5.4 Keberhasilan Program Transmigrasi
Keberhasilan program transmigrasi dapat dilihat dari kesesuaian antara tujuan dari program transmigrasi dan capaian di lapangan. Tujuan awal program
transmigrasi adalah mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk di Pulau Jawa, memberikan kesempatan bagi orang yang mau bekerja, dan memenuhi
kebutuhan tenaga kerja untuk mengolah sumber daya di pulau lain. Perubahan- perubahan yang telah di jelaskan sebelumnya melalui periodisasi jenis komoditas
pertanian masyarakat dapat membantu menjelaskan keberhasilan program transmigrasi di lapangan. Transmigrasi memberikan kesempatan pada masyarakat
golongan menengah ke bawah untuk memiliki lahan dan mengusahakannya di wilayah tujuan transmigrasi. Lapangan kerja banyak tersedia di wilayah baru
tersebut baik untuk menggarap lahan yang diberikan maupun untuk bekerja di sektor-sektor lain di sekitar wilayah transmigrasi. Jika di lihat sekilas, maka
tujuan transmigrasi sudah tercapai. Namun, kenyataan lapang menjelaskan fakta yang berbeda.
Transmigran umumnya memiliki pendidikan yang rendah berdasarkan syarat menjadi transmigran dengan ketrampilan terbatas. Kesempatan kerja yang
tersedia untuk transmigran umumnya hanya pada lapisan bawah, misalnya sebagai buruh perkebunan dan pekerja bangunan. Kondisi lingkungan yang berbeda
dengan daerah asal menjadi hambatan bagi transmigran untuk mendapatkan hasil besar dari lahan pertaniannya. Minimnya sarana dan prasarana yang disediakan
pemerintah juga mendorong kegagalan transmigran. Hal ini dibuktikan data lapang bahwa lebih dari 50 persen transmigran telah pergi meninggalkan UPT
Simpang Nungki. Transmigran sebagai orang baru di wilayah tujuan transmigrasi umumnya sulit membangun jejaring dengan pihak-pihak yang memiliki posisi
strategis. Hal-hal tersebut membuat transmigran sulit berkembang, seperti pendapat Pak EDS 50 tahun berikut:
“Transmigran biasanya sulit berkembang di masa awal kedatangannya,
Ding. Yah
memang begitulah
keadaannya, dengan ketrampilan terbatas mereka ga bisa memasuki sektor-sektor yang lebih tinggi. Ada satu yang
diterima sebagai pegawai negeri kabupaten karena
pendidikannya tinggi. Tapi yang lain kan umumnya rendah. Selain itu, kalo ada masalah misalnya modal atau
yang lainnya mereka juga bingung mau minta bantuan ke siapa. Padahal asal ada kemauan aja banyak yang mau
membantu tapi ya susah. Biasanya keadaan mereka membaik saat sudah di bangun plasma kelapa sawit
seperti di daerah lain” Tekanan yang datang membuat transmigran tidak memiliki pilihan lain bagi
transmigran yang minim akses dan jejaring selain menjual lahan kepada pemodal yang ingin bergabung dengan program plasma. Petani yang mampu bertahan juga
tidak memiliki pilihan selain bergabung dengan plasma perusahaan yang ditentukan pemerintah. Pembentukan lapisan baru sebagai petani tak berlahan
pada periode ketiga akhir 2011 menunjukkan bahwa pemerintah sebagai penyelenggara program transmigrasi tidak mampu membantu transmigran
mengatasi masalah. Pola yang terbentuk pada akhirnya tak jauh berbeda dengan keadaan di Jawa bahwa yang memiliki modal yang dapat bertahan dan
berkembang. Hal ini membuktikan bahwa tujuan transmigrasi belum tercapai.
5.5 Ikhtisar