1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laporan keuangan adalah alat utama untuk menginformasikan keuangan dan kinerja suatu perusahaan. Laporan keuangan merupakan bentuk
pertanggungjawaban manajemen kepada stakeholder, terutama kepada pemilik perusahaan principal yang akan digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan. Pihak principal memberikan kepercayaan kepada manajemen agent untuk mengelola perusahaannya. Hal ini menyebabkan pengetahuan
principal akan operasional perusahaannya terbatas dan akan menimbulkan keraguan pada laporan keuangan yang disajikan pihak manajemen. Disinilah
peran akuntan publik sebagai pihak yang independen untuk menilai kewajaran laporan keuangan tersebut. Profesi akuntan publik, khususnya auditor, sangat
dituntut independensi dan kompetensinya dalam menilai kewajaran laporan keuangan. Arens et.al 2008:111 berpendapat bahwa :
ada dua bentuk independensi auditor, yaitu independensi dalam fakta independence in fact dan independensi dalam penampilan independence
in appearance. Independensi dalam fakta independence in fact ada bila auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang tidak bias
sepanjang audit, sedangkan independensi dalam penampilan independence in appearance adalah hasil dari interpretasi lain atas independensi ini.
Dalam menjaga independensinya, seorang auditor diharapkan tidak memiliki hubungan yang lebih dari hubungan di dalam pekerjaan. Independensi
akan hilang jika auditor terlibat dalam hubungan pribadi dengan klien, karena hal ini dapat mempengaruhi sikap mental dan opini mereka Nasser et.al., 2006.
Universitas Sumatera Utara
2 Masa perikatan audit yang lama menyebabkan perusahaan merasa nyaman dengan
hubungan yang terjalin selama ini antara auditor dengan pihak manajemen perusahaan, yang akan mencapai tahap dimana auditor akan terikat secara
emosional dan mengancam independensinya. Giri 2010 menyatakan bahwa “hubungan dalam waktu yang lama antara auditor dan klien akan menyebabkan
kualitas dan kompetensi kerja auditor cenderung menurun dari waktu ke waktu”. Hubungan yang semakin dekat antara auditor dan manajemen dapat menyebabkan
auditor lebih mempercayai klien dalam mengaudit sehingga menurunkan kualitas auditnya. Disamping itu, dengan adanya hubungan yang semakin dekat tersebut
membuat auditor lebih mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan manajemen daripada dengan kepentingan publik.
Berawal dari skandal Enron pada tahun 2001, yang melakukan kerja sama dengan KAP Arthur Andersen dengan cara memanipulasi laba perusahaan. Laba
dalam laporan keuangan Enron dicatat overstated oleh staf akuntan Enron yang merupakan mantan auditor di KAP Arthur Andersen, sementara KAP Arthur
Andersen menjadi auditor eksternal atas laporan keuangan tersebut. Akibat dari peristiwa ini, Enron hancur dan KAP Arthur Andersen dicabut izin operasinya
oleh pemerintah Amerika Serikat. Berdasarkan kasus diatas, dapat dilihat bahwa KAP Arthur Andersen gagal mempertahankan independensi dengan kliennya,
yaitu Enron. Skandal KAP Arthur Anderson melahirkan The Sarbanes Oxley Act SOX yaitu regulasi yang mengatur tentang jasa akuntan publik. The Sarbanes-
Oxley Act SOX tahun 2002 merupakan pesan yang digunakan oleh banyak negara untuk memperbaiki struktur pengawasan terhadap KAP dengan
Universitas Sumatera Utara
3 menerapkan rotasi KAP maupun auditor. Di Indonesia sendiri auditor switching
telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 359KMK.062003 pasal 2. Peraturan ini mengatur bahwa “pemberian jasa audit umum oleh Kantor
Akuntan Publik KAP atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan paling lama lima tahun berturut-turut dan pemberian jasa audit umum oleh
seorang akuntan publik paling lama tiga tahun berturut- turut”. Kemudian
peraturan tersebut diperbaharui dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17PMK.012008 Pasal 3. Perubahan dalam peraturan ini yaitu :
lamanya pemberian jasa audit umum dapat dilakukan oleh KAP yang menjadi enam tahun buku berturut
– turut dan oleh seorang akuntan publik tiga tahun berturut-turut Pasal 3 ayat 1. Kemudian KAP dan akuntan publik dapat
mengaudit kembali laporan keuangan perusahaan klien setelah satu tahun buku tidak memberikan jasa audit atas laporan keuangan klien yang sama
Pasal 3 ayat 2 dan 3.
