Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara

(1)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Adjie, Habib, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung jawab Sosial Perseroan Terbatas, Bandung: CV. Mandar Maju, 2008.

Ali, H. Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.


(2)

Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002.

Harjono, Dhaniswara K, Hukum Penanaman Modal, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007.

H. Salim, HS., Hukum Pertambangan Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.

Ilmar, Aminuddin, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007.

Kerlinger, Ferd. N, Asas-Asas Penelitian Behavioral, Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1996.

Muis, Abdul, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1990.

Rahman, Reza, Corporate Social Responsibility: antara Teori dan Kenyataan, Yogyakarta: Media Pressindo, 2009.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.


(3)

Susanto, A.B., Reputation-Driven Corporate Social Responsibility: Pendekatan Strategi Management dalam CSR, Jakarta: Esensi, divisi Penerbit Erlangga, 2009.

Widjaja, Gunawan dan Yeremia Ardi Pratama, Risiko Hukum & Bisnis Perusahaan Tanpa CSR, Jakarta: Forum Sahabat, 2008.

II. Website

2010.

September 2010.

September 2010.


(4)

2010.

2010.

2010.

III. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.


(5)

BAB III

PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN DI INDONESIA

A. Pengertian Kegiatan Usaha Pertambangan

Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam bumi Indonesia.70

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Pasal 1 butir (1) disebutkan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.71

Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, kostruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.72

70

H. Salim HS., Loc.cit.

71

Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

72

Pasal 1 butir (6) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha pertambangan bahan-bahan galian dibedakan menjadi 6 (enam) macam yaitu:


(6)

1. Penyelidikan umum, adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.

2. Eksplorasi, adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.

3. Operasi produksi, adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.

4. Konstruksi, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.

5. Penambangan, adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batu bara dan mineral ikutannya.

6. Pengolahan dan pemurnian, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batu bara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.

7. Pengangkutan, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batu bara dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.

8. Penjualan, adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau batu bara


(7)

Usaha pertambangan ini dikelompokkan atas:73 1. Pertambangan mineral; dan

2. Pertambangan batu bara.

Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.74 Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.75 Pertambangan mineral digolongkan atas:76

1. Pertambangan mineral radio aktif; 2. Pertambangan mineral logam; 3. Pertambangan mineral bukan logam; 4. Pertambangan batuan.

Batu bara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.77

73

Pasal 34 ayat (1)Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

74

Pasal 1 butir (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

75

Pasal 1 butir (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

76

Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

77

Pasal 1 butir (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.


(8)

pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.78

B. Bentuk Kerjasama Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan

Penanaman modal asing di bidang pertambangan di luar minyak dan gas bumi dilaksanakan dalam bentuk kontrak karya.79 Kontrak karya merupakan kontrak yang dikenal dalam bidang pertambangan di luar minyak dan gas bumi, seperti kontrak karya dalam penambangan batu bara dan pertambangan umum.80Kontak karya merupakan suatu bentuk usaha kerja sama antara penanaman modal asing dengan modal nasional yang terjadi apabila penanam modal asing membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan perjanjian kerja sama dengan suatu badan hukum yang mempergunakan modal nasional.81

Kontrak Karya bidang pertambangan dapat dilakukan dengan persyaratan:

82

1. Kerja sama dengan pemerintah;

2. Kontrak Karya atau bentuk lain sesuai dengan Peraturan Pemerintah, dimana pihak asing sebagai kontraktor;

3. Mendapat pengesahan dari pemerintah setelah konsultasi dengan DPR.

78

Pasal 1 butir (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

79

Salim HS., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2003), hal. 80.

80

Ibid., hal. 63.

81

Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia”, (Jakarta: Kencana, 2007),

hal. 63-64.

82

Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,


(9)

Penentuan persyaratan yang demikian adalah mengingat bahwa pemerintah merupakan pemegang Kuasa Pertambangan sehingga swasta (asing) hanya dapat sebagai kontraktor atau mengusahakan bidang tertentu seperti eksploitasi dan eksplorasi.83

Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam rangka Penanaman Modal Asing, proses untuk mengajukan permohonan kontrak karya diajukan kepada Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, gubernur, bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya masing-masing.84

Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral berwenang untuk pemrosesan permohonan kontrak karya dari pemohon apabila wilayah kontrak karya terletak dalam beberapa wilayah provinsi dan tidak dilakukan kerja sama antarprovinsi dan/atau di wilayah laut yang terletak di luar 12 mil laut. Gubernur berwenang untuk pemrosesan permohonan kontrak karya dari pemohon apabila wilayah kontrak karya terletak dalam beberapa wilayah kabupaten/kota dan tidak dilakukan kerja sama antara kabupaten/kota maupun antara kabupaten dan kota dengan provinsi dan/atau di wilayah laut-laut yang terletak antara 4 sampai dengan 12 mil laut. Bupati/walikota berwenang untuk pemrosesan permohonan kontrak karya dari pemohon apabila wilayah kontrak karya terletak dalam

83

Ibid., hal.170.

84 H. Salim HS.,


(10)

beberapa wilayah kabupaten/kota dan/atau di wilayah laut-laut sampai dengan 12 mil laut.85

Permohonan kontrak karya baru dilakukan apabila telah terbit persetujuan pencadangan wilayah pertambangan oleh menteri atau gubernur , atau bupati/walikota. Permohonan kontrak karya itu diajukan oleh pemohon kepada pejabat sesuai dengan kewenangannya, dengan melampirkan:86

1. peta wilayah yang diterbitkan oleh Unit Pelayanan Informasi Wilayah Pertambangan (UPIWP) Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral;

2. salinan fotokopi tanda terima penyetoran uang jaminan kesungguhan dari Bank Pemerintah untuk wilayah yang berada pada kewenangan pemerintah atau Bank Pembangunan Daerah untuk wilayah yang berada pada kewenangan pemerintah daerah, atau salinan/kopi tanda pengiriman uang (transfer) dari bank pemohon;

3. laporan tahunan perusahaan pemohon dan laporan keuangan untuk periode tiga tahun yang telah diaudit oleh akuntan publik, apabila waktu pendirian perusahaan pemohon kurang dari tiga tahun, dapat menggunakan laporan untuk perusahaan atau afiliasinya dengan syarat bahwa induk perusahaan atau afiliasi tersebut memberikan pernyataan akan menyediakan dana bagi pelaksanaan kontrak karya dimaksud;

4. surat kuasa khusus dari direksi yang diketahui oleh komisaris perusahaan kepada wakil yang ditugasi menandatangani permohonan atau melakukan

85

Ibid., hal. 151.

86


(11)

perundingan atau membubuhkan paraf rancangan atau penandatanganan kontrak karya apabila direksi tidak melaksanakan sendiri;

5. kesepakatan bersama dalam hal pemohon lebih dari satu;

6. tanda terima Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak tahun terakhir atau NPWP bagi perusahaan nasional.

Di samping syarat tersebut, pemohon kontrak karya juga harus menyampaikan syarat-syarat lainnya yang disampaikan dalam waktu satu bulan sejak diberikan persetujuan prinsip oleh Direktur Jenderal atau gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, yang meliputi:87

1. rencana kerja dan anggaran sampai dengan tahap penyelidikan umum; 2. akta pendirian perusahaan;

3. perjanjian kerja sama (joint venture agreement) dalam hal pemohon lebih dari satu;

4. surat pernyataan dari pemegang kuasa pertambangan dalam hal wilayah kuasa pertambangan dimaksud akan digabung menjadi wilayah kontrak karya; 5. salinan Keputusan Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral

atau gubernur atau bupati/walikota yang masih berlaku tentang pemberian kuasa pertambangan.

Prosedur permohonan kontrak karya yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, antara lain:88

87

Ibid., hal. 152-153.

88


(12)

1. pengajuan permohonan kontrak karya kepada Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral.

2. Direktur Pengusahaan Mineral dan Batu Bara menyampaikan hasil pemrosesan dan menyiapkan konsep persetujuan prinsip atau penolakan Direktur Jenderal.

3. Penyampaian persetujuan prinsip atau penolakan Direktur Jenderal kepada pemohon.

4. Direktur Jenderal menugaskan Tim Perunding untuk melaksanakan perundingan/ penjelasan naskah KK dengan pemohon.

5. Tim Perunding melaksanakan perundingan/ penjelasan naskah KK dengan pemohon.

6. Ketua Tim Perunding menyampaikan hasil perundingan yang telah dibubuhi paraf bersama pemohon kepada Direktur Jenderal.

7. Direktur Jenderal menyampaikan naskah KK yang telah dibubuhi paraf bersama antara gubernur dan bupati/walikota kepada menteri.

8. a. Menteri menyampaikan naskan KK kepada DPR RI untuk dikonsultasikan. b. Menteri menyampaikan naskan KK kepada BKPM untuk mendapat

rekomendasi.

9. a. DPR RI menyampaikan tanggapan atas naskah KK kepada menteri. b. BKPM menyampaikan rekomendasi kepada presiden untuk persetujuan. 10. Menteri mengajukan permohonan kepada presiden untuk mendapat


(13)

11. Presiden memberikan persetujuan sekaligus memberikan wewenang kepada menteri untuk dan atas nama pemerintah menandatangani KK.

