Fungsi Dan Makna Penyambutan Imlek Pada Masyarakat Tionghoa Di Pematang Siantar

(1)

FUNGSI DAN MAKNA PENYAMBUTAN IMLEK PADA

MASYARAKAT TIONGHOA DI PEMATANG SIANTAR

SKRIPSI SARJANA O

L E H

NAMA:

YOAN SILVIANA

NIM: 080710013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA CINA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis tentang fungsi dan makna tradisi penyambutan imlek pada masyarakat Tionghoa Di Pematang Siantar. Untuk mengkaji fungsi dan makna digunakan teori semiotik (Barthes). Untuk menganalisis fungsi tradisi imlek dalam konteks tersebut digunakan teori fungsionalismenya Malinowski dan Radcliffe-Brown. Metode dan teknik yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, dengan berdasar kepada penelitian lapangan, wawancara, observasi, pengamatan terlibat (participant observer), dan menggunakan informan kunci yang dipandang menguasai tradisi penyambutan imlek. Temuan saintifik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: makna (a) adanya kecenderungan bergesernya nilai-nilai makna pada generasi muda saat ini serta pengetahuan kaum muda Tionghoa pada tradisi-tradisi imlek sangat kurang. Mereka sudah tidak lagi menaruh perhatian secara khusus terhadap makan tradisi imlek. Tradisi-tradisi imlek yang mereka lakukan tanpa mengetahui dan memahami maknanya secara mendalam. Fungsi (b) Secara keseluruhan tradisi imlek ini mempunyai fungsi sosial memperat tali silaturahmi dimana pada moment ini masyarakat tionghoa menggunakannya sebagai wadah berkumpul seluruh anggota keluarga.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhana Wataala atas segala limpah karunia-Nya, atas selesainya penulis belajar secara formal di Departemen Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Selepas itu shalawat berangkaikan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, yang telah menuntun penulis dengan Islam dan iman, semoga syafaat beliau kelak penulis dapatkan di yaumil jaza’.

Tujuan tulisan dalam bentuk skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu di departemen Sastra China FIB USU Medan. Skripsi ini berjudu l Fungsi Dan Makna Penyambutan Imlek Pada Masyarakat Tionghoa Di Pematang Siantar.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya tercinta, yaitu Ayahanda Selamat Kusumo dan Ibunda Zuraida Siregar. Keduanya telah bersusah payah membesarkan, mendidik, dan menyekolahkan saya sampai jenjang yang lebih tinggi, khususnya di tingkat strata satu ini. Mama yang dengan sabar mendengarkan keluh kesah saya dan memberikan saya masukan mulai dari pengajuan judul sampai lokasi-lokasi penelitian dan papa yang selalu membantu saya mendapatkan informasi yang saya butuhkan walaupun terkadang saya “ngambek”, tapi dengan kesabaran papa selalu berada disamping saya dan mendukung saya. Semua yang papa dan mama berikan tidak mampu saya balas dengan apapun dan ketika penelitian beserta penulisan skripsi ini, papa dan mama sangat berperan dalam penyelesainnnya. Menemani saya keliling kota Pematang Siantar mencari data-data dan ketika saya putus asa papa dan mama selalu hadir, kemudian bersama memecahkan permasalahan yang timbul dan selalu memberikan saya dukungan penuh, doa, semangat dan limpahan kasih sayang yang luar biasa beserta nasehat agar saya jangan pernah menyerah. Doa papa dan mama untuk putri


(4)

papa dan mama ini telah membawa saya pada akhir salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu. Terimakasih Papa-Mama, saya sangat mencintai kalian dan hanya skripsi inilah yang bisa saya berikan sebagai tanggung jawab anak kepada orang tuanya. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada adik-adik saya yang cantik-cantik dan tersayang, Diah ‘Minjia’ Soviana yang selalu sabar menghadapi saya di kost ketika saya sedang ‘strez’ dalam penulisan skripsi ini dan selalu memberikan saya senyuman yang indah ketika saya pulang ke kost, terimaksih ya ‘yank’. Dan adik saya Jihan ‘Minhui’ Sabrina, terimakasih sayang telah memberikan kabar-kabar lucu untuk menghibur hati kakakmu yang terkadang gundah gulana dan selalu menyambut saya dengan senyuman lucu dan imut ‘khas’ senyuman ‘uwi’ ketika saya pulang ke Siantar.

