Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Definisi Konsep Sistematika Penulisan BAB I

pemberian Izin Mendirikan Bangunan dapat dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan yang dapat membawa dampak positif kepada masyarakat. Berdasarkan penjelasan latar belakang permasalahan di atas maka penulis merasa tertarik untuk mengambil judul studi tentang “Implementasi Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan IMB pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Gunungsitoli.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah : “Bagaimana Implementasi Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan IMB pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Gunungsitoli?”

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai tujuan yang hendak dicapai dalam proses penyelenggaraannya. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui implementasi penerbitan Izin Mendirikan Bangunan IMB pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Gunungsitoli. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan IMB pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu BPPT dan Dinas Tata Ruang, Perumahan, dan Kebersihan Kota Gunungsitoli.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara subjektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau sumbangan pemikiran bagi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Gunungsitoli dan Dinas Tata Ruang, Perumahan, dan Kebersihan Kota Gunungsitoli dalam pelaksanaan penerbitan IMB. 3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen ilmu Administrasi Negara. 1.5 Kerangka Teori Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir untuk menunjukkan perspektif yang digunakan dalam memandang fenomena sosial yang menjadi objek penelitian. Singarimbun, 1995: 37 Berdasarkan rumusan di atas, maka dalam kerangka teori ini penulis akan mengemukakan teori, pendapat, gagasan yang akan dijadikan titik landasan berpikir dalam penelitian ini.

1.5.1 Implementasi

Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab 2004:68 yang dimaksud dengan implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuansasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkanmengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlaj tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan instansi pelaksanaan, kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata, baik yang dikehendaki atau yang tidak, dari output tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan pentingatau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap undang- undangperaturan yang bersangkutan. Sedangkan menurut Pressman dan Wildavsky dalam Tangkilisan, 2003 : 17, implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan. Dalam setiap perumusan kebijakan apakah menyangkut proram maupun kegiatan- kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi. Betapa pun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi maka tidak akan banyak berarti. Implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan- keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperolehapa dari suatu kebijakan Grindle dalam Wahab, 1990 :59. Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan kebijakan dengan implementasi kebijakan dalam arti walaupun perumusan dilakukan dengan sempurna namun apabila proses implementasi tidak bekerja sesuai persyaratan, maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek begitu pula sebaliknya. Dalam kaitan ini, seperti dikemukakan oleh Wahab 1990:51, menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan hanya sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan dalam arsip kalau tidak mampu diimplementasikan. Van Master dan Van Horn dalam Wahab, 1990:51, merumuskan proses implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut : “tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintahswasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Sedangkan dalam Cheema dan Rondinelii Wibawa, 1994 :19, implementasi adalah sebagai berikut :”Dalam pengertian luas, implementasi maksudnya adalah pelaksanaan dan melakukan suatu program kebijaksanaan dan dijelaskan bahwa satu proses interaksi diantara merancang dan menentukan seseorang yang diinginkan”. Sedangkan dalam rangka pencapaian kesesuaian antara tujuan dan sasaran kebijakan dengan kenyataan di lapangan, salah seorang pakar bernama Jan Merse dalam Sunggono, 1994 mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menjadi faktor penyebab kegagalan dalam implementasi suatu kebijakan, yaitu Nyimas,dkk, 2004 : 14 : a. Informasi Informasi sangat diperlukan sebagai saran untuk penyatuan pemahaman, visi dan misi dari kebijakan yang dirumuskan. Informasi akan mengalis secara efektif jika sekelompok orang yang bekerjasama saling peduli dan terbuka. Kekurangan informasi akan mengakibatkan adanya gambaran yang kurang tepat baik kepada obyek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari isi kebijakan yang akan dilaksanakannya. b. Isi Kebijakan Mengingat kebijakan publik merupakan sarana untuk mengatasi permasalahan publik, maka isi dari kebijakan publik dimaksud akan mempengaruhi keberhasilan implementasinya. Isi kebijakan harus jelas dan tegas serta mengandung muatan-muatan politik yang mengakomodir kepentingan seluruh stakeholders. Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samanya isi atau tujuan kebijakan atau ketidaktepatan atau ketidaktegasan intern atau ekstern atau kebijakan itu sendiri, menunjukkan adanya kekurangan yang sangat berarti atau adanya kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu. c. Dukungan Dalam hal ini dapat berupa dukungan fisik maupun non fisik. Apabila pada pelaksanaannya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut, maka implementasi kebijakan akan sulit dilaksanakan. Dukungan yang disebutkan adalah berkaitan kuat dengan partisipasi masyarakat sebagai salah satu stakeholder dalam proses pelaksanaan program. Jadi program ini akan berlangsung secara berkelanjutan jika didukung oleh tingkat partisipasi masyarakat tinggi, dalam berbagai tahapan yang ada, baik tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pelaporan maupun evaluasi setiap program yang dikerjakan. d. Pembagian Potensi Elemen pembagian potensi pada dasarnya berkaitan dengan kinerja koordinasi yang intensif antar pelaku yang ada, baik pihak pemerintah, swasta maupun masyarakat luas. Koordinasi dibutuhkan karena setiap pelaku memiliki latar belakang kepentingan dan keinginan yang berbeda, sehingga proses koordinasi menjadi titik temu bagi keberhasilan pelaksanaan program pembangunan yang dilaksanakan.

