Hubungan Dismenore dengan Olahraga pada Remaja Usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan

(1)

HUBUNGAN DISMENORE DENGAN OLAHRAGA PADA REMAJA USIA 16-18 TAHUN

DI SMA ST.THOMAS 1 MEDAN

Oleh: DYANA NOVIA

060100029

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2 0 0 9


(2)

HUBUNGAN DISMENORE DENGAN OLAHRAGA PADA REMAJA USIA 16-18 TAHUN

DI SMA ST.THOMAS 1 MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh: DYANA NOVIA NIM: 060100029

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2 0 0 9


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Dismenore dengan Olahraga pada Remaja Usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan

Nama : Dyana Novia NIM : 060100029

Pembimbing Penguji I

(dr. Hayu Lestari Haryono,SpOG) (dr. Supriatmo, SpA (K))

Penguji II

(dr. T. Azhar Johan, SpPK)

Medan, 2 Desember 2009 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Dismenore adalah rasa mulas, rasa sakit pada perut bagian bawah dan dirasakan pada saat menstruasi, yang kebanyakan dialami oleh wanita usia muda. Tingginya angka prevalensi dan morbiditas dari dismenore kurang mendapat perhatian dari dunia medis, dikarenakan banyak wanita yang dikondisikan untuk menerima rasa sakit itu sebagai sesuatu yang normal, bersifat psikis walaupun hal tersebut menghambat aktivitas mereka sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup wanita. Meskipun olahraga secara umum diduga mengurangi nyeri dismenore, terdapat berbagai literature yang menyatakan hal yang berlawanan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari adanya hubungan antara dismenore dan olahraga. Jenis penelitian ini adalah analitik yang dilakukan pada 90 orang remaja yang berusia 16-18 tahun yang bersekolah di SMA St. Thomas 1 Medan. Remaja yang menjadi sample harus sudah mengalami menstruasi dan tidak sedang hamil. Informasi mengenai usia, jarak antara haid tiap bulan, kebiasaan olahraga, lama dan frekuensi olahraga tiap minggu didapatkan melalui kuesioner dan wawancara langsung.

Hasil dari analisis dengan menggunakan Chi square menunjukkan variabel independent yaitu olahraga berhubungan dengan kejadian dismenore. Hasil analisis menunjukkan kejadian dismenore menurun dengan adanya olahraga (p<0,05).

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memasukkan variabel lain seperti stress, pola makan, kebiasaan minum alkohol. Disarankan bagi para wanita untuk melakukan gaya hidup sehat.


(5)

ABSTRACT

Dysmenorrhea is defined as nausea and low abdominal pain during menstruation occurring predominantly in young women. Dysmenorrhea is a very common problem in young women, but the very high risk of prevalence and substantial morbidity of it may not come to medical attention because many women were conditioned to regard to pain as a normal, physiological event, even if it restricts their daily activities and may reduce their quality of life. Although exercise is generally thought to alleviate dysmenorrheal, the scientific literature display mixed evidence.

The aim of this study was to determine the relationship between dysmenorrheal and exercise. This research was an analytic study and investigation was done on 90 adolescents, age ranging from16 to 18 years old, who is studying in St. Thomas 1 senior high school. These adolescents must already menstruate and not pregnant. Information on present age, duration of menses, periode between each menstrual cycle, regular exercise, duration and frequency of exercise were obtained through questionnaire and direct interview.

The results of analysis using Chi square showed that there’s a significant correlation between the independent variable, exercise, and dysmenorrhea. The results of the study showed that prevalence of dysmenorrhea was reduced with the presence of exercise (p<0.05).

For further research on dysmenorrhea, it is suggested that other variable such as stress, dietary intake, alcohol consumption can also be included into the research. It is also suggested that women should retain a healthy lifestyle in order to avoid dysmenorrhea.


(6)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Hubungan Dismenore dengan Olahraga pada Remaja Usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan”, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga buat kedua orang tua yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun material, motivasi dan masukan kepada saya selama pembuatan karya tulis ini.

Dalam penulisan karya tulis ini, saya telah banyak mendapat bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya dengan rendah hati ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Hayu Lestari Haryono, SpOG selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah atas kesabaran dan waktu yang diberikannya sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. dr. Ismiralda Siregar selaku pembimbing akademik selama masa perkuliahan. 3. Drs. Johannes O. Fian selaku Kepala sekolah SMA Santho Thomas 1 Medan

atas bantuan yang diberikan sampai selesainya penelitian.

4. dr. Soekimin, SpPA (K) dan dr. Nuraiza Meutia, M.Biomed selaku dosen penguji pada seminar proposal penelitian.

5. dr. T. Azhar Johan, SpPK dan dr. Supriatmo, SpA (K) selaku dosen penguji pada seminar hasil penelitian.

6. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama masa pendidikan.


(7)

7. Seluruh teman dan pihak yang telah membantu dan memberikan saran dan bantuan selama penyusunan karya tulis ilmiah ini..

Saya juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan karya tulis ini karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Untuk itu, semua saran dan kritik akan menjadi sumbangan yang sangat berarti bagi kualitas karya tulis ini.

Semoga hasil karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, bangsa dan Negara kita Indonesia, serta pengembangan ilmu.

Medan, 20 November 2009

Peneliti,

Dyana Novia


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan……….. i

Abstrak……….. ii

Abstract………. iii

Kata Pengantar………. iv

Daftar Isi……… vi

Daftar Tabel……….. ix

Daftar Bagan………. x

Daftar Singkatan………... xi

Daftar Lampiran………... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penelitian... 2

1.3.1. Tujuan Umum... 2

1.3.2. Tujuan Khusus... 2

1.4. Manfaat Penelitian... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Remaja... 3

2.1.1. Pengertian Remaja... 3

2.2. Pubertas... 5

2.2.1. Definisi pubertas... 5

2.2.2. Fase Perubahan pada Pubertas... 6

2.3. Menstruasi... 8

2.3.1. Definisi Menstruasi... 8

2.3.2. Siklus Menstruasi... 9

2.3.2.1. Perubahan Histologik pada Endometrium dalam Siklus Menstruasi... 9

2.4. Gangguan Menstruasi... 11

2.4.1. Klasifikasi Gangguan Menstruasi... 11

2.4.1.1. Amenore... 12

2.4.1.2. Menoragia... 12

2.4.1.3. Dismenore... 12

2.4.2. Patofisiologi... 12 2.4.2.1. Perubahan Hormonal pada Siklus


(9)

Menstruasi Normal... 12

2.4.2.2. Perubahan Hormonal pada Siklus Menstruasi Anovulasi... 13

2.5. Dismenore... 13

2.5.1. Definisi Dismenore... 13

2.5.2. Epidemiologi Dismenore... 14

2.5.3. Klasifikasi Dismenore... 14

2.5.4. Gejala Dismenore... 15

2.5.5. Etiologi dan Faktor Resiko... 16

2.5.6. Patofisiologi... 16

2.5.7. Diagnosis... 18

2.5.8. Pengobatan... 18

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 21 3.1. Kerangka Konsep... 21

3.2. Definisi Operasional... 21

3.3. Hipotesis... 22

BAB 4 METODE PENELITIAN 23 4.1. Jenis Penelitian... 23

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 23

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 23

4.3.1. Populasi Penelitian... 23

4.3.2. Sampel Penelitian... 24

4.4. Data Primer... 24

4.5. Data Sekunder... 24

4.6. Teknik Pengumpulan Data... 25

4.7. Metode Pengolahan Data... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 26 5.1. Hasil Penelitian... 26

5.1.1. Karakteristik Individu... 26

5.1.2. Deskripsi Lokasi... 26

5.1.3. Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas... 27

5.1.4. Hasil Analisa Data……….. 27


(10)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 33

6.1. Kesimpulan………... 33

6.2. Saran……… 33

DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1 Sekuensi Maturasi Seksual pada Remaja 5

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

26

Tabel 3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 27

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Jarak antara Haid Berdasarkan Usia

28

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Mengganti Pembalut 28

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Dismenore Berdasarkan Usia Responden

29

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Intensitas Dismenore 29

Tabel 8 Perbandingan Tindakan yang Dilakukan Apabila Mengalami Dismenore Berdasarkan Usia Responden

30

Tabel 9 Distribusi Frekuensi Dismenore Berdasarkan Riwayat Keluarga

30

Tabel 10 Distribusi Frekuensi Dismenore Berdasarkan Ada Tidaknya Olahraga


(12)

DAFTAR BAGAN

Nomor Judul Halaman


(13)

DAFTAR SINGKATAN

ACOG American College of Obstetrician and Gynecologist

BMI Body Mass Index

FSH Follicle-stimulating Hormone

GH Growth Hormone

GnRH Gonadotropin-releasing Hormone

hCG Human Chorionic Gonadotropin

HPO Hypothalamic-Pituitary-Ovarian Axis

IUD Intrauterine Device

LH Luteinizing Hormone

OAINS Obat Anti-Inflamasi Non Steroid

PGF2 α Prostaglandin F2α

PID Pelvic Inflammatory Disease

PMS Premenstrual Syndrome

TXA2 Tromboksan A2


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Subjek Penelitian Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian


(15)

ABSTRAK

Dismenore adalah rasa mulas, rasa sakit pada perut bagian bawah dan dirasakan pada saat menstruasi, yang kebanyakan dialami oleh wanita usia muda. Tingginya angka prevalensi dan morbiditas dari dismenore kurang mendapat perhatian dari dunia medis, dikarenakan banyak wanita yang dikondisikan untuk menerima rasa sakit itu sebagai sesuatu yang normal, bersifat psikis walaupun hal tersebut menghambat aktivitas mereka sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup wanita. Meskipun olahraga secara umum diduga mengurangi nyeri dismenore, terdapat berbagai literature yang menyatakan hal yang berlawanan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari adanya hubungan antara dismenore dan olahraga. Jenis penelitian ini adalah analitik yang dilakukan pada 90 orang remaja yang berusia 16-18 tahun yang bersekolah di SMA St. Thomas 1 Medan. Remaja yang menjadi sample harus sudah mengalami menstruasi dan tidak sedang hamil. Informasi mengenai usia, jarak antara haid tiap bulan, kebiasaan olahraga, lama dan frekuensi olahraga tiap minggu didapatkan melalui kuesioner dan wawancara langsung.