Secara akademis, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Budaya, USU, yaitu Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. dan segenap jajarannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ketua Departemen Sastra China FIB USU, Dr. T.Thyrhaya Zein,M.A dan Sekretaris Departemen Sastra Cina FIB USU, Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si.

Kepada Bapak Drs. Fadlin, M.A, yang merupakan Dosen Pembimbing I yang sudah banyak membantu saya dalam hal apapun dan yang selalu meluangkan waktu untuk saya ditengah-tengah kesibukan bapak. Juga terima kasih kepada Yu Laoshi, Chen Laoshi, Laoshi Julina, M.A yang juga banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi China ini. Kepada Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D , yang juga banyak membantu dalam memberikan masukan-masukan sehingga skripsi ini bisa menjadi lebih baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua dosen dan jajarannya di Sastra China atas segala ilmu yang telah diberikan selama ini.

Selanjutnya, penulis juga mengucapkan terima kasih buat Bang Regar yang turut serta menemani penulis, menghantarkan kesana kemari dan tetap setia mendampingi serta


(5)

setia mendengarkan keluh kesah penulis serta selalu memberikan semangat. kepada sahabatku yaitu: Reny Koto, Ely Sovita, Taufik ‘Bulgoso’ Putra, yang selama penulisan ini selalu memberikan penulis semangat. Canda dan tawa yang kalian berikan merupakan penyemangat dalam penyelesaian skripsi. Buat AR.KOST yang menjadi tempat yang sangat teduh dan mendatangkan berbagai inspirasi dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap agar tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca. Selain itu dapat menjadi sumbangan untuk ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Sastra China. Oleh sebab itu, kepada semua pihak penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, demi perbaikan skripsi ini.

Medan, JULI 2012 Penulis,

Yoan Silviana NIM 080710013


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK V

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI ix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Batasan Masalah 6

1.3 Rumusan Masalah 7

1.4 Tujuan Penelitian 7

1.5 Manfaat Penelititan 8

1.5.1 Manfaat Teorotis 8

1.5.2 Manfaat Praktis 8

BAB II KONSEP , LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

12

2.1 Konsep 9 2.1.1 Imlek 9 2.1.2 Tradisi-tradisi Imlek 11 2.1.3 Masyarakat Tionghoa 15 2.1.4 Kota Pematang Siantar 17 2.2 Landasan Teori 21 2.2.1 Teori Fungsional 22 2.2.2 Teori Semiotik 23 2.3 Tinjauan Pustaka (Penelitian Sebelumnya) 25 BAB III METODE PENELITIAN 27 3.1 Metode Penelitian 27

3.2 Teknik Pengumpulan Data 28

3.2.1Wawancara 29

3.2.2 Observasi 30

3.2.3 Studi Kepustakaan 30

3.1.5 Data dan Sumber Data 32

3.4 Teknik Analisis Data 32

3.3 Lokasi Penelitian 33


(7)

Tionghoa di Pematang Siantar

4.1 Fungsi Tradisi Lampion, Makan Malam dan Petasan 34

4.1.1 Lampion 34

4.1.2 Makan Malam 35

4.1.2.1 Kue Keranjang 35 4.1.2.2 Ikan dan Ayam 36 4.1.2.3 Bakmi 37 4.1.2.4 Yu Sheng 37 4.1.2.5 Kue Apem 37 4.1.2.6 Hong gui 38 4.1.2.7 Kue bao (pao) 38 4.1.2.8 Aneka Permen, Buanh Nanas, Buah Pear atau Li 39

4.1.3 Petasan 40

4.1.3.1 Petasan Untaian atau Bian pao 40 4.1.3.2 Petasan Bunga Api atau Yanhua baozhu 41 4.2. Makna Tradisi Lampion, Makan Malam dan Petasan 42

4.2.1 Lampion 42

4.2.1.1 Lampion Bundar 42 4.2.1.2 Lampion Bunga atau hua deng 45 4.2.1.3 Lampion Istana atau gong deng 46 4.2.1.4 Lampion Lonjong 47