1.5.1.1 Implementasi Kebijakan

Menurut Carl J. Friedrich kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan pada seseorang, golongan, atau pemerintah dalam suatu lingkungan dengan halangan- halangan dan kesempatan-kesempatannya, yang diharapkan dapat memenuhi dan mengatasi halangan tersebut di dalam rangka mencapai suatu cita-cita atau mewujudkan suatu kehendak serta tujuan tertentu. Sedangkan menurut Dimock, kebijakan publik adalah perpaduan dan kristalisasi daripada pendapat-pendapat dan keinginan-keinginan banyak orang atau golongan dalam masyarakat. Soenarko, 2003:42-43 Menurut Anderson dalam Nyimas, dkk, 2004:7 kebijakan publik adalah kebijakan- kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan itu adalah : 1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan- tindakan yang berorientasi pada tujuan. 2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah. 3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan. 4. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu. 5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa otoritatip. Proses kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Sedangkan aktivitas perumusan maslah, forecasting, rekomendasi kebijakan, monitoring dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual. Penyusunan Agenda Formulasi Kebijakan Adopsi Kebijakan Implementasi Kebijakan Penilaian Kebijakan Gambar 1.1 Proses Kebijakan Publik Sumber : Dunn, dikutip dari Subarsono, 2005: 9 Perumusan Masalah Forescating Rekomendasi Kebijakan Monitoring Kebijakan Evaluasi Kebijakan Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tahap impelementasi kebijakan. Kesemua proses tersebut merupakan satu kesatuan yang akan saling mempengaruhi termasuk pada tahapan implementasi itu sendiri. Maka berikut ini adalah pengertian tentang implementasi kebijakan dalam Nyimas, dkk 2004:9 : “Implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan, biasanya dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif, atau Instruksi Presiden.Wahab, 1991 :50” Menurut Wibawa 1994 dalam Nyimas,dkk, 2004:10 implementasi kebijakan merupakan pengejahwantahan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam suatu Undang-Undang namun juga dapat berbentuk instruksi-instruksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan. Idealnya keputusan-keputusan tersebut menjelaskan masalah-masalah yang hendak ditangani, menentukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara “menggambarkan struktur” proses implementasi tersebut. Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.

1.5.1.2 Model Implementasi Kebijakan

Ada beberapa teori dari para ahli mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan yaitu sebagai berikut:

1. Teori Charles O. Jones

Jones dalam Tangkilisan, 2002 :23 menyebutkan apakah implementasi program efektif atau tidak, maka standar penilaian yang dapat dipakai adalah sebagai berikut: a. Organisasi Maksudnya di sini adalah bahwa organisasi harus memiliki struktur organisasi, adanya sumber daya manusia sebagai tenaga pelaksana perlengkapan atau alat-alat kerja serta didukung dengan perangkat hukum yang jelas. Struktur organisasi yang kompleks, struktur ditetapkan sejak semula dengan desain dari berbagai komponen atau subsistem yang ada tersebut. Sumber daya manusia yang berkualitas yang berkaitan dengan kemampuan aparatur dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Aparatur dalam hal ini adalah petugas-petugas yang terlibat dalam pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan. Tugas aparat pelaksana pemerintah yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang dipercayakan kepadanya untuk mencapai tujuan negara. Agar tugas-tugas pelaksana pemerintah dapat dilaksanakan secara efektif maka setiap unsur dituntun memiliki kemampuan yang memadai dengan bidang tugasnya. b. Interpretasi Maksudnya di sini adalah agar implementasi dapat dilaksanaan sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku, harus dilihat apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Hal tersebut dapat dilihat dari : 1. Sesuai dengan peraturan, berarti setiap pelaksanaan kebijakan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Sesuai dengan petunjuk pelaksana, berarti pelaksanaan dari peraturan sudah dijabarkan cara pelaksanaannya pada kebijaksanaan yang bersifat aministratif, sehingga memudahkan pelaksana dalam melakukan aktivitas pelaksanaan program. 3. Sesuai dengan petunjuk teknis, berarti kebijaksanaan yang sudah dirumuskan bantuk petunjuk pelaksana dirancang lagi secara teknis agar memudahkan dalam operasionalisasi program. Petunjuk teknis ini bersifat strategis lapangan agar dapat berjalan efisian dan efektif. Rasional dan realistis. c. Penerapan Maksud penerapan disini yaitu peraturan kebijakan yang berupa petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis telah berjalan sesuai dengan ketentuan dimana untuk dapat melihat ini harus pula dilengkapi dengan adanya prosedur kerja yang jelas, program kerja serta jadwal kegiatan disiplin. Hal ini dapat dilihat dari : 1. Program kerja yang sudah ada memiliki prosedur kerja agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih, sehingga tidak bertentangan antara unti kegiatan yang terdapat di dalamnya. 2. Program kerja harus sudah terprogram dan terencana dengan baik, sehingga tujuan program dapat direalisasikan dengan efektif. Jadwal kegiatan disiplin berarti program yang sudah ada harus dijadwalkan kapan dimulai dan diakhirinya agar mudh dalam megadakan evaluasi. Dalam hal ini diperlukan adanya tanggal pelaksanaan dan rampungnya sebuah program yang sudah ditentukan sebelumnya.

2. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn 1975

Menurut Meter dan Horn, ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi Subarsono, 2005 : 99, yakni : a. Standar dan sasaran kebijakan Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterprestasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi. b. Sumberdaya Kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia human resources maupun sumberdaya non-manusia non-human resource. Dalam berbagai kasus Program Jaring Pengaman Sosial JPS untuk kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksanan. c. Hubungan antar Organisasi Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program. d. Karakteristik agen pelaksana Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrsi, norma- norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program. e. Kondisi sosial, politik dan ekonomi Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memeberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan. f. Disposisi Implementor Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni : a respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; b kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan; dan c intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

3. Teori George C. Edwards III 1980

Sementara, menurut George Edwards III ada empat faktor yang memepengaruhi proses implementasi kebijakan, antara lain Winarno, 2002 : 125 : a. Komunikasi Secara umum, Edwards membahas tiga hal penting dalam komunikasi, yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan clarity. Transmisi adalah keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah telah diteruskan kepada personil yang tepat. Kejelasan adalah perintah- perintah yang akan dilaksanakan tersebut haruslah jelas misalkan melalui petunjuk-petunjuk pelaksanaan. Konsistensi adalah perintah-perintah tersebut harus jelas dan tidak bertentangan dengan para pelaksana kebijakan agar proses implementasi dapat berjalan lebih efektif. b. Sumber-Sumber Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksanan kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini pun cenderung tidak efektif. Adapun sumber- sumber yang penting meliputi : 1. Staf Jumlah staf yang banyak tidak secara otomatis mendorong implementasi yang berhasil. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kecakapan yang dimiliki oleh para pegawai pemerintah ataupun staf, namun di sisi yang lain kekurangan staf juga akan menimbulkan persoalan yang pelik menyangkut implementasi kebijakan yang efektif. Dengan demikian, tidaklah cukup hanya dengan jumlah pelaksanan yang memadai untuk melaksanakan suatu kebijakan. Para pelaksanan harus memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan. 2. Wewenang Setiap wewenang mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Jika para pejabatbadan pelaksanan kebijakan mempunyai keterbatasan wewenang untuk melaksanakan kebijakan maka diperlukan kerjasama dengan pelaksananbadan lain agar program berhasil. 3. Fasilitas Fasilitas fisik merupakan sumber yang penting pula dalam proses implementasi. Tanpa bangunan sebagai kantor untuk melaksanakan koordinasi, tanpa perlengkapan, tanpa perbekalan, maka besar kemungkinan implementasi yang direncanakan tidak akan berhasil. c. Kecenderungan Yaitu di mana para pelaksanan memiliki kecenderungan tidak sepakat dengan suatu kebijakan sehingga mengabaikan beberapa persyaratan yang tidak sesuai pandangan mereka. Oleh karena para pelaksana memegang peran penting dalam implementasi kebijakan publik, maka usaha-usaha untuk memperbaiki kecenderungan-kecendurungan mereka menjadi penting. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan insentif. d. Struktur Birokrasi Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni prosedur- prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut sebagai Standard Operating Procedurs SOP dan fragmentasi. Standard Operating Procedurs SOP berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam bekerjasamanya organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas. Fragmentasi adalah tekanan-tekanan di luar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-kelompok kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi- birokrasi pemerintah.

4. Teori Merilee S. Grindle 1980

Keberhasilan implementasi menurut Grindle dipengaruhi oleh dua variabel besar yakni isi kebijakan dan lingkungan implementasi. Variabel isi kebijakan ini mencakup sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran, sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, dan apakah letak suatu program sudah tepat, serta apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci, dan terakhir apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai. Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup seberapa besar kekuasaan, kepentingan, strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa, tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

1.5.2 Izin Mendirikan Bangunan IMB

1.5.2.1 Definisi Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang- undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, danatau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. UU No. 252009 tentang Pelayanan Publik Pasal 1 ayat 1 . Izin Mendirikan Bangunan merupakan salah satu pelayanan publik dalam bentuk pelayanan administratif oleh pemerintah kepada masyarakat. Seperti disebutkan dalam UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 5 ayat 1 bahwa : “Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalarn peraturan perundang-undangan”. Selanjutnya dijelaskan pada ayat 7 yaitu pelayanan administratif tersebut meliputi : a. tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara. b. tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan Agar dalam penyelenggaran pelayanan publik dapat berjalan dengan baik, adapun asas pelayanan publik sebagai berikut W. Riawan, dkk, 2005:11 : a. Transparan Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundanga- undangan. c. Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas. d. Partisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelengaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e. Kesamaan Hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi. f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Sementara masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan publik mempunyai hak-hak sebagai berikut UU No. 252009 tentang Pelayanan Publik Pasal 18 : a. mengetahui kebenaran isi standar pelayanan; b. mengawasi pelaksanaan standar pelayanan; c. mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan; d. mendapat advokasi, perlindungan, dan atau pemenuhan pelayanan; e. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memper baiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan; f. memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan; g. mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan atau tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman; h. mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar pelayanan danatau tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina penyelenggara dan ombudsman; dan i. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.