Hasil dari analisis dengan menggunakan Chi square menunjukkan variabel independent yaitu olahraga berhubungan dengan kejadian dismenore. Hasil analisis menunjukkan kejadian dismenore menurun dengan adanya olahraga (p<0,05).

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memasukkan variabel lain seperti stress, pola makan, kebiasaan minum alkohol. Disarankan bagi para wanita untuk melakukan gaya hidup sehat.


(16)

ABSTRACT

Dysmenorrhea is defined as nausea and low abdominal pain during menstruation occurring predominantly in young women. Dysmenorrhea is a very common problem in young women, but the very high risk of prevalence and substantial morbidity of it may not come to medical attention because many women were conditioned to regard to pain as a normal, physiological event, even if it restricts their daily activities and may reduce their quality of life. Although exercise is generally thought to alleviate dysmenorrheal, the scientific literature display mixed evidence.

The aim of this study was to determine the relationship between dysmenorrheal and exercise. This research was an analytic study and investigation was done on 90 adolescents, age ranging from16 to 18 years old, who is studying in St. Thomas 1 senior high school. These adolescents must already menstruate and not pregnant. Information on present age, duration of menses, periode between each menstrual cycle, regular exercise, duration and frequency of exercise were obtained through questionnaire and direct interview.

The results of analysis using Chi square showed that there’s a significant correlation between the independent variable, exercise, and dysmenorrhea. The results of the study showed that prevalence of dysmenorrhea was reduced with the presence of exercise (p<0.05).

For further research on dysmenorrhea, it is suggested that other variable such as stress, dietary intake, alcohol consumption can also be included into the research. It is also suggested that women should retain a healthy lifestyle in order to avoid dysmenorrhea.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menstruasi merupakan proses fisiologis yang dimulai pada masa remaja dan dapat terjadi berbagai gejala sebelum atau selama masa menstruasi. Meskipun merupakan proses fisiologis, banyak remaja kurang atau bahkan tidak memiliki pengetahuan mengenai menstruasi yang normal maupun yang abnormal, dan kebanyakan informasi yang mereka terima merupakan informasi yang didapatkan dari ibu ataupun dari teman (Talatu dan Egbunu, 2007).

Nyeri saat menstruasi dilaporkan sebagai keluhan ginekologis paling umum dan paling sering menyebabkan ketidakhadiran seseorang remaja ataupun dewasa dari kerja, sekolah ataupun aktivitas lainnya (French, 2005). Menurut French (2005), prevalensi dismenore tertinggi terjadi pada gadis remaja, dengan perkiraan 20-90% tergantung dari metode pengukuran yang digunakan. Sekitar15% gadis remaja dilaporkan mengalami dismenore berat dan merupakan penyebab tertinggi para gadis remaja tdak hadir di sekolahnya di Amerika Serikat. Sebuah studi longitudinal secara kohort pada wanita Swedia ditemukan prevalensi dismenore pada wanita usia 19 tahun adalah 90% dan 67% pada wanita usia 24 tahun (French, 2005). Sepuluh persen dari wanita usia 24 tahun tersebut melaporkan adanya nyeri yang mengganggu kegiatan sehari-hari (French, 2005). Menurut Bambang Widjanarko (2006), dismenore terjadi pada lebih dari setengah wanita usia reproduksi dengan prevalensi beragam. Sebuah penelitian terhadap 113 pasien praktek dokter pribadi menunjukkan angka prevalensi sekitar 29-44%. Kebanyakan remaja mengobati diri sendiri dengan obat yang dijual bebas dan hanya beberapa yang berkonsultasi dengan dokter mengenai dismenore yang dialami.


(18)

1.2. Rumusan Masalah

Tingginya angka prevalensi dan morbiditas dari dismenore kurang mendapat perhatian dari dunia medis. Hal ini dikarenakan banyak wanita yang dikondisikan untuk menerima rasa sakit itu sebagai sesuatu yang normal, bersifat psikis walaupun hal tersebut menghambat aktivitas mereka sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup wanita. Maka berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana hubungan antara dismenore dengan olahraga?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mencari hubungan antara dismenore dengan olahraga pada remaja usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Mengetahui prevalensi dismenore pada remaja usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan

b. mengetahui prevalensi dismenore pada remaja dengan riwayat keluarga dismenore pada remaja usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

a. Masyarakat terutama golongan remaja dan dewasa mendapat informasi mengenai dismenore.

b. Dapat mengembangkan kemampuan di bidang penelitian serta mengasah kemampuan analisis bagi peneliti.

c. Dapat meningkatkan wawasan peneliti mengenai faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan dismenore.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Remaja

2.1.1.Pengertian Remaja

Menurut Behrman (2004), remaja adalah mereka yang berusia 10-20 tahun, dan ditandai dengan perubahan dalam bentuk dan ukuran tubuh, fungsi tubuh, psikologi dan aspek fungsional. Dari segi usia remaja dapat dibagi menjadi remaja awal/ early adolescence (10-13 tahun), remaja menegah/ middle adolescence (14-16 tahun), dan remaja lanjut/ late adolescence (17-20 tahun).

Masa remaja atau adolescence diartikan sebagai perubahan emosi dan perubahan sosial pada masa remaja. Masa remaja menggambarkan dampak perubahan fisik, dan pengalaman emosi yang mendalam. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan mereka kelak (Nugraha, 1997). Masa remaja adalah merupakan masa peralihan baik secara fisik, psikis maupun sosial dari masa kanak-kanak menuju dewasa (Arma, 2007).

Pada masa remaja, seseorang mengalami perubahan seks sekunder. Ciri seks sekunder individu dewasa adalah: (Tukan, 1993).

a. Pada pria tampak kumis, jenggot, dan rambut sekitar alat kelamin dan ketiak. Selain itu suara juga menjadi lebih besar/kasar, dada melebar serta kulit menjadi relatif lebih kasar.

b. Pada wanita tampak rambut mulai tumbuh disekitar alat kelamin dan ketiak, payudara dan pinggul mulai membesar dan kulit menjadi lebih halus.

Selain tampaknya ciri seks sekunder, organ kelamin pada remaja juga mengalami perubahan ke arah kematangan, yaitu:


(20)

a. Pada pria sejak usia remaja, testis akan menghasilkan sperma dan penis dapat digunakan untuk bersenggama dalam perkawinan. b. Pada wanita, kedua indung telur (ovarium) akan menghasilkan sel

telur (ovum). Pada saat ini perempuan akan mengalami ovulasi dan menstruasi.

Selama masa pubertas inilah, remaja akan mengalami pubertas dan selesainya pertumbuhan, perkembangan dari ketrampilan kognitif (termasuk kapasitas berpikir abstrak), perkembangan identitas personal dan seksual yang lebih jelas, dan perkembangan rasa ketidakbergantungan secara emosional, personal dan finansial kepada orang tua (Christie dan Vinel, 2005).

Tahapan Perkembangan pada remaja (McIntosh N, Helms P, Smyth R, eds, 2003):

a. Remaja awal: pubertas awal, pada wanita terjadi pertumbuhan payudara dan rambut pubis, permulaan growth spurt. Pada pria terjadi pembesaran testis, permulaan perkembangan alat kelamin.

b. Remaja menengah: pada wanita terjadi perkembangan bentuk tubuh wanita dengan deposisi lemak, akhir dari growth spurt. Pada pria, terjadi spermake dan emisi nokturnal, suara menjadi kasar dan permulaan growth spurt.

c. Remaja lanjut: pada pria terjadi akhir pubertas, berlanjutnya peningkatan massa otot dan rambut tubuh.

2.2.Pubertas

2.2.1. Definisi pubertas

Pubertas adalah masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa (Wiknjosastro, 2005).


(21)

Tabel 2.1. Sekuens Maturasi Seksual pada Wanita

Perubahan Usia (tahun) Hormon yang berperan

Pertumbuhan puting susu 10-11 Estradiol

Pertumbuhan rambut seksual

10,5-11,5 Androgen

Growth Spurt 11-12 Hormon pertumbuhan

Menarke 11,5-13 Estradiol

Pertumbuhan payudara seperti dewasa

12,5-15 Progesteron

Pertumbuhan rambut seksual seperti dewasa

13,5-16 Androgen

2.2.2. Fase Perubahan pada pubertas

a. Adrenarke. Peningkatan produks androgen oleh kelenjar adrenal yang kemudian diubah secara sentral di hati dan ovarium maupun diperifer di jaringan menjadi estrogen (Hamilton-Fairley, 2004). Adrenarke kemungkinan disebabkan oleh peningkatan aktivitas enzim liase dari 17α-hidroksilase. Perubahan ini biasanya dimulai pada usia 8-10 tahun pada anak peremuan dan 10-12 tahun pada anak laki-laki (Ganong, 2005). Pada fase ini didapatkan peningkatan aktivitas kelenjar keringat, keringat, pertumbuhan rambut, pertumbuhan rambut pubis yang kemudian diikuti pertumbuhan rambut aksila (Hamilton-Fairley, 2004).

Setelah masa ini terjadi penurunan bertahap dari aktivitas enzim liase sejalan dengan sekresi androgen adrenal di plasma yang menurun seiring bertambahnya usia (Ganong, 2005).

b. Karakteristik seksual

Biasanya dimulai pada usia 9-11 tahun. Pertumbuhan payudara biasanya mendahului pertumbuhan rambut pubis dan membutuhkan waktu 5-6 tahun untuk


(22)

mencapai stadium 5 Tanner. Pertumbuhan rambut pubis hanya membutuhkan waktu 3 atau 4 tahun dan kadang sudah selesai sebelum terjadi perkembangan payudara (Hamilton-Fairley, 2004).

Anak perempuan harus mencapai berat badan tertentu yang tidak berhubungan dengan tinggi badan, sebelum pertumbuhan payudara dimulai. Lebih lanjut, berat badan harus mencapai 85-106 pon sebelum menstruasi dimulai, dan proporsi lemak tubuh sebesar 16-24% diperlukan untuk mempertahankan siklus menstruasi ovulatoar. Anak perempuan yang berolahraga berat seperti mengikuti olahraga senam, balet, dan kompetisi lari sebelum pubertas akan mengalami perkembangan seksual yang terlambat sedangkan anak perempuan yang mengalami berat badan berlebih akan mengalami menarke lebih awal (Beckmann et al, 2002). Hipotesis yang dinyatakan oleh French (2002) bahwa massa lemak tubuh adalah faktor pemicu yang penting bagi gonadotropin, baik pada anak perempuan yang sedang berkembang maupun pada wanita dewasa. Defisiensi estrogen yang dipicu oleh olahraga berlebihan dan penurunan massa lemak menyebabkan osteoporosis prematur (Frisch, 2002). Sedangkan menurut Sarwono (2005), berat badan dimana seorang anak perempuan mulai mengalami siklus haid adalah 45 kg. Anoreksia pada remaja dapat menghambat karena berat badan dibawah standar usia (Wiknjosastro, 2005).

