Pengertian Majelis Agama Islam

karena itu pada tanggal yang tidak dicatatkan, pihak alim ulama telah mengadakan musyawarah dan menghasilkan keputusan yang positif bagi mengadakan sebuah badan untuk berkhidmat kepada umat masyarakat Melayu Patani dalam hal ahwal agama Islam dan sekaligus berfungsi sebagai pejabat Qadi Syar’i dalam pengaturan dan mengawal kepentingan umat Islam. 27 Pada tahun 1940, terbentuklah Majelis Agama Islam MAI dan dilantik Almarhum Tuan Guru Haji Sulong bin Haji Abdulqadir Tokmina salah seorang ulama besar yang terkemuka pada waktu itu menjadi ketua Majelis Agama Islam Sebagai Qadi Syar’I Dharuri. 28 Pada tahun 1944 semua para alim ulama dan guru-guru pondok pesantren yang diketua oleh Haji Sulong mengadakan perjumpaan membentuk kerja sama antara ulama dengan pemimpin setempat untuk mempertahankan marwah orang Islam dari tindakan mengsiamkan orang Melayu. Setelah itu Majelis Agama Islam MAI di ganti nama jadi Majelis Agama Islam Wilayah Patani MAIP.Yang mana pada waktu itu para alim ulama Patani merasa bertanggung jawab atas perkara yang berlaku di Selatan Thailand Patani, Yala, Narathiwat, Senggora, oleh karena tidak ada sesuatu badan pun yang bertanggung jawab berkenaan dengan urusan hal ahwal Agama Islam seperti wali 27 Badan Urusan Khidmat Masyarakat, Latar Belakang Majelis Agama Islam Wilayah Narathiwat , …., h.2 28 Tuan Guru Haji Sulong atau Muhammad Sulong dilahirkan pada tahun 1895 M. di kampung Anak Ru, Patani sebuah kampung dalam kawasan Bandar Patani sekarang, wafatnya pada 13 Agustus 1954, beliau dibunuh kemudian dibuang ke dalam laut Sanggura Sungkla sekarang di pulau tikus. Lihat : Ahmad Fathi Al-Fathoni, Ulama Besar Dari Fathoni, Malaysia: UKM, 2001, Cet.ke-1, h.140 amri atau Qadi. Maka dengan itu para alim ulama Patani bersepakat untuk membangun lembaga Majelis Agama Islam di setiap Wilayah di Selatan Thailand Patani, Yala, Narathiwat, Senggora yaitu Majelis Agama Islam Wilayah Narathiwat MAIN, Majelis Agama Islam Wilayah Yala MAIY, Majelis Agama Islam Wilayah Senggora MAIS dengan tujuan, visi dan misi yang sama sehingga saat ini. Melalui perkembangan Majelis ini, Haji Sulong dan rekan-rekan ulama lain memperjuangkan hak Islam dan menentang kezaliman. Tahun 1946, pertumbuhan semangat Patani di kalangan pemuda-pemuda ditumbuhkan yang dipimpin oleh Wan Othman Ahmad. Pada tahun 1948 pertumbuhan gabungan Melayu Patani di luar negeri dipelopori oleh Tengku Kamariah yaitu adik kepada Tengku Muhammad Muhaiyiddin anak Raja Abdul Kadir Raja Patani yang terakhir. 29 Haji Sulong Mengatur strateginya dengan dua cara yaitu sembunyi dan terang-terangan. Secara sembunyi dipimpin oleh Tengku Mahmud Muhaiyiddin penggerakan bawah tanah. Manakala secara terang-terangan itu melalui Majelis Agama Islam di setiap wilayah. Haji Sulong membuat pertemuan dengan ahli-ahli jawatan kuasa Majelis Agama Islam setiap Wilayah, Imam, Khatib dan Bilal serta orang-orang kenamaan seluruh Selatan Thailand yang jumlahnya kira-kira 400 orang. Dari 29 Ismail Che’Daud, Tokoh-tokoh Ulama Semenanjung Melayu, Kota baru:Majelis Ugama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan, 1988, h.340-341 hasil pertemuan itu, pihak Haji Sulong membuat keputusan untuk menuntut beberapa perkara yang dikenali sebagai “Tujuh Tuntutan Haji Sulong” 30 1. Minta mengadakan seorang ketua yang beragama Islam diperanakkan di dalam empat wilayah dengan pilihan suara anak negeri dalam empat wilayah dengan diberikan kepadanya kuasa penuh. 2. Mengadakan pelajaran bahasa Melayu pada tiap-tiap sekolah bagi kanak-kanak berumur tujuh tahun sebelum lagi masuk belajar Bahasa SiamThai atau bercampur pelajar dengan bahasa Siam. 3. Keberhasilan dalam empat wilayah diminta supaya digunakan khusus di dalam empat wilayah sahaja, yaitu semua hasil pajak di empat wilayah akan di gunakan untuk rakyat Muslim Patani. 4. Pegawai kerajaan dipakai orang Islam 80 mengikuti penduduk negeri yang beragama Islam. 5. Bahasa Melayu menjadi bahasa rasmi yang digunakan juga didalam urusan kerajaan. 6. Mengkhususkan Mahkamah Syariah daripada pejabat undang-undang negeri serta mengadakan undang-undang khas baginya untuk memutuskan pendakwaan yang bersesuaian dengan hukum agama Islam. 30 Ahmad Fathy Al-Fathoni, Pengantar Sejarah Patani, Malaysia: UKM,2001, h.83