Kesempatan Kerja Proses Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Pangkalan Brandan

61 memperoleh peningkatan ekonomi. Jika dulu mereka hanya fokus pada satu pekerjaan kini semenjak andalan perekonomian di Pangkalan Brandan sudah tidak beroperasi lagi sebagai pemacu pertumbuhan pendapatan. Kini langkah-langkah ini banyak digeluti oleh masyrakat dan keduanya ditetekuni dengan baik. Dua bidang pekerjaan yang di maksud adalah memiliki pekerjaan pokok seperti berdagang, jasa pelayanan, pegawai negeri dan adanya pekerjaan sampingan seperti punya sawit, tambak, ladang, karet, dan hasil tanaman lainnya tetapi ada juga yang memiliki perkebunan sawit dan sawah sekaligus dengan alasan yang tidak lain adalah sebagai sumber penghasilan bagi masyarkat serta karena kebutuhan hidup yang semakin lama semakin mahal.

4.2.2.2. Kesempatan Kerja

Usaha pertambangan selain mengejar keuntungan, diperlukan yang namanya pekerja sebagai pihak-pihak yang mengelola segala bentuk kegiatan di dalamnya mulai dari hulu hingga hilir. Ketika usaha pertambangan khususnya minyak terus berkembang maka, kebutuhan akan tenaga kerja atau buruh juga semakin meningkat. Namun, ketika pengolahan tambang minyak tidak dapat dioptimalkan lagi maka ini menjadi berbanding terbalik di saat masa perkembangannya. Secara sosiologis, selain kegiatan pertambangan yang telah tidak beroperasi lagi mampu menyebabkan terjadinya perubahan sosial pada aspek mata pencaharian, perubahan ini juga berdampak pada menurunnya Universitas Sumatera Utara 62 kesempatan kerja masyarakat. Kesempatan untuk bekerja memang sangat di rasakan oleh masyarakat Pangkalan Brandan karena ketika mereka hanya diposisikan pada bagian yang rendah, kesempatan untuk bekerja hampir bisa dikatakan sangat sedikit setelah unit pengolahannya ditutup. Hal ini seperti pendapat yang disampaikan oleh bapak Sarmedi, berikut penuturannya: “kesempatan kerja memang sangat sulit. Kalau dulu mungkin peluang bekerja masih bagus tapi kalok sekarang yah apalagi untuk orang kita Brandan mau kerja disini harapannya kecil karena pengolahan “udah” gak ada. “Kan gak” mungkin Pertamina mempekerjakan orang, buat perekrutan kalok gak ada yang mau dikerjakan sama aja buang uang. Kalau memang mau bekerja di Pertamina sekarang udah susah harus sarjana dan mengikuti test-test, wawancara, kalaupun ketrima pasti gak di Brandan yah unit pengolahan Pertamina yang lain. Jadi untuk sekarang kesempatan kerja sulit sekali.” Wawancara, 23 November 2014 Walaupun peluang bekerja bagi masyarakat sangat menurun tapi tetap saja ada masyrakat yang berharap dapat kerja di Pertamina. Kecendrungan dari mereka adalah laki-laki yang latar belakang pendidikannya hanya setingkat SMP, SMA bahkan bapak-bapak yang kerjanya tidak tetap atau pengangguran. Keinginan mereka untuk bekerja di Pertamina adalah karena sekarang tidak adalagi industri-industri lain yang masih beroperasi sebagi tempat mereka mencari pekerjaan di Brandan sedangkan sekarang untuk bekerja keluar kota selain membutuhkan dana juga harus memiliki skill dan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Peluang kesempatan untuk bekerja itu sendiri hanya mampu diberikan Pertamina sama seperti peluang sewaktu pengolahan minyak masih beroperasi yaitu hanya pada bagian-bagian yang rendah saja. Pernyataan ini seperti wawancara yang dilakukan bersama bapak Edward berikut ini: Universitas Sumatera Utara 63 “kerja yang di dapat mereka memang yang seadanya aja. Dibandingkan sama delapan tahun yang lalu tidak ditentukan jumlahnya dan peluang untuk dipekerjakan pada bagian yang lebih baguspun ada kemungkinanlah bisa dibilang tapi sekarang paling cuma sebagai satpam, bagian pengeboran, nanti kalau lagi ada proyek jadi bagian buruhnya ajalah “ntah” itu