Menarke biasanya bersamaan dengan perkembangan payudara mencapai stadium 3 Tanner. Rata-rata usia menarke di Amerika Serikat adalah12,9 tahun (Hamilton-Fairley, 2004). Sedangkan menurut American Academy of Pediatrics,

Committee on Adolescence, American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care (2006), median usia menarke stabil

antara usia 12-13 tahun, dan hanya 10% yang mengalami menarke pada usia 11,1 tahun dan 90% sudah mengalami menstruasi pada usia 13,75 tahun.


(23)

Onset pubertas bersamaan dengan peningkatan yang cepat dari kecepatan pertumbuhan. Pada anak perempuan, pertumbuhan ini mencapai 25-28 cm dan pada anak laki-laki 26-30 cm. Anak laki-laki mengalami pubertas lebih lambat dari anak perempuan sehingga mereka memulai growth spurt dari poin yang lebih tinggi yang mana mengakibatkan mereka lebih tinggi dari anak perempuan saat dewasa (Hamilton-Fairley, 2004).

Pada fase ini kelenjar pituitari meningkatkan frekuensi pengeluaran growth

hormone dan luteinizing hormone dengan mekanisme yang masih tidak jelas

diketahui. Pengeluaran kedua hormone ini tertinggi terjadi pada malam hari saat sedang tidur. Hal ini mungkin menjadi alasan peningkatan kebutuhan tidur pada remaja. Peningkatan LH bekerja pada sel tekal dari ovarium untuk meningkatkan produksi androgen. Hal ini memulai kematangan oosit di ovarium dari fase primordial menjadi fase antral. Saat hal ini dimulai, seorang anak perempuan akan mulai mengalami siklus haidnya (Hamilton-Fairley, 2004).

2.3. Menstruasi

2.3.1. Definisi menstruasi

Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2005).

Panjang siklus menstruasi ialah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Panjang siklus menstruasi yang normal atau dianggap sebagai siklus menstruasi yang klasik adalah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas. Panjang siklus menstruasi dipengaruhi oleh usia seseorang. Rata-rata panjang siklus menstruasi pada gadis usia 12 tahun adalah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun adalah 27,1 hari dan pada wanita usia 55 tahun adalah 51,9 hari. Panjang siklus yang biasa pada manusia adalah 25-32 hari, dan kira-kira 97% wanita yang berovulasi siklus menstruasinya berkisar antara 18-42 hari (Wiknjosastro, 2005). Menurut WHO


(24)

(1986) dalam American Academy of Pediatrics, Committee on Adolescence,

American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care (2006), median panjang siklus menstruasi setelah menarke adalah 34

hari, dengan 38% melebihi 40 hari. Hasil yang didapatkan bervariasi yaitu 10% wanita mempunyai siklus menstruasi melebihi 60 hari antara menstruasi yang pertama dengan yang berikutnya, dan 7% mempunyai panjang siklus 20 hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklus tersebut tidak berovulasi (anovulatoar) (Wiknjosastro, 2005).

Kebanyakan wanita mengalami menstruasi selama 1-2 hari pada permulaan munculnya menstruasi (American Academy of Pediatrics, Committee on Adolescence,

American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care, 2006). Lamanya menstruasi biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari

diikuti darah yang sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasanya lama menstruasi itu tetap. Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 ± 16 cc (Wiknjosastro, 2005). Sedangkan menurut American Academy of

Pediatrics, Committee on Adolescence, American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care (2006), rata-rata

kehilangan darah setiap periode menstruasi adalah lebih kurang 30 ml dan kehilangan darah lebih dari 80 ml yang kronik berkaitan dengan anemia. Pada wanita dengan anemia defisiensi besi jumlah darah mesntruasinya lebih banyak. Jumlah darah menstruasi lebih dari 80 cc dianggap patologik. Darah menstruasi tidak membeku mungkin disebabkan oleh adanya fibrinolisin. Statistik menunjukkan bahwa usia menarke dipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umum (Wiknjosastro, 2005).

2.3.2. Siklus menstruasi

Tiga struktur yang terlibat dalam pengaturan ovulasi dan menstruasi diantaranya : (Hamilton-Fairley, 2004)


(25)

a. Kelenjar pituitari anterior b. Ovarium

c. Uterus

2.3.2.1. Perubahan histologik pada endometrium dalam siklus menstruasi

Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lendir uterus mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan aktivitas ovarium. Dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus menstruasi yaitu: (Wiknjosastro, 2005)

a. Fase menstruasi atau deskuamasi

Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan. Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah menstruasi mengandung darah vena dan arteri dengan sel darah merah yang hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan stroma yang mengalami disintegrasi dan otolisis dan sekret dari uterus, serviks, dan kelenjar-kelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3-4 hari.

b. Fase pascahaid atau fase regenerasi

Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium ± 0,5 mm. Fase ini telah dimulai sejak fase menstruasi dan berlangsung ± 4 hari.

c. Fase intermenstruum atau fase proliferasi

Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 siklus menstruasi. Fase proliferasi dapat dibagi atas 3 subfase, yaitu: (Wiknjosastro, 2005)

1) Fase proliferasi dini (early proliferation phase)

Fase proliferasi dini berlangsung hanya antara hari ke-4 sampai hari ke-7. fase ini dapat dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar. Kelenjar-kelenjar kebanyakan lurus, pendek dan sempit.


(26)

Bentuk kelenjar ini merupakan ciri khas fase proliferasi, sel-sel kelenjar mengalami mitosis. Sebagian sediaan masih menunjukkan suasana fase menstruasi dimana terlihat perubahan-perubahan involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid. Stroma padat dan sebagian menunjukkan aktivitas mitosis, sel-selnya berbentuk bintang dan dengan tonjolan-tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma relatif besar sebab sitoplasma relatif sedikit.

2) Fase proliferasi madya (midproliferation phase)

Fase ini berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. fase ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel permukaan yang berbentuk toraks dan tinggi. Kelenjar berlekuk-lekuk dan bervariasi. Sejumlah stroma mengalami edema. Tampaknya bentuk mitosis dengan inti berbentuk telanjang (naked nucleus).

3) Fase proliferasi akhir (late proliferation phase)

Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stroma berbentuk aktif dan padat.

d. Fase prahaid atau fase sekresi

Fase ini sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28. Pada fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang, berkeluk-keluk dan mengeluarkan getah, yang makin lama makin nyata. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Fase sekresi dibagi atas: (Wiknjosastro, 2005)

1) Fase sekresi dini

Dalam fase ini endometriu lebih tipis daripada fase sebelumnya karena kehilangan cairan. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa lapisan, yakni:


(27)

a) stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang berbatasan dengan lapisan miometrium. Lapisan ini tidak aktif, kecuali mitosis pada kelenjar.

b) Stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti spons. Ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang melebar dan berkeluk-keluk dan hanya sedikit stroma diantaranya.

c) Stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat Saluran-saluran kelenjar sempit, lumennya berisi sekret, dan stromanya edema.

2) Fase sekresi lanjut

Endometrium dalam fase ini tebalnya 5-6 mm. Dalam fase ini terdapat peningkatan dari fase sekresi dini, dengan endometrium sangat banyak mengandung pembuluh darah yang berkeluk-keluk dan kaya dengan glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum. Sitoplasma sel-sel stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua bila terjadi kehamilan.

2.4. Gangguan menstruasi

Gangguan menstruasi adalah masalah yang umum terjadi pada masa remaja. Gangguan ini dapat menyebabkan rasa cemas yang signifikan pada pasien maupun keluarganya. Faktor fisik dan psikologis berperan pada masalah ini (Chandran, 2008).

2.4.1. Klasifikasi gangguan menstruasi

Klasifikasi yang telah dikenal luas adalah sebagai berikut (Chandran, 2008): a. Amenore dan oligomenore (perdarahan sedikit atau tidak ada sama sekali) b. Dismenore (nyeri menstruasi)


(28)

2.4.1.1. Amenore

Amenore bisa terjadi primer (tidak pernah menstruasi) ataupun sekunder (menarke, tetapi kemudian tidak ada periode menstruasi selama 3 bulan berturut-turut). Amenore primer adalah tidak adanya menstruasi sampai usia 16 tahun dengan perkembangan pubertas yang normal atau sampai usia 14 tahun dengan perkembangan pubertas yang tidak normal. Amenore sekunder lebih sering terjadi daripada amenore primer. Etiologi paling sering adalah karena disfungsi dari

hypothalamic-pituitary-ovarian (HPO) aksis (Chandran, 2008).

2.4.1.2. Menoragia

Perdarahan menstruasi yang berlangsung lebih dari 8-10 hari dengan perdarahan yang keluar dari 80 ml diklasifikasikan sebagai berlebihan (Chandran, 2008).

2.4.1.3. Dismenore

Dismenore adalah keluhan yang sangat sering dan dapat terjadi primer maupun sekunder, tetapi dismenore primer terjadi lebih sering. Simtom diantaranya adalah nyeri abdomen bawah seperti kram dan nyeri pelvik yang menjalar sampai ke paha dan punggung tanpa adanya gambaran patologik pelvik (Chandran, 2008).

2.4.2. Patofisiologi

2.4.2.1. Perubahan hormonal pada siklus menstruasi normal

Pada siklus ovulasi, hipotalamus mensekresi gonadotropin-releasing hormone

(GnRH), yang menstimulasi kelenjar pituitari untuk melepaskan follicle-stimulating hormone (FSH). Hal ini selanjutnya akan mengakibatkan folikel pada ovarium untuk

berkembang dan menjadi matang. Pada pertengahan siklus, peningkatan pelepasan (surge) dari luteinizing hormone (LH) yang terjadi bersamaan dengan peningkatan pelepasan FSH, mengakibatkan terjadinya ovulasi. Folikel yang berkembang tersebut


(29)

menghasilkan estrogen, yang kemudian menstimulasi endometrium untuk berproliferasi. Setelah sel telur dilepaskan, FSH dan LH kadarnya kemudian menurun, dan folikel yang ruptur tadi kemudian berkembang menjadi korpus luteum, dan progesteron disekresi dari ovarium. Progesteron menyebabkan endometrium yang berproliferasi untuk berdiferensiasi dan menjadi stabil. Empat belas hari setelah ovulasi, berlangsunglah menstruasi akibat dari pelepasan dinding endometrium sekunder terhadap penurunan yang cepat dari kadar estrogen dan progesteron yang disebabkan korpus luteum yang berinvolusi (Chandran, 2008).

