Filsafat sebagai Sumber Etika:

2. Filsafat sebagai Sumber Etika:

  Pada bagian ini akan dijelajahi kemungkinan fungsi filsafat bagi Ilmu Ekonomi Islam .

a. Dari Filsafat Politik ke Etika Adminsitrasi Pendidikan

  Untuk memperjelas hubungan antara filsafat dengan Filsafat ekonomi, berikut dikemukakan hubungan antara struktur ilmu filsafat dengan pendidikan. Struktur ilmu yang dimaksud adalah ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi adalah Apa yang paling mendasartertinggi yang bisa diketahui, dan bagaimana kita bisa mengetahuinya? Epistemologia dalah Apakah realitas ontologis itu benar dan bagaimana cara mengetahuinya?; dan Aksiologi adalah Apakah kebaikan tertinggi itu?

  Untuk dapat sampai pada rumusan Filsafat ekonomi, ketiga struktur ilmu Filsafat ini membutuhkan perantara. Misalnya, bila Filsafat ekonomi yang hendak dirumuskan adalah filsafat ekonomi dengan tujuan sosial, maka hubungannya akan

  berbentuk : Ontologi – Epistemolog – Aksiologi (mencakup dalam) Teori Moral 164 ,

  Apakah perilaku antarmanusia yang baik itu? Apakah perilaku antarmanusia yang baik itu?

  Karena itu, dapat dipahami, bahwa tidak semua filsafat secara langsung memuat kajian tentang ekonomi. Filsafat Ekonomi bisa jadi merupakan penarikan dan peramalan berdasarkan filsafat yang lebih murni --yang hanya menyebutkan sekilas mengenai persoalan belajar-mengajar (atau pendidikan). Mungkin, filsafat murni itu hanya menggambarkan sekilas mengenai pendidikan, lalu dirasionalisasikan untuk mengabsahkan praktik-praktik pendidikan.

  Filsafat Ekonomi didasarkan pada kegiatan ekonomi yang melibatkan relasi antar manusia, karena itu filsafat ekonomi dapat dikaitkan dengan etika sosial. Filsafat Ekonomi dapat bermula dari prinsip nilai (yang menjadi landasan bagi) prinsip-prinsip moral, lalu prinsip moral ini berfungsi sebagai dasar pembentukan kebijakan-kebijakan moral; kebijakan moral adalah dasar bagi pembentukan kebijakan politik; kemudian pada tahap akhir kebijakan politik ini memengaruhi kebijakan ekonomi. Ini Untuk memperjelas hubungan tersebut dapat dikemukakan uraian dari prinsip-prinsip tersebut:

  a) Prinsip-prinsip nilai: Apa yang ideal? Apakah yang memiliki kebaikan tertinggi? (sebagai landasan bagi tindakan Ekonomi)

  b) Prinsip-prinsip moral: Apa pengaruh yang ideal tadi terhadap perilaku manusia dalam masyarakat? Perilaku apa yang paling bermoral? (sebagai dasar pembentukan peserta didik dalam kegiatan ekonomi)

  c) Kebijakan-kebijakan Moral: Tindakan macam apakah yang disyaratkan oleh sistem prinsip-prinsip moral ini bila dilihat dalam kondisi yang ada sekarang? Tindakan apa yang praktis? (sebagai dasar bagi praktik ekonomi)

  d) Kebijakan-kebijakan Politik: Kondisi-kondisi seperti apa, lembaga-lembaga apa, dan hubungan antar lembaga yang seperti apakah yang perlu ada bagi penanaman dan pelestarian kebijakan-kebijakan moral semacam itu? Bagaimana moralitas bisa dilembagakan sebagai aspek kelanjutan masyarakat secara luas? (sebagai landasan bagi penyediaan konteks ekonomi)

  e) Kebijakan-kebijakan ekonomi. Pengetahuan atau teori macam apakah yang diperlukan, dan bagaimana ia mendasari kegiatan ekonomi di tengah masyarakat?

b. Rumusan Etika Ekonomi

  Sudut pandang individu hanya menilai maksud, mengutuk hasrat-hasrat jahat, menentukan batas-batas kekerasan, tetapi tidak memberi pemacu ke tindakan. Atau dari sudut pandang moral dapat dikatakan bahwa moral cenderung melarang dan

  165 Apakah organisasi politik yang baik itu? 166 Pengetahuan macam apa yang diperlukan dan bagaimana semestinya ia ditanamkan.

  kurang membekali perwujudan tindakan. Keputusan (tindakan) moral merupakan hasil kesadaran dan rasa hormat pada hak-hak, nilai dan prinsip-prinsip yang disepakati bersama demi kesejahteraan umum. Agar visi moral seseorang atau suatu kelompok bisa dilaksanakan dalam tindakan kolektif dibutuhkan mediasi yang berupa simbol-simbol, nilai-nilai (simbol, agama, nilai keadilan) dan sejarah suatu komunitas.