12. Penandatangan KK antara menteri atas nama pemerintah dengan pemohon dan disaksikan oleh gubernur atau bupati/walikota setempat.

Prosedur permohonan kontrak karya yang diajukan kepada gubernur, antara lain:89

1. Permohonan kontrak karya diajukan kepada gubernur.

2. Penyampaian persetujuan prinsip atau penolakan gubernur kepada pemohon. 3. Gubernur meminta kepada Direktur Jenderal dan bupati/walikota mengenai

pejabat yang ditunjuk dan ditugaskan sebagai anggota Tim Perunding yang akan dibentuk oleh gubernur. Selanjutnya Direktur Jenderal mengkoordinasikan penunjukan anggota Tim gubernur Perunding dari Departemen Energi dan Sumber daya Mineral dan Instansi Terkait di Pusat. 4. Gubernur membentuk Tim Perunding yang diketuai oleh pejabat yang

ditunjuk dan sekaligus menugaskan tim tersebut untuk melaksanakan perundingan/penjelasan naskah KK kepada pemohon.

5. Tim Perunding melaksanakan perundingan/ penjelasan naskah KK dengan pemohon.

6. Ketua Tim Perunding menyampaikan hasil perundingan yang telah dibubuhi paraf bersama pemohon kepada gubernur.

7. gubernur menyampaikan naskah KK yang telah dibubuhi paraf bersama antara bupati/walikota kepada Direktur Jenderal.

89


(14)

8. direktur Jenderal menyampaikan naskah KK yang telah dibubuhi paraf kepada menteri.

a. Menteri menyampaikan naskan KK kepada DPR RI untuk dikonsultasikan. b. Menteri menyampaikan naskan KK kepada BKPM untuk mendapat

rekomendasi.

9. a. DPR RI menyampaikan tanggapan atas naskah KK kepada menteri. b. BKPM menyampaikan rekomendasi kepada presiden untuk persetujuan. 10. Menteri mengajukan permohonan kepada presiden untuk mendapat

persetujuan KK.

Presiden memberikan persetujuan sekaligus memberikan wewenang kepada menteri untuk dan atas nama pemerintah menandatangani KK. Penandatanganan KK/PKP2B antara menteri atas nama pemerintah dengan pemohon dan disaksikan oleh gubernur atau bupati/walikota setempat. Melihat prosedur tersebut tampak bahwa gubernur hanya berwenang untuk:90

1. Penerbitan keputusan gubernur tentang persetujuan pencadangan wilayah pertambangan;

2. Memberikan persetujuan prinsip;

3. Membentuk tim perunding kontrak karya;

4. Manyampaikan naskah KK yang telah dibubuhi paraf bersama gubernur kepada Direktur Jenderal;

5. Menyaksikan penandatanganan KK antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atas nama pemerintah dengan pemohon.

90


(15)

Prosedur untuk mengajukan permohonan kontrak karya yang diajukan kepada bupati/walikota, antara lain:91

1. Permohonan kontrak karya diajukan kepada bupati/walikota. 2. bupati/walikota menyiapkan konsep persetujuan prinsip.

3. Penyampaian persetujuan prinsip atau penolakan bupati/walikota kepada pemohon.

4. bupati/walikota meminta kepada gubernur dan Direktur Jenderal mengenai pejabat yang ditunjuk dan ditugaskan sebagai anggota Tim Perunding yang akan dibentuk oleh bupati/walikota. Selanjutnya Direktur Jenderal mengoordinasikan penunjukan anggota Tim Perunding dari Departemen Energi dan Sumber daya Mineral dan Instansi Terkait di Pusat.

5. bupati/walikota membentuk Tim Perunding yang diketuai oleh pejabat yang ditunjuk dan sekaligus menugaskan tim tersebut untuk melaksanakan perundingan/penjelasan naskah KK kepada pemohon.

6. Tim Perunding melaksanakan perundingan/penjelasan naskah KK dengan pemohon.

7. Ketua Tim Perunding menyampaikan hasil perundingan yang telah dibubuhi paraf bersama pemohon kepada bupati/walikota.

8. bupati/walikota menyampaikan naskah KK yang telah dibubuhi paraf bersama gubernur kepada Direktur Jenderal.

9. direktur Jenderal menyampaikan naskah KK yang telah dibubuhi paraf kepada menteri.

91


(16)

10. a. Menteri menyampaikan naskah KK kepada DPR RI untuk dikonsultasikan.

b. Menteri menyampaikan naskah KK kepada BKPM untuk mendapat rekomendasi.

11. a. DPR RI menyampaikan tanggapan atas naskah KK kepada menteri. b. BKPM menyampaikan rekomendasi kepada presiden untuk persetujuan. 12. Menteri mengajukan permohonan kepada presiden untuk mendapat

persetujuan KK.

13. Presiden memberikan persetujuan sekaligus memberikan wewenang kepada menteri untuk dan atas nama pemerintah menandatangani KK.

Penandatanganan KK/PKP2B antara menteri atas nama pemerintah dengan pemohon dan disaksikan oleh gubernur atau bupati/walikota setempat. Melihat prosedur tersebut tampak bahwa bupati/walikota hanya berwenang untuk:92

1. Penerbitan keputusan bupati tentang persetujuan pencadangan wilayah pertambangan;

2. Memberikan persetujuan prinsip;

3. Merundingkan naskah kontrak karya dengan pemohon; 4. Membentuk Tim Perunding kontrak karya;

5. Manyampaikan naskah KK yang telah dibubuhi paraf bersama gubernur kepada Direktur Jenderal;

6. Menyaksikan panandatanganan KK antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atas nama pemerintah dengan pemohon;

92


(17)

Bentuk kontrak karya yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan penanam modal asing atau patungan antara perusahaan asing dengan perusahaan domestik untuk melakukan kegiatan di bidang pertambangan umum adalah berbentuk tertulis. Substansi kontrak karya tersebut disiapkan oleh Pemerintah Repulbik Indonesia c.q. Departemen Pertambangan dan Energi dengan calon penanam modal. 93

C. Syarat Dalam Melaksanakan Kegiatan Usaha Pertambangan

Dalam melaksanakan usaha-usaha pertambangan dilakukan dalam bentuk: 1. Izin Usaha Pertambangan (IUP)

IUP ini diberikan oleh:94

a. Bupati/Walikota apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) berada di dalam satu wilayah Kabupaten/Kota;

b. Gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah Kabupaten/Kota dalam satu provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari Bupati/Walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c. Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota setempat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

IUP diberikan kepada:95

93

Ibid., hal. 175.

94

Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.


(18)

a. Badan usaha, yang dapat berupa badan usaha swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);

b. Koperasi; dan

c. Perseorangan, yang dapat berupa orang perseorangan, perusahaan firma, atau perusahaan komanditer.

IUP diberikan melalui tahapan:96 a. Pemberian WIUP, terdiri atas:97

1) WIUP radioaktif yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2) WIUP mineral logam yang diperoleh dengan cara lelang; 3) WIUP batubara yang diperoleh dengan cara lelang;

4) WIUP mineral bukan logam yang diperoleh dengan cara mengajukan permohonan wilayah;

5) WIUP batuan yang diperoleh dengan cara mengajukan permohonan wilayah.

b. Pemberian IUP

IUP terdiri atas 2 (dua) tahap:98 a. IUP eksplorasi.

95

Pasal 6 ayat (1)-(3) Peraturan Pemerintah Repulbik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

96

Pasal 7 Peraturan Pemerintah Repulbik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

97

Pasal 8 Peraturan Pemerintah Repulbik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

98

Pasal 36 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.


(19)

Meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.99 IUP eksplorasi ini diberikan untuk satu jenis mineral dan batu bara. Pemegang IUP eksplorasi yang bermaksud mengusahakan mineral lain yang ditemukan di dalam WIUP yang dikelola, wajib mengajukan permohonan WIUP baru kepada Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Apabila pemegang IUP tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan tersebut, maka dia wajib menjaga mineral tersebut agar tidak dimanfaatkan pihak lain, dan apabila diberikan kepada orang lain maka pemberian tersebut hanya dapat dilakukan oleh menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.100

IUP Eksplorasi terdiri atas:101 1) Mineral logam

IUP eksplorasi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) tahun.102

2) Batu bara

IUP eksplorasi untuk pertambangan batu bara dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun.103

3) Mineral bukan logam 99

Pasal 36 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

100

Pasal 40 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

101

Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Repulbik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

102

Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

103

Pasal 42 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.


(20)

IUP eksplorasi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. IUP eksplorasi untuk pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun.104 4) batuan

IUP eksplorasi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.105

Apabila pemegang IUP eksplorasi ingin menjual mineral atau batu bara yang tergali maka ia wajib mengajukan izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan dimana izin tersebut diberikan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.106

b. IUP operasi produksi

Meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.107 IUP Operasi Produksi terdiri atas:108

104

Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

105

Pasal 42 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

106

Pasal 43 dan 44 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

107

Pasal 36 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

108

Pasal 22 ayat (3) Peraturan Pemerintah Repulbik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.