2.4.2.2. Perubahan hormonal selama siklus anovulasi

Siklus anovulasi umum terjadi pada 2 tahun pertama setelah menarke karena ketidakmatangan dari aksis HPO. Hal ini juga terjadi pada berbagai kondisi yang patologis. Pada siklus anovulasi, perkembangan folikular terjadi dengan stimulasi FSH, tetapi karena kurangnya surge dari LH, ovulasi gagal terjadi. Akibatnya, tidak terjadi pembentukan korpus luteum dan tidak disekresikan progesteron. Endometrium tetap berkembang ke fase proliferatif. Ketika folikel yang berkembang berinvolusi, kadar estrogen menurun dan perdarahan akibat penarikan (withdrawal) terjadi. Kebanyakan siklus anovulasi terjad teratur dengan perdarahan normal. Tetapi endometrium yang berproliferatif secara tidak stabil terjadi secara tidak teratur, mengakibatkan perdarahan berat yang berkepanjangan (Chandran, 2008).

2.5. Dismenore

2.5.1. Definisi dismenore

Dismenore didefinisikan oleh Stenchever (2002) dalam Chudnoff (2005) sebagai sensasi nyeri yang seperti kram pada abdomen bawah sering bersamaan dengan gejala lain seperti keringat, takikardia, sakit kepala, mual, muntah, diare dan tremor.


(30)

Dismenore dapat mendahului menstruasi beberapa hari atau dapat bersamaan dengan menstruasi, dan biasanya menghilang dengan berhentinya menstruasi (Latthe P, Mignini L, Gray R, Hills R, Khan K, 2006).

2.5.2. Epidemiologi

Prevalensi dismenore paling tinggi terdapat pada remaja wanita, dengan perkiraan antara 20-90%, tergantung pada metode pengukuran yang digunakan. Sekitar 15% remaja wanita dilaporkan menderita dismenore berat. Dismenore merupakan penyebab tersering ketidakhadiran jangka pendek yang berulang pada remaja wanita di Amerika Serikat. Sebuah studi longitudinal secara kohort pada wanita Swedia ditemukan prevalensi dismenore adalah 90% pada wanita usia 19 tahun dan 67% pada wanita usia 24 tahun. Sepuluh persen dari wanita usia 24 tahun yang dilaporkan tersebut mengalami nyeri yang sampai mengganggu kegiatan sehari-hari (French, 2005), dan 75-85% wanita yang mengalami disemnore ringan (Abbaspour, 2005). Pada suatu penelitian ditemukan bahwa 51% wanita tidak hadir di sekolah ataupun pekerjaan paling tidak sekali dan 8% wanita tidak hadir di sekolah atau kerja setiap kali mengalami menstruasi. Lebih lanjut, wanita dengan dismenore mendapatkan nilai lebih rendah di sekolah dan lebih susah beradaptasi dengan lingkungan sekolah daripada wanita tanpa dismenore (Abbaspour, 2005).

2.5.3. Klasifikasi dismenore

Menurut Calis, Popat, Devra dan Kalantaridou (2009), dismenore dikalsifikasikan sebagai dismenore primer (spasmodic) atau sekunder (kongestif). Sedangkan menurut Colin dan Shushan (2003), dismenore diklasifikasikan sebagai dismenore primer (tidak ada penyebab organik), dismenore sekunder dan disemore membranous

Dismenore primer terjadi beberapa tahun pertama setelah menarke dan menjangkit lebih dari 50% remaja post-pubertas (Calis, Popat, Devra, dan


(31)

Kalantaridou , 2009). Pada kebanyakan kasus, nyeri menstruasi cenderung berkurang sejalan bertambahnya usia. Nyeri juga berkurang setelah melahirkan (ACOG, 2006).

Dismenore primer didefinisikan sebagai nyeri menstruasi pada wanita dengan anatomi pelvik yang normal dan biasanya dimulai pada masa remaja. Nyeri ini dikarakteristikan dengan nyeri pelvik seperti kram yang dimulai sesaat sebelum atau pada onset dari menstruasi dan berakhir satu atau tiga hari setelahnya. Dismenore bisa juga sekunder terhadap adanya patologis organ pelvik (French, 2005).

Dismenore sekunder didefinisikan sebagai nyeri menstruasi yang diakibatkan adanya anatomi ataupun makroskopik yang patologis dari pelvik, seperti yang terjadi pada wanita dengan endometriosis atau pelvic inflammatory disease (PID) yang kronik. Kondisi yang paling sering terjadi pada wanita usia 30-45 tahun (Calis, Popat, Devra, dan Kalantaridou, 2009).

Dismenore membranosus lebih jarang terjadi, hal ini disebabkan adanya bagian endometrium yang melewati serviks yang tidak berdilatasi (cast of

endometrium through an undilated cervix) (Colin dan Shushan, 2003).

2.5.4. Gejala dismenore

Gejala utama dismenore adalah nyeri yang terkonsentrasi pada abdomen bawah, regio umbilikal atau regio suprapubik dari abdomen. Dismenore juga sering dirasakan pada abdomen kiri atau kanan. Nyeri ini dapat menjalar ke paha atau punggung bawah. Gejala lain yang menyertai berupa mual dan muntah, diare, sakit kepala, capek, pusing (ACOG, 2006) dan pada kasus berat nyeri menstruasi dapat menyebabkan seseorang pingsan (Abbaspour, 2005). Gejala dismenore biasanya terjadi beberapa jam sebelum berawalnya menstruasi dan dapat berlanjut sampai beberapa hari (Latthe P, Mignini L, Gray R, Hills R, Khan K, 2006).


(32)

2.5.5. Etiologi dan faktor resiko

Pada suatu studi ditemukan bahwa merokok, menarke awal (<12 tahun), siklus menstruasi yang panjang, jumlah darah menstruasi yang berlebihan (Widjanarko, 2006), usia kurang dari 30 tahun, BMI yang rendah, nulliparitas, sindroma premenstrual, sterilisasi, secara klinis diduga adanya pelvic inflammatory

disease (PID), penyimpangan seksual dan gejala psikologis berhubungan dengan

dismenore (Latthe P, Mignini L, Gray R, Hills R, Khan K, 2006 dan Veronika, 2008). Menurut French (2005), faktor resiko untuk dismenore diantaranya usia dibawah 20 tahun, nulliparitas, perdarahan menstruasi yang berat, usaha untuk menurunkan berat badan, merokok dan depresi atau ansietas, dan gangguan jaringan sosial. Sedangkan menurut Edmundson (2006), faktor resiko dismenore yang lain diantaranya obesitas dan riwayat keluarga positif untuk dismenore, endometriosis, adenomyosis,

leiomyomata (fibroids), intrauterine device (IUD), karsinoma endometrium, kista

ovarium, malformasi pelvik kongenital dan stenosis serviks. Calis, Popat, Devra dan Kalantaridou (2009) menyatakan bahwa obesitas dan konsumsi alkohol ditemukan berhubungan dengan dismenore pada beberapa tetapi tidak semua penelitian mengenai dismenore. Disamping itu menurut Calis, Popat, Devra dan Kalantaridou (2009), aktivitas fisik dan durasi dari siklus menstruasi tidak berhubungan dengan peningkatan nyeri menstruasi.

2.5.6. Patofisiologi

Prostaglandin dikeluarkan selama menstruasi, karena luruhnya dinding endometrium beserta isinya (Lethaby A, Augood C, Duckitt K, Farquhar C, 2007). Menurut French (2005), dismenore diduga akibat pengeluaran prostaglandin di cairan menstruasi, yang mengakibatkan kontraksi uterus dan nyeri. Kadar prostaglandin endometrium yang meningkat selama fase luteal dan menstruasi menyebabkan kontraksi uterus (Chandran, 2008). Selama periode menstruasi, kadar prostaglandin meningkat, kemudian pada permulaan periode, kadar prostaglandin tetap tinggi,


(33)

dengan berlanjutnya masa menstruasi, kadar prostaglandin menurun, hal ini menjelaskan mengapa nyeri cenderung berkurang setelah beberapa hari pertama periode menstruasi (ACOG, 2006). Vasopressin juga berperan pada peningkatan kontraktilitas uterus dan menyebabkan nyeri iskemik sebagai akibat dari vasokonstriksi. Adanya peningkatan kadar vasopressin telah dilaporkan terjadi pada wanita dengan dismenore primer (Chandran, 2008 dan Edmundson, 2006).

Teori lain yang menyebabkan dismenore primer yaitu dari faktor kejiwaan, faktor konstitusi dan faktor alergi. Dari faktor kejiwaan dinyatakan bahwa gadis remaja yang secara emosional belum stabil jika tidak mendapat penjelasan yang baik dan benar tentang menstruasi mudah untuk timbul dismenore. Sedangkan dari faktor konstitusi dinyatakan bahwa faktor ini dapat menurunkan ketahanan terhadap nyeri, seperti kondisi fisik lemah, anemia, penyakit menahun dan lain sebagainya (Wiknjosastro, 2005). Teori dari faktor alergi dikemukakan setelah adanya hubungan antara dismenore dengan urtikaria, migren atau asma bronkiale (Warianto, 2008). Menurut Wiknjosastro (2005), teori lain penyebab dismenore selain teori kejiwaan, konstitusi, alergi dan endokrin (PGF2α) adalah teori obstruksi kanalis servikalis, yang merupakan salah satu teori paling tua untuk menjelaskan terjadinya dismenore primer yaitu karena terjadinya stenosis servikalis.

Hubungan antara dismenore dengan endometriosis masih tidak jelas. Endometriosis mungkin asimtomatik, atau mungkin bersamaan dengan nyeri pelvik yang tidak terbatas pada masa menstruasi dan pada bagian pelvik anterior bawah. Pada suatu studi dari wanita yang mengalami sterilisasi efektif, tidak terdapat perbedaan antara wanita dengan maupun wanita tanpa endometriosis. Meskipun begitu, suatu studi observasional pada wanita yang dilakukan laparoskopi untuk infertilitas mendukung adanya hubungan antara dismenore dan keparahan dari endometriosis (French, 2005).


