BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor pertanian yang dapat meningkatkan devisa negara dan menyerap tenaga kerja.
Pemerintah mengutamakan pada subsektor perkebunan, karena memiliki daya tarik yang tinggi untuk diekspor ke negara maju Soediono, 1989. Komoditas
yang termasuk komoditas sub sektor perkebunan meliputi kelapa sawit, kelapa, karet, kopi dan teh.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas sub sektor perkebunan yang merupakan komoditas ekspor yang dpata meningkatkan devisa negara. Komoditas
kelapa sawit yang dilihat dari volume ekspor, nilai ekspor, luas areal dan produksi lima komoditas perkebunan menjadi yang tertinggi disbanding komoditas lain
BPS, 2009. Untuk dunia, Indonesia menempati posisi pertama dalam melakukan
ekspor kelapa sawit.
Tanaman kelapa sawit saat ini tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi Riau pada tahun 2014 dengan luas areal 2,30 juta Ha
merupakan provinsi yang mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul berturut-turut Provinsi Sumatera Utara seluas 1,39 juta Ha, Prov. Kalimantan
Tengah seluas 1,16 juta Ha dan Prov. Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha serta provinsi-provinsi lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam proses pengolahan tandan buah segar TBS menjadi minyak kelapa sawit akan dihasilkan sisa produksi berupa limbah padat dan cair
Sastrosaryono, 2003. Pada proses produksi minyak kelapa sawit, banyak limbah yang dihasilkan dari produksi sebanyak pabrik itu sendiri Kiichiro Hayashi,
2007. Setiap ton tandan buah segar TBS yang diolah di pabrik akan menghasilkan 220 kg tandan kosong sawit TKS, 670 kg limbah cair, 120 kg
serat, 70 kg cangkang, dan 30 kg kernel Naibaho, 1995. Tidak dapat dipungkiri bahwa dampak dari perkembangan pesat produksi
minyak sawit mentah ini tentu adanya limbah produksi yaitu limbah cair kelapa sawit POME, tandan kosong sawit, cangkang, dan serat. Beberapa limbah
seperti cangkang dan serat sudah dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Namun limbah cair kelapa sawit dan tandan kosong sawit tidak dapat ditangani secara
optimal. Meski tidak beracun, limbah cair tersebut dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena dibuang di kolam terbuka dan melepaskan
sejumlah besar gas metana dan gas berbahaya lainnya yang menyebabkan emisi
gas rumah kaca.
Limbah cair sendiri berasal dari hasil proses produksi pada kegiatan perebusan, klarifikasi dan dari proses pengolahan inti. Pada proses perebusan,
limbah cair yang dihasilkan lebih kurang sebesar 36, saat dalam proses klarifikasi akan mengeluarkan limbah cair lebih kurang 60 dan dari proses
pengolahan inti mengeluarkan limbah cair sekitar 4 Ansori, 2014. Oleh karena itu, dapat dihitung bahwa tiap harinya, suatu pabrik pengolahan minyak kelapa
sawit dapat memproduksi 650 m
3
hari limbah cair PPKS,2006. Bahkan selama
Universitas Sumatera Utara
proses pengolahan POME, tetap menghasilkan kandungan bahan organic yang signifikan dan tetap membutuhkan oksigen yang dikenal sebagai
biochemical oxygen demand
BOD yang biasanya diukur dalam mgl dan secara luas ddigunakan sebagai indikasi dari kualitas organik POME Madaki, 2013.
PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Pabatu saat ini memang sudah memiliki pengolahan limbah dengan menggunakan beberapa kolam untuk
menetralisir parameter limbah yang masih terkandung dalam cairan limbah sebelum dibuang ke perairan umum sungai. POME bukan hanya limbah yang
dihasilkan selama proses oleh TBS, tetapi limbah yang paling mahal dan sulit untuk dikelola oleh operator pabrik. Hal ini karena POME adalah limbah dengan
volume yang besar dalam ukuran ton yang dihasilkan dalam satu waktu Madaki, 2013. Pabrik dituntut untuk harus memiliki penanganan limbah cair yang baik
terhadap lingkungan, yang murah dan memberikan nilai tambah terhadap masyarakat ataupun pabrik.
Berdasarkan hasil audit energi yang dilakukan di PKS milik PT. Perkebunan Nusantara IV, menunjukkan bahwa nilai konsumsi energi untuk
pengolahan CPO lebih kecil dibandingkan dengan PTPN VII dan PTPN VIII yaitu 13,4106 MJ untuk memproduksi tiap kg CPO pada kapasitas pengolahan 30 ton
TBSjam Kristen Natashia,2013. Beberapa tahun belakangan ini, limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik PKS Kebun Pabatu sempat beberapa kali mencemari
sungai Padang yang terdapat di Kabupaten Serdang Berdagai. Seperti yang terdapat pada beberapa artikel surat kabar online seperti Medan Bisnis dan Sinar
Indonesia Baru menyebutkan bahwa Air Sungai Padang tercemar oleh limbah
Universitas Sumatera Utara
sawit milik PKS Kebun Pabatu. Bahkan berdasarkan pH air yang diukur menunjukkan nilai 9,45 untuk air sungai Padang yang berada didekat pembuangan
limbah PKS Kebun Pabatu sedangkan untuk wilayah Tebing Tinggi nilai pH nya sekitar 8,4. Nilai ini menunjukkan adanya limbah cair pabrik yang mencemari
lingkungan sekitar pabrik terutama sungai yang menjadi akhir pembuangan limbah cair tersebut.
Berdasarkan fenomena yang beberapa kali terjadi akibat limbah cair di lingkungan pabrik PKS Kebun Pabatu, maka peneliti ingin mengetahui seberapa
baik kinerja dan efisiensi energi yang dimiliki pabrik dalam hal pengolahan limbah cair. Salah satunya dengan melakukan penilaian terhadap teknologi
pengolahan limbah cair dengan cara mengetahui dan mengamati proses produksi yang ada saat ini,
material
dan
energy balance
, dampak lingkungan yang terjadi, konsumsi sumber daya, efisiensi energi serta melakukan penilaian terhadap
kinerja pengolahan limbah cair yang ada. Kinerja yang diukur berupa kriteria- kriteria penggunaan teknologi pengolahan limbah yang ada saat ini. Pendekatan
ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang sesuai mengenai teknologi pengolahan limbah yang ada di pabrik saat ini yang diharapkan telah baik.
Dengan hasil ini juga diharapkan pabrik dapat mengoptimalkan teknologi pengolahan limbah dan mampu memelihara kinerja efisiensi energi pada proses
pengolahan kelapa sawit dengan menggunakan hasil limbah cair sebagai nilai tambah bagi pabrik dan ramah lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan Masalah