(21)

1) Mineral logam

IUP operasi produksi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.109

2) Batubara

IUP operasi produksi untuk pertambangan batu bara dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.110 3) Mineral bukan logam

IUP operasi produksi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun. IUP operasi produksi untuk pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.111

109

Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara

110

Pasal 47 ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

Mineral dan Batu Bara.

111

Pasal 47 ayat (2) & (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.


(22)

4) Batuan

IUP operasi produksi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.112

2. Izin Pertambangan Rakyat (IPR)

Kegiatan pertambangan rakyat dilaksanakan dalam suatu Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang dikelompokkan sebagai berikut:113

a. Pertambangan mineral logam; b. Pertambangan mineral bukan logam; c. Pertambangan batuan;

d. Pertambangan batu bara

IPR diberikan terutama kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi oleh bupati/walikota dengan menyampaikan surat permohonan. Dimana kewenangan pelaksanaan pemberian IPR tersebut dapat dilimpahkan oleh bupati/walikota kepada camat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.114

Untuk mendapatkan IPR, pemohon harus memenuhi:115 a. Persyaratan administratif

112

Pasal 47 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

113

Pasal 66 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

114

Pasal 67 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

115

Pasal 48 ayat (2) Peraturan Pemerintah Repulbik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.


(23)

b. Persyaratan teknis c. Persyaratan finansial

IPR ini diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang, dengan luas wilayah untuk 1 (satu) IPR yang dapat diberikan kepada:116

a. Perseorangan paling banyak 1 (satu) hektar;

b. Kelompok masyarakat paling banyak 5 (lima) hektar; dan/atau c. Koperasi paling banyak 10 (sepuluh) tahun.

3. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) IUPK diberikan melalui tahapan:117 a. Pemberian WIUPK

Pemberian WIUPK terdiri atas WIUPK mineral logam dan/atau batubara. WIUPK diberikan kepada BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta oleh Menteri dengan terlebih dahulu menawarkan kepada BUMN atau BUMD dengan cara prioritas. Apabila hanya ada 1 (satu) BUMN atau BUMD yang berminat, maka WIUPK diberikan kepada BUMN atau BUMD dengan membayar biaya kompensasi data informasi. Apabila lebih dari 1 (satu) BUMN atau BUMD yang berminat, maka WIUPK diberikan Kepada BUMN atau BUMD dengan cara lelang. Apabila tidak ada BUMN atau BUMD yang berminat, maka WIUPK ditawarkan kepada

116

Pasal 68 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

117

Pasal 50 Peraturan Pemerintah Repulbik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.


(24)

badan usaha swasta yang bergerak dalam bidang pertambangan mineral atau batubara dengan cara lelang.118

b. Pemberian IUPK

IUPK diberikan oleh menteri dengan memperhatikan kepentingan daerah kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia baik berupa Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), maupun badan usaha swasta (dengan cara lelang WIUPK).119

IUPK terdiri atas:120

1) IUPK Eksplorasi terdiri atas mineral logam atau batubara 2) IUPK Operasi Produksi terdiri atas mineral logam atau batubara

Persyaratan IUPK Eksplorasi atau IUPK Operasi Produksi harus memenuhi:121

1) Persyaratan administratif 2) Persyaratan teknis 3) Persyaratan lingkungan 4) Persyaratan finansial

Luas wilayah dan jangka waktu sesuai dengan kelompok usaha pertambangan yang berlaku bagi pemegang IUPK antara lain:122

118

Pasal 51 Peraturan Pemerintah Repulbik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

119

Pasal 62 ayat (1) Peraturan Pemerintah Repulbik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

120

Pasal 62 ayat (2) Peraturan Pemerintah Repulbik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

121

Pasal 63 Peraturan Pemerintah Repulbik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

122

Pasal 83 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.


(25)

a. Untuk tahap kegiatan eksplorasi pertambangan mineral logam diberikan dengan luas paling banyak 100.000 (seratus ribu) hektare dengan jangka waktu diberikan paling lama 8 (delapan) tahun yang meliputi penyelidikan umum 1 (satu) tahun; eksplorasi 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu) tahun; serta studi kelayakan 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali 1 (satu) tahun.

b. Untuk tahap kegiatan operasi produksi pertambangan mineral logam diberikan dengan luas paling banyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare dengan jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun.

c. Untuk tahap kegiatan eksplorasi pertambangan batu bara diberikan dengan luas paling banyak 50.000 (lima puluh ribu) hektare dengan jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun yang meliputi penyelidikan umum 1 (satu) tahun; eksplorasi 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 1 (satu) tahun; serta studi kelayakan 2 (dua) tahun.

d. Untuk tahap kegiatan operasi produksi pertambangan batu bara diberikan dengan luas paling banyak 15.000 (lima belas ribu) hektare dengan jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun.


(26)

D. Dampak Dari Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan

Setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah:123

1. Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional;

2. Meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD);

3. Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang; 4. Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang;

5. Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang; 6. Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; 7. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.

Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah:124 1. Kehancuran lingkungan hidup;

2. Penderitaan masyarakat adat;

3. Menurunnya kualitas hidup penduduk lokal; 4. Meningkatnya kekerasan terhadap perempuan; 5. Kehancuran ekologi pulau-pulau; dan

6. Terjadinya pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan.

Walaupun batu bara mempunyai kegunaan yang sangat strategis, namun keberadaan industri pertambangan batu bara menimbulkan dampak, baik positif

123

H. Salim HS., Op.cit., hal.57.

124


(27)

maupun negatif. Dampak positif merupakan pengaruh dari adanya pertambangan batu bara terhadap hal-hal yang bersifat praktis (nyata) dan konstruktif (membangun). Dampak positif dari industri pertambangan batu bara di indonesia:125

1. Membuka daerah terisolasi dengan dibangunnya jalan pertambangan dan pelabuhan;

2. Sumber devisa negara;

3. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD);

4. Sumber energi alternatif, untuk masyarakat lokal; 5. Menampung tenaga kerja.

Dampak negatif pertambangan batu bara merupakan pengaruh yang kurang baik dari adanya industri penambangan batu bara. Dampak negatif penambangan batu bara di Indonesia yaitu:126

1. Sebagian perusahaan pertambangan yang dituding tidak memperhatikan kelestarian lingkungan;

2. Penebangan hutan untuk kegiatan pertambangan;

3. Limbah kegiatan penambangan yang mencemari lingkungan; 4. Areal bekas penambangan yang dibiarkan menganga;

5. Membahayakan masyarakat sekitar;

6. Sengketa lahan pertambangan dengan masyarakat sekitar;

7. Kontribusi bagi masyarakat sekitar yang dirasakan masih kurang;

125

Ibid., hal.221

126


(28)

8. Hubungan dan keterlibatan pemerintah daerah dalam kegiatan pertambangan masih kurang.


(29)

BAB IV

IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DALAM KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA

A. Pedoman Implementasi Corperate Social Responsibility (CSR) dalam Kegiatan Usaha Pertambangan.

Implementasi CSR diawali dengan diajukannya corporate social initiatives

(inisiatif sosial perusahaan). Inisiatif sosial perusahaan dapat didefenisikan sebagai major activities undertaken by a corporation to support social causes and to fulfill commitments to corporate social responsibility, yaitu berbagai kegiatan atau aktivitas utama perusahaan yang dilakukan untuk mendukung aksi sosial guna memenuhi komitmen dalam tanggung jawab sosial perusahaan.127

Kotler dan Lee menyebutkan bahwa setidaknya ada 6 opsi untuk “berbuat kebaikan” (Six options for Doing Good) sebagai inisiatif sosial perusahaan yang dapat ditempuh dalam rangka implementasi CSR, yaitu:128

1. Cause promotions

Suatu perusahaan dapat memberikan dana atau berbagai macam kontribusi lainnya, ataupun sumber daya perusahaan lainnya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas suatu isu sosial tertentu, ataupun dengan cara

127

Bismar Nasution “Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial”,

128


(30)

mendukung pengumpulan dana, partisipasi dan rekruitmen sukarelawan untuk aksi sosial tertentu.

Contohnya perusahaan kosmetik terkemuka di Inggirs, The Body Shop, mempromosikan larangan untuk melakukan uji produk terhadap hewan. The Body Shop sendiri. mengklaim bahwa produk-produk yang dijualnya tidak diuji coba terhadap hewan. Hal ini dapat dilihat pada kemasan produk-produk The Body Shop yang mencantumkan kata-kata against animal testing. 2. Cause-related marketing

Suatu perusahaan dalam hal ini berkomitmen untuk berkontribusi atau menyumbang sekian persen dari pendapatannya dari penjualan suatu produk tertentu miliknya untuk isu sosial tertentu.

Contohnya seperti Unilever yang memberikan sekian persen dari penjualan sabun produksinya, Lifebuoy, untuk meningkatkan kesadaran hidup bersih dalam masyarakat, dengan cara membangun fasilitas kamar kecil dan wastafel di sekolah-sekolah, terutama di daerah-daerah terpencil. Kemudian Danone, yang juga merupakan produsen air mineral AQUA memberikan sekian persen hasil penjualannya untuk membangun jaringan air bersih di daerah sulit air di Indonesia.