(34)

2.5.7. Diagnosis

Pada kebanyakan pasien dengan nyeri menstruasi, terapi empiris diberikan dengan presumpsi diagnosis dismenore primer, berdasarkan riwayat adanya nyeri pelvik anterior bagian bawah yang dimulai pada masa remaja dan berhubungan secara spesifik dengan periode menstruasi. Riwayat yang inkonsisten dan atau adanya penemuan massa di pelvik pada pemeriksaan fisik, keluarnya cairan vagina yang abnormal, atau kaku pelvik yang tidak terbatas pada periode menstruasi mengarahkan diagnosis kepada dismenore sekunder (French, 2005).

2.5.8. Pengobatan

Pengobatan dismenore diantaranya medikamentosa dan teknik lain untuk mengurangi nyeri. Jika penyebab dismenore ditemukan, pengobatan difokuskan pada menghilangkan penyebab. Pada beberapa kasus, mungkin diperlukan pembedahan untuk menghilangkan penyebab atau mengurangi nyeri (ACOG, 2006).

a. Medikamentosa

Obat seperti OAINS (obat anti-inflamasi non steroid) menghambat pembentukan prostaglandin. Hal ini mengurangi rasa kram. Obat ini juga mencegah gejala seperti mual dan diare. OAINS bekerja maksimal jika diberikan pada permulaan timbulnya gejala dan biasanya dikonsumsi hanya selama 1 atau 2 hari. Menurut Hart dan Norman (2000), pengobatan jangka panjang dengan progesteron juga mengurangi nyeri menstruasi.

b. Kontrasepsi oral

Kontrasepsi oral dosis rendah terbukti efektif mengurangi dismenore pada remaja wanita pada studi terhadap76 pasien (Zoler, 2004). Hormon-hormon pada kontrasepsi membantu mengontrol pertumbuhan dinding uterus sehingga prostaglandin sedikit dibentuk. Akibatnya kontraksi lebih sedikit, aliran darah lebih sedikit dan nyeri berkurang.


(35)

d. Thermoablasi

Brunk (2005) melakukan penelitian dengan thermoablasi pada 330 wanita dengan rata-rata 42 tahun mendapatkan bahwa mayoritas wanita (83%) melaporkan pengurangan nyeri menstruasi dan premenstrual syndrome (PMS) dalam 1 tahun.

e. Terapi nutrisi

Perubahan pada pola makan atau diet dapat membantu mengurangi atau mengobati nyeri menstruasi: (Tran, 2001)

1) Peningkatan masukan makanan seperti serat, kalsium, makanan dari bahan kedelai, buah-buahan dan sayuran.

2) Mengurangi konsumsi makanan yang memicu sindrom premenstrual seperti kafein, garam dan gula.

3) Berhenti merokok karena memperburuk kram.

4) Mengkonsumsi suplemen multi-vitamin dan mineral yang mengandung kadar magnesium dan vitamin B6 (piridoksin) yang tinggi setiap hari, dan suplemen minyak ikan (fish oil) (Tran, 2001). Menurut Werbach (2004), adanya peningkatan permeabilitas kapiler oleh vitamin C akan meningkatkan efek vasodilatasi dari niasin. Vitamin E menghambat pelepasan tromboksan A2 dan menstimulasi sintesis prostasiklin, sedangkan magnesium mempunyai efek vasodilator dan efek merelaksasikan otot serta menghambat sintesis prostaglandin F2 alfa (PGF2α).

f. Metode lain

Akupuntur dan obat tumbuh-tumbuhan dari China popular sebagai terapi alternatif untuk kram. Aromaterapi dan pemijitan dapat mengurangi nyeri pada beberapa wanita. Akupuntur bekerja dengan menyelaraskan aliran Qi dan darah, melancarkan meridian yang tersumbat, membantu meredakan hati yang murung dan emosi yang tertekan, menguatkan Qi tubuh sehingga tubuh sanggup beradaptasi dengan perubahan yang terjadi saat menstruasi (Warianto, 2008).


(36)

2.6. Dismenore dan olahraga

Menurut Abbaspour (2005), wanita yang teratur berolahraga didapatkan penurunan insidensi dismenore. Hal ini mungkin disebabkan efek hormonal yang berhubungan dengan olahraga pada permukaan uterus, atau peningkatan kadar endorfin yang bersirkulasi. Diduga olahraga bekerja sebagai analgesik nonspesifik yang bekerja jangka pendek dalam mengurangi nyeri. Tetapi menurut Abbaspour (2005), kombinasi dari faktor organik, psikologikal, dan sosiokultural juga berperan. Menurut Izzo dan Labriola (1991) dalam Abbaspour (2005) menunjukkan bahwa prevalensi dismenore lebih rendah pada atlet yang teratur berolahraga sebelum menarke, dan terjadi perbaikan gejala setelah mulai berolahraga. Atlet yang berpartisipasi pada aktivitas olahraga yang lebih intense mengalami gejala menstruasi yang lebih ringan. Menurut Izzo dan Labriola (1991) dalam Abbaspour (2005) pula, terjadi peningkatan metabolisme akibat peningkatan aliran darah pada daerah pelvik, yang terjadi pada saat berolahraga, mungkin berpengaruh terhadap dismenore. Menurut Gannon (1986) dalam Abbaspour (2005), gejala dismenore adalah karena peningkatan kontraksi otot uterus, yang diinervasi oleh sistem saraf simpatetik. Stress cenderung meningkatkan aktivitas simpatetik, dan akibatnya terjadi peningkatan nyeri menstruasi melalui peningkatan kontraksi uterus. Dengan mengurangi stress dan meningkatkan aktivitas olahraga akan terjadi penurunan aktivitas dari saraf simpatetik, sehingga mengurangi gejala. Pada kenyataannya, olahraga dikenal mengakibatkan pelepasan endorfin, suatu substansi yang diproduksi oleh otak yang meningkatkan ambang rasa nyeri.


(37)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pada penelitian ini akan diteliti hubungan antara dismenore dengan olahraga pada remaja usia 16-18 tahun di SMA St.Thomas 1 Medan. Variabel dependen pada penelitian ini adalah dismenore sedangkan variabel independennya adalah olahraga.

Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

Remaja usia 16-18 tahun merupakan anak perempuan yang bersekolah dan berusia antara 16-18 tahun.

Dismenore adalah sensasi nyeri pada saat menstruasi yang dirasakan di daerah abdomen bawah. Dismenore dinyatakan sebagai dismenore (+) bila ada dirasakan nyeri saat menstruasi didaerah abdomen bawah yang dapat disertai dengan

gejala-Remaja Usia 16-18 tahun

Dismenore (+) Dismenore (-)


(38)

gejala lain; sedangkan dismenore dinyatakan sebagai dismenore (-) bila tidak dirasakan nyeri saat menstruasi didaerah abdomen bawah.

Olahraga adalah aktivitas yang melibatkan fisik dan ketrampilan yang diatur oleh peraturan tertentu dan sering dipertandingkan. Seseorang dikategorikan sebagai olahraga (+) bila olahraga dilakukan minimal dua kali seminggu dan minimal 20 menit setiap kali berolahraga; sedangkan olahraga (-) bila olahraga dilakukan kurang dari dua kali dalam seminggu dan kurang dari 15 menit tiap kali berolahraga.

3.3. Hipotesis

Ho: Tidak ada hubungan antara dismenore dengan olahraga. Ha: Ada hubungan antara dismenore dengan olahraga.


(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dimana pada penelitian ini akan dicari hubungan antara dismenore dengan olahraga pada remaja usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara

cross-sectional study dimana peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel

pada satu saat tertentu (Alatas, Karyomanggolo, Musa, Boediarso, dan Oesman, 2008).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA St. Thomas 1 Medan, provinsi Sumatera Utara. Sekolah ini terpilih sebagai lokasi penelitian karena sekolah ini memiliki kriteria karakteristik yang diperlukan bagi penelitian.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan, sejak penentuan judul, penulisan proposal hingga seminar hasil yang berlangsung sejak bulan Februari hingga Agustus 2009. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2009.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi target merupakan seluruh siswi usia 16-18 tahun di Medan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswi usia 16-18 tahun yang bersekolah di SMA St. Thomas 1 Medan.


(40)

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari siswiyang dipilih secara

stratified random sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini berupa siswi yang

berusia 16-18 tahun, sudah mengalami menstruasi dan tidak sedang hamil. Sedangkan kriteria eksklusi berupa remaja wanita yang belum mengalami menstruasi.

Perhitungan sampel menggunakan rumus dengan jumlah populasi lebih kecil dari 10.000 sebagai berikut (Notoatmojo, 2005):

Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat ketepatan relatif sebesar 10%.

Maka berdasarkan rumus diatas, jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian ini:

Jumlah sampel tersebut akan didistribusikan secara merata dan pemilihan sampel dilakukan secara acak pada siswi disekolah tersebut.

4.4.Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sampel penelitian. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara terhadap setiap responden penelitian.

4.5.Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sekolah tempat dilakukan penelitian yaitu data dari SMA St. Thomas 1 Medan.

n = N_______ 1 + N (d)2

n = 623_______ = 86 orang 1 + 623 (0,1)2


(41)

4.6.Teknik Pengumpulan Data

Data dari setiap sampel diperoleh dengan melakukan wawancara oleh peneliti terhadap setiap responden.

4.7. Pengolahan Data.

Data yang terkumpul dari setiap responden penelitian akan dianalisis dengan menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS) versi 14.0.


(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Karakteristik Individu

Dalam penelitian ini responden yang terpilih sebanyak 90 siswa yang terdiri dari 40 siswa kelas X, 30 siswa kelas XI dan 25 siswa kelas XII.

Gambaran karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini yaitu usia responden. Ditinjau dari segi usia, kelompok terbesar pada usia 16 tahun yaitu sebanyak 41,1% dan terendah pada kelompok usia 18 tahun yaitu sebesar 25,6%. Data lengkap distribusi frekuensi usia responden dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia

Usia n %

16 tahun 37 41,1

17 tahun 30 33,3

18 tahun 23 25,6

Total 90 100%

5.1.2. Deskripsi Lokasi

SMA Katolik St. Thomas 1 Medan berdiri pada tahun 1955 oleh Vikariat Apolostik Medan. SMA ini berada di pusat kota tepatnya bertempat di Jl. Letnan Jenderal S.Parman 109 Medan. SMA ini merupakan salah satu SMA di Medan yang statusnya terakreditasi dengan peringkat A (sangat baik). SMA ini memiliki 27 ruang kelas, 4 ruang laboratorium, perpustakaan, aula serba guna, studio musik, halaman/lapangan olahraga, kantin, ruang tata usaha, ruang guru dan ruang kepala sekolah.


