya menjadi Perusahaan Perkebunan Negara Unit Sumatera Utara III

- Tahun 1969-1974 : Berganti nama menjadi PNP. VIII

- Tahun 1974-1996 : Berganti nama dari PNP. VIII menjadi PTP. VIII - 11 Maret 1996 s.d sekarang : PTP. VIII Marjandi Berganti nama menjadi

PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) unit Usaha kebun Marjandi berdasarkan Peraturan pemerintah No.9 Tahun 1996.


(51)

4.2 Karakteristik Responden

Karakteristik Responden di PTPN IV Marjandi diperoleh dari karyawan perkebunan yang bekerja dilapangan sebelum dan sesudah dilakukan konversi lahan atau alih fungsi lahan dari tanaman teh ke tanaman kelapa sawit. Serta masyarakat yang berjualan disekitar perkebunan sebelum dan sesudah dilakukan konversi lahan. Karakterisitik umum responden ini dilihat dari beberapa variabel seperti jenis kelamin dan usia, pendidikan formal, jumlah tanggungan dan tingkat pendapatan sebelum dan sesudah konversi lahan.

4.2.1 Jenis Kelamin dan Usia Responden

a. Jenis Kelamin Tenaga Kerja dan Masyarakat

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini sebanyak 30 orang karyawan yang bekerja di PTPN IV serta 30 orang masyarakat yang berjualan disekitar perkebunan.

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Tenaga Kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Perempuan 26 86.7 86.7 86.7

Laki-laki 4 13.3 13.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Dari 30 karyawan yang bekerja di PTPN IV tersebut terdapat 26 orang perempuan atau sekitar 86,7% dan 4 orang laki-laki atau sekitar 13,3%.


(52)

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Masyarakat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Perempuan 28 93.3 93.3 93.3

Laki-laki 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Kemudian, dari 30 masyarakat yang berjualan disekitar PTPN IV tersebut terdapat 28 orang perempuan atau sekitar 93,3 persen dan 2 orang laki-laki atau sekitar 6,7%.

b. Tingkat Usia Tenaga Kerja dan Masyarakat

Menurut tingkat usia responden, responden memiliki tingkat usia yang bervariasi. Dari 30 responden dalam penelitian ini kisaran usia untuk karyawan yang bekerja pada PTPN IV Marjandi tersebut dimulai dari usia 39 hingga 56 tahun, dan tingkat usia dengan frekuensi terbanyak adalah usia 46 tahun.

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Usia Tenaga Kerja

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 39 1 3.3 3.3 3.3

40 1 3.3 3.3 6.7 42 1 3.3 3.3 10.0 43 3 10.0 10.0 20.0 44 2 6.7 6.7 26.7 45 3 10.0 10.0 36.7 46 5 16.7 16.7 53.3 47 3 10.0 10.0 63.3 48 4 13.3 13.3 76.7 49 1 3.3 3.3 80.0 50 1 3.3 3.3 83.3 52 1 3.3 3.3 86.7 54 1 3.3 3.3 90.0 55 2 6.7 6.7 96.7 56 1 3.3 3.3 100.0


(53)

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Masyarakat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 30 1 3.3 3.3 3.3

35 1 3.3 3.3 6.7

40 1 3.3 3.3 10.0

41 1 3.3 3.3 13.3

42 1 3.3 3.3 16.7

43 2 6.7 6.7 23.3

44 2 6.7 6.7 30.0

45 4 13.3 13.3 43.3

47 2 6.7 6.7 50.0

48 3 10.0 10.0 60.0

49 1 3.3 3.3 63.3

50 5 16.7 16.7 80.0

52 1 3.3 3.3 83.3

53 2 6.7 6.7 90.0

54 1 3.3 3.3 93.3

55 1 3.3 3.3 96.7

57 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Sedangkan kisaran usia untuk masyarakat yang berjualan disekitar PTPN IV dimulai dari 30 hingga 57 tahun dan frekuensi terbanyak adalah usia 50 tahun yaitu sebanyak 5 orang atau sekitar 16,7%.