3. Corporate social marketing

Suatu perusahaan dapat mendukung perkembangan atau pengimplementasian kampanye untuk merubah cara pandang maupaun tindakan, guna meningkatkan kesehatan publik, keamanan, lingkungan, maupun kesejahteraan masyarakat. Contohnya seperti Unilever yang memproduksi


(31)

pasta gigi Pepsodent mendukung kampanye gigi sehat. Kemudian Phillip Morris di Amerika Serikat mendorong para orang tua untuk berdiskusi dengan anak-anak mereka mengenai konsumsi tembakau.

4. Corporate philanthropy

Dalam hal ini, suatu perusahaan secara langsung dapat memberikan sumbangan, biasanya dalam bentuk uang tunai. Pendekatan ini merupakan bentuk implementasi tanggung jawab sosial yang paling tradisional. Contohnya suatu perusahaan dapat langsung memberikan bantuan uang tunai ke panti-panti sosial, ataupun apabila tidak uang tunai, dapat berupa makanan ataupun alat-alat yang diperlukan.

5. Community volunteering

Dalam hal ini, perusahaan dapat mendukung dan mendorong pegawainya, mitra bisnis maupun para mitra waralabanya untuk menjadi sukarelawan di organisasi-organisasi kemasyarakatan lokal. Contohnya suatu perusahaan dapat mendorong atau bahkan mewajibkan para pegawainya untuk terlibat dalam bakti sosial atau gotong-royong di daerah dimana perusahaan itu berkantor. Contoh lainnya seperti perusahaan-perusahaan yang memproduksi komputer ataupun piranti lunak mengirim orang-orangnya ke sekolah-sekolah untuk melakukan pelatihan-pelatihan langsung menyangkut keterampiran komputer.

6. Socially responsible business practices

Misalnya perusahaan dapat mengadopsi dan melakukan praktek-praktek bisnis dan investasi yang dapat mendukung isu-isu sosial guna meningkatkan


(32)

kelayakan masyarakat (community well-being) dan juga melindungi lingkungan. Seperti contohnya Starbucks bekerjasama dengan Conservation International di Amerika Serikat untuk mendukung petani-petani guna meminimalisir dampak atas lingkungan mereka.

Implementasi CSR yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan sangat bergantung kepada misi, budaya, lingkungan, dan profit, risiko, serta kondisi operasional masing-masing perusahaan. Banyak perusahaan yang telah melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pelanggan, karyawan, komunitas, dan lingkungan sekitar yang merupakan titik awal yang sangat baik menuju pendekatan CSR yang lebih luas. Pelaksanaan CSR dapat dilaksanakan menurut prioritas yang didasarkan pada ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Aktivitas CSR perlu diintegrasikan dengan pengambilan keputusan inti, strategi, aktivitas, dan proses manajemen perusahaan.129

Dalam menjalankan aktivitas CSR tidak terdapat standar atau praktik-praktik tertentu yang dianggap terbaik. Setiap perusahaan memiliki karakteristik dan situasi yang unik yang berpengaruh terhadap bagaimana mereka memandang tanggung jawab sosial. Dan setiap perusahaan memiliki kondisi yang beragam dalam hal kesadaran akan berbagai isu berkaitan dengan CSR serta seberapa banyak hal yang telah dilakukan dalam mengimplementasikan pendekatan CSR. 130

129

A.B. Susanto, Op.cit., hal. 48.

130


(33)

Perusahaan bidang pertambangan wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, karena bergerak di bidang sumber daya alam (Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007). Bidang pertambangan terikat pula dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dalam Undang-Undang itu dinyatakan tentang kewajiban pemegang usaha pertambangan untuk melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM).131 Ketentuan mengenai kewajiban tersebut dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara terdapat dalam:132

1. Pasal 95

Pemegang IUP dan IUPK wajib:

a. Menerapkan kaedah teknik pertambangan yang baik;

b. Mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia; c. Meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batu bara;

d. Melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;dan

e. Mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan.

2. Pasal 106

131

Adjat Sudradjat “Pentingnya CSR Pertambangan”,

terakhir kali diakses tanggal 7 September 2010.

132


(34)

Pemegang IUP dan IUPK harus mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang dan jasa dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pasal 107

Dalam melakukan kegiatan operasi produksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK wajib mengikutsertakan pengusaha lokal yang ada di daerah tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4.

Pasal 108

(1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

(2) Penyusunan program dan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikonsultasikan kepada pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Prinsip CSR sebenarnya sudah diakomodasi di dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, tetapi masih bersifat implisit dan atau sumir kecuali pada pasal tentang pembinaan dan pemberdayaan masyarakat sekitar lingkungan pertambangan.133

Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara Nomor 4 Tahun 2009 merupakan alternatif tindakan yang dapat segera diambil oleh perusahaan pertambangan dalam menjawab tantangan kegiatan pertambangan yang

bertang-133

Busyra Azheri “CSR dalam Kegiatan Pertambangan di Sumatera Barat”,


(35)

gungjawab. Selain itu penerapan program suistainable community development

pertambangan haruslah bersifat uniqe atau khas karena bergantung pada kondisi obyektif dari geografi, demografi, karakter atau tipikal dan potensi dari masyarakat itu sendiri.134

Prinsip CSR yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) berkaitan dengan kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang sejalan dengan konsep Triple Bottom Line

(3BL) meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu bidang ekonomi 3 (tiga) prinsip (human capital, kemitraan, dan good corporate governance (GCG)), bidang sosial 3 (tiga) prinsip (human capital, pendidikan, dan informasi publik), dan bidang lingkungan 5 (lima) prinsip (standarisasi, keterbukaan, pencegahan perusakan lingkungan, ramah lingkungan, dan taat hukum).135

Penerapan CSR di bidang pertambangan bersifat dual system. Bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) penerapannya telah bersifat keharusan (mandatory)

dalam makna kewajiban hukum (legal obligation), karena telah diatur sedemikian rupa. Sedangkan bagi Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), penerapan Corperate Social Responsibility (CSR) masih bersifat sukarela (voluntary) meskipun telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan

Undang-134

“Corporate Social Responsibility (CSR) Perseroan Terbatas Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan Sebagai Implikasi Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007”,

135

Busyra Azheri “CSR dalam Kegiatan Pertambangan di Sumatera Barat”,


(36)

Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan motif reaktif dalam bentuk kedermawanan (charity). Namun untuk aspek lingkungan menunjukkan apresiasi yang bagus terlihat dari pola reklamasi lahan bekas tambang yang mereka lakukan dalam bentuk backfilling.136

B. Bentuk Corperate Social Responsibility (CSR) yang dapat Dilakukan dalam Kegiatan Usaha Pertambangan

Salah satu bentuk perhatian yang dapat diberikan perusahaan di Indonesia dalam usaha meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan sekitarnya adalah partisipasinya dalam aktivitas manajemen bencana. Manajemen bencana adalah sebuah proses yang terus-menerus dimana pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil merencanakan dan mengurangi pengaruh bencana, mengambil tindakan segera setelah bencana terjadi, dan mengambil langkah-langkah untuk pemulihan. Manajemen bencana lebih dari sekedar pemberian bantuan guna meringankan penderitaan para korban yang terkena bencana. Lebih dari itu, manajemen bencana mempunyai tujuan yang lebih luas, yaitu usaha-usaha mengurangi risiko terjadinya bencana, dan apabila tidak memungkinkan, meminimalisir dampak buruk yang mungkin timbul.137

Terdapat lima jenis aktivitas CSR berkaitan dengan manajemen bencana, yaitu:138

1. Filantropis 136

Busyra Azheri “CSR dalam Kegiatan Pertambangan di Sumatera Barat”,

137

A.B. Susanto, Op.cit., hal. 68.

138


(37)

Aktivitas filantropis berhubungan dengan pemberian sumbangan dan bantuan kepada orang-orang atau lembaga dengan tujuan sosial.

2. Kontraktual

Dalam aktivitas kontraktual, perusahaan menjalin kontrak kerja sama dengan organisasi atau kelompok lain.

3. Kolaboratif

Kolaboratif berarti menjalankan CSR melalui kemitraan dengan organisasi berbasis komunitas dan LSM.

4. Adversarial

Jenis aktivitas adversarial lebih berhubungan dengan hubungan masyarakat (public relations) ketimbang manfaat aktual bagi mereka yang terkena dampak bencana.

5. Unilateral

Dalam aktivitas unilateral, perusahaan tidak menjalin kerja sama dengan para

stakeholder-nya.