Konkretnya, jika sebuah perusahaan telah menunjuk satu KAP dan auditor yang sama sejak tahun 2010, maka pada tahun 2013 mereka harus mengganti
auditornya dengan auditor yang lain dan pada tahun 2016 mereka harus mengganti KAPnya, karena lamanya pemberian jasa audit oleh seorang akuntan publik
hanyalah tiga tahun berturut-turut dan untuk KAP hanyalah enam tahun berturut- turut.
Ada pendapat yang menentang adanya pergantian wajib auditor. AICPA dalam Nasser et.al. 2006 menyata
kan bahwa “pergantian auditor dianggap akan meningkatkan fee audit karena diperlukan biaya yang tinggi untuk auditor pada
awal masa kerjanya untuk memahami bisnis klien”. Ketika auditor pertama kali diminta mengaudit satu klien, yang pertama kali harus mereka lakukan adalah
memahami lingkungan bisnis klien dan risiko audit klien. Bagi auditor yang sama
Universitas Sumatera Utara
4 sekali tidak paham dengan kedua masalah itu, maka biaya start up menjadi tinggi
sehingga dapat menaikan fee audit. Kedua, penugasan yang pertama terbukti memiliki kemungkinan kekeliruan yang tinggi.
Selain bersifat mandatory atau wajib karena adanya peraturan yang mengharuskan, pergantian auditor bisa juga bersifat voluntary atau tidak wajib.
Auditor switching secara voluntary ini menimbulkan pertanyaan mengenai faktor apa yang menyebabkan perusahaan melakukan penggantian auditor sebelum
batas waktu yang telah ditetapkan oleh peraturan. Fenomena inilah yang menjadi dasar penelitian ini. Menurut Febrianto 2009, “pergantian auditor secara
voluntary dapat terjadi karena dua hal yaitu auditor mengundurkan diri atau auditor dipecat oleh klien”. Faktor-faktor penyebab dapat berasal dari sisi klien
misalnya kesulitan keuangan, pergantian manajemen, perubahan ownership, sedangkan dari sisi auditor misalnya fee audit dan kualitas audit. Akibat dari
adanya pergantian auditor yang terlalu sering dari sisi klien adalah auditor yang melaksanakan tugas audit di perusahaan klien di tahun pertama sedikit banyak
akan mengganggu kenyamanan kerja karyawan, dengan bertanya tentang semua persoalan perusahaan yang seharusnya tidak dilakukan apabila tidak terjadi
auditor switching. Dalam kasus ini yang menjadi fokus utama peneliti adalah pada klien karena apabila hubungan di antara auditor dengan klien dalam keadaan
normal tidak mungkin klien melakukan pergantian auditor. Menurut Sinarwati 2010, “jika terjadi pergantian auditor oleh perusahaan diluar ketentuan yang
telah ditetapkan maka akan menimbulkan pertanyaan bahkan kecurigaan dari investor sehingga penting untuk diketahui
faktor penyebabnya”.
Universitas Sumatera Utara
5 Faktor pertama yang menyebabkan perusahaan klien mengganti
auditornya di dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan client size. Perusahaan besar secara umum lebih kompleks daripada entitas yang lebih kecil.