4.2.2 Pendidikan Formal Responden

Tingkat pendidikan responden berbeda-beda. Responden karyawan lapangan yang bekerja di PTPN IV memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah. Sama halnya dengan tingkat pendidikan masyarakat yang berjualan disekitar PT Perkebunan Nusantara IV Marjandi yang didominasi dengan tingkat pendidikan yang cukup rendah.


(54)

Jumlah karyawan yang tidak bersekolah yaitu 1 orang atau sekitar 3,3%, berpendidikan SD sebanyak 27 orang atau 90,0% dan yang berpendidikan SMP sebanyak 2 orang atau 6,7%. Hal ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini.

Tabel 4.5. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Sekolah 1 3.3 3.3 3.3

SD 27 90.0 90.0 93.3

SMP 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Responden masyarakat yang berjualan disekitar PTPN IV juga memiliki pendidikan formal yang cukup rendah. Jumlah masyarakat yang berpendidikan SD sebanyak 18 orang atau 60,0%, berpendidikan SMP sebanyak 12 orang atau 40,0%.

Tabel 4.6 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan Masyarakat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SD 18 60.0 60.0 60.0

SMP 12 40.0 40.0 100.0


(55)

4.2.3 Jumlah Tanggungan Responden

Berikut merupakan salah satu karakteristik responden menurut jumlah tanggungan.

Tabel 4.7 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Tanggungan Tenaga Kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 5 16.7 16.7 16.7

2 11 36.7 36.7 53.3

3 11 36.7 36.7 90.0

4 1 3.3 3.3 93.3

5 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa karyawan yang memiliki jumlah tanggungan 2 dan 3 orang memiliki frekuensi terbanyak yaitu 11% dan 11%. Dan 2 karyawan memiliki 5 jumlah tanggungan serta 5 karyawan memiliki 1 jumlah tanggungan.


(56)

Tabel 4.8 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Tanggungan Tenaga Kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 3 10.0 10.0 10.0

2 8 26.7 26.7 36.7

3 9 30.0 30.0 66.7

4 5 16.7 16.7 83.3

5 2 6.7 6.7 90.0

6 2 6.7 6.7 96.7

8 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hanya 1 orang masyarakat yang memiliki jumlah tanggungan terbanyak yaitu 8 orang. Sedangkan 3 masyarakat memiliki jumlah tanggungan 1 orang. Dan 9 masyarakat memiliki 3 jumlah tanggungan dan memiliki frekuensi terbanyak yaitu 30 %.


(57)

4.2.4 Tingkat Pendapatan Responden

Tingkat pendapatan karyawan PTPN IV Marjandi ketika masih mengelola perkebunan teh berbeda dengan pada saat perkebunan mengkonversikan lahan menjadi tanaman kelapa sawit. Pendapata tenaga kerja ketika Kebun Marjandi mengelola tanaman teh lebih rendah dibandingkan dengan ketika Kebun Marjandi marjandi mengelola tanaman sawit.

a. Tingkat Pendapatan Tenaga Kerja sebelum dan Sesudah Konversi

Kisaran pendapatan tenaga kerja atau karyawan yang bekerja di Kebun Marjandi ketika mengelola tanaman teh mulai dari Rp. 300.000 hingga Rp. 1.800.000 per bulan.

Tabel 4.9 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendapatan Tenaga Kerja Sebelum Konversi Tanaman Teh ke Tanaman Kelapa Sawit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 300000 2 6.7 6.7 6.7

400000 6 20.0 20.0 26.7

500000 1 3.3 3.3 30.0

700000 1 3.3 3.3 33.3

800000 10 33.3 33.3 66.7

1000000 5 16.7 16.7 83.3

1200000 1 3.3 3.3 86.7

1300000 1 3.3 3.3 90.0

1400000 1 3.3 3.3 93.3

1600000 1 3.3 3.3 96.7

1800000 1 3.3 3.3 100.0


(58)

Sedangkan ketika Kebun Marjandi sudah mengkonversikan lahan menjadi kelapa sawit, pendapatan karyawan meningkat hingga seratus persen yaitu dimulai dari Rp. 600.000 hingga Rp. 3.000.000 per bulan.

