BAB 5 PEMBAHASAAN
Prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak SMP di kecamatan Medan Maimun yang diwakili oleh SMP Santa Maria dan SMP Darul Aman, SMP di
kecamatan Medan Selayang yang diwakili oleh SMP Dharma Pancasila dan SMP Muhammadiyah 3berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil yang cukup besar
sebesar 22,06 Tabel 2. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Nicolau dkk di Brazil sebesar 20,4, Kaste dkk di U.S.A. sebesar 24,9,
dan Marcenes dkk di U.K. sebesar 23,7. Hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan peneletian Malikaew dkk di Thailand sebesar 35 dan Klaskar
di India pada tahun 2013 sebesar 32,8 dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Sorlano dkk di Brazil sebesar 10,5 dan Chopra dkk di India pada
tahun 2014 sebesar 10,2. Perbedaan hasil ini bisa diperoleh karena adanya variasi lingkungan, sosial-ekonomi,dan perbedaan tingkah laku masyarakat Indonesia dengan
negara-negara tersebut.
2,6,14
Peran sosio-ekonomi terhadap peningkatan trauma gigi permanen anterior masih belum terlihat jelas, akan tetapi beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
populasi dengan status sosio-ekonomi yang rendah memiliki hubungan dengan tingkat terjadinya trauma gigi, hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan dan
rendahnya tingkat pengetahuan tentang pencegahan terhadap trauma gigi. Padatnya pemukiman di sekitar lokasi penelitian merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya trauma gigi permanen anterior. Menurut Andreasen, trauma gigi lebih sering terjadi di lingkungan dengan tingkat kepadatan yang tinggi dibandingkan
dengan lingkungan yang tingkat kepadatannya lebih rendah.
18
Anak laki-laki lebih berisiko mengalami trauma gigi permanen anterior dibandingkan dengan anak perempuan. Prevalensi trauma gigi permanen anterior
pada anak laki-laki sebesar 15,17 dan pada anak perempuan sebesar 6,89 Tabel 2. Hasil penelitian ini didukung oleh Kumar dkk di India pada anak usia 12-15 tahun
Universitas Sumatera Utara
yang menunjukkan prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki 16,2 sedangkan pada anak perempuan 12,7 dan pada usia yg sama penelitian oleh
Kalaskar dkk di India menunjukkan prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki 30,3 sedangkan pada anak perempuan 2,5. Penelitian di India
menunjukkan prevalensi trauma gigi pada anak laki-laki usia 8-13 tahun 9,80 sedangkan pada anak perempuan 7,77. Eva dkk di Indonesia mengatakan bahwa
prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan.
5,6,8,9
Tingginya angka prevalensi trauma gigi permanen anterior pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan
disebabkan karena anak laki-laki cenderung lebih aktif dalan setiap melakukan aktivitas seperti aktivitas olahraga sedangkan anak perempuan cenderung memilih
aktivitas yang aman seperti menari dan bermain di dalam rumah.
11,14
Hasil penelitian ini menunjukkan anak usia 10 tahun memiliki prevalensi trauma gigi permanen anterior paling tinggi sebesar 34,37. Anak usia 12 tahun
memiliki prevalensi sebesar 28,14, anak usia 11 tahun sebesar 23,43, anak usia 13 tahun sebesar 7,81, dan anak usia 14 tahun memiliki sebesar 6,25. Hasil
penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kovacs dkk dan Ingle dkk yang menunjukkan bahwa prevalensi trauma gigi permanen
anterior paling tinggi pada usia 11-12 tahun.
10,11
Penelitian yang dilakukan oleh Kumar dkk memiliki hasil yang berbeda dan menyatakan prevalensi trauma gigi
permanen anterior paling tinggi pada usia 14 tahun.
5
Berbeda dengan Kumar dkk, Klaskar dkk mendapatkan hasil bahwa prevalensi trauma gigi permanen anterior
paling tinggi pada usia 12-15 tahun.