(43)

5.1.3. Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi “product moment” dan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan program SPSS. Sampel yang digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakter yang hampir sama dengan sampel dalam penelitian in. Jumlah sampel dalam uji validitas dan reliabilitas ini ada sebanyak 20 orang. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Variabel No. Total Pearson

Correlation

Status Alpha Status

Pertanyaan 1 0,739 Valid 0,783 Reliabel

2 0,473 Valid Reliabel

3 0,474 Valid Reliabel

4 0,581 Valid Reliabel

5 0,650 Valid Reliabel

6 0,451 Valid Reliabel

7 0,478 Valid Reliabel

8 0,469 Valid Reliabel

9 0,661 Valid Reliabel

10 0,661 Valid Reliabel

11 0,661 Valid Reliabel

5.1.4. Hasil Analisa Data

Dari responden sejumlah 90 orang, didapatkan kelompok kasus sebanyak 76 responden (84,4%) sedangkan kelompok kontrol sebanyak 14 responden (15,6%). Dari hasil analisa data, didapatkan bahwa sebagian besar jarak antara haid pada responden adalah 21-35 hari (81,1%). Data lengkap distribusi frekuensi berdasarkan jarak antara haid dapat dilihat pada tabel 4.


(44)

Tabel 4. Distribusi frekuensi jarak antara haid berdasarkan usia

Usia

Jarak antara haid (hari)

Total

<21 21-35 >35

n % n % n %

16 tahun 7 18,9 28 75,7 2 5,4 37

17 tahun 2 6,7 24 80,0 4 13,3 30

18 tahun 2 8,7 21 91,3 0 0 23

Total 11 12,2 73 81,1 6 6,7 90

Berdasarkan tabel diatas, frekuensi terbesar terjadinya pemanjangan haid terjadi pada usia 17 tahun (13,3%) dan terendah pada usia 18 tahun (0%). Pemendekan haid dengan frekuensi terbesar terjadi pada usia 16 tahun (18,9%).

Data lengkap distribusi frekuensi berdasarkan frekuensi mengganti pembalut per hari dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi frekuensi mengganti pembalut Frekuensi mengganti

pembalut n %

>4 kali 16 17,8

3-4 kali 51 56,7

<3 kali 23 25,6

Total 90 100

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa frekuensi mengganti pembalut paling besar adalah sebanyak 3-4 kali per hari (56,7%) sedangkan yang terkecil adalah sebanyak >4 kali per harinya (17,8%).

Data distribusi frekuensi dismenore berdasarkan usia responden dapat dilihat pada tabel 6.


(45)

Tabel 6. Distribusi frekuensi dismenore berdasarkan usia responden

Usia

Dismenore

Total

Ada Tidak Ada

n % n %

16 tahun 28 75,7 9 24,3 37

17 tahun 27 90,0 3 10,0 30

18 tahun 21 91,3 2 8,7 23

Total 76 84,4 14 15,6 90

Dilihat dari tabel diatas, frekuensi dismenore paling banyak dikeluhkan pada remaja usia 16 tahun (75,7%) dan lebih jarang dikeluhkan oleh remaja usia 18 tahun.

Data distribusi frekuensi intensitas nyeri haid atau dismenore secara lengkap dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Distribusi frekuensi intensitas dismenore

Intensitas dismenore n %

Selalu 22 24,4

Kadang 68 75,6

Total 90 100

Dilihat dari tabel diatas, didapatkan bahwa nyeri haid selalu dirasakan pada saat menstruasi pada 22 responden (24,4%) dan nyeri haid hanya kadang-kadang dirasakan pada 68 responden (75,6%).

Perbandingan antara tindakan yang dilakukan oleh remaja usia 16,17 dan 18 tahun apabila mengalami dismenore dapat dilihat pada tabel 8.


(46)

Tabel 8. Perbandingan tindakan yang dilakukan apabila mengalami dismenore berdasarkan usia responden

Tindakan yang dilakukan apabila mengalami dismenore

Usia

Total 16 tahun 17 tahun 18 tahun

n % n % n %

Istirahat/ tidur 32 86,5 21 70,0 16 69,6 69

Minum obat yang dijual bebas untuk dismenore

3 8,1 2 6,7 2 8,7 7

Minum obat dan istirahat 2 5,4 7 23,3 5 21,7 14

Total 37 41,1 30 33,3 23 25,6 90

Dilihat dari tabel diatas, tindakan yang paling banyak diambil oleh remaja usia 16-18 tahun bila mengalami dismenore adalah istirahat/tidur untuk mengurangi nyeri. Frekuensi tertinggi tindakan ini didapatkan pada remaja usia 16 tahun. Tindakan yang paling jarang dilakukan oleh remaja apabila mengalami dismenore adalah mengkonsumsi obat bebas yang dijual untuk mengatasi nyeri haid yaitu sebanyak 7,78%. Sebanyak 15,6% remaja perlu mengkonsumsi obat yang dijual bebas untuk dismenore disamping istirahat untuk mengatasi dismenore.

Distribusi frekuensi dismenore pada responden dengan adanya riwayat dismenore pada anggota keluarga dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Distribusi frekuensi dismenore berdasarkan riwayat keluarga

Parameter

Dismenore

Total

Ada Tidak Ada

n % n %

Ada riwayat keluarga 66 86,8 10 13,2 76

Tidak ada riwayat keluarga 10 71,4 4 28,6 14


(47)

Berdasarkan tabel diatas, maka didapatkan bahwa adanya dismenore pada responden dengan riwayat keluarga positif sebanyak 66 responden (86,8%) dan dismenore pada responden tanpa riwayat keluarga sebanyak 10 responden (71,4%).

Distribusi frekuensi kejadian dismenore dengan ada tidaknya olahraga dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Distribusi frekuensi dismenore berdasarkan ada tidaknya olahraga

Parameter

Dismenore

Total

Ada Tidak Ada

n % n %

Ada olahraga 26 74,3 9 25,7 35

Tidak ada olahraga 50 90,9 5 9,1 55

Total 76 84,4 14 15,6 90

Dilihat dari tabel diatas, kejadian dismenore pada responden yang berolahraga sebanyak 26 responden (74,3%) sedangkan kejadian dismenore pada responden yang tidak berolahraga lebih banyak yaitu 50 orang (90,9%). Dari hasil analisa data diatas dengan menggunakan chi square, kejadian dismenore terjadi secara signifikan pada responden yang tidak berolahraga (p = 0,034).

5.2. Pembahasan

Sudah bertahun-tahun lamanya, olahraga dipercaya dapat membantu mengurangi atau bahkan menyembuhkan dismenore dan penelitian mengenai hubungan antara aktivitas fisik dan gangguan menstruasi meningkat secara signifikan. Olahraga diyakini meningkatkan kadar endorfin yang bersirkulasi dalam tubuh sehingga olahraga menjadi suatu analgesik yang tidak spesifik untuk mengatasi nyeri jangka pendek. Disamping itu, olahraga juga dipercaya sebagai suatu cara untuk beradaptasi terhadap stress dan perubahan biokimiawi pada sistem imun (Abbaspour, 2006). Izzo dan Labriola (1991) menyebutkan bahwa dismenore lebih jarang terjadi


(48)

pada atlet yang mulai berolahraga sebelum menarke dan adanya perbaikan pada gejala dismenore setelah inisiasi olahraga. Penelitian oleh Golub et al (1998) mendapatkan bahwa olahraga efektif untuk mengatasi gangguan premenstrual dan dismenore pada sampel remaja usia SMA. Kemungkinan adanya perbaikan pada aliran darah ke bagian pelvik yang terjadi sewaktu olahraga mempengaruhi terjadinya dismenore (Izzo dan Labriola, 1991).

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dismenore terjadi pada mayoritas remaja (84,4%) yang sudah mengalami menstruasi. Hal yang sejalan didapatkan pada penelitian-penelitian sebelumnya oleh Talatu dan Egbunu (2006), Houston et al (2006) dan Lee, Chen, dan Kaur (2006). Pada penelitian oleh Lee, Chen dan Kaur (2006) didapatkan prevalensi dismenore mencapai 68,7% dan semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Hal yang dianggap dapat menjelaskan fenomena ini yaitu bahwa siklus menstruasi lebih cenderung bersifat anovulatoar beberapa saat setelah pubertas sedangkan dismenore berhubungan dengan menstruasi yang bersifat ovulatoar sehingga dismenore lebih berhubungan dengan usia yang lebih tua. Dari hasil analisis didapatkan dismenore terjadi pada 91,3% dari responden remaja yang berusia 18 tahun. Penelitian oleh El-Gilany, Badawi dan El-Fedawy (2005) menunjukkan bahwa dismenore secara signifikan terjadi pada usia 16 dan 17 tahun dibandingkan dengan usia 14 tahun, disamping itu Jacks, Obed, Agida dan Petrova (2005) juga menyebutkan bahwa dismenore lebih cenderung terjadi pada usia 15 dan 16 tahun. Pada hasil penelitian ini didapatkan dismenore selalu dirasakan oleh 24,4% responden, angka ini sedikit lebih tinggi dari hasil penelitian sebelumnnya oleh Lee, Chen dan Kaur (2006) yaitu sebanyak 16% responden selalu merasakan dismenore pada saat menstruasi. Sedangkan hasil analisis peneliti mengenai hubungan olahraga dengan dismenore didapatkan bahwa olahraga secara signifikan menurunkan insidensi dismenore (p<0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Abbaspour (2006) dimana keparahan dan durasi dismenore juga berkurang dengan adanya olahraga (p<0,01).


(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Prevalensi dismenore pada remaja usia 16-18 tahun adalah 84,4% dengan frekuensi terbanyak pada usia 16 tahun. Sebagian besar jarak antara haid pada responden adalah 21-35 hari (81,1%). Sebagian besar responden mengganti pembalut 3-4 kali dalam sehari (56,7%). Dismenore lebih banyak didapatkan pada remaja usia 16 tahun (75,7%). Sebagian besar responden hanya kadang-kadang merasakan dismenore (75,6%). Tindakan yang paling sering dilakukan oleh remaja usia 16-18 tahun bila mengalami dismenore adalah istirahat/tidur (76,7%). Dismenore pada responden dengan riwayat keluarga positif sebanyak 66 orang (86,8%).