Tabel 4.10 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendapatan Tenaga Kerja Setelah Konversi Tanaman Teh ke Tanaman Kelapa Sawit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 600000 1 3.3 3.3 3.3

800000 1 3.3 3.3 6.7

1000000 1 3.3 3.3 10.0

1200000 3 10.0 10.0 20.0

1300000 5 16.7 16.7 36.7

1324000 1 3.3 3.3 40.0

1400000 1 3.3 3.3 43.3

1800000 1 3.3 3.3 46.7

1900000 1 3.3 3.3 50.0

2000000 4 13.3 13.3 63.3

2400000 3 10.0 10.0 73.3

2500000 1 3.3 3.3 76.7

2600000 6 20.0 20.0 96.7

3000000 1 3.3 3.3 100.0


(59)

b. Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum dan Sesudah Konversi

Ketika PTPN IV Marjandi memutuskan untuk mengkonversikan lahannya dari tanaman teh ke tanaman kelapa sawit memberi dampak positif maupun negatif bagi tenaga kerja dan bukan hanya tenaga kerja melainkan masyarakat sekitar yang tinggal didekat perkebunan pun merasakan dampak tersebut. Hal ini dapat dilihat dari perubahan pendapatan mereka sebelum dan sesudah konversi.

Tabel 4.11 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendapatan Masyarakat Sebelum Konversi Tanaman Teh ke Tanaman Kelapa Sawit

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 500000 1 3.3 3.3 3.3

700000 1 3.3 3.3 6.7 900000 1 3.3 3.3 10.0 1000000 1 3.3 3.3 13.3 1100000 1 3.3 3.3 16.7 1200000 2 6.7 6.7 23.3 1300000 1 3.3 3.3 26.7 1400000 3 10.0 10.0 36.7 1500000 1 3.3 3.3 40.0 1600000 1 3.3 3.3 43.3 1700000 1 3.3 3.3 46.7 1800000 2 6.7 6.7 53.3 1900000 1 3.3 3.3 56.7 2000000 1 3.3 3.3 60.0 2100000 2 6.7 6.7 66.7 2200000 1 3.3 3.3 70.0 2300000 1 3.3 3.3 73.3 2400000 2 6.7 6.7 80.0 2600000 1 3.3 3.3 83.3 2700000 1 3.3 3.3 86.7 2800000 1 3.3 3.3 90.0 3900000 1 3.3 3.3 93.3 4000000 1 3.3 3.3 96.7 4500000 1 3.3 3.3 100.0 Total 30 100.0 100.0


(60)

Dan setelah pihak PT Perkebunan Nusantara IV melakukan konversi lahan dari tanaman teh ke tanaman kelapa sawit terjadi terjadi perubahan pada pendapatan masyarakat yang berjualan disekitar PTPN IV marjandi yaitu sekitar Rp. 1.000.000 hingga Rp. 6.000.000 per bulan. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 4.12 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendapatan Masyarakat Setelah Konversi Tanaman Teh ke Tanaman Kelapa Sawit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1000000 1 3.3 3.3 3.3

1800000 1 3.3 3.3 6.7

2100000 1 3.3 3.3 10.0

2200000 2 6.7 6.7 16.7

2300000 2 6.7 6.7 23.3

2400000 2 6.7 6.7 30.0

2500000 2 6.7 6.7 36.7

2600000 1 3.3 3.3 40.0

2700000 2 6.7 6.7 46.7

2800000 3 10.0 10.0 56.7

3100000 1 3.3 3.3 60.0

3300000 7 23.3 23.3 83.3

3700000 1 3.3 3.3 86.7

3800000 1 3.3 3.3 90.0

4600000 1 3.3 3.3 93.3

5000000 1 3.3 3.3 96.7

6000000 1 3.3 3.3 100.0


(61)

4.2.5 Cross Tabulation

1. Cross Tabulasi Tenaga Kerja Perkebunan

a. Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Tingkat Pendidikan

Tenaga Kerja PTPN IV Marjandi.

