Memahami Teori Etika The Friendly Society

2. Memahami Teori Etika The Friendly Society

  Dalam bukunya yang berjudul The Theory of Moral Sentiments, Smith mengembangkan pemikirannya tentang masyarakat sebagai kulub persahabatan yang disebutnya sebagai the friendly society. Ia menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki kebebasan dan perasaan simpati satu sama lain dan secara bersama terdorong untuk membentuk suatu masyarakat bersahabat.

  Smith meyakini bahwa simpati merupakan sebuah prinsip hakiki yang melekat pada kodrat manusia. Alam telah melengkapi manusia dengan prinsip yang membuatnya harus ―menaruh perhatian pada kemakmuran orang lain dan merasakan bahwa kebahagiaan orang lain perlu diusahakan‖. Masyarakat dengan prinsip ini, bagi Smith, adalah makhluk organis yang keterhubungannya dengan orang lain ditentukan oleh peraaan bahwa kebahagiaan orang lain harus mendapat perhatian.

  Gagasan mengenai The Friendly Society ini kemudian dirumuskan ke dalam dua bagian penting: Teori simpati dan teori Penonton tak Berpihak

a. Simpati sebagai kodrat manusia

  Simpati bukan sekadar perasaan belaka, melainkan satu prinsip rasional yang universal. Simpati juga sebuah naluri untuk kebahagiaan orang lain di sekitarnya. Simpati, dengan demikian, bukan hasil dari proses sosialisasi. Justru, sosialisasi hanya mungkin karena masing-masing manusia memiliki simpati.

  Sebagai kodrat simpati dapat dipahami dalam beberapa segi:

  1. Simpati berarti kemampuan psikologis-kognitif. Sebagai kemampuan psikologis kognitif, simpati dipahami sebagai mekanisme pengubahan posisi kita secara imajinatif ke dalam situasi orang lain. Simpati dalam hal ini adalah pengetahuan tentang situasi konkret orang lain. Jenis pengetahuan yang berdasar atas simpati bersifat personal, suatu pengetahuan yang didasarkan pada kedekatan setiap orang dengan orang lain. Suatu kedekatan yang menyebabkan seseorang dapat memahami situasi konkret orang lain.

  2. Simpati juga berarti suatu semangat solidaritas sosial. Simpati adalah factor penghubung di antara manusia yang memiliki kodrat sebagai makhluk sosial, 2. Simpati juga berarti suatu semangat solidaritas sosial. Simpati adalah factor penghubung di antara manusia yang memiliki kodrat sebagai makhluk sosial,

  3. Simpati mengandung makna ontologis moral. Simpati terjadi di antara manusia hanya karena orang lain adalah manusia juga. Semua manusia sama, sebagai pemilik simpati, karena itu tidak ada pemisah antara ―kita‖ dan ―orang lain‖. Simpati menunjukkan bahwa rasa setia kawan terhadap manusia merupakan perasaan alamiah untuk menjaga keserasian dengan semua manusia, sehingga terjadi keserasian total dengan semua manusia. Simpati dapat juga dimaknasi sebagai perasaan moral yang membuat manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah.

b. Teori Penonton Tak Berpihak

  Teori Penton tak berpihak sebenarnya dimulai dari gagasan Imanuel Kant, bahwa pada diri manusia dalam dirinya sendiri terdapat ―penonton tak berpihak‖. Pada lubuk hati setiap orang adalh sosok yang memutuskan segala sesuatu (benar atau salah) tanpa memihak pada apa pun. Sosok yang bersemayam dalam diri ini adalah pengamat yang memberikan penilaian atas semua tindakan manusia secara adil, ia memandang dan menimbang segala sesuatu dan menjadi hakim dalam diri sendiri. Dari gagasan tentang ―penonton tak berpihak‖ ini, Kant kemudian merumuskan prinsip etika otonom. Prinsip otonomi etis ini menegaskan bahwa seseorang dapat menentukan dengan pertimbangannya sendiri atas pilihan untuk melakukan tindakan baik atau tidak baik.

