Mathla’ dalam Penentuan Waktu Ibadah

Waktu shalat dari hari ke hari, dan antara tempat satu dan lainnya bervariasi. Waktu shalat sangat berkaitan dengan peristiwa peredaran semu matahari relative terhadap bumi. Pada dasarnya, untuk menentukan waktu shalat, diperlukan letak geografis, waktu tanggal, dan ketinggian. Letak geografis suatu tempat bisa dicari dengan atlas atau GPS Global Posisioning Sistem, waktu dan tanggal adalah tanggal tertentu yang akan kita tentukan waktu shalatnya dan ketinggian adalah data tinggi matahari pada waktu shalat yang akan ditentukan. 34 ا َصف َّ ا ا ا إ “ Jika matahari telah tergelincir, maka shalatlah kalian .” HR. at-Thabrani Praktik shalat tergantung pada waktu, dan dengan cara apapun agar waktu shalat itu bisa dibuktikan, maka shalat pun bisa dilakukan dengan cara tersebut. Jika melihat matahari untuk melihat waktu zawal tergelincirnya matahari, atau melihat bayangan agar bisa melihat bayangan benda, apakah sama atau melebihinya, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits- hadits tentang waktu shalat; jika melakukannya, dan bisa membuktikan waktu tersebut, maka shalat pun sah. Jika tidak melakukannya, tetapi cukup dengan menghitungnya dengan perhitungan astronomi, kemudian tahu bahwa waktu zawal itu jatuh jam ini, kemudian melihat jam, tanpa harus keluar untuk melihat matahari atau bayangan, maka shalat pun sah. Dengan kata lain, waktu tersebut bisa dibuktikan dengan cara apapun. Karena Allah SWT telah memerintahkan untuk melakukan shalat ketika waktunya masuk, dan menyerahkan untuk melakukan pembuktian masuknya waktu tersebut tanpa memberikan ketentuan detail, tentang bagaimana cara membuktikannya. 35 Adapun kaitan mathla‟ dengan waktu shalat, yaitu: 34 Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, hal.97 35 Denny Asseifff, “Penentuan Awal-Akhir Ramadhan”, artikel diakses pada 27 Juli 2010 dari file:C:Documents and SettingsMicrosoftDesktopMATLApenentuan-awal-akhir-ramadhan.html Perlu diketahui bahwa penjelasan syara‟ tentang pelaksanaan ibadah adakalanya mengaitkan penetapannya dengan jam misalnya: waktu shalat, pelaksanaan puasa untuk imsak dan ifthar dan lain-lain, bisa juga dengan hari misalnya: shalat jum‟at, puasa sunnah Senin-Kamis, ada pula yang ditetapkan dengan tanggal Qamariyah misalnya: penetapan hari Arafah, Idul Fitri dan Idul Adha dan lain-lain. Jadi dalam ibadah yang penentuannya adalah jam dan atau hari, maka hal ini terkait erat dengan peredaran matahari. Misalnya untuk penetapan waktu-waktu shalat, sebagaimana firman Allah SWT: ش ﻔ ء ق ۖ ﻔ ء ق ي ق غ ٰ ش ٰ ص ق ”Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikanlah pula shalat subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan oleh malaikat.” QS. Al- Isra‟17: 78 Sedangkan penetapan awal dan akhir Ramadhan, syara‟ memberikan tuntunan untuk mengaitkannya hanya dengan peredaran bulan, 36 sehingga tidak bisa di analogikan bahwa perbedaan awal dan akhir Ramadhan diperbolehkan karena dalam shalatpun negeri satu dengan negeri yang lainnya memiliki perbedaan waktu. 37 Jadi dalam menentukan pelaksanaan ibadah seperti waktu shalat, imsak dan ifthar dan lain- lain, itu semua ditentukan oleh peredaran matahari, sedangkan dalam menentukan jatuhnya tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 1 Dzulhijjah ditentukan oleh peredaran bulan. 36 Bulan mengelilingi bumi dari Barat ke Timur, begitu pula bumi mengelilingi matahari berama-sam bulan dalam arah yang sama. Perputaran bulan mengelilingi bumi revolusi, menentukan bentuk-bentuk bulan yang bisa dilihat dari permukaan bumi. Kadang-kadang terlihat sabithilal, perbani, benjol, penuh purnama sampai kebulan mati, kemudian kembali ke bentuk semula dan seterusnya, yang masing-masing telah tertentu posisinya di luar angkasa. 37 Nasyrah Hizbut Tahrir, Hukum Perbedaan Penentuan Hari Raya Qurban Idul Adha, 22 Maret 1999, hal.4