6
Keadaaninidisebabkan karena pada masa tersebut anak cenderung lebih aktif melakukan berbagai aktifitas olahraga dan anak
memiliki rasa percaya diri yang tinggi, sehingga menyebabkan anak berani melakukan berbagai aktifitas tanpa mempertimbangan risiko yang terjadi, serta
kejadian ini juga dapat meningkatkan angka terjadinya trauma gigi.
11
Penyebab terbanyak terjadinya trauma gigi permanen anterior adalah terjatuh.
8,10,14
Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa penyebab terbanyak terjadinya trauma gigi permanen anterior adalah terjatuh saat bermain sebesar 42,19 dan
Universitas Sumatera Utara
tempat kedua terbanyak adalah tidak sengaja terjatuh sebesar 31,26. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh Kalaskar dkk menyebutkan bahwa
kegiatan olahragal yang menjadi penyebab terbanyak trauma gigi permanen anterior.
6
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Batra dkk yang menyebutkan terjatuh adalah penyebab terbanyak trauma gigi permanen anterior sebesar 45,67.
7
Ingle dkk juga menyebutkan terjatuh sebagai penyebab terbanyak terjadinya trauma gigi
permanen anterior sebesar 43,86.
8
Keragaman hasil yang diperoleh dapat disebabkan karena perbedaan populasi, usia, jenis kelamin, dan lingkungan.
8,16
Kecelakaan saat berolahraga menyebabkan trauma gigi permanen anterior sebanyak 14,06, kecelakaan lalu lintas sebesar dan karena sebab lainnya yaituterbentur mic
dan terbentur dinding sebesar 4,68, serta berkelahi sebesar 3,13. Trauma gigi permanen anterior yang disebabkan karena kekerasan fisik tidak ditemukan pada
penelitian ini Tabel 4. Distribusi etiologi trauma gigi permanen anterior berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan penyebab trauma gigi paling banyak pada laki-laki adalah tidak sengaja terjatuh, tersungkur, atau tersandung sebesar 38,63 17 orang, selanjutnya terjatuh
saat bermain sebesar 27,27 12 orang, kecalakaan saat berolahraga 20,45 9 orang, kecelakaan lalu lintas 6,81 3 orang, berkelahi 4,54 2 orang, dan karena
sebab lainnya 1,56 1 orang. Terjatuh saaat bermain merupakan penyebab terbesar terjadinya trauma gigi permanen anterior pada anak perempuan sebessar 75 15
orang, selanjutnya tidak sengaja terjatuh sebesar 15 3 orang, dank arena sebab lainnya sebesar 10 2 orang Tabel 5. Hasil penelitian ini sama seperti hasil
penelitian yang dilakukan Batra dkk dan Patel dkk yang menyebutkan terjatuh merupakan penyebab terbanyak trauma gigi permanen anterior. Hasil penelitian
Kovacs dkk menunjukkan bahwa kecelakan saat berolahraga merupakan penyebab paling sering mengakibatkan trauma gigi pada anak laki-laki, karena anak laki-laki
biasanya lebih agresif dan banyak melakukan aktifitas fisik serta olahraga. Kegiatan yang dilakukan anak perempuan cenderung lebih aman dan memiliki risiko trauma
gigi yang lebih rendah daripada anak laki-laki, serta anak perempuan biasanya lebih berhati-hati dalam melakukan sesuatu.
11,23
Universitas Sumatera Utara
Konkusi 26,58, fraktur enamel dan subluksasi 22,78 merupakan jenis trauma gigi permanen yang paling banyak di jumpai dan memiliki persentase yang
lebih besar dibandingkan jenis trauma lainnya dalam penelitian ini Tabel 7. Hasil tersebut kurang sesuai dengan hasil penelitian Prasad dkk yang menyebutkan fraktur
enamel merupakan jenis fraktur yang paling banyak dijumpai sebesar 65 dan fraktur enamel-dentin 27, Batra dkk menyebutkan fraktur enamel sebesar 60,15
dan fraktur enamel-dentin 21,8, dan hasil penelitian Chopra dkk juga menyebutkan bahwa 37,2 sampel mengalami fraktur enamel dan 8,1 sampel mengalami fraktur
enamel-dentin karena trauma gigi yang dialami sebagian besar anak masih cukup ringan.