4.2.2 Makan Malam 48

4.2.2.1 Nian gao atau kue keranjang 48 4.2.2.2 Ikan 49 4.2.2.3 Ayam 49 4.2.2.4 Bakmi 50 4.2.2.5 Yu Sheng 50 4.2.2.6 Kue Apem 50 4.2.2.7 Hong gui 50 4.2.2.8 kue pao (bao) 51 4.2.2.9 Jeruk 51 4.2.2.10 Aneka Permen 51 4.2.2.11 Buah Nanas 51 4.2.2.12 Apel 52 4.2.2.13 Buah Pear atau Li 52

4.2.3 Petasan 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 53

5.1 Kesimpulan 53

5.2 Saran 53

Daftar Pustaka 55

Daftar Informan 57


(8)

ABSTRAK

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis tentang fungsi dan makna tradisi penyambutan imlek pada masyarakat Tionghoa Di Pematang Siantar. Untuk mengkaji fungsi dan makna digunakan teori semiotik (Barthes). Untuk menganalisis fungsi tradisi imlek dalam konteks tersebut digunakan teori fungsionalismenya Malinowski dan Radcliffe-Brown. Metode dan teknik yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, dengan berdasar kepada penelitian lapangan, wawancara, observasi, pengamatan terlibat (participant observer), dan menggunakan informan kunci yang dipandang menguasai tradisi penyambutan imlek. Temuan saintifik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: makna (a) adanya kecenderungan bergesernya nilai-nilai makna pada generasi muda saat ini serta pengetahuan kaum muda Tionghoa pada tradisi-tradisi imlek sangat kurang. Mereka sudah tidak lagi menaruh perhatian secara khusus terhadap makan tradisi imlek. Tradisi-tradisi imlek yang mereka lakukan tanpa mengetahui dan memahami maknanya secara mendalam. Fungsi (b) Secara keseluruhan tradisi imlek ini mempunyai fungsi sosial memperat tali silaturahmi dimana pada moment ini masyarakat tionghoa menggunakannya sebagai wadah berkumpul seluruh anggota keluarga.


(9)

BAB I

PENDAHUUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Supartono berpendapat bahwa kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur jasmani, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia (Supartono, 2001; Prasetya, 1998).

Kebudayaan, cultuur dalam bahasa Belanda dan culture dalam bahasa Inggris, berasal dari bahasa Latin colore yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan. Dari pengertian budaya dalam segi demikian berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam”. Untuk membedakan pengertian istilah budaya dan kebudayaan, Widagdo (1994), memberikan pembedaan pengertian budaya dan kebudayaan, dengan mengartikan budaya sebagai daya dari budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa, sedangkan kebudayaan diartikan sebagai hasil dari cipta, karsa, dan rasa tersebut.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termas


(10)

, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha be budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah cultural-determinism.

Budaya atau Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.menurut Kroeber dan Kluckholn (1952) mengumpulkan berpuluh puluh defenisi yang dibuat ahli-ahli antropologi dan membaginya atas 6 golongan, yaitu (1) deskriptif, yang menekan unsur-unsur kebudayaan, (2) historis, yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara kemasyarakatan, (3) normatif, yang menekankan hakekat kebudayaan sebagai aturan hidup


(11)

dan tingkah laku, (4) psikologis,yang menekankan kegunaan kebudayaan dalam penyesuaian diri kepada lingkungan, pemecahan persoalan, dan belajar hidup, (5) struktural, yang menekankan sifat kbudayaan sebagai suatu system yang berpola dan teratur, dan (6) genetika, yang menekankan terjadinya kebudayaan sebagai hasil karya manusia (P.W.J. Nababan,1984:49).

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Cina merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki budaya begitu beragam. Ini disebabkan budaya Cina sendiri yang jumlahnya tidak sedikit dan ditambah dengan budaya asing yang terus masuk dan menjadi warna tersendiri. Salah satu dari aktivitas kebudayaan Cina adalah perayaan Imlek.

Di Indonesia, perayaan Imlek selalu memberikan kemeriahan tersendiri dengan taburan warna merah yang mengandung makna kebaikan dan keceriaan dan merah keemasan yang mengandung makna keceriaan dan semangat dalam menyambut dan menghadapi tahun baru.


(12)

Masyarakat Cina sangat menjaga kelestarian budaya sendiri sehingga sangat mudah dikenali. Ini seharusnya menjadi contoh positif bagi kita.

Imlek adalah perayaan akbar yang berlangsung selama 15 hari dengan tanggal yang tidak pernah sama setiap tahunnya karena memang ditentukan oleh pergerakan bulan dan matahari. Namun, biasanya tidak jauh dari bulan Januari dan Februari.