  Pada titik inilah diperlukan negara yang menyaurkan ideal moral dari individu-individu menjadi ideal moral bersama, ‖ Negara adalah organisasi suatu komunitas yang menyejarah (dengan diorganisiri dalam bentuk negara, komunitas ini mampu mengambil keputusan-keputusannya‖ (Eric Weil, 1956, hal, 31). Lebih dari itu, moral yang bersifat cara pandang harus diwujudkan dalam bentuk penggerak tindakan, yaitu etika; karena itu etika ekonomi dibutuhkan.

  Etika Ekonomi tidak hanya masalah perilaku administrator. Etika ini berhubungan juga dengan praktik institusi. Keutamaan (yang menjadi tujuan dari etika) dalam etika ekonomi tidak juga bersifat pribadi, melainkankan sekaligus keutamaan individu dan keutumaan tujuan ekonomi. Keutamaan individu merupakan faktor stabilitas tindakan yang berasal dari dalam diri perilaku. Pada keutamaan individu ini muncul etika-etika pribadi seperti integritas, kejujuran, saling menyayangi, dan sejenisnya. Sedangkan keutamaan kegiatan ekonomi adalah penjamin stabilitas tindakan dari luar diri perilaku.

  Etika Ekonomi memiliki tiga dimensi; pertama tujuan, kedua menyangkut sarana, dan ketiga adalah tindakan ekonomi yang menyangkut perilaku pelaku.

  TUJUAN:

  Kesejahteraan umum dan kedamaaian dalam kebebasan dan keadilan

  PRAKTEK EKONOMI

  SARANA

  AKSI Rasionalitas ekonomi dalam: orientasi situasi,

  Tatanan Politik (hukum dan institusi): prinsip

  persepsi kepentingan, manajemeni konflik, disposisi

  solidaritas dan subsidiaritas, keadilan

  kekuasaan, menghindari ketidakadilan.

  procedural, dan penerimaaan pluralitas

  Keutamaan dalam rasionalitas ekonomi: kebijakan,

  Struktur social direkayasa secara politik

  keadilan, keberanian, penguasaan diri

  Pertama, tujuan, tujuan terumuskan dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat dan hidup dalam yang didasarkan pada kebebasan dan keadilan. Dalam negara demokratis, pemerintah mempunia komitmen terhadap penyelenggaraan negara dan bertanggung jawab atas komitmen tersebut: kesejahteraan masyarakat dan hidup damai. Menghadapi masalah-masalah negara, kebijakan umum pemerintah harus terumus jelas dalam hal prioritas, program, metode, dan pendasaran filosofisnya. Lalu menjadi transparan apa yang harus dipertanggungjawabkan. Kejelasan tujuan yang terumus dalam kebijakan publik akan menunjukkan ketajaman visi seorang pemimpin

  Kedua, unsur dari etika ini adalah sarana yang memungkinkan pencapaian tujuan. Dimensi ini meliputi sisitem dan prinsip-prinsip dasar pengorganisasian praktik penyelenggaraan dan yang mendasari institusi-institusi sosial. Hal yang terakhir ini ikut menentukan pengaturan perilaku masyarakat dalam menghadapi masalah-masalah dasar. Pola-pola ini mengandung imperatif normatif yang disertai sangsi. Dimensi sarana ini mengandung dua pola normatif; pertama solidaritas dan sibsidiaritas, penerimaan pluralitas; struktur sosial ditata secara politik menurut prinsip keadilan. Maka asas kesamaan dan masalah siapa yang diuntungkan dan dirugikan oleh hukum dan insitusi relevan untuk dibahas; kedua kekuatan-kekuatan politik ditata sesuai dengan prinsip timbal balik. Dimensi moral pada tingkat sarana ini terletak pada peran etika dalam menguji dan mengritisi legitimitas keputusan- keputusanm insitusi-insitutsi dan praktik-praktik administrasi.

  Ketiga, Aksi ekonomi. Dalam dimensi ini pelaku memegang pera sebagai yang menentukan rasionalitas tindakan. Rasionalitas terdiri dari rasionalitas tindakan dan keutamaan (kualitas moral pelaku). Tindakan ekonomi dianggap rasional bila pelaku mempunyai orientasi situasi dan paham permasalahan. Ini mengandaikan kemampuan mempersepsi kepentingan-kepentingan yang dipertaruhkan berdasarkan peta kekuatan politik yang ada. Menghindari kekerasan menjadi imperatif moral, maka manajemen konflik menjadi syarat aksi politik etis. Oleh karena itu, aksi mengandaikan keutamaan: penguasaan diri dan keberanian memutuskan serta menghadapi resikonya. Pada dimensi tindakan ini etika identik dengan tindakan yang rasional dan bermakna. Tindakan ekonomi dapat bermakna ketika memperhitungkan reaksi yang lain, harapan, protes, kritik, persetujuan, penolakan. Makna etis akan semakin muncul bila tindakan didasari oleh bela rasa dan keberpihakan pada yang lemah atau korban.

  Rumusan Etika ekonomi ini merupakan perubahan atau penyesuaian dari Bernhard Sutor, Politiche Ethik, Ferdinand Schoningh, Pederborn, 1991 yang merumuskan pentingnya etika politik. Perubahan ini dianggap wajar, terutama karena pada awal tulisan ini telah ditegaskan bahwa Filsafat ekonomi merupakan kerangka Filsafat yang diturunkan dari Filsafat Politik.