  Teori ―penonton tak berpihak‖ ini bagi Smith adalah orang yang memiliki simpati. Penonton tak berpihak adalah seorang indvidu, seorang pribadi ideal yang di satu pihak memiliki perasaan simpati pada orang lain, tetapi dipihak lain ia tetap obyektig pada orang lain (memiliki kemampuan untuk menilai kebenaran dari satu tindakan).

  Penonton tak berpihak bagi Smith memiliki beberapa pemahaman. Pertama, penonton tak berpihak adalah sanubari yang mengontrol perasaan dan tindakan. Penonton tak berpihakdapat disamakan dengan hati ―nurani‖, yang (1) muncul pada saat seseorang ingin mengambil keputusan dalam melakukan sesuatu, (2) berperan penting pada saat seseorang ingin menilai (seperti hakim) tindakan yang dijalankannya.

  Kedua, penonton tak berpihak adalah suara hati masyarakat. Walaupun ia milik nurani manusia secara pribadi, namun karena ia adalah kodrat manusia maka diasumsikan semua manusia memiliki ―penonton tak berpihak‖. Pada sisi lain, ia dianggap sebagai suara hati masyarakat karena ketika kita menilai suatu tinadkan tidak hanya dari sudut pandang diri pribadi, melainkan juga (dari sisi simpati) dari Kedua, penonton tak berpihak adalah suara hati masyarakat. Walaupun ia milik nurani manusia secara pribadi, namun karena ia adalah kodrat manusia maka diasumsikan semua manusia memiliki ―penonton tak berpihak‖. Pada sisi lain, ia dianggap sebagai suara hati masyarakat karena ketika kita menilai suatu tinadkan tidak hanya dari sudut pandang diri pribadi, melainkan juga (dari sisi simpati) dari

  Ketiga, penonton tak berpihak adlah suara dari umat manusia seluruhnya. Ini tentu didasarkan pada argument, bahwa kodrat manusia adalah bersimpati. Manusia, dalam pemikiran Smith, adalah orang yang memiliki simpati, orang yang berpkepribadian sebagai ―penonton tak berpihak‖ dan yang mengikuti hokum alam dalam dirinya.

c. Teori Masyarakat Bersahabat

  Masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang warganya memiliki simpati, yang memberi perhatian pada nasib orang lain. Inilah yang disebut masyarakat bersahabat. Masyarakat ini dibangun atas dasar simpati yang setiap anggota masyarakatnya melakukan sharing (kegiatan berbagi) perasaan satu sama lain. Kegiatan sharing (kegiatan berbagi) perasaan satu sama lain ini dinamakan Smith dengan istilah fellow feeling.

  Teori simpati pada masyarakat bersahabat ini adalah salah kritik Smith terhadap Fisiokraris. Bagi Fisiokratis kemakmuran ekonomi terletak pada pemenuhan kebutuhan fisik. Smith menegaskan bahwa disamping kebutuhan fisik, masyarakat membutuhkan kebutuhan psikologis: kebutuhan akan simpati atau fellow feeling.

  Pada titik ini Smith kemudian merumuskan bahwa kemakmuran dan kemajuan ditentukan secara psikologis (bukan fisik). Seseorang yang makmur sebenarnya tidak dikejar oleh kebutuhan fisik, melainkan oleh simpati terhadap orang lain. Kemajuan dan kemakmuran tergantun pada urgensi untuk member kesenangan pada orang lain. Untuk itu para ekonom harus memberi perhatian pada factor psikologis.

  Ekonomi seharusnya tidak hanya mengurusi masalah kebutuhan fisik, tetapi harus berkembang dari penghargaannya terhadap manusia. Martabat manusia adalah tujuan ekonomi, artinya ekonomi mau tidak mau harus bersentuhan dengan martabat manusia, dengan cita-cita dan haknya.