1.5.2.2 Izin Mendirikan Bangunan IMB

Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pemohon untuk membangun baru, rehabilitasirenovasi, danatau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Izin Memberikan Bangunan Pasal 1 Sementara itu, sesuai Keputusan Walikota Gunungsitoli Nomor 188.342...K2011 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Tata Cara PengawasanPengendalian dan Pemungutan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Pasal 1 menyebutkan bahwa Mendirikan Bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali, menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan. Pada dasarnya mendirikan bangunan adalah sebuah perbuatan yang berbahaya, hal ini karena bangunan merupakan tempat sentral bagi manusia beraktifitas sehari-hari, baik ketika di rumah maupun di kantor. Kriteria bahaya tersebut muncul ketika bangunan tersebut memiliki syarat tertentu agar tidak rubuh dan mencelakai orang di dalam atau sekitarnya. Karena itulah, bangunan didirikan dengan syarat pertimbangan dan perhitungan yang matang mengenai bentuk struktur serta kekuatan bahan yang digunakan. Dengan demikian, bangunan tersebut akan kuat dan tidak rusakroboh mencelakai orang di dalamnya. Bangunan yang didirikan tanpa adanya pehitungan mengenai kekuatan struktur dan bahan maka akan mudah roboh dan menimbulkan bahaya bagi orang banyak. Dalam rangka melindungi keselamatan masyarakat banyak dari bahaya robohrusaknya bangunan maka kegiatan pembangunan harus diawasi, boleh dibangun tetapi dengan syarat-syarat tertentu. Di antara syarat itu salah satunya adalah harus kuat dari segi struktur konstruksi dan bahan yang digunakan. Oleh karena itulah, Izin Mendirikan Bangunan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kegiatan mendirikan bangunan karena apabila kegiatan mendirikan bangunan itu termasuk kategori membahayakan keselamatan masyarakat, maka Izin Mendirikan Bangunan tidak akan diberikan. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Nias Nomor 16 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Pasal 2 menyebutkan maksud dan tujuan Izin Mendirikan Bangunan antara lain : 1 Pemberian Izin mendirikan Bangunan dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan mendirikan bangunan oleh orang pribadi atau badan hukum. 2 Tujuan pemberian Izin Mendirikan Bangunan adalah untuk melindungi kepentingan umum. 3 Memberi kewenangan kepada Pemerintah daerah untuk memungut Retribusi sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah PAD. Pengawasan pemerintah daerah terhadap kegiatan membangun bangunan dilaksanakan melalui pemberian Izin Mendirikan Bangunan yang dimohonkan oleh anggota masyarakat yang memberikan gambaran bangunan yang akan didirikan lengkap dengan gambar dan perhitungan struktur konstruksi. Kemudian setelah diteliti dan dipertimbangkan dengan cermat, apabila memenuhi syarat maka izin tersebut dikeluarkan dan pemohon diwajibkan membayar retribusi guna pemasukan keuangan daerah. Selain berfungsi untuk melindungi kepentingan umum, Izin Mendirikan Bangunan juga berfungsi sebagai bukti kepemilikan gedung yang sah secara hukum bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Pasal 8 mengenai “Persyaratan Administratif Bangunan Gedung” adalah sebagai berikut : 1. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi: a. Status hak atas tanah, danatau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah b. Status kepemilikan bangunan gedung c. Izin mendirikan bangunan gedung d. Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian bangunan gedung. 3. Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan. 4. Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

1.6 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial. Singarimbun, 1995 : 37 Untuk menghindari batasan-batasan yang lebih jelas dari masing-masing konsep, guna menghindari adanya salah pengertian maka definisi konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah : 1. Implementasi Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat- pejabat atau kelompok-kelompok pemerintahswasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. 2. Izin Mendirikan Bangunan Izin Mendirikan Bangunan, yang selanjutnya disingkat IMB adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pemohon untuk membangun baru, rehabilitasirenovasi, danatau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

1.7 Sistematika Penulisan BAB I

PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional, dan sistematika penulisan.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik pengukuran skor, dan teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian.

BAB III DESKRIPSI LOKASI

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, dan struktur organisasi.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan hasil data yang diperoleh dari lapangan dan atau berupa dokumen yang akan dianalisis.

BAB V ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data-data yang diperoleh setelah melaksanakan penelitian.

BAB VI PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran-saran yang dianggap penting bagi pihak yang membutuh. BAB II METODE PENELITIAN

2.1 Bentuk penelitian