- Di sebelah Barat berbatasan dengan KIM Kawasan Industri Medan di Mabar
2.2 Sejarah Desa
Pertama kalinya daerah yang sekarang ini disebut dengan Sinar Gunung merupakan hutan yang kemudian dikelolah oleh pendatang pertama menjadi area bertani padi darat.
Pembukaan hutan sebagai lahan pertanian dengan penebangan dan pembersihan lahan untuk nantinya menjadi lahan pertanian mereka. Setelah penebangan dan pembukaan hutan
dilakukan, para pendatang pertama mulai membakar dan membersihkan agar dapat menanam padi darat karena hanya padi darat yang masih bisa dilakukan pertama kali pembukaan lahan.
Untuk menanam padi para pendatang tersebut bermodalkan pengetahuan bertani yang dimiliki dari kampung halaman mereka tersebut.
Pada awal tahun 1923-an, ada beberapa keluarga datang ke daerah yang sekarang ini disebut dengan Sinar Gunung. Mereka yang pertama datang ke Sinar Gunung dari berbagai
kalangan dari pegunungan yaitu dari Saribudolok, Bangun Purba dan juga Raya. Menurut informan peneliti pendatang yang datang yang masih diingat oleh informan ada beberapa
yaitu Alm.Salomo Bangun, Alm.Ramjah Bangun, Alm.Toguh Purba, Alm.Saroyo Damanik, Rottip Saragih dan Ngada Saragih.
Pendatang pertama yang sampai, mencari cara agar untuk tinggal dan bertahan hidup. Salah satu cara yang dibuat yaitu pengukuran lahan yang telah mereka bersihkan bersama
untuk menjadi lahan tempat bertani dan juga pembuatan gubuk untuk tempat tinggal sementara. Untuk menjaga kebersamaan dan kekompakan para pendatang, mereka membuka
lahan baru di luar area pertanian sebagai lahan tempat tinggal yang layak agar tidak tinggal di gubuk yang berada area pertanian.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal pembagian lahan pertapakan, para pendatang melakukan suatu undian untuk mengetahui sebatas mana lahan yang dapat mereka bangun sebagai tempat tinggal
mereka. Setelah mereka mengetahui lahan yang akan menjadi tempat tinggal mereka selanjutnya, pembangunan rumah pun dimulai dan nama untuk tempat tinggal pun mulai
mereka pikirkan. Desa ini menurut peneliti sangat aneh disebutkan menjadi nama Sinar Gunung, karena
tidak adanya di Desa tersebut Gunung tetapi namanya menjadi Sinar Gunung. Setelah peneliti telusuru dan bertanya kepada informan di Sinar Gunung, barulah peneliti tahu kenapa desa
tersebut bernama Sinar Gunung. Sinar Gunung memiliki arti bagi masyarat sinar Gunung yaitu Desa yang bersinar oleh masyarakat dari pegunungan datang membawa perubahan di
daerah tersebut dan pada tahun 1954 Sinar Gunung di sahkan oleh Camat Labuhan Deli. Setelah Sinar Gunung di sahkan, masyarakat mulai bertani padi sesuai dengan lahan
yang mereka miliki. Masyarakat Sinar Gunung pun kian bertambah dengan datangnya pendatang berikutnya yang datang untuk memulai kehidupan baru di Sinar Gunung. Para
pendatang yang berikutnya merupakan sanak saudara para pendatang terdahulu dengan mereka berhasil bertani dan bertahan hidup di Sinar Gunung, mereka mengabarkan kepada
saudara yang berada di kampung halaman mereka dan menyuruh bermigrasi ke Sinar Gunung. Dengan demikian pertambahan penduduk di Sinar Gunung semakin banyak dan
pemukiman masyarakat semakin banyak. Sinar Gunung mayoritas Penduduknya adalah etnis Simalungun. Masyarakat Sinar
Gunung mayoritas bermarga Purba, Saragih dan Damanik. Tetapi setelah banyaknya masyarakat etnis Simalungun yang bermukin ke Sinar Gunung sekarang ini bertambah
berbagai macam marga yaitu : -
Purba
Universitas Sumatera Utara
- Saragih
- Damanik
- Sipayung
- Sinaga
- Girsang
Dari sekian banyaknya etnis Simalungun yang bermukim dari berbagai tempat dari Kabupaten Simalungun dari daerah yaitu :
- Saribudolok
- Dolok Silau
- Pematang Raya
- Bangun Purba
- Panei
- Nagori dolok
Terbentuknya Sinar Gunung sebagai wilayah pemukiman baru, maka banyak pendatang dari berbagai etnis datang ke Sinar Gunung, misalnya dari etnis Karo, dan juga
Batak Toba. Mayoritas etnis di Sinar Gunung merupakan etnis simalungun karena pendatang pertama dan kebanyakan masyarakat di Sinar Gunung merupakan etnis Simalungun. Bahasa
sehari-hari yang digunakan di Sinar Gunung adalah bahasa simalungun sebagai bahasa lokal dan bahasa Indonesia.
2.3 Keadaan Penduduk