BAB III GAMBARAN UMUM HIZBUT TAHRIR

A. Sejarah

Hizbut Tahrir didirikan oleh Syakh Taqiyyudin an-Nabhani. Dia dilahirkan di Ijzim, masuk wilayah Haifa. Nama lengkapnya adalah Muhammad Taqiyyudin bin Musthafa bin Ismail bin Yusuf an-Nabhani. Ayahnya adalah seorang pengajar ilmu-ilmu syariat di Kementerian Pendidikan Palestina. Pendidikan awalnya diterima dari ayahnya. Di bawah bimbingan sang ayah, sudah hapal al- Qur‟an seluruhmya sebelum usia 13 tahun. Dia juga mendapat fiqih dan bahasa Arab. Dia menamatkan Sekolah Dasar di kampungnya. Ibundanya juga menguasai beberapa cabang ilmu syariat yang diperoleh dari kakeknya, Syaikh Yusuf an-Nabhani. Dia juga dibimbing dan diasuh oleh kakeknya yaitu Syaikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Ismail bin Hasan bin Muhammad Nashiruddin an-Nabhani; seorang qadhi, penyair, sastrawann dan ulama besar. 38 Bersama Daud Hamdan, Ghanim Abduh, Dr. Adil an-Nablusi dan Munir Syaqir, an- Nabhani mengajukan pendirian Hizbut Tahrir secara resmi, namun permintaan ini ditolak. Karena itu, sampai sekarang 1997 Hizbut Tahrir melakukan segala aktivitasnya tanpa pengakuan resmi pemerintah Yordania. 39 Hizbut Tahrir berdiri dalam rangka memenuhi seruan Allah dalam firman Allah SWT QS. Ali-Imran ayat 104: ح ﻔ ۚ ي ف ي ي ي “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung .” 38 Yahya A, “Subject: Biografi Singkat Pendiri Hizbut Tahrir Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani”. Artikel diakses pada 20 Juli 2010 dari file:C:Documents and SettingsMicrosoftDesktopMATLAbiografi SYEKH TAQIYYUDIN...htm 39 Abu Za‟rur, Seputar Gerakan Islam, Bogor: Al Azhar Press, 2009, hal.205 Di dalam ayat ini Allah SWT telah memerintahkan kaum Muslim agar diantara mereka ada suatu kelompok jama‟ah yang bergerak dalam dua aktivitas: a. Mengajak kepada kebaikan, yaitu mengajak kepada Islam. b. Menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah kemungkaran. Membentuk jama‟ah disini ditunjukkan sekedar dengan adanya thalab seruan dari Allah. Namun demikian, terdapat qarinah indikasi yang menunjukkan bahwa ajakan tersebut adalah kewajiban. Sehingga aktivitas yang telah ditentukan oleh ayat agar dilaksanakan oleh kelompok terpadu tersebut, -yakni dakwah kepada Isl am dan amar ma‟ruf nahi munkar- hukumnya wajib atas kaum muslimin. Ten tang jama‟ah itu harus berbentuk partai politik, maka dapat dilihat dari segi bahwa ayat di atas memerintahkan kaum Muslim agar diantara mereka ada sekelompok orang yang membentuk suatu jama‟ah. Cakupan aktivitas jama‟ah ini telah ditentukan dibatasi, yaitu dakwah kepada Islam dan amar ma‟ruf nahi munkar. Sedangkan cakupan aktivitas amar ma‟ruf nahi munkar meliputi seruan terhadap ada penguasa agar mereka berbuat ma‟ruf melaksanakan syari‟at Islam-pen dan melarangnya berbuat munkar melaksanakan sesuat u tidak bersumber dari syari‟at-pen. Bahkan aktivitas inilah yang menjadi bagian terpenting dalam a mar ma‟ruf nahi munkar, yaitu mengawasi para penguasa serta menyampaikan nasehat kepadanya. Aktivitas ini tergolong aktivitas politik, malahan aktivitas politik yang sangat penting, yang menjadi ciri utama dari aktivitas partai politik. Dengan demikian ayat ini menunjukkan adanya kewajiban untuk mendirikan partai