Dalam pelaksanaannya, terdapat tiga tingkat kegiatan program CSR dalam usaha memperbaiki kesejahteraan masyarakat yakni:139

1. Kegiatan program CSR yang bersifat “charity”.

Bentuk kegiatan seperti ini ternyata dampaknya terhadap masyarakat hanyalah “menyelesaikan masalah sesaat” hampir tidak ada dampak pada

139

“Kegiatan Program CSR”,


(38)

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain lebih mahal, dampak jangka panjang tidak optimal untuk membentuk citra perusahaan. Dari sisi biaya, promosi kegiatan sama mahalnya dengan biaya publikasi kegiatan. Walaupun masih sangat relevan, tetapi untuk kepentingan perusahaan dan masyarakat dalam jangka panjang lebih dibutuhkan pendekatan CSR yang berorientasi pada peningkatan produktifitas dan mendorong kemandirian masyarakat. 2. Kegiatan program CSR yang membantu usaha kecil secara parsial.

Saat ini makin banyak perusahaan yang menyadari pentingnya pendekatan CSR yang berorientasi pada peningkatan produktifitas dan mendorong kemandirian masyarakat. Salah satu bentuk kegiatannya adalah membantu usaha kecil, tetapi bentuk kegiatan perkuatan tersebut masih parsial, memisahkan kegiatan program yang bersifat pendidikan, ekonomi, infrastruktur dan kesehatan. Walaupun lebih baik ternyata pada tingkat masyarakat kegiatan ini tidak dapat diharapkan berkelanjutan, bahkan cenderung meningkatkan kebergantungan masyarakat pada perusahaan, sehingga efek pada pembentukan citra ataupun usaha untuk menggalang kerjasama dengan masyarakat tidak didapat secara optimal.

3. Kegiatan program CSR yang berorientasi membangun daya saing masyarakat.

Program CSR akan memberi dampak ganda untuk perusahaan dan masyarakat karena dari awal dirancang untuk meningkatkan produktifitas (sebagai ukuran data saing) guna meningkatkan daya beli sehingga


(39)

meningkatkan akses pada pendidikan dan kesehatan jangka panjang. Untuk itu perlu diberikan penekanan pada keberlanjutan penguatan ekonomi secara mandiri (berjangka waktu yang jelas/mempunyai exit policy yang jelas). Untuk memberikan ungkitan besar pada pendapatan masyarakat maka kegiatan perkuatan dilakukan pada rumpun usaha spesifik yang saling terkait dalam rantai nilai. Setiap pelaku pada mata rantai nilai pada dasarnya adalah organ ekonomi yang hidup. Perkuatan dilakukan untuk meningkatkan metabolisme (aliran barang, jasa, uang, informasi dan pengetahuan) dalam sistem yang hidup tersebut yang pada gilirannya akan meningkatkan performance setiap organ. Pendekatan CSR yang smart adalah dengan mengambil peran sebagai fasilitatif-katalistik sehingga kegiatan CSR lebih efesien memberikan dampak pada rumpun usaha dalam satu rantai nilai. Program pendidikan, kesehatan, dan infrasturktur-infrastruktur dirancang sinergis dengan penguatan ekonomi sehingga mampu menigkatkan indeks pembangunan manusia pada tingkat lokal.

Bentuk penerapan CSR tersebut dapat kita lihat dari bentuk-bentuk CSR yang telah dilakukan perusahaan-perusahaan pertambangan yang ada di Indonesia, antara lain:

1. PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR)

Walaupun perusahaan pertambangan PT. NMR merupakan perusahaan pertambangan yang telah ditutup, namun mereka masih mempunyai kewajiban untuk pengembangan masyarakat lokal di daerah sekitar tambang. Jumlah investasi yang disediakan oleh PT. NMR untuk pengembangan


(40)

masyarakat lokal sebesar US$ 30 juta. Program pengembangan masyarakat lokal yang akan dilakukan oleh PT. NMR adalah, seperti:140

a. Peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar tambang b. Peningkatan kesehatan

c. Keselamatan lingkungan

2. PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT)

PT. NNT juga telah melakukan program pengembangan masyarakat lokal. Ada enam prinsip yang digunakan oleh PT. NNT dalam pengembangan masyarakat sekitar tambang, yaitu sebagai berikut:141

a. Berkelanjutan

untuk menciptakan masyarakat yang mandiri dan memperoleh manfaat berkelanjutan melampaui usia tambang.

b. Kemitraan

menekankan pada konsultasi aktif, kolaborasi, kemitraan dengan masyarakat, pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lembaga lokal lainnya.

c. Teknologi tepat guna

memperkenalkan teknologi yang memenuhi kebutuhan dan dapat dioperasikan dan dipelihara secara lokal.

d. Penggalangan dana dari luar

140

Salim HS. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2008)., hal.384.

141


(41)

Menyatukan sumber PT. NNT dengan sumber dana luar dari lembaga donor, Lembaga Swadaya Masyarakat, lembaga multilateral, dan investasi dari bantuan dari sektor swasta.

e. Praktik terbaik

menerapkan praktik terbaik dari bantuan pengembangan usaha untuk analisis program, desain, implementasi, dan evaluasi.

f. Kontribusi masyarakat

membutuhkan kontribusi dan keterlibatan masyarakat dan/atau pemerintah untuk semua kegiatan untuk memastikan adanya rasa memiliki dan kesinambungan program.

Keenam prinsip itu telah dilaksanakan dengan baik oleh PT. NNT dan setiap program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT. NNT sangat ditunggu-tunggu masyarakat karena program yang dilaksanakan oleh PT. NNT disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Untuk melaksanakan programnya, PT. NNT selalu meminta pendapat masyarakat tentang apa yang harus dibangun.142

Ada lima bidang program pengembangan masyarakat yang telah dilakukan oleh PT. NNT, yaitu:143

a. Bidang pendidikan

Program pendidikan yang dilaksanakan oleh PT. NNT adalah pendidikan formal dan program keaksaraan fungsional. Program keaksaraan fungsional merupakan program yang dilakukan oleh PT. NNT terhadap 142

Ibid., hal.386.

143


(42)

warga masyarakat yang tidak mampu membaca huruf latin (pemberantasan buta huruf). Kontribusi PT. NNT dalam program pedidikan formal adalah: 1) Peningkatan kuallitas guru

2) Pemberian beasiswa dan bantuan pendidikan 3) Perpustakaan sekolah

4) Bantuan operasional sekolah

5) Bantuan media belajar dan laboratorium

b. Bidang kesehatan

PT. NNT ikut berpartisipasi untuk menekan tingginya angka kematian bayi dan ibu bagi masyarakat yang bermukim di lingkar tambang. Program utama yang telah dilakukan oleh PT. NNT adalah mendirikan sarana kesehatan. Sarana kesehatan yang telah didirikan oleh PT. NNT adalah membangun dua puskesmas. Di samping itu, program pengembangan kesehatan yang telah dan sedang dilaksanakan oleh PT. NNT adalah program peningkatan kesehatan ibu dan anak. Kegiatan yang dilakukan untuk pengembangan kesehatan ibu dan anak ini meliputi:

1) promosi kesehatan ibu dan anak; 2) penguatan posyandu;

3) membangun keterlibatan stakeholder, dengan mengadakan pertemuan secara terus-menerus dengan tim kesehatan desa, tim kesehatan kecamatan, dan koordinasi dengan puskesmas.

Untuk menunjang program di bidang kesehatan, PT. NNT juga berperan untuk membangun instalasi air minum sampai ke rumah-rumah


(43)

penduduk,pemberian satu buah truk pengangkut sampah dan bak sampah pada tiap-tiap desa.

c. Bidang pertanian

Program yang telah dilakukan oleh PT. NNT dalam bidang pertanian adalah penyuluhan pertanian, pemberian unggas, pembagian pakan ayam, pemberian vaksin, dan pelatihan pembuatan pakan unggas.

Ada tiga jenis penyuluhan yang telah dilakukan oleh PT. NNT pada masyarakat tani di lingkar tambang, yaitu:

1) Penyuluhan padi 2) Penyuluhan palawija 3) Teknik budi daya unggas

d. Bidang sosial budaya

Pembinaan sosial budaya ini telah dilakukan oleh PT. NNT bekerja sama dengan Yayasan Abdi Insani Mataram. Jenis kegiatan sosial budaya yang dilakukan berupa pembinaan kesenian, terutama seni tari, membentuk TPA ( Taman Pendidikan Al Qur’an).

e. Bidang koperasi, usaha kecil, dan menengah

Ada empat koperasi yang telah dibina oleh PT. NNT, yaitu: 1) Koperasi Serba Usaha (KSU) Samba;

2) Koperasi Serba Usaha (KSU) Sawmil Jaya; 3) Koperasi Serba Usaha (KSU) Kemuning jaya;


(44)

Di samping pengembangan koperasi, PT. NNT juga telah mengembangkan usaha kecil dan menengah dengan bekerja sama dengan Yayasan Abdi Insani Mataram. Program yang dilakukan adalah pendataan jumlah usaha kecil dan menengah, pelatihan di bidang usaha kecil dan menengah, serta pemberian dana bergulir kepada pengusaha kecil dan menengah.