7,14,23
Keparahan trauma gigi tergantung dari bagaimana trauma terjadi, kecepatan, arah, dan kekuatan benturan yang terjadi. Jenis trauma yang paling sedikit
dijumpai adalah fraktur enamel-dentin 15,19, avulsi 5,06, fraktur mahkota kompleks dan luksasi lateral memiliki persentase yang sama 3,79, sedangkan
luksasi intrusi dan ekstrusi tidak dijumpai pada penelitian ini, hal ini disebabkan karena kasus luksasi biasanya lebih banyak terjadi pada gigi sulung dan tulang
alveolar pada gigi sulung lebih lunak daripada gigi permanen sehingga lebih memungkinkan untuk terjadinya perpindahan posisi daripada fraktur gigi. Jenis-jenis
trauma tersebut juga sering ditemukan pada keadaan trauma yang lebih parah seperti disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, dan sebagainya.
24,25
Trauma gigi permanen anterior yang didapat dalam penelitian ini paling sering terjadi di rumah sebesar 42,19 27 kasus, selanjutnya diikuti di sekolah 31,25
20 kasus, di jalan 14,06 8 kasus, di tempat-tempat olahraga 10,94 7 kasus, dan di tempat lainnya mushola 1,56 1 kasus Tabel 6. Hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan Malikaew dkk yang menyebutkan trauma gigi permanen anterior paling sering terjadi di sekolah sebesar 35, tetapi hasil penelitian ini sesuai dengan
Batra dkk yang menyebutkan trauma gigi permanen anterior paling sering terjadi di rumah sebesar38,72, di tempat-tempat olahraga 19,65, di sekolah 19, dan di
jalan 13,29, dan di tempat-tempat lainnya 9,24. Patel dan Sujan menyebutkan rumah sebagai lokasi paling banyak terjadinya trauma sebesar 43,87. Hasil
penelitian Prasad dkk menyebutkan rumah sebagai tempat paling sering terjadinya
Universitas Sumatera Utara
trauma disebabkan karena anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu dirumah. Kejadian trauma gigi sering terjadi di tempat-tempat olahraga dan sekolah karena
selain dirumah anak juga banyak menghabiskan waktu bermain, berolahraga, atau melakukan aktifitas fisik lainnya di tempat tersebut.
2,7,10,23
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa trauma gigi permanen anterior paling sering mengenai gigi insisivus sentralis rahang atas.Trauma yang mengenai gigi
insisivus sentralis kanan rahang atas memiliki persentase sebesar 36,72 dan gigi insisivus sentralis kiri rahang atas 22,78. Gigi insisivus lateralis kanan rahang atas
memiliki persentase 8,86 dan gigi insisivus lateralis kiri rahang atas 3,79 Tabel 8.Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Chopra dkk yang menunjukkan
gigi insisivus sentralis rahang atas paling sering terkena trauma sebesar 81,4 dan insisivus lateralis rahang atas 10,5.
14
Keadaan tersebut disebabkan karena posisi gigi insisivus sentralis yang terletak lebih protrusi dibanding gigi lain. Benturan yang
ditimbulkan akibat trauma biasanya lebih sering terjadi dari depan, sehingga bila terjadi trauma dapat menyebabkan gigi insisivus lebih dulu terkena trauma. Kondisi
rahang atas yang kaku dan tidak bisa digerakkan seperti rahang bawah merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan trauma gigi pada rahang atas lebih sering
terjadi dibandingkan dengan gigi rahang bawah. Gigi pada rahang bawah dan gigi kaninus memiliki persentase yang lebih rendah terhadap terjadinya trauma karena
posisi rahang bawah yang agak ditutupi rahang atas, rahang bawah tidak bersifat kaku sehingga bisa bergerak saat terjadi trauma, dan posisi gigi kaninus yang terletak
disudut juga mengurangi terkenanya trauma pada gigi tersebut.
7,12,23
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN