3.7.2. Identifikasi Boraks
1. Bahan dan alat-alat a. Bahan makanan sampel
b. Ekstrak kurkumin. c. Asam cuka.
d. Tabung reaksi, gelas piala pipet tetes. e. Pembakar spiritus, korek, pisau.
2. Cara Kerja a. Disiapkan 8 buah gelas kimia bersih dan kering. Gelas-gelas tersebut
kemudian diberi tanda. b. Sampel yang sudah dipotong dimasukkan ke dalam gelas kimia nomor 1-6,
gelas nomor 7 diisi boraks, dan gelas nomor 8 diisi akuades sebagai kontrol. c. Gelas yang sudah berisi sampel diisi air sampai semua sampel tercelup.
d. Semua gelas yang berisi bahan dipanaskan sampai mendidih. e. Setelah mendidih air rebusan diambil dan diuji dengan ekstrak kurkumin.
f. Perubahan warna ekstrak kurkumin dan air dalam tiap-tiap gelas diamati. g. Apabila terjadi perubahan warna dari orange ke ungu berarti sampel
mengandung boraks.
3.8. Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil observasi diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dengan mengacu pada Kepmenkes RI N0. 942MenkesSKVII2003, dan hasil
pemeriksaan formalin dan boraks melalui pemeriksaan laboratorium dengan mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 tahun 2012
tentang bahan tambahan makanan.
Ubiversitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Makanan Jajanan Otak-Otak di Kota Tanjungpinang
Makanan jajanan otak-otak merupakan salah satu makanan jajanan tradisional khas Kepulauan Riau. Penjualan makanan otak-otak tersebar diberbagai tempat, tidak
hanya di daerah Kota Tanjungpinang, misalnya di daerah pelabuhan dan berbagai pasar tradisional sering ditemui penjualan makanan otak-otak. Pada umumnya
masyarakat yang berkunjung ke daerah Tanjungpinang akan membeli otak-otak yang dapat diperoleh dengan mudah diberbagai tempat penjualan.
Otak-otak Tanjungpinang dibuat dari ikan atau sotong cumi yang masih segar karena baru ditangkap dari laut. Tekstur otak-otak Tanjungpinang tidak kenyal
tetapi agak lembut karena tidak terlalu banyak memakai tepung sagu. Dengan dibungkus daun kelapa, aroma otak-otak Tanjungpinang yang telah dipanggang
sangat khas dibandingkan dengan otak-otak-otak dari daerah lain yang biasanya dibungkus daun pisang.
4.2. Karakteristik Pejual Makanan Jajanan Otak-Otak 4.2.1. Umur
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kota Tanjungpinang
No. Umur
Frekuensi Persentase
1. ≤ 25 tahun
1 10,0
2. 26-35 tahun
3 30,0
3. 36-45 tahun
4 40,0
4. 45 tahun
2 20,0
Jumlah 10
100.0
42
Ubiversitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian dari 10 pedagang makanan jajanan tradisional sebagai responden terdapat 40 responden yang berusia
≤ 35 tahun dan 60,0 responden yang berusia 35 tahun.
4.2.4. Pendidikan
Tabel 4.2. Distribusi Responden
Berdasarkan Pendidikan
di Kota
Tanjungpinang
No. Pendidikan
Frekuensi Persentase
1. SLTP
3 30,0
2. SLTA
7 70,0
Jumlah 10
100.0
Hasil penelitian menunjukkan dari 10 responden terdapat 70 responden tamat SLTA, dan 30,0 responden tamat SLTP.
4.2.5. Lama Berjualan
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Berjualan di Kota Tanjungpinang
No. Lama Berjualan
Frekuensi Persentase
1. 5 tahun
2 20,0
2. 5-9 tahun
2 20,0
3. 10-14 tahun
4 40,0
4. ≥ 15 tahun
2 20,0
Jumlah 10
100.0
Berdasarkan pada hasil penelitian dari 10 responden terdapat 40,0 responden telah bekerja sebagai pedagang makanan jajanan tradisional selama 10-14
tahun, sementara responden lainnya telah bekerja 5 tahun, 5-9 tahun, dan ≥ 15
tahun, yaitu masing-masing 20,0.
Ubiversitas Sumatera Utara
4.3. Hygiene Sanitasi
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada pedagang makanan jajanan otak-otak yang berjualan di pasar
daerah Tanjungpinang
, diketahui bahwa hygiene sanitasi yang telah dilakukan oleh pedagang makanan jajanan otak-otak dan
disajikan dalam bentuk tabel distribusi.
4.3.1. Penjamah Makanan Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap
Penjamah Makanan di Kota Tanjungpinang
Hasil Observasi Ya
Tidak No.
Penjamah Makanan f
f n
1. Menjaga kebersihan:
- Tangan
- Rambut
- Kuku
- Pakaian
4 6
6 6
40,0 60,0
60,0 60,0
6 4
4 4
60,0 40,0
40,0 40,0
10 10
10 10
100,0 100,0
100,0 100,0
2. Memakai tutup kepala
6 60,0
4 40,0
10 100,0 3.
Mencuci tangan
setiap kali
hendak menangani makanan.
1 10,0
9 90,0
10 100,0 4.
Menjamah makanan
memakai alatperlengkapan, atau dengan alas tangan.
2 20,0
8 80,0
10 100,0 5.
Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan telinga, hidung, mulut atau bagian
badan lainnya 6
60,0 4
40,0 10 100,0
6. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan
jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut dan hidung.
7 70,0
3 30,0
10 100,0
Berdasarkan pada pengamatan dan wawancara langsung tentang riwayat penyakit yang mudah menular, ternyata tidak seorang pun responden yang sedang
menderita penyakit mudah menular pada saat penelitian, seperti menderita batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut sejenis diare. Penjamah makanan dapat
menjadi sumber pencemaran terhadap makanan, terutama apabila penjamah makanan sedang menderita suatu penyakit atau karier. Berdasarkan pada pengamatan dan
Ubiversitas Sumatera Utara
wawancara langsung pada responden saat penelitian juga diketahui ternyata semua responden tidak memiliki luka dan atau bisul pada tubuhnya.
Berdasarkan pada hasil penelitian terdapat 60,0 responden memiliki rambut yang tampak bersih dan rapi. Hasil pengamatan terhadap pakaian yang tampak bersih
menunjukkan persentase yang sama. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 60,0 responden memiliki kuku yang dipotong pendek. Tetapi terdapat 40,0 yang
memiliki kuku yang tampak kotor dan berwarna hitam. Berdasarkan pengamatan, tidak ditemukan seorang pun pedagang makanan
jajanan yang mengenakan celemek selama menjamah makanan di lokasi berdagang. Pengamatan juga dilakukan terhadap penggunaan penutup kepala pada penjamah
makanan. Dari 10 responden ditemukan hanya 60,0 responden yang menggunakan penutup kepala. Sebagian besar 90,0 responden tidak mencuci tangan saat hendak
menjamah makanan.
4.3.2. Peralatan Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap
Peralatan di Kota Tanjungpinang
Hasil Observasi Ya
Tidak No.
Peralatan f
f n
1. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan
air bersih dan dengan sabun. 4
40,0 6
60,0 10 100,0
2. Dikeringkan dengan alat pengering atau lap
yang bersih. 6
60,0 4
40,0 10 100,0
3. Tidak menggunakan kembali peralatan yang
dirancang hanya untuk sekali pakai 7
70,0 3
30,0 10 100,0
4. Peralatan yang digunakan untuk mengolah
dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi
persyaratan hygiene sanitasi. 3
30,0 7
70,0 10 100,0
Ubiversitas Sumatera Utara
Hasil penelitian terhadap peralatan dapat disimpulkan bahwa tidak ada responden memiliki sanitasi yang baik dari segi peralatannya. Sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942MenkesSK2003 mengatur tentang cara untuk menjaga kebersihan peralatan.
Berdasarkan pengamatan selama penelitian tidak ditemukan satupun responden yang melakukan pencucian peralatan dengan benar. Beberapa responden
mencuci peralatan tanpa menggunakan sabun, peralatan hanya dicelupkan ke dalam sumber air pencuci yang sudah kotor.
Beberapa responden lainnya mengeringkan peralatan dengan menggunakan lapserbet yang berfungsi untuk berbagai keperluan. Misalnya, untuk membersihkan
sarana penjaja yang kotor, mengeringkan peralatan yang basah, bahkan untuk menyeka keringat di dahi. Selain itu, peralatan yang sudah dicuci diletakkan di atas
makanan atau di sarana penjaja dalam keadaan terbuka. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa 70,0 pedagang makanan jajanan
tradisional menggunakan kembali peralatan telah dipakai, misalnya botol air mineral, botol minuman teh, minuman elektrolit dan sebagainya yang telah dicuci bersih.
Botol ini digunakan untuk mewadahi bahan makanan atau makanan, seperti saos. Hasil pengamatan juga menunjukkan masih ada pedagang makanan jajanan yang
menggunakan peralatan dengan fungsi yang bercampur baur. Berdasarkan pengamatan juga terlihat bahwa pedagang makanan jajanan tradisional menggunakan
peralatan yang sudah patah, gompel, penyok, tergores atau retak.
Ubiversitas Sumatera Utara
4.3.3. Bahan Makanan Jajanan Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap
Bahan Makanan Jajanan di Kota Tanjungpinang
Hasil Observasi Ya
Tidak No.
Bahan Makanan Jajanan
f f
n
1.
Bahan yang digunakan dalam kemasan tidak cacat atau tidak rusak
8 80,0
2 20,0 10 100,0
2.
Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk disimpan dalam wadah
terpisah
4 40,0
6 60,0 10 100,0
3.
Makanan jajanan yang disajikan dengan tempatalat perlengkapan yang bersih,
dan aman bagi kesehatan
3 30,0
7 70,0 10 100,0
4.
Pembungkus yang digunakan dalam keadaan bersih dan tidak mencemari
makanan
4 40,0
6 60,0 10 100,0
Berdasarkan pengamatan selama penelitian ditemukan bahwa semua pedagang menggunakan bahan yang segar dan tidak busuk, kemasan bahan terdaftar
di Departemen Kesehatan, dan dari kemasan terlihat bahwa bahan tidak kadaluwarsa. Namun dari hasil pengamatan juga terlihat bahwa sebanyak 20,0 pedagang
menggunakan bahan dengan kemasan yang cacat atau rusak, dan 60,0 bahan yang digunakan adalah bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk dan tidak
disimpan dalam wadah terpisah. Hasil pengamatan juga terlihat bahwa 70,0 makanan jajanan yang disajikan
dengan tempatalat perlengkapan yang tidak bersih, dan tidak aman bagi kesehatan. Meskipun semua makanan jajanan yang dijajakan dalam keadaan terbungkus dan atau
tertutup, namun sebanyak 60,0 pembungkus yang digunakan dalam keadaan tidak bersih dan dapat mencemari makanan
Ubiversitas Sumatera Utara
4.3.4. Sarana Penjaja Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap
Sarana Penjaja di Kota Tanjungpinang
Hasil Observasi Ya
Tidak No.
Sarana Penjaja f
f n
1. Konstruksi sarana penjaja mudah dibersihkan
3 30,0
7 70,0
10 100,0 2.
Tersedia tempat untuk: -
Air bersih -
Penyimpanan bahan makanan -
Penyimpanan bahan makanan jadisiap saji -
Penyimpanan peralatan -
Tempat cuci alat, tangan, bahan makanan -
Tempat sampah 3
4 7
6 6
4 30,0
40,0 70,0
60,0 60,0
40,0 7
6 3
4 4
6 70,0
60,0 30,0
40,0 40,0
60,0 10
10 10
10 10
10 100,0
100,0 100,0
100,0 100,0
100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar 70,0 responden tidak memiliki sarana penjaja yang mudah dibersihkan, sehingga tidak dapat melindungi
makanan dari pencemaran. Berdasarkan pengamatan, bahan sarana penjaja makanan jajanan tradisional dibuat dari kayu dan papan. Bahan dari kayu dan papan yang tidak
dicat biasanya sudah dalam keadaan kotor, lembab dan berwarna kehitaman karena jamur.
Persyaratan lain mengenai sarana penjaja makanan adalah konstruksi sarana penjaja harus tersedia tempat untuk air bersih, penyimpanan bahan makanan,
penyimpanan makanan jadisiap disajikan, penyimpanan peralatan, tempat cuci alat, tangan, bahan makanan dan tempat sampah. Berdasarkan pengamatan, tidak ada
satupun sarana penjaja makanan jajanan tradisional yang memiliki fasilitas yang lengkap seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 942MenkesSK2003. Sarana penjaja yang dimiliki oleh pedagang makanan jajanan tradisional biasanya hanya tersedia satu atau dua ruang penyimpanan saja
Ubiversitas Sumatera Utara
yang digunakan untuk menyimpan berbagai peralatan, makanan jadi dan sebagainya yang digabung.
4.3.5.
Sentra Pedagang Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap
Sentra Pedagang di Kota Tanjungpinang
Hasil Observasi Ya
Tidak No.
Sentra Pedagang f
f n
1. Lokasi pedagang cukup jauh dari sumber
pencemaran atau
dapat menimbulkan
pencemaran makanan
jajanan seperti
pembuangan sampah terbuka. 7
70,0 3
30,0 10 100,0
2. Sentra pedagang dilengkapi dengan:
- Air bersih
- Tempat penampungan sampah
- Saluran pembuangan air limbah
- Jamban dan peturasi
7 6
3 4
70,0 60,0
30,0 40,0
3 4
7 6
30,0 40,0
70,0 60,0
10 10
10 10
100,0 100,0
100,0 100,0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar 70,0 lokasi pedagang cukup jauh dari sumber pencemaran, sehingga tidak dapat menimbulkan pencemaran
makanan jajanan. Berdasarkan hasil pengamatan, tidak ada satupun sentra pedagang makanan jajanan tradisional yang memiliki fasilitas yang lengkap seperti yang diatur
dalam Keputusan
Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
Nomor 942MenkesSK2003. Hasil observasi terlihat bahwa 70,0 sentra pedagang
dilengkapi air bersih, 60,0 memiliki tempat penampungan sampah, 30,0 memiliki saluran pembuangan air limbah, 40,0 memiliki jamban dan peturasi, dan tidak ada
yang memiliki fasilitas pengendalian lalat dan tikus.
Ubiversitas Sumatera Utara
4.4. Hasil Pemeriksaan Formalin dan Boraks Tabel 4.9. Hasil Pemeriksaan Formalin dan Boraks pada Makanan Jajanan
Otak-Otak di Kota Tanjungpinang Hasil Parameter
No. Nama Sampel
Formalin Boraks
1. Otak-otak Ikan Ny. S.
Positif Negatif
2. Otak-otak Ikan Ny. JA.
Negatif Negatif
3. Otak-otak Ikan Ny. S.
Negatif Negatif
4. Otak-otak Ikan Ny. F.
Negatif Negatif
5. Otak-otak Ikan Ny. A
1
Negatif Negatif
6. Otak-otak Ikan Ny. E.
Negatif
Positif
7. Otak-otak Ikan Ny. M.
Negatif Negatif
8. Otak-otak Ikan Ny. D.
Negatif Negatif
9. Otak-otak Ikan Ny. N.
Negatif Negatif
10. Otak-otak Ikan Ny. A
2
Negatif Negatif
Hasil pengujian makanan jajanan otak-otak yang dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara menunjukkan
bahwa ada 1 sampel yang positif mengandung formalin dan 1 sampel mengandung boraks. Ciri-ciri makanan jajanan tradisional otak-otak yang mengandung formalin
dan boraks, yaitu: tidak lengket, lebih kenyal, serta tidak mudah rusak dan tahan dalam jangka waktu lebih lama 3 hari.
Ubiversitas Sumatera Utara
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Pedagang
Sebanyak 40 pedagang berusia ≤ 35 tahun dan 60,0 pedagang yang
berusia 35 tahun. Beberapa penelitian mengaitkan berbagai kategori umur penjamah makanan dengan perilaku dan pengetahuan penjamah makanan. Sebuah
survei Marsaulina 2004 di DKI Jakarta yang menyimpulkan adanya hubungan antara kebersihan perorangan dengan umur penjamah makanan. Semakin tinggi umur
penjamah makanan maka semakin baik kebersihan penjamah makanan. Terdapat 70 pedagang adalah tamat SLTA dan 30,0 pedagang tamat
SLTP. Beberapa penelitian mengaitkan tingkat pendidikan penjamah makanan dengan kebersihan penjamah makanan. Penelitian Marsaulina 2004 menyimpulkan
ada hubungan antara kebersihan dengan pendidikan, terutama setelah mencapai
tingkat SMP.
Berdasarkan pada hasil penelitian diperoleh sebahagian besar pedagang telah bekerja sebagai pedagang makanan jajanan tradisional selama 10-14 tahun. Penelitian
Marsaulina 2004 menyatakan mulai pengalaman kerja 1 satu tahun ke atas, proporsi pengetahuan ke arah baik makin meningkat, terlebih lagi pada pengalaman
kerja di atas 2 dua tahun.
51
Ubiversitas Sumatera Utara
5.2. Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan Tradisional Otak-Otak