3. PT. Antam, Tbk.

Program pengembangan komunitas Antam didanai secara langsung oleh perusahaan, termasuk inisiatif dalam pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan

outsourcing. Antam juga berpartisipasi dalam pengembangan lingkungan dan komunitas dengan mengalokasikan dana sebesar 1% dari pendapatan bersih. Antam berpartisipasi dalam program kemitraan dengan pengusaha lokal dengan mengalokasikan dana sebesar 1-3% dari pendapatan bersih. Selain biaya pengembangan masyarakat, perusahaan juga menyalurkan dana bantuan pinjaman modal melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang disisihkan dananya dari 1% laba bersih perusahaan.144

4. PT. Freeport Indonesia

PT Freeport Indonesia telah menyediakan layanan medis bagi masyarakat Papua melalui klinik-klinik kesehatan dan rumah sakit modern di Banti dan Timika. Di bidang pendidikan, PT Freeport menyediakan bantuan dana pendidikan untuk pelajar Papua, dan bekerja sama dengan pihak pemerintah Mimika melakukan peremajaan gedung-gedung dan sarana sekolah. Selain

144


(45)

itu, perusahaan ini juga melakukan program pengembangan wirausaha seperti di Komoro dan Timika.145

5.

PT Lumpo Painan

PT. Lumpo merupakan perusahaan pertambangan eksploitasi penambangan batu-bara, menyadari betul akan rentan terhadap isu-isu lingkungan dan kesehatan. Sehingga dalam kegiatannya, PT. Lumpo berkomitmen untuk mengutamakan keselamatan dan berpartisipasi mengembangkan masyarakat di sekitar kegiatan pertambangan. PT. Lumpo dalam melaksanakan CSR hanya bersifat insidental dengan memberikan sumbangan atau bersifat kederrmawanan yang pada umumnya melakukan kegiatan karitatif, filantropis dan menyelenggarakan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (community development). Bentuk konkritnya pelaksanaan CSR PT. Lumpo yaitu membuat Dam Batang Kalupo setinggi 1 Meter dengan panjang Dam 500 M.146

C. Hambatan dalam Penerapan Corperate Social Responsibility (CSR) dalam Kegiatan Usaha Pertambangan

Timbulnya konflik sosial pada berbagai wilayah industri pertambangan memberikan kesadaran baru terutama kepada pemerintah dan industri pertambangan perlunya menciptakan harmonisasi hubungan antar masyarakat

145Ginanjar Rahmat, “Corporate Social Responsibility (CSR)”,

146

Anda Lusia “The Corporate Social Responsibility (CSR) Execution Of Company By

Financial Investment Company In West Sumatra”,


(46)

dengan usaha pertambangan. Yaitu, melalui konsep CSR dengan salah satu programnya yaitu program community development. Didalam praktek beberapa perusahaan tambang memang telah melaksanakan community development

sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar, seperti kesehatan masyarakat, pengembangan pendidikan, pengembangan pertanian dan usaha lokal, serta pembangunan prasarana.147

Namun digalakkannya konsep dan program tersebut oleh sekelompok masyarakat dipahami atau dinilai sebagai tindakan reaksi dari berbagai aksi kekecewaan masyarakat terhadap usaha pertambangan yang semakin marak akhir-akhir ini. Sehingga cenderung bersifat tambal sulam, tidak sistimatis. Maraknya tuntutan terhadap usaha pertambangan atau konflik antara korporasi dengan komunitas lokal melalui berbagai aksi dari kelompok masyarakat akhir-akhir ini paling tidak disebabkan oleh dua hal yaitu:148

1. Manfaat usaha pertambangan tidak langsung dirasakan oleh masyarakat;

2. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik dan hakikat usaha pertambangan dan CSR.

Persoalannya, CSR di dalam kegiatan usaha pertambangan tentunya berbeda dengan sektor usaha lainnya diluar pertambangan. Bagi sektor pertambangan persoalan CSR merupakan hal yang mutlak sudah direncanakan dari mulai tahap pra kontrak baik itu kontrak karya, perjanjian usaha

147

“Corporate Social Responsibility (CSR) Perseroan Terbatas Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan Sebagai Implikasi Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007”,

148

“Corporate Social Responsibility (CSR) Perseroan Terbatas Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan Sebagai Implikasi Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007”,


(47)

pertambangan maupun kontrak karya pengusahaan batubara. Selama ini implementasi CSR dalam kegiatan usaha pertambangan diterapkan dalam bentuk program community development, namun payung hukum dari program community development ini lebih didasarkan pada klausula dalam perjanjian kontrak tersebut ketimbang berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang mewajibkan, sehingga lebih terkesan sebagai sebuah hubungan hukum yang bersifat keperdataan/kontraktual antara perusahaan dengan pemerintah sehingga pelanggaran-pelanggaran yang terjadi bersifat perbuatan wanprestasi yang kemudian hanya dikenai sanksi ganti rugi atau damai.149

A. Kesimpulan

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian bab-bab di muka, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengaturan mengenai CSR terdapat dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 15 dan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas secara singkat dikatakan bahwa ketentuan tentang CSR wajib dilaksanakan bagi

149

“Corporate Social Responsibility (CSR) Perseroan Terbatas Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan Sebagai Implikasi Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007”,


(48)

Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, dimana kewajiban Perseroan itu dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran dan bagi yang tidak melaksanakan akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam bidang penanaman modal ketentuan mengenai CSR itu merupakan salah satu kewajiban setiap penanam modal yang apabila tidak dilaksanakan akan dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal, dan pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal ataupun sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Pengaturan mengenai kegiatan usaha pertambangan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Penanaman modal asing di bidang pertambangan umum dilaksanakan dalam bentuk kontrak karya. Di dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam rangka Penanaman Modal Asing, pengajuan permohonan kontrak karya diajukan kepada Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, gubernur, bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Perjanjian kontrak karya ditandatangani oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral dengan pemohon. Usaha pertambangan


(49)

dilakukan dalam bentuk IUP, IPR, dan IUPK. IUP diberikan oleh Bupati/Walikota, Gubernur, dan Menteri sesuai dengan kewenangannya kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan. IPR diberikan oleh bupati/walikota kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi dengan menyampaikan surat permohonan. Sedangkan IUPK diberikan oleh menteri dengan memperhatikan kepentingan daerah kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia baik berupa Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), maupun badan usaha swasta (dengan cara lelang WIUPK).

3. Ketentuan mengenai CSR dalam kegiatan usaha pertambangan dapat dilihat dalam Pasal 95 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, yaitu tentang kewajiban pemegang usaha pertambangan untuk melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM). PPM ini merupakan salah satu bagian dari CSR. Oleh karena itu, implementasi CSR dalam kegiatan usaha pertambangan tersebut dapat berupa pemberian bantuan pendidikan bagi masyarakat sekitar wilayah tambang, pemberdayaan para guru, pendirian puskesmas, pengarahan tentang cara bertani yang baik, dan sebagainya.

B. Saran

1. Perusahaan dalam penerapan CSR melibatkan pihak ketiga, baik sebagai konsultan, mitra kerja dan atau pelaksana sekaligus agar CSR terlaksana


(50)

secara efektif dan efisien. Pemerintah juga semestinya melakukan pendekatan secara struktural dan emosional dengan berbagai asosiasi dunia usaha agar terbentuk visi yang sama terhadap CSR dan membentuk komisi tentang CSR atau sejenisnya.

2. Perusahaan yang menerapkan CSR sebaiknya kegiatannya berkaitan dengan usaha yang dijalankannya sehingga bisa memberikan manfaat secara langsung bagi perusahaan, lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitarnya dan bukan hanya pemberian sumbangan atau kegiatan sosial saja

3. Perusahaan sebaiknya membentuk suatu divisi khususnya divisi CSR yang akan melaksanakan program-program CSR pada perusahaan tersebut. Sehingga program pelaksanaan CSR pada perusahaan tersebut dapat terencana, terprogram, dan terealisasi dengan baik. Oleh karenanya pelaksanaan CSR yang dilakukan bukan sekedar kedermawanan belaka dengan tujuan untuk brand image saja.


(51)

BAB II

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DALAM HUKUM

PERUSAHAAN DI INDONESIA

A. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)

Defenisi dari CSR itu sendiri telah dikemukakan oleh banyak pakar. Di antaranya adalah defenisi yang dikemukan oleh Magnan & Ferrel yang mendefenisikan CSR sebagai : ”A business acts in socially responsible manner when its decision and actions account for and balance diverse stakeholder interest”. Defenisi ini menekankan kepada perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholder yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggung jawab. Sedangkan Komisi Eropa membuat defenisi yang lebih praktis yang pada galibnya bagaimana perusahaan yang secara sukarela memberikan kontribusi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih. Sedangkan Elkington mengemukakan bahwa sebuah perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya akan memberikan perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan (profits); masyarakat, khususnya komunitas sekitar (people); serta lingkungan hidup (planet earth).34

Trinidads & Tobacco Bureau of Standards mendefenisikan CSR sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan

34 A.B. Susanto,


(52)

berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan masyarakat yang lebih luas.35

The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dalam pubilkasinya Making Good Business Sense mendefinisikan CSR atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, sebagai: “Continuing commitment by business to be have ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workface and their families as well as of the local community and society at large”.36

Masyarakat Uni Eropa (European Commission) memberikan pengertian CSR yaitu : "A concept where by companies decide voluntarily to contribute to a better society and a cleaner environment. A concept where by companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis".