Pada hitungan kalender Tionghoa ada istilah Tahun Naga, Kelinci, Macan dan sebagainya.Tahun tersebut merupakan penanggalan tahun-tahun di kalender Cina. Masing-masing hewan memiliki karakter-karakter yang sangat diyakini keakuratannya oleh orang Cina. Dengan mengetahui hal tersebut, maka mereka bisa merancang seperti apa bisnis mereka kedepan dan akan ada halangan seperti apa.

Berikut ini adalah gambar Shio-shio dalam penanggalan Cina .

Sumber:


(13)

Tahun Baru Cina ini berlangsung selama musim semi dan bertepatan dengan musim liburan sehingga keluarga dapat berkumpul bersama dan merayakannya seperti Tahun Baru Masehi di tanggal 1 Januari. Selama masa perayaan tersebut, biasanya dilakukan budaya membersihkan rumah. Mereka yang percaya dengan feng shui menggunakan kesempatan ini untuk menghias rumah.

Rumah akan dipercantik dengan vas dan bunga yang berwarna-warni yang menyimbolkan pembaruan. Jeruk melambangkan kebahagiaan dan kemakmuran. Nampan berisi permen diletakkan berdampingan dengan jeruk-jeruk tersebut.

Hidangan yang biasa tersedia ketika Imlek adalah ikan, mie dan masih banyak lainnya. Masing-masing memiliki makna simbolis tersendiri seperti apel yang melambangkan kedamaian.

Saat malam menjelang imlek berlangsung, Masyarakat tionghoa memasang lampion dan menggantungkannya agar kehidupan terang menderang sepanjang tahun, anak-anak akan keluar rumah mengenakan topeng naga dan ikut parade. Barongsai merupakan bagian terpenting dalam perayaan Tahun Baru Cina. Pertunjukannya memang amat menarik, di mana beberapa orang menari dari balik tubuh naga dengan lincah dan mengikuti ketukan musiknya. Tidak hanya terkenal di Cina, barongsai adalah tontonan yang juga disenangi oleh orang non Cina. Kemudian juga membakar petasan untuk mengusir roh-roh jahat.

Hal lain yang juga menjadi ciri khas dalam imlek adalah angpau, atau uang yang diberikan dari orang dewasa kepada anak kecil. Uang angpau yang di simpan di dalam amplop berwarna merah, lalu diberikan kepada anggota keluarga yang lebih muda dan belum menikah. Tujuannya apa lagi kalau bukan untuk saling berbagi rezeki. namun apabila yang


(14)

belum menikah ingin berbagi uang juga diperbolehkan namun uang tersebut tidak boleh dimasukkan kedalam amplop merah dan Imlek selalu menjadi hari yang dinanti dan hari berkumpul keluarga tentunya.

Untuk mengetahui lebih dalam maka penulis melakukan suatu penelitian ilmiah yang memfokuskan tulisan ini pada tradisi seperti menyalakan lampion ,makan malam bersama, dan membakar petasan dalam menyambut perayaan imlek bagi masyarakat Tionghoa.

Masyarakat Tionghoa tersebar hampir di seluruh penjuru dunia. Salah satunya di sebuah kota di Provinsi Sumatera Utara (Indonesia) yaitu Kota Pematangsiantar dan masyarakat Tionghoa tersebar di seluruh penjuru kota Pematangsiantar, salah satunya adalah keluarga penulis. Pada perayaan imlek setiap tahun tradisi menyalakan lampion, makan malam bersama dan membakar petasan adalah hal yang selalu dilakukan oleh keluarga penulis dan seluruh masyarakat tionghoa di Kota Pematangsiantar. Akan tetapi dalam menjalankan tradisi imlek, muda-mudi dalam keluarga kami sudah banyak yang melupakan makna dari tradisi-tradisi dalam menyambut perayaan imlek. Kebanyakan hanya menjalankan tradisi-tradisi dari orang tua tanpa mengetahui maknanya. Mungkin masih banyak lagi keluarga dari masyarakat Tionghoa di Pematang siantar seperti keluarga penulis yang juga melupakan makna dari tradisi imlek yang dijalankan selama ini. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan berharap agar penelitian ini kembali mengingatkan keluarga penulis dan sebagian masyarakat tionghoa di Pematangsiantar yang melupakan makna tradisi-tradisi pada perayaan imlek. Dengan demikian penulis membuat judul penelitian: Fungsi dan Makna Penyambutan Imlek pada Masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar.