politik. Akan tetapi ayat tersebut memberi batasan bahwa kelompok-kelompok tadi harus berbentuk partai-partai Islam. sebab, tugas yang telah ditentukan oleh ayat tersebut yaitu dakwah kepada Islam dan amar ma‟ruf nahi munkar, yang dilakukan sesuai dengan hukum Islam -tidak dapat dilaksanakan kecuali oleh kelompok-kelompok dan partai-partai Islam. Partai Islam adalah partai yang berasaskan akidah Islam. Partai yang mengambil dan menetapkan ide-ide,hukum-hukum dan pemecahan yang Islami. Thariqah metode operasionalnya adalah thariqah Rasulullah saw. Oleh karena itu, kelompok-kelompok kaum muslim berdiri di atas selain Islam. 40 Hizbut Tahrir mendefinisikan dirinya sendiri sebagai partai ideologis mabda‟i 41 , ideologinya adalah Islam, politik adalah aktivitasnya dan Islam adalah mabda‟nya. Hizbut Tahrir beraktivitas di tengah-tengah dan bersama umat untuk mengambil Islam sebagai permasalahan utama dan memimpin umat guna mengembalikan Khilafah dan hukum-hukum Allah ke dalam realitas. Hizbut tahrir merupkan kelompok politik; bukan kelompok spiritual, 40 Hizbut Tahrir, ”Mengenal Hizbut Tahrir Dan Strategi Dakwah Hizbut Tahrir” Jakarta: Pustaka Thariqul Izzah, 2007, cet.I, hal. 4-7 41 Kata mabda secara bahasa berarti sumber pertama. Dalam penjelasan hakikat kehidupan dunia, mabda asal muasal kehidupan, tempat kembali setelah kehidupan, dan hubungan kehidupan dengan keduanya. Ini merupakan pemikiran menyeluruh tentang kehidupan dan apa yang dipaparkan pemikiran tersebut berupa aturan kehidupan. Demikianlah kata mabda ini diberikan pada pemikiran menyeluruh beserta aturannya, yaitu aqidah dan solusinya. Muhammad Hawari, Reidoelogi Islam “Membumiklan Islam Sebagai Sistem”, cet.II, Bogor: Al- Azhar Press, 2007, hal.114. Lihat, Mabda adalah aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud dengan aqidah adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan hidup; serta apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, disamping kehidupannya dengan sebelum dan sesudah kehidupan. Sedangkan peraturan yang lahir dari aqidah tidak lain berfungsi untuk memecahkan dan mengatasi berbagai problematika hidup manusia, menjelaskan bagaimana cara pelaksanaan pemecahannya, memelihara aqidah serta untuk mnegemban mabda. Mabda muncul di benak seseorang, baik melalui wahyu Allah yang diperintahkan untuk mendakwahkannya atau dari kejeniusan yang nampak pada diri orang itu. Mabda yang muncul dalam benak manusia melalui wajyu Allah adalah mabda yang benar. Karena bersumber dari al-Khaliq, yaitu Pencipta alam, manusia dan hidup, yakni Allah SWT. Mabda ini pasti kebenarannya qath‟i. Sedangkan mabda yang muncul dalam benak manusia karena kejeniusan yang Nampak pada dirinya adalah mabda yang salah bathil. Karena berasal dari akal manusia yang terbatas, yang tidak mampu menjangkau segala sesuatu yang nyata. Disamping itu pemahaman manusia terhadap proses lahirnya peraturan selalu menimbulkan perbedaan, perselisihan, dan pertentangan, serta selalu terpengaruh lingkungan tempat ia hidup. Sehingga membuahkan peraturan yang saling bertentangan, yang mendatangkan kesengsaraan manusia. Oleh karena itu, mabda yang mucul dari benak seseorang adalah mabda yang salah, baik dilihat dari segi aqidahnya maupun peraturan yang lahir dari aqidah tersebut. Atas dasar inilah asas suatu mabda ideologi adalah ide dasar yang menyeluruh mengenai alam semesta, manusia dan hidup. Taqiyuddin an-Nabhani, Peraturan Hidup Dalam Islam, cet.III, Edisi Bahasa Indonesia Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2003, hal.36-37