B. Latar Belakang dan Perkembangan Corperate Social Responsibility
CSR
Revolusi industri pada dekade 19-an, telah mengakibatkan adanya ledakan industri. Di era itu, korporat memandang dirinya sebagai organisasi yang
bertujuan mengeruk keuntungan semata. Kontribusinya terhadap komunitas hanya berupa penyediaan lapangan kerja dan mekanisme pajak yang dipungut
pemerintah. Padahal, komunitas membutuhkan lebih dari itu. Kegiatan ekonomi yang dilakukan korporat telah membawa kerusakan pada lingkungan, yang acap
kali biaya pemulihannya dibebankan pada komunitaspemerintah. Seiring perkembangan teori manajemen, periode 1970-an korporat pun mulai menyadari
pentingnya peran lingkungan internal dan eksternal terhadap keberadaanya. Komunitas tidak lagi dianggap sebagai konsumen semata, melainkan juga sebagai
mitra partnership. Maka lahirlah istilah CSR atau tanggung jawab sosial korporat.
43
Itulah yang kemudian melatarbelakangi munculnya konsep CSR yang palling primitif: kedermawaan yang bersifat karitatif.
44
43
Reza Rahman, Op.cit., hal. 19.
44
Kegiatan karitatif merupakan suatu kegiatan keagaamaan, tradisi, dan adat-istiadat. Maksudnya suatu kegiatan yang ditujukan untuk membangun, memajukan, dan mendukung
kegiatan keagamaan, tradisi, dan adat-istiadat masyarakat sekitar.
Tanggung jawab sosial korporasi Corperate Social Responsibility telah menjadi pemikiran para
pembuat kebijakan sejak lama. Bahkan Kode Hammurabi 1700-an SM yang berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam
menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Kode Hammurabi merupakan peraturan perundang-undangan di bidang
Universitas Sumatera Utara
lingkungan hidup dengan ketentuannya yang menyatakan, bahwa sanksi pidana dikenakan kepada seseorang apabila ia membangun rumah sedemikian
gegabahnya sehingga runtuh dan menyebabkan cederanya orang lain.
45
Dalam Kode Hammurabi disebutkan bahwa hukuman mati diberikan kepada orang-orang
yang menyalahgunakan izin penjualan minuman, pelayanan yang buruk, dan melakukan pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan
kematian orang lain.
46
Di negara lain seperti Amerika Serikat, CSR telah berkembang menjadi etika bisnis yang begitu penting dan memberikan tekanan bagi perusahaan-
perusahaan untuk mengimplementasikannya. Di Ameriksa Serikat, terlihat kecenderungan perusahaan-perusahaan yang melihat CSR tidak lagi menjadi
kewajiban yang dapat membebani perusahaan, tetapi justu dapat dijadikan sebagai alat atau strategi baru dalam hal pemasaran atau marketing perusahaan. Dalam
suatu artikel di Harvard Business Review tahun 1994, Craig Smith mengetengahkan “The New Corporate Philanthropy,” yang menjelaskan sebagai
suatu perpindahan kepada bermunculannya komitmen-komitmen jangka panjang perusahaan-perusahaan untuk memperhatikan atau turut serta dalam suatu inisiatif
atau permasalahan sosial tertentu, seperti memberikan lebih banyak kontribusi dana, dan hal ini dilakukan dengan cara yang juga akan dapat mencapat tujuan-
tujuan atau sasaran bisnis perusahaan. Dalam artikelnya, Smith juga memberikan
45
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002, hal. 36.
46
Antoniuspatianom “Latar Belakang Corporate Social Responsibility dan Community Development di Bidang Pertambangan”,
http:antoniuspatianom.wordpress.com , terakhir kali
diakses tanggal 8 September 2010.
Universitas Sumatera Utara
beberapa ulasan singkat dalam sejarah yang menjadi tolak ukur perubahan atau evolusi atas pandangan perusahaan-perusahaan terhadap CSR di Amerika Serikat.
Sekitar tahun 1950-an, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan yang menarik segala restriksi hukum dan menyatakan tidak berlaku segala aturan tidak tertulis
yang menghalangi keterlibatan perusahaan dalam isu-isu sosial. Sehingga, pada tahun 1960-an, dengan telah ditariknya halangan-halangan tersebut diatas,
perusahaan-perusahaan mulai merasakan adanya tekanan atas diri mereka untuk menunjukkan tanggung jawab sosial mereka, dan banyak perusahaan yang mulai
mendirikan in-house foundations atau unit khusus untuk menangani hal ini.
47
Komisi Masyarakat Eropa menyebutkan 4 empat faktor yang mendorongnya perkembangan CSR, yaitu:
48
1. Kepedulian dan harapan baru komunitas, konsumen, otoritas publik, dan
investor dalam konteks globalisasi dan perubahan industri berskala besar; 2.
Kriteria sosial memberi pengaruh besar dalam pengambilan keputusan investasi individu dan institusi baik sebagai konsumen maupun investor;
3. Meningkatnya kepedulian pada kerusakan lingkungan yang disebabkan
kegiatan ekonomi; 4.
Transparansi kegiatan bisnis akibat perkembangan media teknologi komunikasi dan informasi modern.
Pada tataran global tahun 1992 diselenggarakan KTT yang diadakan di Rio de Jenario, Brazil yang menegaskan mengenai konsep pembangunan
47
Bismar Nasution “Aspek Hukum Tanggung Jawab Sosial”,
http:bismar.wordpress.com , terakhir kali diakses tanggal 10 September 2010.
48
Reza Rahman, Op. cit., hal. 19.
Universitas Sumatera Utara
berkelanjutan sustainability development sebagai suatu hal yang bukan hanya menjadi kewajiban negara, namun juga harus diperhatikan oleh kalangan
korporasi.
49
Terobosan besar dalam konteks CSR ini dilakukan oleh John Elkington melalui konsep “3P” Profit, People, dan Planet yang dituangkan
dalam bukunya “Cannibals with forks, The tripple Bottom Line of Twentieth Century Business
” yang diliris pada tahun 1997. Ia berpendapat bahwa jika perusahaan ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka perusahaan
tersebut harus memperhatikan “3P”. Selain mengejar keuntungan profit, perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan
masyarakat people dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan planet.
50
C. Dasar Hukum Corperate Social Responsibility CSR