Tabel 4.13 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Perkebunan Teh

Pendidikan

Tidak Sekolah SD SMP Total Total Pendapatan Teh 300000 0 2 0 2

400000 0 5 1 6 500000 0 1 0 1 700000 0 1 0 1 800000 1 9 0 10 1000000 0 4 1 5 1200000 0 1 0 1 1300000 0 1 0 1 1400000 0 1 0 1 1600000 0 1 0 1 1800000 0 1 0 1 Total 1 27 2 30

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa yang tidak bersekolah memiliki pendapatan sekitar Rp.800.000 per bulan, yang berpendidikan SD ada 2 orang yang memiliki pendapatan terendah yaitu sekitar Rp. 300.000 per bulan sedangkan yang memiliki pendapatan tertinggi yaitu sekitar Rp. 1.800.000 perbulan berjumlah 1 orang. Dan sekitar 9 orang memiliki pendapatan Rp. 800.000 per bulan. Dan yang terakhir yang memiliki pendidikan SMP ada 1 orang berpendapatan Rp. 400.000 dan satu orang berpendapatan Rp. 1.000.000.


(62)

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan tidak mempengaruhi pendapatan seseorang. Seperti tabel diatas, bahwa yang berpendidikan SD memiliki pendapatan diatas yang berpendidikan SMP.

Tabel 4.14 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Perkebunan Kelapa Sawit

Pendidikan

Tidak Sekolah SD SMP Total Total Pendapatan Sawit 600000 0 1 0 1

800000 0 1 0 1 1000000 0 0 1 1 1200000 0 3 0 3 1300000 0 5 0 5 1324000 0 1 0 1 1400000 0 1 0 1 1800000 0 1 0 1 1900000 0 1 0 1 2000000 0 4 0 4 2400000 0 2 1 3 2500000 0 1 0 1 2600000 1 5 0 6 3000000 0 1 0 1 Total 1 27 2 30

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pendapatan terendah dimiliki pendidikan SD yaitu sekitar Rp. 600.000 dan pendapatan tertinggi juga dimiliki oleh yang berpendidikan SD yaitu Rp. 3.000.000 per bulan. Sedangkan yang tidak sekolah memiliki pendapatan perbulan sekitar Rp. 2.600.000. Dan yang berpendidikan SMP, pendapatan terendahnya yaitu sekitar Rp. 1.000.000 dan pendapatan tertinggi yaitu sekitar Rp. 2.400.000.


(63)

b. Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Jumlah Tanggungan Tenaga Kerja yang Bekerja di Perkebunan Marjandi.

Tabel 4.15 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Jumlah Tanggungan Tenaga Kerja Perkebunan Teh

Jumlah Tanggungan

1 2 3 4 5 Total Total Pendapatan Teh 300000 0 0 1 0 1 2

400000 1 4 1 0 0 6 500000 0 0 1 0 0 1 700000 0 0 1 0 0 1 800000 2 4 3 1 0 10 1000000 1 2 1 0 1 5 1200000 0 1 0 0 0 1 1300000 0 0 1 0 0 1 1400000 0 0 1 0 0 1 1600000 0 0 1 0 0 1 1800000 1 0 0 0 0 1 Total 5 11 11 1 2 30

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa yang berpendapatan Rp. 300.000 per bulan atau pendapatan terendah dimiliki oleh tenaga kerja yang memiliki jumlah tanggungan 3 dan 5 orang sedang yang berpendapatan sekitar Rp. 1.800.000 perbulan atau pendapatan tertinggi dimiliki oleh tenaga kerja yang memiliki jumlah tanggungan 1 orang.

Tenaga kerja yang memiliki jumlah tanggungan yang banyak berpendapatan Rp. 800.000 perbulan yaitu sekitar 10 orang, yang kemudian diikuti oleh tenaga kerja yang berpendapatan Rp. 400.000 yaitu sekitar 6 orang dan kemudian yang berpendapatan Rp. 1.000.000 yaitu sekitar 5 orang.


