saja. Sedangkan di PT ABS upah yang didapatkan sebesar Rp 47.000,- tanpa harus ada potongan. Hal sesuai dengan penuturan EDS 50 tahun di bawah ini
13
. “PT PBB itu, sekarang kebingungan mencari buruh,
karena masyarakat sini pindah ke PT ABS yang upahnya lebih besar karena tidak ada potongan. Hari Jumat yang
cuma kerja setengah hari upahnya juga tetap penuh. Yah resikonya harus berangkat lebih pagi, tapi dari
perusahaan disediakan klotok yang mengantar jemput dari sungai besar sana. Jadi enak tidak perlu
mengeluarkan biaya lagi.” Rancana pembangunan kebun plasma di Unit Pemukiman Transmigrasi
UPT Simpang Nungki memerlukan beberapa sarana dan prasarana khusus yang harus dipersiapkan terlebih dahulu. Salah satu sarana yang penting adalah
koperasi anggota yang akan bertanggung jawab pada penjualan Tanda Buah Segar TBS petani plasma ke perusahaan. Saat ini, struktur koperasi sudah terbentuk
dan sudah memiliki badan hukum. Namun, kesepakatan-kesepakatan baik antara koperasi dengan perusahaan maupun antara koperasi dengan anggota terkait
kebun plasma belum dibuat. Persiapan-persiapan yang dilakukan untuk mempersiapkan pembangunan plasma adalah pendataan anggota koperasi yang
akan memplasmakan lahannya. Penandatanganan kesepakatan terkait kebun plasma anatara perusahaan dengan koperasi dan petani belum dapat dilaksanakan
karena sertifikat tanah masyarakat belum semua turun. Proses masuknya komoditas kelapa sawit dalam masyarakat transmigran
Simpang Nungki adalah pertanda masuknya moda produksi yang lebih modern dan kompleks. Perubahan komoditas yang disertai perubahan komoditas produksi
tersebut berjalan perlahan seiring pelaksanaan program plasma.
5.2.4 Pemanfaatan Lahan
Pemanfaatan lahan pertanian masyarakat Unit Pemukiman Transmigrasi UPT Simpang Nungki mengalami pergeseran yang cukup signifikan sejak
masuknya komoditas kelapa sawit. Perubahan komoditas pertanian masyarakat menjadi kelapa sawit lebih besar dibandingkan komoditas perkebunan yang lebih
dulu masuk yakni karet. Masyarakat yang awalnya menanam padi, palawija, dan
13
Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat pada tanggal 20 April 2011.
jeruk mulai menanam bibit kelapa sawit di lahan yang belum digarap. Beberapa petani menanam kelapa sawit dan jeruk di lahan yang sama karena perawatan
lahannya tidak jauh berbeda. Berikut disajiakan data perubahan komoditas pertanian masyarakat berdasarkan tahun.
Tabel 5.5 Jumlah Petani Kelapa Sawit Berdasarkan Tahun, 2005 - 2010
Tahun Jumlah
Persentase 2005
2006 2
2,78 2007
18 25,00
2008 27
37,50 2009
21 29,17
2010 4
5,55 Jumlah
72 100,00
Masyarakat yang memutuskan untuk menanam kelapa sawit di lahannya sebagian besar juga menanam komoditas lain yang lebih cepat menghasilkan. Misalnya saja
kelapa sawit dan palawija, padi, atau jeruk. Hal itu dilakukan masyarakat untuk menunjang kebutuhan sehari-hari karena masa panen kelapa sawit dapat dinikmati
setelah empat tahun masa tanam. Mayoritas petani yang menanam sawit pada masa ini adalah transmigran pendatang. Transmigran lokal lebih memilih untuk
menanam komoditas yang telah biasa ditanam. Transmigran lokal lebih memilih untuk menjual bibit sawit dan pupuk yang didapat dari program pengembangan
perkebunan kelapa sawit. Lahan pertanian masyarakat UPT Simpang Nungki banyak yang dibirakan
menganggur atau tidak digarap karena serangan hama tikus yang merusak kebun kelapa sawit warga saat air pasang. Modal yang besar untuk menanam kelapa
sawit secara mandiri memberatkan warga. Begitu juga dengan komoditas pertanian selain kelapa sawit. Kesuburan tanah yang semakin menurun dan iklim
yang tidak berubah-ubah membuat perawatan lahan pertanian semakin mahal. Keadaan tersebut membuat warga dengan modal kecil lebih memilih menjadi
buruh lepas perkebunan dibandingkan menggarap lahannya.
Gambar 4. Minat Petani Terhadap Program Plasma
Minat masyarakat akan semakin besar untuk membuka kebun kelapa sawit. Permasalahan tidak adanya modal atau pengetahuan tatacara perawatan
kebun yang baik dan alur proses hasil produksi pasca kebun dapat diatasi dengan program plasma-inti. Berdasarkan survei yang dilakukan kepada transmigran yang
tinggal di UPT Simpang Nungki, seratus persen masyarakat mengaku sangat berminat untuk beralih komoditas menjadi kelapa sawit. Sedangkan tidak semua
petani berminat untuk mengikuti program plasma seperti dijelaskan pada gambar 4 di atas.
Data di atas menjelaskan bahwa hampir semua masyarakat Unit Pemukiman Transmigrasi UPT Simpang Nungki berminat dan berencana untuk menikuti
program plasma yang diselenggarakan oleh PT PBB. Masyarakat yang tidak berminat memplasmakan lahannya hanya sekitar 13 saja. Mayoritas masyarakat
yang tidak berminat untuk memplasmakan lahannya adalah petani yang telah membangun perkebunan kelapa sawit secara mandiri. Masyarakat rata-rata
memiliki modal yang cukup untuk membangun dan merawat kebunnya sendiri. Masyarakat beranggapan bahwa keputusan bergabung dengan program plasma-
inti akan merugikan petani karena kredit yang diajukan oleh perusahaan sangat memberatkan.
5.3 Pasca Masuknya Komoditas Kelapa Sawit Akhir 2011 dan Perubahan Agraria Lokal