Pemisahan fungsi antara kepemilikan dan manajemen akan terlihat lebih jelas,sejalan dengan operasi perusahaan yang semakin kompleks. Calderon dan
Ofobike 2008 menyatakan “seiring ukuran perusahaan bertambah, hubungan agensi meningkat”. Hal ini menyebabkan principal lebih sulit dan kompleks
untuk memantau tindakan agent dikarenakan operasi perusahaan yang semakin kompleks tersebut. Menurut Calderon dan Ofobike 2008, “kondisi ini secara
potensial diatasi dengan berganti ke auditor dari suatu KAP yang memiliki independensi ti
nggi untuk mengurangi biaya agensi”. Faktor kedua adalah kesulitan keuangan financial distress. Financial
distress merupakan suatu keadaan dimana sebuah perusahaan tidak mampu menutupi kewajibannya atau mengalamai kesulitan likuiditas, bahkan terancam
bangkrut. Nasser, et al . 2006 menyatakan bahwa “perusahaan yang bangkrut,
dan sedang mengalami posisi keuangan yang tidak sehat cenderung akan menggunakan auditor yang mempunyai independensi yang tinggi untuk
meningkatkan kepercayaan diri perusahaan di mata pemegang saham dan kreditur untuk mengurangi resiko litigasi”.
Faktor ketiga adalah Return On Asset ROA. ROA merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada. Menurut Damayanti dan Sudarma 2007, “ROA merupakan salah satu indikator
Universitas Sumatera Utara
6 keuangan perusahaan untuk melihat prospek bisnis perusahaan tersebut”.
Menurut Lestari dan Sugiharto 2007, “angka ROA dapat dikatakan baik apabila 2”. Hal ini berarti semakin tinggi nilai ROA yang dihasilkan berarti semakin
efektif pengelolaan aset yang dimiliki perusahaan. Menurut Gede 2013, “perusahaan yang memiliki nilai ROA yang rendah cenderung mengganti
auditornya karena mengalami penurunan kinerja sehingga prospek bisnisnya menurun”. Oleh karena itu, Varadita 2012 menyatakan bahwa “perusahaan
cenderung untuk mengganti auditornya agar rendahnya kinerja manajemen perusahaan tersebut dapat diperbaiki dengan mengganti auditor yang lebih
berku alitas sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan”.
Faktor keempat adalah kepemilikan publik public ownership. Kepemilikan publik yang dimaksudkan disini adalah saham yang dimiliki publik
atau masyarakat. Banyaknya tingkat kepemilikan saham oleh publik akan mendorong perusahaan untuk berganti ke auditor yang lebih berkualitas.
Menurut Guedhami et.al. 2009, “kepemilikan saham menyebar mempunyai pengaruh penting untuk memperoleh laporan keuangan yang berkualitas tinggi
yang diwujudkan dalam pemili han auditor dari KAP”. Adanya perbedaan
pendapat mengenai faktor apa yang sebenarnya mempengaruhi pergantian auditor pada perusahaan di Indonesia menarik untuk diteliti, mengingat terdapat pihak
yang mendukung dan bahkan menentangnya, terkait dengan isu independensi. Motivasi lain dalam melakukan penelitian ini adalah jika perusahaan mengganti
KAP yang telah mengaudit selama enam tahun atau akuntan publik yang telah mengaudit selama tiga tahun berdasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan
Universitas Sumatera Utara
7 Republik Indonesia No. 17PMK.012008, hal itu tidak akan menimbulkan
pertanyaan karena bersifat mandatory. Jadi yang difokuskan pada penelitian ini adalah jika pergantian auditor bersifat voluntary diluar PMK Republik Indonesia
No. 17PMK.012008, yang mana perusahaan melakukan pergantian auditor sebelum batas waktu yang telah ditetapkan oleh peraturan. Research gap dapat
dilihat dari beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh client size dan financial distress terhadap auditor switching. Pada variabel client size, terdapat perbedaan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Cherry Dhia 2014 yang menyatakan bahwa client size berpengaruh signifikan terhadap auditor switching dengan penelitian
yang dilakukan Suci 2013 bahwa client size tidak berpengaruh signifkan terhadap auditor switching. Pada variabel financial distress, terdapat perbedaan