(64)

Tabel 4.16 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Jumlah Tanggungan Tenaga Kerja Perkebunan Kelapa Sawit

Jumlah Tanggungan

1 2 3 4 5 Total Total Pendapatan Sawit 600000 0 0 1 0 0 1

800000 0 0 1 0 0 1 1000000 1 0 0 0 0 1 1200000 0 3 0 0 0 3 1300000 0 2 2 0 1 5 1324000 0 0 1 0 0 1 1400000 0 0 1 0 0 1 1800000 0 1 0 0 0 1 1900000 0 0 1 0 0 1 2000000 2 2 0 0 0 4 2400000 1 1 1 0 0 3 2500000 0 0 0 1 0 1 2600000 1 2 2 0 1 6 3000000 0 0 1 0 0 1 Total 5 11 11 1 2 30

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa tenaga kerja yang berpendapatan terendah yaitu sekitar Rp. 600.000 perbulan memiliki jumlah tanggungan 3 orang. Dan tenaga kerja yang berpendapatan tertinggi yaitu sekitar Rp. 3.000.000 perbulan memiliki jumlah tanggungan 3 orang.


(65)

2. Cross Tabulasi Masyarakat di Sekitar Perkebunan

a. Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Tingkat Pendidikan Masyarakat yang berjualan di sekitar PTPN IV Marjandi.

Tabel 4.17 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Tingkat Pendidikan Masyarakat Perkebunan Teh

Pendidikan

SD SMP Total Total Pendapatan Teh 500000 0 1 1

700000 1 0 1

900000 0 1 1

1000000 1 0 1

1100000 1 0 1

1200000 2 0 2

1300000 1 0 1

1400000 3 0 3

1500000 1 0 1

1600000 0 1 1

1700000 0 1 1

1800000 1 1 2

1900000 0 1 1

2000000 0 1 1

2100000 0 2 2

2200000 1 0 1

2300000 0 1 1

2400000 1 1 2

2600000 1 0 1

2700000 0 1 1

2800000 1 0 1

3900000 1 0 1

4000000 1 0 1

4500000 1 0 1

Total 18 12 30

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pendapatan terendah dari pendidikan SD adalah sekitar Rp. 700.000 per bulan dan pendapatan tertinggi sekitar Rp.4.500.000 per bulan. Sedangkan yang berpendidikan SMP, pendapatan


(66)

terendah yaitu sekitar Rp. 500.000 dan yang tertinggi hanya mencapai Rp. 2.700.000.

Dan dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pendapatan masyarakat yang berjualan di sekitar perkebunan teh.

Tabel 4.18 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Tingkat Pendidikan Masyarakat Perkebunan Kelapa Sawit

Pendidikan

SD SMP Total Total Pendapatan Sawit 1000000 1 0 1

1800000 0 1 1 2100000 1 0 1 2200000 2 0 2 2300000 1 1 2 2400000 1 1 2 2500000 1 1 2 2600000 1 0 1 2700000 2 0 2 2800000 0 3 3 3100000 0 1 1 3300000 3 4 7 3700000 1 0 1 3800000 1 0 1 4600000 1 0 1 5000000 1 0 1 6000000 1 0 1 Total 18 12 30

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pendapatan terendah dimiliki oleh masyarakat yang berpendidikan SD yaitu Rp. 1.000.000 dan pendapatan tertinggi juga dimiliki oleh masyarakat yang berpendidikan SD yaitu Rp. 6.000.000. Dan yang berpendidikan SMP, pendapatan terendahnya adalah Rp. 1.800.000 dan yang


(67)

Itu artinya tingkat pendidikan tidak mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat yang berjualan didaerah perkebunan kelapa sawit.

b. Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Jumlah tanggungan Masyarakat yang berjualan di sekitar PTPN IV Marjandi.

Tabel 4.19 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Jumlah Tanggungan Masyarakat yang berjualan di sekitar Perkebunan Teh.