angkat barang cuma sekedar bantu-bantu aja dan ini merupakan kebijakan daerah bukan pusat.” Wawancara, 15 November 2014 Selain terjadinya perubahan peluang untuk bekerja yang semakin menurun, dampak lainnya dalah perubahan pada system kontrak yang diterapkan. Pekerja-pekerja tersebut hanya mendapat kontrak setahun. Hal ini dikarenakan keberadaan Pertamina yang tidak beroperasi pada bagian pengolahan dan hanya membuka kesempatan kerja pada saat ada proyek tertentu, apabila sudah setahun maka itu kembali lagi pada pihak Pertamina apakah ingin memperpanjang kontrak atau tidak. Ini diberlakukan untuk melihat komposisi pada pekerjaan apakah pertamina masih membutuhkan pekerjaan pada bagian tersebut atau tidak. Jika kontrak tidak di perpanjang, maka secara otomatis mereka dianggap sudah tidak ada hubungan kerja lagi. Hal ini seperti wawancara yang dilakukan bersama bapak B.Hutapea, berikut penuturannya: “kesempatan orang untuk bekerja memang berkurang di Pertamina Brandan ya, karena seingat saya dulu karyawan kurang lebih 1000 terus berkurang jadi 60 orang kurang lebih tahun 2006 dan sekarang paling sisa 16 yang untuk bagian pengolahannya jadi ini menunjukkan kalok orang yg bekerja “sikit-sikit” di kurangi dan kesempatan bekerja di UP 1 memang berkurang. Kalaupun ada kesempatan kerja untuk orang-orang sini gak nentu misalnya kayak sekarang ada proyek pembuatan pipa mereka hanya memberikan kontrak setahun dan jumlahnya tidak sebanak dulu paling 5 atau 10 orang itu tergantung berapa mereka butuhkan untuk bekerja, kalau udah habis setahun ya otomatis kontrak habis.” Wawancara, 5 Oktober 2014 Universitas Sumatera Utara 64 Terkait masa kontrak yang hanya diberikan selama satu tahun selain mereka hanya diposisikan pada bagian outsorcing hal lainnya adalah kontrak pertahun tersebut sengaja diterapkan karena penyelesaian proyek yang tidak bisa dipastikan. Apabila proyek yang dikerjakan belum kelar maka masih ada kesempatan untuk memperpanjangnnya namun apabila proyek tersebut sudah rampung maka untuk memperpanjang kontrak tidak dimungkinkan. Jika kontrak tidak berlaku demikan dan suatu waktu masa kontrak belum habis dan proyek sudah selesai maka akan terjadi pengeluaran yang sia-sia. Hal ini dilakukan agar biaya keluar menjadi efektif dan efesien. Kesempatan kerja yang hanya diposisikan pada bagian buruh ataupun outsorcing dan bukan merupakan pegawai tetap melainkan hanya diberi kontrak setahun menggambarkan tidak adanya upaya dalam tindakan pemberdayaan bagi masyarakat baik sewaktu Pertamina tidak beroperasi terlebih lagi sewaktu masih beroperasi. Sekalipun hal tersebut merupakan sudah menjadi ketentuan pusat dengan alasan pembagian pekerjanya dari UP satu ke UP yang lain tetapi tidak ada yang salah bahkan tidak ada ruginya jika peluang yang sama juga diberikan terlebih lagi kepada masyarakat setempat, akibatnya kesempatan untuk bekerja disektor pertambangan Pertamina semakin susah terwujud. Kesempatan untuk bekerja sekarang cenderung hanya pada sektor informal seperti sekarang banyak yang berjualan pakaian, rumah-rumah makan dan tempat nongkrong untuk anak-anak remaja dengan harga yang terjangkau terlebih lagi terhadap pembukaan lahan pertanian dan sawit. Jadi kesempatan yang di maksud adalah sebagai orang yang membantu usaha-usaha tersebut Universitas Sumatera Utara 65 pembantu. Berikut seperti yang dikutip dari hasil wawancara bersama pak Zainal: “Sekarang orang sini sibuk buka lahan sawit, kalau pensiunan pertamina yang masih tinggal disini bukan tak luas sawitnya itu padahal kalok dulu mungkin gak sebanyak sekarang tapi jadi itu peluang juga untuk kesempatan kerja. Kalau orang yang punya sawit perlu pekerja jugakkan, yang mau mandodos, memupuk, bersih-bersih tapi itupun udah susah. Sama untuk