Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
intern kalangan yang berpegang hisab. Perbedaan intern kalangan yang berpegang pada rukyat antara lain disebabkan dua hal. Pertama, karena adanya perbedaan tentang mathla
‟. Ada yang berpendapat bahwa hasil rukyat di suatu tempat berlaku untuk seluruh dunia, sebab
hadits Nabi: “Berpuasalah kamu jika melihat hilal...” adalah ditujukan untuk umat Islam di dunia. Pendapat ini dipegang Komisi Penyatuan Kalender Internasional. Di samping itu ada
pula yang berpendapat bahwa hasil rukyat suatu tempat hanya berlaku bagi suatu daerah kekuasaan hakim yang mengitsbatkan hasil rukyat tersebut. Pendapat lainnya mengatakan
bahwa hasil rukyat di suatu tempat hanya berlaku untuk daerah-daerah di mana posisi hilal memungkinkan dirukyat. Kedua, karena berbedanya penilaian terhadap keabsahan hasil
rukyat. Ini dapat disebabkan karena diragukannya “adalah” keadilan orang yang berhasil melihat hilal bisa dirukyat.
6
Dari penjelasan di atas bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan perbedaan itu terjadi. Peneliti ingin melihat yang menjadi penyebab perbedaan itu pada point pertama yaitu
perbedaan tentang mathla ‟, maksudnya adalah perbedaan pandangan para ulama tentang
mathla ‟ yang terbagi menjadi dua macam yaitu Ikhtilaful Matoli‟ dan Ittihadul Matoli‟.
Mengenai ikhtilaful matoli‟mathali‟ --yang digunakan sebagian orang sebagai alasan
untuk berbeda dalam berpuasa dan beridul fitri-- itu tidak lain merupakan manath fakta untuk penerapan hukum yang berkaitan dengan terbitnya hilal dan telah dibahas oleh para
ulama terdahulu. Fakta saat itu, kaum muslimin memang tidak dapat menginformasikan berita rukyatul hilal pada malam yang sama ke seluruh penjuru negara Khilafah Islamiyah yang
amat luas wilayahnya, disebabkan komunikasi yang sangat terbatas. Dalam konsep perbedaan matla‟ ikhtilaful mathla‟, setiap daerah yang berjarak 16 farsakh atau 120 km memiliki
6
Direktorat Jenderal Bimas dan Penyelenggraan Haji Direktorat Peradilan Agama, Selayang Pandang Hisab Rukyat, Jakarta:tp,2004, hal.3
mathla ‟ sendiri. Seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, dengan rukyat yang
dilakukan di Cakung, tapi tidak terikat dengan hasil rukyat di Pelabuhan Ratu. Begitu juga, penduduk Surabaya dan sekitarnya hanya terikat dengan rukyat di Sidoarjo dan seterusnya.
Dengan konsep mathla ‟ wilayah Indonesia yang jarak ujung Barat hingga ujung Timur sekitar
5200 km itu akan terbagi menjadi 43 mathla ‟.
7
Permasalahan perbedaan dalam mengawali dan mengakhiri bulan Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha ini hampir tiap tahun terjadi, khususnya di negeri mayoritas Muslim ini, Indonesia.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa permasalahan perbedaan itu terjadi pada masa dulu
–Khilafah Islamiyah- kemungkinan besar adalah disebabkan oleh sulitnya menyampaikan informasi ke negeri yang lain. Ini sangat menarik bagi penulis, karena seiring
dengan berkembangnya zaman semakin canggih alat untuk menyampaikan informasi ke daerah-daerah dan negeri-negeri Muslim lainnnya. Namun, mengapa perbedaan ini terus
terjadi di kalangan kaum Muslimin itu sendiri? Seharusnya dengan alat yang canggih itu mampu menyatukan kaum Muslimin seluruh dunia, tapi itu tidak terjadi. Ini yang membuat
penulis semakin terus ingin mengkaji. Namun anehnya fenomena yang sama tidak terjadi di belahan dunia Islam lainnya seperti
Timur Tengah dan Afrika. Kalaupun terdapat perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan, itu hanya terjadi antar negara bukan di satu negara sebagaimana kejadian di Indonesia.
8
Setelah penulis perhatikan bahwa banyak di antara ormas Islam khususnya di Indonesia, hanya Hizbut Tahrir yang tsiqah dengan konsep Khilafah, karena dengan Khilafahlah umat
7
Abdurrahman Al-Baghdadi, Umatku Saatnya Bersatu Kembali ”Telaah Kritis Perbedaan Penetapan Awal
dan Akhir Ramadhan”, Jakarta: INSAN Citra Media Utama hal.100-101
8
L. Supriadi, “Perbedaan Penentuan Awal Bulan Ramadhan dalam Tinjauan Fikih Islam”, artikel diakses
pada 27 Juli 2010 dari file:C:DocumentsandSettingsMicrosoftDesktopMATLAperbedaan penentuan awal bulan ramdhan dalam tinjaun fiqih islam615.htm
Islam bisa bersatu, seperti dalam hal ibadah, terutama dalam penentuan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 9, 10 Dzulhijjah merupakan perkara penting, karena menyangkut kewajiban
ibadah tertentu dan keharaman melakukan ibadah lainnya. Karenanya pijakan yang dipergunakan untuk menentukan awal bulan Qamariyah tersebut haruslah berdasarkan dalil-
dalil terkuat atau pandangan ulama. Oleh karena itu, penulis mencoba melakukan penelitian ini dengan mengambil judul
skripsi yaitu: “PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH DALAM PERSPEKTIF HIZBUT TAHRIR Studi Kasus Hizbut Tahrir Indonesia dalam Penentuan Awal Akhir
Ramadhan.