2. Kejadian dismenore menurun dengan adanya olahraga, dimana dismenore pada responden yang berolahraga sebanyak 26 orang (74,3%) sedangkan dismenore pada responden yang tidak berolahraga sebanyak 50 orang (90,9%).

6.2. Saran

a) Bagi pihak sekolah agar meningkatkan kegiatan olahraga di sekolah karena dapat menurunkan angka ketidakhadiran siswi di sekolah.

b) Untuk penelitian selanjutnya pada para peneliti disarankan untuk memasukkan variabel lain seperti stress, konsumsi alkohol, pola makan, usia menarke, lama menstruasi, banyaknya perdarahan menstruasi dll.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Abbaspour, Z, Rostami, M and Najjar, Sh, 2006. The Effect of Exercise on Primary Dysmenorrhea. J Res Health Scin 6(1):26-31.

Alatas, Husein, Karyomanggolo, W.T., Musa, Dahlan Ali, Boediarso, Aswitha dan Oesman, Ismet N, 2008. Desain Penelitian. Dalam: Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael, Sofyan. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto, 99.

American Academy of Pediatrics, Committee on Adolescence, American College of Obstetrician and Gynecologists and Committee on Adolescent Health Care, 2006. Menstruation in Girls and Adolescents: Using the Menstrual Cycle as a Vital Sign. American Academy Pediatrics 118(5):2245-2250.

American College of Obstetricians and Gynecologists, 2009. Dysmenorrhea. Washington D.C.: American College of Obstetricians and Gynecologists.

Available from:

Maret 2009].

American College of Obstetricians and Gynecologists, 2009. Menstruation. Washington D.C.: American College of Obstetricians and Gynecologists.

Available from:

Maret 2009]

Arma, A.J.A., 2007. Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Perilaku Seks Remaja dan Pengetahuan Kespro Sebagai Alternatif Penangkalnya. Info Kesehatan

Masyarakat: The Journal of Public Health 11(2): 189-197.

Beckmann, Charles R.B., Ling, Frank W., Laube, Douglas W., Smith, Roger P., Barzansky, Barbara M., and Herbert, William N.P., 2002. Reproductive


(51)

Endocrinology and Infertility: Reproductive Cycle. In: Beckmann, Charles R.B., Ling, Frank W., Laube, Douglas W., Smith, Roger P., Barzansky, Barbara M., and Herbert, William N.P. Obstetrics and Gynecology 4th edition.

United States of America: Lippincott Williams & Wilkins, 444-453.

________, 2002. Reproductive Endocrinology and Infertility: Puberty. In: Beckmann, Charles R.B., Ling, Frank W., Laube, Douglas W., Smith, Roger P., Barzansky, Barbara M., and Herbert, William N.P. Obstetrics and

Gynecology 4th edition. United States of America: Lippincott Williams &

Wilkins, 455-462.

Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., 2004. Adolescence. In: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th edition. Philadelphia: Saunders.

Brunk, Doug, 2005. Thermoablation: 73% have reduced dysmenorrheal at 3 years.

San Diego Bureau: CBS.Available from:

[Accessed 20 Maret 2009].

Calis, Karim Anton, Popat, Vaishali, Devra, Kang K, dan Kalantaridou, Sophia N. 2009. Dysmenorrhea. E-medicine Obstetrics and Gynecology. Available

from:

Januari 2009].

Chandran, Lahta, 2008. Menstruation Disorders: Overview. E-medicine Obstetrics

and Gynecology. Available from:

2009].

Christie, Deborah and Viner, Russell, 2005. Adolescent Development. BMJ 330: 301-304.

Chudnoff, Scott G., 2005. Dysmenorrhea. Medscape Ob/Gyn & Women’s Health.

Available from:


(52)

Colin, Caroline M., and Shushan, Asher, 2007. Complications of Menstruation: Abnormal Uterine Bleeding. In: DeCherney, Alan H. ed, Nathan, Lauren ed.

Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and Gynecology 10th edition.

United States of America: McGrawHill, 572-573.

Edmundson, Laurel D., 2006. Dysmenorrhea Overview. E-medicine Emergency

Medicine. Available from:

El-Gilany AH, Badawi K and El-Fedawy S, 2005. Epidemiology of Dysmenorrhoea among Adolescent Girls in Mansoura, Egypt. East Mediterr Health J 11(1-2_: 155-163.

French, Linda, 2005. Dysmenorrhea. American Family Physician 71(2): 285-291. Frisch, Rose E., 2002. Female Fertility and The Body Fat Connection. N Engl J Med

348:9.

Ganong, William F., 2007. Physiology of Reproduction in Women. In: DeCherney, Alan H, ed, Nathan, Lauren ed, Goodwin, T Murphy, ed and Laufer, Neri ed.

Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology 10th edition. United

States of America: McGrawHill, 126-128.

Golub LM, Solidum A, Warren M, 1998. Primary Dysmenorrheal and Physical Activity. Sport Exe Med 30(6): 906-909. {abstract}.

Hamilton-Fairley, Diana, 2004. The Young Woman: Puberty and Menstrual Problems of Young Women. In: Hamilton-Fairley, Diana. Obstetrics and Gynecology

2nd edition. India: Replika Press, 29-31.

Hanafiah, Mohammad Jusuf, 2005. Haid dan Siklusnya. Dalam: Wiknjosastro, Hanifa ed, Saifuddin, Abdul Bari ed, Rachimhadhi, Trijatmo ed. Ilmu

Kandungan edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


(53)

Hart, David McKay, and Norman, Jane, 2000. Abnormalities of Menstruation. In: Hart, David McKay and Norman, Jane. Gynaecology Illustrated 5th edition.

China: Hartcourt Publishers, 129-131.

Houston AM, Abraham A, Huang Z, and D’Angelo LJ, 2006. Knowledge, Attitudes, and Consequences of Menstrual Health in Urban Adolescent Females. J

Pediatr Adolesc Gynecol 19(4): 271-275. {abstract}

Izzo A, and Labriola D, 1991. Dysmenorrhea and Sports Activity in Adolescents.

Clin Exp Obstet Gynecol 18(2): 109-116. {abstract}.

Jacks TH, Obed JY, Agida ET and Petrova GV, 2005. Dysmenorrhoea dan Menstrual Abnormalities among Postmenarcheal Secondary School Girls in Maiduguri,Nigeria. Afr J Med Med Sci 34(1): 87-89. {abstract}.

Latthe P, Mignini L, Gray R, Hills R, Khan K, 2006. Factors Predisposing Women to Chronic Pelvic Pain: Systematic Review. BMJ 332(7544): 749-755.

Lee HK, Chen PC, Lee KK and Kaur J, 2006. Menstruation among Adolescent Girls in Malaysia: a cross-sectional school survey. Singapore Med J 47(10): 869-874.

Lethaby A, Augood C, Duckitt K, Farquhar C, 2007. Nonsteroidal Antiinflammatory

Drugs for Heavy Menstrual Bleeding. Cochrane. Available from:

Marsden, Jennifer S., Strickland, Charlene D., and Clements, MAJ Tina L, 2004. Guaifenesin as a Treatment for Primary Dysmenorrhea. J Am Board Fam

Pract 17(4): 240-246.

Notoatmojo, Soekidjo, 2005. Teknik Pengambilan Sampel. Dalam: Notoatmojo, Soekidjo, ed. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta 92. Nugraha, B.D., Windy, M.T., 1997. Apa yang ingin Diketahui Remaja Tentang Seks.


(54)

O’Connell K, Davis AR and Westhoff C, 2006. Self Treatment Patterns among Adolescent Girls with Dysmenorrhoea. J Paediatr Adolesc Gynecol 19(4): 285-289. {abstract}.

Sastrawinata, Sulaiman, 2005. Wanita dalam Berbagai Masa Kehidupan. Dalam: Wiknjosastro, Hanifa ed, Saifuddin, Abdul Bari ed, Rachmhadhi, Trijatmo ed.

Ilmu Kandungan edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 127.

Simanjuntak, Padapotan, 2005. Gangguan Haid dan Siklusnya. Dalam: Wiknjosastro, Hanifa ed, Saifuddin, Abdul Bari ed, Rachimhadhi, Trijatmo ed. Ilmu

Kandungan edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 229.

Sule, Sadaatu Talatu, dan Ukwenya, Josephine Egbunu, 2007. Menstrual Experiences of Adolescents in a Secondary School. J Turkish-German Gynecol Assoc 8(1): 7-14.

Tran, Mai, 2001. Dysmenorrhea. Gale Encyclopedia of Alternative Medicine.

Available from:

[Accessed 20 Maret 2009].

Tukan J.S., 1993. Metode Pendidikan Seks, Perkawinan dan Keluarga. Jakarta: Erlangga.

Warianto, Melya, 2008. Akupuntur untuk Dismenore. Indonesia: Wordpress.

Available from:

Werbach, Melvin R., 2004. Nutrients in the Treatment of Dysmenorrhea. California:

CBS. Available from:


(55)

Widjanarko, Bambang, 2006. Dismenore: Tinjauan Terapi pada Dismenore Primer.

Majalah Kedokteran Damianus 5(1):1.

Veronika, 2008. Efek Inhibitor COX pada Intensitas Nyeri Dismenore Primer. Indonesia: Kalbe Medical Portal. Available from:

[Accessed 21 Maret 2009].

Zoler, Mitchel L., 2004. Oral Contraceptives Cut Pain in Adolescent Dysmenorrhea.

Philadelphia: CBS. Available from:


(56)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dyana Novia

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 26 November 1988

Agama : Buddha

Alamat : Jln. Merbau Kompleks Merbau Mas Blok MR No. 17

Medan

Riwayat Pendidikan : 1. TK Sutomo 1 Medan 2. SD Sutomo 1 Medan 3. SMP Sutomo 1 Medan 4. SMA Sutomo 1 Medan

Riwayat Organisasi : 1. Panita PMB tahun 2009 sebagai kakak asuh 2. Peserta Bakti Sosial Buddhis tahun 2007 3. Peserta Bakti Sosial Buddhis tahun 2008


(57)

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN

Dengan hormat,

Saya yang bernama Dyana Novia, NIM 060100029 adalah mahasiswa Fakultas Kedokeran Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Dismenore dengan Olahraga pada Remaja Usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar mengajar pada semester ketujuh.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari adanya hubungan antara dismenore dengan olahraga pada remaja usia 16-18 tahun di SMA St. Thomas 1 Medan. Untuk keperluan tersebut saya memohon kesediaan Saudari untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini dengan menjawab pertanyaan yang akan diberikan dengan jujur dan apa adanya.