Maksudnya adalah komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.

37

35

Reza Rahman, Loc.cit..

Artinya suatu konsep dimana perusahaan memutuskan secara sukarela untuk memberikan

36

Sutarto “Good Corporate Governance (GCG): Corporate Social Responsibility (CSR)

dan Pemberdayaan UMKM”,

September 2010.

37

Mallen Baker “Corporate Social Responsibility-what does it means?”,


(53)

kontribusi yang lebih baik kepada masyarakat dan lingkungan yang bersih. Suatu konsep dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pihak yang berkepentingan secara sukarela.

Versi lain mengenai definisi CSR dikemukakan oleh World Bank. Lembaga keuangan global ini memandang CSR sebagai: “The commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development”.38

Menurut Lingkar Studi CSR Indonesia, defenisi CSR adalah upaya sungguh-sungguh dari entitas bisnis meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif operasinya terhadap seluruh pemangku kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Yang artinya adalah komitmen bisnis untuk berperilaku etis dan memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerjasama dengan semua pemangku kepentingan guna memperbaiki kehidupan mereka dengan cara yang bermanfaat bagi bisnis, agenda pembangunan yang berkelanjutan maupun masyarakat umum.

39

38

Sutarto “Good Corporate Governance (GCG): Corporate Social Responsibility (CSR)

dan Pemberdayaan UMKM”,

September 2010.

39


(54)

Menurut defenisi yang dikemukakan oleh The Jakarta Consulting Group, tanggung jawab sosial ini diarahkan baik ke dalam (internal) maupun ke luar (eksternal) perusahaan. Ke dalam maksudnya, tanggung jawab ini diarahkan kepada pemegang saham dalam bentuk profitabilitas dan pertumbuhan. Seperti diketahui, pemegang saham telah menginvestasikan sumber daya yang dimilikinya guna mendukung berbagai aktivitas operasional perusahaan. Karenanya mereka akan mengharapkan profitabilitas yang optimal serta pertumbuhan perusahaan sehingga kesejahteraan mereka di masa depan juga akan mengalami peningkatan. Oleh karena itu perusahaan harus berjuang keras agar memperoleh laba yang optimal dalam jangka panjang serta senantiasa mencari peluang bagi pertumbuhan di masa depan. Di samping kepada pemegang saham, tanggung jawab sosial ke dalam ini juga diarahkan kepada karyawan, karena hanya dengan kerja keras, kontribusi serta pengorbanan merekalah perusahaan dapat menjalankan berbagai aktivitas serta meraih kesuksesan. Oleh karenanya perusahaan dituntut untuk memberikan kompensasi yang adil serta memberikan peluang pengembangan karier bagi karyawannya. Tentu saja hubungan antara perusahaan dengan karyawan itu harus didasarkan pada prinsip hubungan yang saling menguntugkan (mutually beneficial). Artinya perusahaan harus memberikan kompensasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan. Namun di lain pihak karyawan pun dituntut untuk memberikan kontribusi yang maksimal bagi kemajuan perusahaan.40

40


(55)

Ke luar, maksudnya tanggung jawab sosial ini berkaitan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang. Pajak diperoleh dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. Oleh karenanya, perusahaan harus dikelola sebaik-baiknya sehingga mampu meraih laba yang maksimal. Demi kelancaran aktivitas perusahaan dalam usaha mencapai tujuannya, perusahaan membutuhkan banyak tenaga kerja. Seiring dengan tumbuh kembangnya perusahaan, kebutuhan akan tenaga kerja ini akan mengalami peningkatan. Perusahaan berkewajiban untuk ikut berpartisipasi menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Lapangan kerja akan semakin banyak tersedia manakala perusahaan tumbuh dan berkembang. Oleh karenanya perusahaan berkewajiban untuk selalu mencari peluang-peluang baru bagi pertumbuhan tentu saja dengan tetap mempertimbangkan faktor keuntungan dan tingkat pengembalian finansial yang optimal. Perusahaan juga memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dalam usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, baik yang berkaitan dengan perusahaan maupun yang tidak. Perusahaan juga bertanggung jawab untuk memelihara kualitas lingkungan tempat mereka beroperasi demi peningkatan kualitas hidup masyarakat dalam jangka panjang, baik untuk generasi saat ini maupun untuk generasi penerus.41

41


(56)

Rumusan atau defenisi atau pengertian yang diberikan di atas menunjukkan kepada masyarakat bahwa setidaknya ada tiga hal pokok yang membentuk pemahaman atau konsep mengenai CSR. Ketiga hal tersebut adalah:42 1. Bahwa sebagai suatu artificial person, perusahaan atau korporasi tidaklah

berdiri sendiri dan terisolasi, perusahaan atau perseroan tidak dapat menyatakan bahwa mereka tidak memiliki tanggung jawab terhadap keadaan ekonomi, lingkungan maupun sosialnya;

2. Keberadaan (eksistensi) dan keberlangsungan (sustainability) perusahaan atau korporasi sangatlah ditentukan oleh seluruh stakeholders-nya dan bukan hanya shareholders-nya. Para stakeholders ini, terdiri dari shareholders, konsumen, pemasok, klien, costumer, karyawan dan keluarganya, masyarakat sekitar dan mereka yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan (the local community and society at large);

3. Melaksanakan CSR berarti juga melaksanakan tugas dan kegiatan sehari-hari perusahaan atau korporasi, sebagai wadah untuk memperoleh keuntungan melalui usaha yang dijalankan dan/atau dikelola olehnya. Jadi ini berarti CSR adalah bagian terintegrasi dari kegiatan usaha (business), sehingga CSR berarti juga menjalankan perusahaan atau korporasi untuk memperoleh keuntungan.

42 Gunawan Widjaja & Yeremia Ardi Pratama,


(57)

B. Latar Belakang dan Perkembangan Corperate Social Responsibility

(CSR)

Revolusi industri pada dekade 19-an, telah mengakibatkan adanya ledakan industri. Di era itu, korporat memandang dirinya sebagai organisasi yang bertujuan mengeruk keuntungan semata. Kontribusinya terhadap komunitas hanya berupa penyediaan lapangan kerja dan mekanisme pajak yang dipungut pemerintah. Padahal, komunitas membutuhkan lebih dari itu. Kegiatan ekonomi yang dilakukan korporat telah membawa kerusakan pada lingkungan, yang acap kali biaya pemulihannya dibebankan pada komunitas/pemerintah. Seiring perkembangan teori manajemen, periode 1970-an korporat pun mulai menyadari pentingnya peran lingkungan internal dan eksternal terhadap keberadaanya. Komunitas tidak lagi dianggap sebagai konsumen semata, melainkan juga sebagai mitra (partnership). Maka lahirlah istilah CSR atau tanggung jawab sosial korporat.43

Itulah yang kemudian melatarbelakangi munculnya konsep CSR yang palling primitif: kedermawaan yang bersifat karitatif.44

43

Reza Rahman, Op.cit., hal. 19.

44

Kegiatan karitatif merupakan suatu kegiatan keagaamaan, tradisi, dan adat-istiadat. Maksudnya suatu kegiatan yang ditujukan untuk membangun, memajukan, dan mendukung kegiatan keagamaan, tradisi, dan adat-istiadat masyarakat sekitar.

Tanggung jawab sosial korporasi (Corperate Social Responsibility) telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Bahkan Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Kode Hammurabi merupakan peraturan perundang-undangan di bidang


(58)

lingkungan hidup dengan ketentuannya yang menyatakan, bahwa sanksi pidana dikenakan kepada seseorang apabila ia membangun rumah sedemikian gegabahnya sehingga runtuh dan menyebabkan cederanya orang lain.45 Dalam Kode Hammurabi disebutkan bahwa hukuman mati diberikan kepada orang-orang yang menyalahgunakan izin penjualan minuman, pelayanan yang buruk, dan melakukan pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan kematian orang lain.46

Di negara lain seperti Amerika Serikat, CSR telah berkembang menjadi etika bisnis yang begitu penting dan memberikan tekanan bagi perusahaan-perusahaan untuk mengimplementasikannya. Di Ameriksa Serikat, terlihat kecenderungan perusahaan-perusahaan yang melihat CSR tidak lagi menjadi kewajiban yang dapat membebani perusahaan, tetapi justu dapat dijadikan sebagai alat atau strategi baru dalam hal pemasaran atau marketing perusahaan. Dalam suatu artikel di Harvard Business Review tahun 1994, Craig Smith mengetengahkan “The New Corporate Philanthropy,” yang menjelaskan sebagai suatu perpindahan kepada bermunculannya komitmen-komitmen jangka panjang perusahaan-perusahaan untuk memperhatikan atau turut serta dalam suatu inisiatif atau permasalahan sosial tertentu, seperti memberikan lebih banyak kontribusi dana, dan hal ini dilakukan dengan cara yang juga akan dapat mencapat tujuan-tujuan atau sasaran bisnis perusahaan. Dalam artikelnya, Smith juga memberikan

45

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2002), hal. 36.