yang jaga tambak orang, padi, yang sifatnya ke ladanglah. Jarang kali ada yang mau kerja jadi bantu-bantu apalagi anak muda sekarang. Kebanyakan orang sini carik kerja keluar kota misalnya Medan, Batam, Jakarta, Bandung, Pekan baru, yang jadi TKIpun ada jugak. Mau carik kerja disini yah gak berkembang, gini-gini aja.” Wawancara, 1 Oktober 2014 Kesulitan masyarakat untuk mendapat pekerjaan selain Penutupan operasional unit pengolahan Pertamina, disi lain karena tidak adanya industri yang ada atau masih aktif di daerah ini. Kesempatan masyarakat untuk bekerja dalam menunjang karier dan perekonomian yang lebih mapan tergolong sulit bila tidak ada dari anggota keluarga yang sukses diluar kota yang mampu memberikan modal usaha. Keadaan seperti ini pada akhirnya diperhadapkan kepada kebijakan pemerintah daerah setempat dalam upaya untuk meningkatkan kembali perekonomian masyarakat salah satunya dalam bentuk lapangan pekerjaan. Jika dalam sumber daya alam Pangkalan Brandan tergolong dapat diandalkan maka harus ada juga pemberdayaan pada sumber daya manusianya sendiri sehingga pengaplikasiannya bukan hanya untuk sementara tetapi untuk dapat lebih dikembangkan lagi. Menurut wawancara kepada bapak Nanang ada Universitas Sumatera Utara 66 kegiatan dan kebijakan yang dilakukan dalam upaya peningkatan ekonomi di sektor informal, berikut hasil wawancaranya: “kita memang ada merehap-merehap pasar dan Brandan jugak pernah tempat lost atau jamburnya itu. Kalau pasar ikan tahun 2007, tahun 2009 pajak daging dan terakhir tahun 2012 pajak sayur.Ada yang kita semen, kita marmer jalannya ada beberapa yang kita bagusi.Sebelum tahun 2006 kita jugak berikan kemudahan izin untuk bukak usaha kaya toko klontong atau kedai sampah karna makin banyak orang yang mau berwirausaha.” Wawancara, 8 Oktober 2014 Toko klontong atau kedai sampah tersebut hampir seluruhnya bagian dari usaha etnis tionghoa. Kita juga tahu bahwa etnis tionghoa handal dalm hal berwirausaha termasuk yang ada di Pangkalan Brandan. Komunitas mereka pusatnya berada di daerah pajak, babalan dan kota tepatnya di jalan masjid. Kebiasaan mereka yang selalu menggunakan jasa pribumi dalam membantu mengerjakan usahanya sepertinya menjadi lahan tersendiri untuk tempat bekerja. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh bapak Rusli, dalam wawancara sebagai berikut: “Memang kami disini banyak “pakek” tukang kerja yang non etnistionghoa ya, biasanya itu kede sampah, tempat jualan makanan, klontong kalok usahanya yang lumayan besar dia bisa punya tukang kerja 2 orang lebih apalagi kede sampah tapi kalok yang biasa aja paling satu orang. Kalaupun ada yang dua biasanya yang jaga-jaga anak. Rata-rata gajinya kalau gak 800 yah 900 ribu dan kebanyakan yang masih muda-muda yang gak lanjut sekolah lagi.Dari pada dia nganggur buat susah orang tua lebih bagus kerja.” Wawancara, 19 November 2014 Kesempatan untuk bekerja pada sektor industri tampaknya tidak dapat diwujudkan kembali seperti sedia kala untuk kota Pangkalan Brandan seperti Pertamina bahkan RGM. Peluang yang di dapat hanya bekerja pada orang lain employee atau akan membuka usaha sendiri self-employment. Diantara Universitas Sumatera Utara 67 keduanya masyarakat lebih memilih membuka usaha sendiri dari pada harus bekerja pada orang lain di sektor informal. Hal ini disebabkan selain karena gaji yang lebih sedikit jika dibandingakn di luar kota bahkan bekerja jadi TKI, bekerja di Pangkalan Brandan tidak dapat membuat perekonomian dan kehidupan mereka berkembang. Selain itu, untuk membantu-bantu bekerja pada usaha orang lain di sektor informal kenyataannya pendapatan yang mereka peroleh sangat sulit untuk dijadikan sebagai modal awal mereka untuk membuka usaha sendiri.

4.2.2.3. Perubahan Gaya Hidup