Identitas pribadi Saudari sebagai partisipan akan dirahasiakan dan semua informasi yang Saudari berikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Jika terdapat hal yang kurang dipahami, Saudari dapat bertanya langsung kepada peneliti. Jika Saudari bersedia untuk berpartisipasi, silahkan menandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan Saudari. Atas perhatian dan kesediaan Saudari berpartisipasi dalam penelitian ini, saya mengucapkan terima kasih.

Medan, 2009


(58)

Kuesioner “Hubungan Dismenore dengan Olahraga” Lampiran 3

Tanggal Lahir :

Usia :

Kelas : I. 1 SMA II. 2 SMA III. 3 SMA

1. Jarak antara tiap haid (datang bulan)...

Pilihlah jawaban yang PALING SESUAI dengan Anda

a. <21 hari b. 21-35 hari c. >35 hari 2. Dalam sehari, kamu mengganti duk (pembalut)...

a. >4 kali b. 3-4 kali c. <3 kali

3. Adakah kamu merasakan nyeri di perut bawah ketika haid (datang bulan)?

a. Ada b. Tidak

4. Bila kamu merasakan nyeri diperut bawah ketika haid, seberapa sering?

a. Selalu b. Kadang-kadang

5. Adakah nyeri tersebut membuat kamu tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari?

a. Ya b. Tidak

6. Nyeri ketika datang bulan terasa di...

a. Perut bawah, pinggang dan paha b. Tangan, kaki c. Tempat lain, sebutkan_____________

7. Yang kamu lakukan ketika nyeri karena datang bulan (haid) adalah.... a. Minum obat yang dijual bebas untuk nyeri

b. Istirahat/ tidur c. Minum obat dan istirahat

8. Adakah sanak keluarga/famili yang juga merasakan nyeri ketika datang bulan (haid)?

a. Ada b. Tidak

9. Apakah kamu rajin olahraga?

a. Ya b. Tidak

10. Kamu berolahraga ... dalam seminggu. a. 2 hari atau lebih b. Tidak ada 11. Kamu berolahraga...


(59)

Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Kuesioner

Correlations

Correlations

p3 p4 p6 p7 p9 p11 p13 p14 p15 p16 p17 total

P1 Pearson Correlation 1 .289 .367 .667(**) .375 .327 .289 .553(*) .357 .357 .357 .739(**)

Sig. (2-tailed) .217 .112 .001 .103 .159 .217 .011 .122 .122 .122 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P2 Pearson Correlation .289 1 .182 .577(**) .289 .378 .200 .406 .000 .000 .000 .473(*)

Sig. (2-tailed) .217 .444 .008 .217 .100 .398 .076 1.000 1.000 1.000 .035

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P3 Pearson Correlation .367 .182 1 .245 .367 .206 .182 .453(*) -.043 -.043 -.043 .474(*)

Sig. (2-tailed) .112 .444 .299 .112 .384 .444 .045 .858 .858 .858 .035

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P4 Pearson Correlation .667(**) .577(**) .245 1 .250 .218 .577(**) .369 .068 .068 .068 .581(**)

Sig. (2-tailed) .001 .008 .299 .288 .355 .008 .110 .776 .776 .776 .007

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P5 Pearson Correlation .375 .289 .367 .250 1 .055 .000 .302 .357 .357 .357 .650(**)

Sig. (2-tailed) .103 .217 .112 .288 .819 1.000 .196 .122 .122 .122 .002

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P6 Pearson Correlation .327 .378 .206 .218 .055 1 -.126 .154 .312 .312 .312 .451(*)

Sig. (2-tailed) .159 .100 .384 .355 .819 .597 .518 .181 .181 .181 .046

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P7 Pearson Correlation .289 .200 .182 .577(**) .000 -.126 1 .174 .000 .000 .000 .478(*)

Sig. (2-tailed) .217 .398 .444 .008 1.000 .597 .463 1.000 1.000 1.000 .036

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

P8 Pearson Correlation .553(*) .406 .453(*) .369 .302 .154 .174 1 -.123 -.123 -.123 .469(*)

Sig. (2-tailed) .011 .076 .045 .110 .196 .518 .463 .605 .605 .605 .037


(1)

pinggang, paha

25 16 21-35 3-4 Ada Kadang Ya Perut bawah,

pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

26 16 21-35 3-4 Tidak Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Ada > 2 hari > 20 menit

27 16 21-35 3-4 Ada Kadang Tidak perut bawah istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit 28 16 21-35 3-4 Tidak Kadang Tidak Perut bawah,

pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

29 16 21-35 3-4 Tidak Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

30 16 < 21 > 4 Ada Selalu Ya Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

31 16 < 21 3-4 Tidak Kadang Tidak perut bawah istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit 32 16 < 21 3-4 Ada Kadang Tidak Perut bawah,

pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

33 16 < 21 < 3 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Ada > 2 hari > 20 menit

34 16 < 21 < 3 Tidak Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Ada > 2 hari > 20 menit

35 16 21-35 3-4 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

minum obat Ada Ada > 2 hari > 20 menit

36 16 21-35 3-4 Tidak Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Tidak Ada > 2 hari > 20 menit

37 16 21-35 < 3 Ada Selalu Tidak Perut bawah, pinggang,


(2)

paha

38 17 21-35 3-4 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

39 17 21-35 3-4 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

40 17 21-35 > 4 Ada Selalu Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

41 17 21-35 < 3 Ada Selalu Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Ada > 2 hari > 20 menit

42 17 21-35 3-4 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

minum obat dan istirahat

Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

43 17 21-35 < 3 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

44 17 21-35 3-4 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

45 17 21-35 3-4 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

46 17 21-35 < 3 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Tidak Ada > 2 hari > 20 menit

47 17 < 21 3-4 Ada Selalu Ya Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

48 17 21-35 3-4 Ada Selalu Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

49 17 21-35 3-4 Ada Kadang Ya tangan, kaki istirahat/ tidur Ada Ada > 2 hari > 20 menit 50 17 21-35 3-4 Tidak Kadang Tidak tangan, kaki istirahat/ tidur Tidak Ada > 2 hari > 20 menit


(3)

51 17 > 35 3-4 Tidak Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

minum obat dan istirahat

Tidak Ada > 2 hari > 20 menit

52 17 21-35 3-4 Ada Selalu Ya Perut bawah,

pinggang, paha

minum obat dan istirahat

Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

53 17 21-35 < 3 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Ada > 2 hari > 20 menit

54 17 > 35 3-4 Ada Selalu Tidak Perut bawah, pinggang, paha

minum obat dan istirahat

Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

55 17 21-35 > 4 Ada Selalu Ya Perut bawah, pinggang, paha

minum obat dan istirahat

Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

56 17 21-35 > 4 Ada Selalu Ya Perut bawah, pinggang, paha

minum obat dan istirahat

Ada Ada > 2 hari > 20 menit

57 17 21-35 < 3 Ada Kadang Ya perut dan pinggang

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit 58 17 > 35 3-4 Ada Kadang Tidak Perut bawah,

pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

59 17 21-35 3-4 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

minum obat Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

60 17 21-35 < 3 Ada Selalu Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

61 17 21-35 3-4 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Ada > 2 hari > 20 menit

62 17 < 21 3-4 Ada Kadang Ya Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Ada > 2 hari > 20 menit


(4)

pinggang, paha

64 17 21-35 < 3 Ada Selalu Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

65 17 21-35 < 3 Ada Kadang Ya Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

66 17 > 35 > 4 Ada Kadang Ya Perut bawah istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

67 17 21-35 3-4 Ada Selalu Ya Perut bawah,

pinggang, paha

minum obat dan istirahat

Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

68 18 21-35 3-4 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Tidak Tidak < 2 hari < 20 menit

69 18 21-35 > 4 Tidak Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

minum obat Ada Ada > 2 hari > 20 menit

70 18 21-35 3-4 Ada Kadang Ya Perut bawah,

pinggang, paha

minum obat Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

71 18 < 21 3-4 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Ada > 2 hari > 20 menit

72 18 21-35 > 4 Ada Selalu Ya Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

73 18 21-35 3-4 Ada Kadang Ya Perut bawah,

pinggang, paha

minum obat dan istirahat

Ada Ada > 2 hari > 20 menit

74 18 21-35 3-4 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

75 18 21-35 3-4 Ada Kadang Ya Perut bawah,

pinggang, paha


(5)

76 18 21-35 3-4 Ada Selalu Ya Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

77 18 21-35 3-4 Ada Kadang Ya Perut bawah,

pinggang, paha

istirahat/ tidur Tidak Tidak < 2 hari < 20 menit

78 18 21-35 3-4 Ada Selalu Ya Perut bawah,

pinggang, paha

minum obat dan istirahat

Ada Ada > 2 hari > 20 menit

79 18 21-35 < 3 Tidak Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Ada > 2 hari > 20 menit

80 18 21-35 3-4 Ada Kadang Ya Perut bawah,

pinggang, paha

istirahat/ tidur Tidak Tidak < 2 hari < 20 menit

81 18 21-35 3-4 Ada Kadang Ya Perut bawah,

pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

82 18 21-35 > 4 Ada Kadang Ya Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

83 18 21-35 3-4 Tidak Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

minum obat dan istirahat

Ada Ada > 2 hari > 20 menit

84 18 21-35 3-4 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

minum obat dan istirahat

Ada Ada > 2 hari > 20 menit

85 18 21-35 3-4 Ada Kadang Ya Perut bawah,

pinggang, paha

minum obat dan istirahat

Ada Ada > 2 hari > 20 menit

86 18 21-35 < 3 Ada Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Tidak < 2 hari < 20 menit

87 18 21-35 < 3 Tidak Kadang Tidak Perut bawah, pinggang, paha


(6)

88 18 21-35 3-4 Ada Kadang Ya Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Ada > 2 hari > 20 menit

89 18 < 21 > 4 Ada Kadang Ya Perut bawah, pinggang, paha

istirahat/ tidur Ada Ada > 2 hari > 20 menit

90 18 21-35 > 4 Ada Kadang Ya Perut bawah, pinggang, paha