46

Antoniuspatianom “Latar Belakang Corporate Social Responsibility dan Community

Development di Bidang Pertambangan”,


(59)

beberapa ulasan singkat dalam sejarah yang menjadi tolak ukur perubahan atau evolusi atas pandangan perusahaan-perusahaan terhadap CSR di Amerika Serikat. Sekitar tahun 1950-an, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan yang menarik segala restriksi hukum dan menyatakan tidak berlaku segala aturan tidak tertulis yang menghalangi keterlibatan perusahaan dalam isu-isu sosial. Sehingga, pada tahun 1960-an, dengan telah ditariknya halangan-halangan tersebut diatas, perusahaan-perusahaan mulai merasakan adanya tekanan atas diri mereka untuk menunjukkan tanggung jawab sosial mereka, dan banyak perusahaan yang mulai mendirikan in-house foundations atau unit khusus untuk menangani hal ini.47

Komisi Masyarakat Eropa menyebutkan 4 (empat) faktor yang mendorongnya perkembangan CSR, yaitu:48

1. Kepedulian dan harapan baru komunitas, konsumen, otoritas publik, dan investor dalam konteks globalisasi dan perubahan industri berskala besar; 2. Kriteria sosial memberi pengaruh besar dalam pengambilan keputusan

investasi individu dan institusi baik sebagai konsumen maupun investor; 3. Meningkatnya kepedulian pada kerusakan lingkungan yang disebabkan

kegiatan ekonomi;

4. Transparansi kegiatan bisnis akibat perkembangan media teknologi komunikasi dan informasi modern.

Pada tataran global tahun 1992 diselenggarakan KTT yang diadakan di Rio de Jenario, Brazil yang menegaskan mengenai konsep pembangunan

47

Bismar Nasution “Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial”,

48


(60)

berkelanjutan (sustainability development) sebagai suatu hal yang bukan hanya menjadi kewajiban negara, namun juga harus diperhatikan oleh kalangan korporasi.49 Terobosan besar dalam konteks CSR ini dilakukan oleh John Elkington melalui konsep “3P” (Profit, People, dan Planet) yang dituangkan dalam bukunya “Cannibals with forks, The tripple Bottom Line of Twentieth Century Business” yang diliris pada tahun 1997. Ia berpendapat bahwa jika perusahaan ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka perusahaan tersebut harus memperhatikan “3P”. Selain mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).50

C. Dasar Hukum Corperate Social Responsibility (CSR)

Gaung CSR kian bergema setelah diselenggarakan World Summit on Sustainable Development (WSSD) tahun 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan. Sejak itulah defenisi CSR mulai berkembang.

Adapun yang menjadi dasar hukum dalam pengaturan CSR adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam Bab V Pasal 74 ayat (1), (2), (3), dan (4)

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dalam Pasal 15 (b) dan Pasal 34

49

Nopriandi M.Iqbal dan Oop Sopyan,

diakses tanggal 13 September 2010.

50


(61)

3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada bagian menimbang butir a, b, d, e, Pasal 1 butir 1, 2, 3, dan Pasal 3

Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pengertian CSR dapat dilihat dalam Pasal 74 yang menyebutkan:51

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksuk pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan atas Pasal 74 ayat (1) lebih lanjut menerangkan bahwa ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang tak

pernah meninggalkan, mengecewakan, dan yang telah memberikan pengharapan

dan semangat serta kekuatan yang baru ketika hampir putus asa sehingga

penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulisan skripsi yang berjudul: IMPLEMENTASI CORPORATE

SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DALAM KEGIATAN USAHA

PERTAMBANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4

TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA

adalah guna memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis sadar akan ketidaksempurnaan hasil penulisan skripsi ini sehingga

berharap agar semua pihak dapat memberikan kritik dan saran yang membangun

agar menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan lebih sempurna lagi,

baik dari segi substansi ataupun dari segi cara penulisannya.

Secara khusus, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua

orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik Penulis sehingga Penulis

bisa memperoleh pendidikan formal sampai pada tingkat Strata Satu ini.

Tak lupa juga Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang


(2)

1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Prof. Dr. dr. Syahril

Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K).

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H., M.Hum.,DFM, selaku Pembantu Dekan

II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Ketua Departemen

Hukum Ekonomi, Guru Besar dan Dosen Hukum Ekonomi serta Dosen

Pembimbing I. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan dan

dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi

ini.

4. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Jurusan Departemen

Hukum Ekonomi dan Dosen Hukum Ekonomi. Ucapan terima kasih

sebesar-besarnya atas ilmu yang telah diberikan dalam perkuliahan.

5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum selaku Dosen Hukum Ekonomi dan

Dosen Pembimbing II. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas segala

bantuan, kritikan, saran, bimbingan, dan dukungan yang sangat berarti dan


(3)

6. Ibu Syamsiar Yulia, S.H., CN, selaku Dosen Wali. Ucapan terima kasih

sebesar-besarnya atas segala bantuan sejak baru menjadi mahasiswa baru

sampai sekarang selesai menyelesaikan pendidikan.

7. Ucapan terima kasih kepada seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara atas segala ilmu yang telah diberikan.

8. Ucapan terima kasih spesial kepada Johnson yang selalu menghibur dan

mendukungku di saat ‘down’ dan membantuku dalam penyelesaian penulisan

skripsi ini.

9. Buat adikku yang sering membantuku dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Yang paling terakhir ucapan terima kasih kepada ‘my best friend’ Amanda,

Diza n Opi yang selalu menemaniku di kampus dan perkuliahan selama 3

tahun lebih ini. Dan buat teman-teman lain di kampus yang tidak bisa

disebutkan satu per satu.

Salam Hormat,


(4)

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Kegiatan Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara *) Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. **) Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum. ***) Dominika Chandra Kurniawan

ABSTRAKSI

CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan tanggung jawab terhadap kegiatan perusahaan secara internal dan eksternal. Sesuai dengan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, maka perusahaan pertambangan juga wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan karena bergerak di bidang sumber daya alam. Dasar hukum dari kegiatan usaha pertambangan adalah Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara ada diatur mengenai CSR dan community development yang merupakan salah satu program dari CSR.

Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan mengenai CSR di Indonesia, bagaimana pengaturan mengenai kegiatan usaha pertambangan di Indonesia, dan bagaimana implementasi CSR dalam kegiatan usaha pertambangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Metode penulisan yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan maksud tujuan daripada penyusunan karya ilmiah ini.

Di Indonesia CSR diatur dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 15 dan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pengaturan mengenai kegiatan usaha pertambangan di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pedoman daripada implementasi CSR dalam kegiatan usaha pertambangan terdapat dalam Pasal 95 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang dilakukan dalam bentuk community development seperti pemberian bantuan pendidikan bagi masyarakat sekitar wilayah tambang, pemberdayaan para guru, pendirian puskesmas, pengarahan tentang cara bertani yang baik.

Kata kunci: Corporate Social Responsibility (CSR) *) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iv

ABSTRAKSI vi

BAB Ι PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Perumusan Masalah 8

C. Tujuan Penulisan 8

D. Manfaat Penulisan 9

E. Keaslian Penulisan 10

F. Tinjauan Kepustakaan 10

G. Metode Penulisan 14

H. Sistematika Penulisan 18

BAB ΙΙ CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DALAM

HUKUM PERUSAHAAN DI INDONESIA

A. Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) 20 B. Latar Belakang dan Perkembangan Corporate Social Responsibility

(CSR) 26

C. Dasar Hukum Corporate Social Responsibility (CSR) 29 D. Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR) 35 E. Community Development Ujung Tombak dari Corporate Social

Responsibility (CSR) 39

BAB ΙΙΙ PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN DI INDONESIA

A. Pengertian Kegiatan Usaha Pertambangan 45 B. Bentuk Kerjasama dalam Kegiatan Usaha Pertambangan 48


(6)

C. Syarat dalam Melaksanakan Kegiatan Usaha Pertambangan 57 D. Dampak dari Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan 66

BAB ΙV IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DALAM KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA. A. Pedoman Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) dalam

Kegiatan Usaha Pertambangan 69 B. Bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) yang dapat Dilakukan

dalam Kegiatan Usaha Pertambangan 76 C. Hambatan dalam Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR)

dalam Kegiatan Usaha Pertambangan 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 88

B. Saran 90


Dokumen yang terkait

Corporate Social Responsibility Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 48 152

Analisis Hukum Terhadap Pengaturan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 42 169

PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 4 12

SKRIPSI PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

2 10 13

PENDAHULUAN PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 3 26

PENUTUP PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 3 7

IMPLEMENTASI CSR (Corporate Social Responsibility) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN Implementasi CSR (Corporate Social Responsibility) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Oleh PT. Telko

0 1 14

PENAMBANGAN ILEGAL DI DESA JENDI KABUPATEN WONOGIRI BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 0 12

BAB III PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN DI INDONESIA A. Pengertian Kegiatan Usaha Pertambangan - Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan

0 0 46

PENERAPAN SANKSI HUKUM IZIN PERTAMBANGAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO. 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA ABSTRAK - PENERAPAN SANKSI HUKUM IZIN PERTAMBANGAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO. 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BA

0 0 5