hasil penelitian yang dilakukan Agus dan Lely 2014 yang menyatakan bahwa financial distress tidak berpengaruh signifikan terhadap auditor switching dengan
penelitian Suci 2013 bahwa financial distress berpengaruh terhadap auditor switching. Pada variabel return on asset, terdapat perbedaan hasil penelitian
yang dilakukan Susan dan Estralita 2011 yang menyatakan bahwa return on asset tidak berpengaruh signifikan terhadap auditor switching dengan penelitian
Cherry 2014 bahwa return on asset berpengaruh terhadap auditor switching. Pada variabel public ownership, terdapat perbedaan hasil penelitian yang
dilakukan Ekka 2013 yang menyatakan bahwa public ownership berpengaruh signifikan terhadap auditor switching dengan penelitian Ida dan Lely 2014
bahwa public ownership tidak berpengaruh terhadap auditor switching. Hasil penelitian yang berbeda-beda tersebut juga memotivasi peneliti untuk meneliti
Universitas Sumatera Utara
8 kembali faktor-faktor yang mempengaruhi auditor switching pada perusahaan
Real Estate Property yang terdaftar di BEI. Alasan peneliti memilih perusahaan yang bergerak di bidang Real Estate
Property karena perusahaan Real Estate Property cukup banyak dilirik para investor untuk menginvestasikan dana milik mereka. Perkembangan Real Estate
Property saat ini menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Hal ini ditandai dengan maraknya pembangunan perumahan, apartemen, perkantoran, dan
perhotelan. Hal ini menyebabkan perusahaan Real Estate Property memerlukan jasa auditor agar laporan keuangan yang disajikan andal dan dapat
dipercaya para investor. Penelitian ini mengacu pada penelitian
– penelitian sebelumnya terutama penelitian yang dilakukan oleh Suci 2013. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah : 1.
Penelitian ini menggunakan 4 variabel independen serta 1 variabel dependen, dimana variabel dependen merupakan auditor switching,
sedangkan variabel independennya berupa client size, financial distress, return on asset, serta public ownership, dimana variabel
penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Suci 2013 yaitu opini audit,ukuran KAP,ukuran perusahan klien,financial
distress. Penelitian ini menambah jumlah variabel seperti return on asset dan public ownership, yang tidak digunakan Suci 2013 di
dalam penelitiannya. Variabel client size dan financial distress tetap digunakan karena adanya hasil penelitian-penelitian terdahulu yang
Universitas Sumatera Utara
9 tidak konsisten mengenai pengaruh keduanya terhadap auditor
switching. 2.
Penelitian ini mengambil sampel pada perusahaan Real Estate Property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan tahun
penelitian 2011-2014, sedangkan penelitian Suci 2013 mengambil sampel pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dengan tahun penelitian 2008-2012. 3.
Penelitian ini berfokus pada pergantian auditor, dimana pemberian jasa audit yang dilakukan akuntan publik paling lama tiga tahun berturut-
turut, sedangkan penelitian Suci 2013 berfokus pada pergantian KAP yang pemberian jasa auditnya paling lama enam tahun berturut-turut.
4. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh situasi pergantian auditor secara
sukarelavoluntary, sedangkan penelitian Suci 2013 dilatarbelakangi oleh situasi pergantian KAP yang bersifat wajib dengan adanya
Keputusan Menteri Keuangan No. 359KMK.062003 yang kemudia diperbaharui
dengan Peraturan
Menteri Keuangan
No. 17PMK.012008. Meskipun ada peraturan yang bersifat wajib,
pergantian auditor secara sukarela masih mungkin dilakukan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan
judul :
“Pengaruh client size, financial distress, return on asset, dan public ownership terhadap auditor switching pada perusahaan Real Estate
Property yang terdaftar di BEI”.
1.2 Perumusan Masalah