Jumlah Tanggungan

1 2 3 4 5 6 8 Total Total Pendapatan Teh 500000 0 0 0 1 0 0 0 1

700000 1 0 0 0 0 0 0 1 900000 1 0 0 0 0 0 0 1 1000000 0 0 0 0 0 0 1 1 1100000 0 0 1 0 0 0 0 1 1200000 0 1 1 0 0 0 0 2 1300000 0 0 1 0 0 0 0 1 1400000 0 0 1 1 1 0 0 3 1500000 0 0 1 0 0 0 0 1 1600000 0 1 0 0 0 0 0 1 1700000 0 0 1 0 0 0 0 1 1800000 1 0 0 1 0 0 0 2 1900000 0 0 1 0 0 0 0 1 2000000 0 1 0 0 0 0 0 1 2100000 0 1 0 0 0 1 0 2 2200000 0 0 1 0 0 0 0 1 2300000 0 0 0 0 0 1 0 1 2400000 0 2 0 0 0 0 0 2 2600000 0 0 0 0 1 0 0 1 2700000 0 1 0 0 0 0 0 1 2800000 0 0 0 1 0 0 0 1 3900000 0 0 1 0 0 0 0 1 4000000 0 1 0 0 0 0 0 1 4500000 0 0 0 1 0 0 0 1 Total 3 8 9 5 2 2 1 30


(68)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pendapatan terendah yaitu Rp. 500.000 dimiliki oleh masyarakat dengan jumlah tanggungan 4 orang dan pendapatan tertinggi yaitu Rp. 4.500.000 perbulan juga dimiliki oleh masyarakat dengan jumlah tanggungan 4 orang. Sedangkan masyarakat yang memiliki jumlah tanggungan 8 orang memiliki pendapatan cukup rendah yaitu Rp. 1.000.000 rupiah perbulan.

Tabel 4.20 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Jumlah Tanggungan Masyarakat yang berjualan di sekitar Perkebunan Kelapa

Sawit

Jumlah Tanggungan

1 2 3 4 5 6 8 Total

Total Pendapatan Sawit 1000000 0 0 0 0 0 0 1 1

1800000 1 0 0 0 0 0 0 1

2100000 0 0 0 0 1 0 0 1

2200000 0 1 1 0 0 0 0 2

2300000 1 0 0 1 0 0 0 2

2400000 0 0 2 0 0 0 0 2

2500000 0 1 1 0 0 0 0 2

2600000 0 0 0 1 0 0 0 1

2700000 0 0 2 0 0 0 0 2

2800000 0 2 0 1 0 0 0 3

3100000 0 0 1 0 0 0 0 1

3300000 1 2 1 0 1 2 0 7

3700000 0 0 0 1 0 0 0 1

3800000 0 1 0 0 0 0 0 1

4600000 0 0 1 0 0 0 0 1 5000000 0 1 0 0 0 0 0 1

6000000 0 0 0 1 0 0 0 1

Total 3 8 9 5 2 2 1 30

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa masyarakat yang memiliki pendapatan terendah sekitar Rp. 1.000.000 memiliki jumlah tanggungan tertinggi yaitu 8


(69)

orang sedangkan masyarakat yang berpendapatan tertinggi memiliki jumlah tanggungan 4 orang.

c. Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Jumlah tanggungan Masyarakat yang berjualan di sekitar PTPN IV Marjandi.

Tabel 4.21 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Jenis Pekerjaan Masyarakat yang berjualan di sekitar Perkebunan Teh

Pekerjaan Kedai Kelontong Kedai Kopi Kedai Sampah Warung Baso Warung

Makan Total Total Pendapatan Teh 500000 1 0 0 0 0 1

700000 0 0 1 0 0 1

900000 0 0 0 0 1 1

1000000 0 0 1 0 0 1

1100000 1 0 0 0 0 1

1200000 1 0 0 0 1 2

1300000 1 0 0 0 0 1

1400000 0 1 1 1 0 3

1500000 0 0 0 1 0 1

1600000 0 0 1 0 0 1

1700000 0 0 1 0 0 1

1800000 0 0 1 1 0 2

1900000 0 0 0 0 1 1

2000000 0 0 1 0 0 1

2100000 0 1 1 0 0 2

2200000 0 0 0 0 1 1

2300000 0 0 1 0 0 1

2400000 0 0 1 1 0 2

2600000 0 0 1 0 0 1

2700000 0 0 1 0 0 1

2800000 0 0 1 0 0 1

3900000 0 0 1 0 0 1

4000000 0 0 1 0 0 1

4500000 1 0 0 0 0 1

Total 5 2 15 4 4 30

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kedai kelontong memiliki pendapatan terendah yaitu sekitar Rp. 500.000 dan tertinggi sekitar Rp. 4.500.000. Kedai


(70)

kopi, pendapatan terendahnya yaitu sekitar Rp. 1.400.000 dan tertinggi sekitar Rp. 2.100.000. Kedai sampah, pendapatan terendahnya yaitu sekitar Rp. 700.000 dan tertinggi Rp. 4.000.000. Warung baso, pendapatan terendahnya sekitar Rp. 1.400.000 dan tertinggi Rp. 2.400.000. Dan yang terakhir adalah warung makan, pendapatan terendah yaitu sekitar Rp. 900.000 dan yang tertinggi yaitu Rp. 2.200.000

Tabel 4.22 Cross Tabulasi Total Pendapatan dengan Jenis Pekerjaan Masyarakat yang berjualan di sekitar Perkebunan Kelapa Sawit

Pekerjaan Kedai Kelontong Kedai Kopi Kedai Sampah Warung Baso Warung

Makan Total Total Pendapatan Sawit 1000000 0 0 1 0 0 1

1800000 0 0 0 0 1 1

2100000 0 1 0 0 0 1

2200000 2 0 0 0 0 2

2300000 0 0 1 1 0 2

2400000 0 0 1 1 0 2

2500000 1 0 1 0 0 2

2600000 0 0 0 1 0 1

2700000 0 0 1 0 1 2

2800000 1 0 2 0 0 3

3100000 0 0 0 0 1 1

3300000 0 1 5 0 1 7

3700000 0 0 1 0 0 1

3800000 0 0 0 1 0 1

4600000 0 0 1 0 0 1

5000000 0 0 1 0 0 1

6000000 1 0 0 0 0 1

Total 5 2 15 4 4 30

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa pendapatan terendah dimiliki oleh masyarakat yang memiliki kedai sampah yaitu Rp. 1.000.000 dan pendapatan tertinggi dimiliki oleh masyarakat yang memiliki kedai kelontong yaitu Rp. 6.000.000.


(71)

4.3 Kesempatan Kerja di PTPN IV Marjandi

Pada tahun 2005 PT Perkebunan Nusantara IV melakukan konversi (alih fungsi lahan) dari tanaman teh ke tanaman kelapa sawit. Sesuai dengan wawancara dengan kepala bagian SDM (Sumber Daya Manusia) PT. Perkebunan Nusantara IV Marjandi bahwa perusahaan melakukan konversi tanaman teh ke tanaman kelapa sawit karena tanaman teh tidak lagi produktif dan tidak dapat memberikan keuntungan lagi bagi perusahaan dan para pemegang saham menekankan agar perusahaan memberikan keuntungan.

Konversi juga dilakukan dalam rangka efisiensi perusahaan. Selain itu, tenaga kerja yang berlebih yang bekerja di perkebunan teh juga menimbulkan beban bagi perusahaan karena pendapatan dari penjualan teh tidak sebanding dengan biaya produksi termasuk upah tenaga kerja. (Kepala Bagian SDM PTPN IV)

Rencana usaha perusahaan dalam rangka persiapan konversi di Kebun Marjandi membuat pihak perusahaan melakukan pemindahan karyawan, yang sebelumnya merupakan karyawan perkebunan teh ke lokasi kebun yang juga milik PTPN IV seperti di daerah Ajamu, Sosa, Pulu Raya, Laras, Dolok Ilir, dan Bukit Lima. Pihak perusahaan menggunakan sistem pencabutan undian tempat mengabdi para karyawan nantinya. Ini diselenggarakan atas kerja sama PTPN IV dengan Serikat Pekerja Perkebunan (SP BUN) yang ada.


(1)

Crosstabs

Pendapatan Masyarakat Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Jenis Pekerjaan

Notes

Output Created 22-May-2014 13:53:27

Comments

Input Data C:\Users\Marinna\Documents\data

kuesioner masyarakat dora.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File

30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all

the cases with valid data in the specified range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=TPS BY Pekerjaan /FORMAT=AVALUE TABLES /CELLS=COUNT

/COUNT ROUND CELL /BARCHART.

Resources Processor Time 0:00:00.671

Elapsed Time 0:00:00.733

Dimensions Requested 2


(2)

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Total Pendapatan Sawit * Pekerjaan

30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

Total Pendapatan Sawit * Pekerjaan Crosstabulation

Count

Pekerjaan Kedai

Kelontong Kedai Kopi

Kedai Sampah

Warung Baso

Warung

Makan Total

Total Pendapatan Sawit 1000000 0 0 1 0 0 1

1800000 0 0 0 0 1 1

2100000 0 1 0 0 0 1

2200000 2 0 0 0 0 2

2300000 0 0 1 1 0 2

2400000 0 0 1 1 0 2

2500000 1 0 1 0 0 2

2600000 0 0 0 1 0 1

2700000 0 0 1 0 1 2

2800000 1 0 2 0 0 3

3100000 0 0 0 0 1 1

3300000 0 1 5 0 1 7

3700000 0 0 1 0 0 1

3800000 0 0 0 1 0 1

4600000 0 0 1 0 0 1

5000000 0 0 1 0 0 1

6000000 1 0 0 0 0 1


(3)

Crosstabs

Pendapatan Masyarakat Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Tingkat Pendidikan

Notes

Output Created 22-May-2014 13:53:47

Comments

Input Data C:\Users\Marinna\Documents\data

kuesioner masyarakat dora.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File

30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all

the cases with valid data in the specified range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=TPS BY Pendidikan /FORMAT=AVALUE TABLES /CELLS=COUNT

/COUNT ROUND CELL /BARCHART.

Resources Processor Time 0:00:00.717

Elapsed Time 0:00:00.733

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Total Pendapatan Sawit * Pendidikan


(4)

Count

Pendidikan

SD SMP Total

Total Pendapatan Sawit 1000000 1 0 1

1800000 0 1 1

2100000 1 0 1

2200000 2 0 2

2300000 1 1 2

2400000 1 1 2

2500000 1 1 2

2600000 1 0 1

2700000 2 0 2

2800000 0 3 3

3100000 0 1 1

3300000 3 4 7

3700000 1 0 1

3800000 1 0 1

4600000 1 0 1

5000000 1 0 1

6000000 1 0 1


(5)

Crosstabs

Pendapatan Masyarakat Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Jumlah Tanggungan

Notes

Output Created 22-May-2014 13:54:00

Comments

Input Data C:\Users\Marinna\Documents\data

kuesioner masyarakat dora.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File

30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all

the cases with valid data in the specified range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=TPS BY JT /FORMAT=AVALUE TABLES /CELLS=COUNT

/COUNT ROUND CELL /BARCHART.

Resources Processor Time 0:00:00.718

Elapsed Time 0:00:00.748

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Total Pendapatan Sawit * Jumlah Tanggungan


(6)

Count

Jumlah Tanggungan

1 2 3 4 5 6 8 Total

Total Pendapatan Sawit 1000000 0 0 0 0 0 0 1 1

1800000 1 0 0 0 0 0 0 1

2100000 0 0 0 0 1 0 0 1

2200000 0 1 1 0 0 0 0 2

2300000 1 0 0 1 0 0 0 2

2400000 0 0 2 0 0 0 0 2

2500000 0 1 1 0 0 0 0 2

2600000 0 0 0 1 0 0 0 1

2700000 0 0 2 0 0 0 0 2

2800000 0 2 0 1 0 0 0 3

3100000 0 0 1 0 0 0 0 1

3300000 1 2 1 0 1 2 0 7

3700000 0 0 0 1 0 0 0 1

3800000 0 1 0 0 0 0 0 1

4600000 0 0 1 0 0 0 0 1

5000000 0 1 0 0 0 0 0 1

6000000 0 0 0 1 0 0 0 1