(15)

1.2 Batasan Masalah

Untuk menghindari batasan yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis mencoba membatasi ruang lingkup penelitian pada makna tradisi menyalakan lampion, makan malam bersama dan membakar petasan bagi masyarakat tionghoa di Kota Pematangsiantar dalam menyambut perayaan imlek.

1.3 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang dikemukakan penulis diatas, beberapa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah untuk memfokuskan pembahasan masalah pada:

1. Bagaimana fungsi penyambutan Imlek pada masyarakat Tionghoa di Pematang Siantar?

2. Apa saja makna tradisi menyalakan penyambutan perayaan imlek bagi masyarakat di Kota Pematang Siantar?

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami fungsi penyambutan Imlek pada masyarakat Tionghoa di Pematang Siantar.

2. Untuk mengetahui makna penyambutan perayaan Imlek bagi masyarakat Tionghoa di Kota Pematang Siantar.


(16)

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teorotis

Secara Teorotis, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap fungsi dan makna tradisi penyambutan imlek pada masyarakat Tionghoa Pematang Siantar, adalah:

1. Memberikan informasi kepada masyarakat luas bahwa setiap tradisi yang dijalankan memiliki fungsi dan makna tersendiri, dan harus tetap kita lestarikan.

2. Menjadi sumber dan pengetahuan bagi penulis pada bidang kebudayaan, dan memberi manfaat bagi kelestarian budaya masyarakat Tionghoa dan pemahaman bagi kita untuk tetap melestarikan budaya.

3. Menjadi sumber rujukan bagi peneliti lain dalam mengungkapkan penelitian budaya ilmu pengetahuan pada fokus objek material yang sama.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian fungsi dan makna tradisi penyambutan imlek pada masyarakat Tionghoa ini secara praktis diharapkan sebagai salah satu bahan perbandingan dalam kajian tradisi penyambutan imlek pada masyarakat Tionghoa.


(17)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989: 33). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian kongkret, gambaran mental dari objek apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari kesalahan yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

2.1.1 Imlek

Tahun Baru China merupakan hari raya yang paling penting dalam masyarakat China. Perayaan Tahun Baru China juga dikenal sebagai 春節 Chūnjié (Festival Musim Semi / Spring Festival), 農曆新年 Nónglì Xīnnián (Tahun Baru), atau 過年 Guònián atau sin tjia.

Diluar daratan China, Tahun Baru China lebih dikenal sebagai Tahun Baru Imlek. Kata Imlek (阴历 : Im = Bulan, Lek = penanggalan) berasal dari dialek Hokkian atau mandarinya yin li yang berarti kalender bulan. Perayaan Tahun Baru Imlek dirayakan pada tanggal 1 hingga tanggal 15 pada bulan ke-1 penanggalan kalender China yang


(18)

menggabungkan perhitungan matahari, bulan, 2 energi yin-yang, konstelasi bintang atau astrologi shio, 24 musim, dan 5 unsur. (Festival Musim Semi).

Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (bahasa Tionghoa: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh 十五冥元宵节 di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti “malam pergantian tahun”

Karena seperlima penghuni bumi ini adalah orang China, maka Tahun Baru China hampir dirayakan oleh seluruh pelosok dunia dimana terdapat orang China, keturunan China atau pecinan. Banyak bangsa yang bertetangga dengan China turut merayakan Tahun Baru China seperti Taiwan, Korea, Mongolia, Vietnam, Nepal, Mongolia, Bhutan, dan Jepang.

Khusus di daratan China, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan negara-negara yang memiliki penduduk beretnis China, Tahun Baru China dirayakan dan sebagian telah berakultrasi dengan budaya setempat. Dirayakan di daerah dengan populasi suku Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di tetangga geografis Tiongkok, serta budaya yang dengannya orang Tionghoa berinteraksi meluas. Ini termasuk Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, dan Jepang (sebelum 1873). Di Daratan Tiongkok, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi suku Han yang signifikan, Tahun Baru Imlek juga dirayakan, dan pada berbagai derajat, telah menjadi bagian dari budaya tradisional dari negara-negara tersebut


(19)

Di Indonesia, selama tahun 1968-1999, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.

Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid menindak lanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.

2.1.2 Tradisi-tradisi Imlek

Secara tradisional, perayaan Sin Cia atau Tahun Baru Imlek berlangsung selama 15 hari, adapun tradisi-tradisi yang dilakukan adalah:

(0) Malam menjelang Imlek.

Sejak tengah malam menjelang Imlek, sudah dilakukan acara makan malam bersama. Kemudian setelah itu upacara sembahyang menyambut kedatangan dewa-dewi dilakukan. Pintu, jendela dibuka, lampu-lampu dinyalakan,lentera dan lampion juga dinyalakan dan digantungkan. Agar keberuntungan tahun baru masuk dan kehidupan terang sepanjang tahun. Upacara menyambut tahun baru juga banyak dilakukan di rumah-rumah ibadah. Kemudian


(20)

pada malam menyambut Imlek masyarakat Tionghoa membakar petasan guna mengusir roh-roh jahat.

(1) Hari ke-1.

Hari ini, pakaian baru dikenakan, yang lebih muda mencari yang lebih tua di keluarga dan mengucapkan “Xin Nian Kuai Le (Mandarin) atau Sin Ni Khoai Lok (Hokkian) atau San Nin Faai Lok (Cantonese)”yang artinya “Selamat Tahun Baru.” Sudah menjadi tradisi, orang tua akan memberikan ang pau kepada anak-anaknya. Yang lebih tua juga memberikan ang pau kepada yang lebih muda. Hari pertama ini aktivitas dan kunjungan umumnya difokuskan kepada keluarga inti dan dekat.

(2) Hari ke-2.

Hari dimana melakukan sembahyang kepada dewa-dewi dan leluhur. Mengucap syukur atas berkah dan lindungan yang diberikan. Mengenang leluhur yang sudah tiada, yang mana tanpa mereka tidak akan ada diri kita. Bagi pebisnis dari etnik Cantonese (Kong fu), hari ini mereka melakukan doa “Hoi Nin” dengan pengharapan agar bisnis mereka lebih berkembang dan sukses dan memulai aktivitas bisnis lagi. Hari ini juga dipakai untuk mengunjungi dan bersilahturahmi dengan handai taulan dan sahabat.

(3) Hari ke-3 dan ke-4.

umumnya kedua hari ini kurang “diminati” dan dianggap tidak baik untuk menyambangi sahabat dan relasi, juga tidak “bagus” untuk memulai aktivitas bisnis. Latar belakang nya ialah karena:

1. Kedua hari ini dikenal sebagai “chi kou” yang artinya “mudah terlibat perdebatan”, penyebabnya karena hidangan goreng yang dikonsumsi selama kedua hari pertama Sin Cia.


(21)

2. Keluarga yang salah satu anggota dekatnya meninggal dunia selama 3 tahun terakhir tidak akan keluar rumah, ini sebagai penghormatan kepada mendiang tersebut. Jadi hari ketiga Imlek umumnya dipakai untuk berziarah ke kuburan, mendoakan anggota keluarga yang sudah tiada.

(4) Hari ke-5.

Hari ini dikenal sebagai “po wu” yang berarti menyingkirkan yang lima. Hari ini dipakai untuk hari bersih-bersih, semua sampah dibuang dan sisa-sisa sesajian juga di buang. Melihat cuaca hari itu untuk melihat apakah tahun itu penuh kesuraman atau kedamaian. Hari ini juga adalah hari ulang tahun Dewa Kekayaan, jadi bagi yang percaya akan melakukan sembahyang khusus bagi Dewa Kekayaan. Umumnya hari ini semua kegiatan bisnis sudah buka dan dimulai lagi. Aktivitas menyapu sudah diperkenankan lagi.

(4) Hari ke-6.

Pada hari ini masyarkat Tionghoa mengisinya dengan mengunjungi rumah ibadah untuk berdoa dan juga digunakan untuk mengunjungi keluarga dan teman yang masih belum sempat ditemui untuk mempererat silaturahmi. Pada hari ini selain mengunjungi keluarga yang belum dikunjungi juga digunakan untuk membagikan angpau bagi keluarga yang belum memberikan dan mendapatkan angpau.

(5) Hari ke-7.

Disebut sebagai “ren ri” atau “hari ulang tahun semua orang.” Hari ini dianggap sebagai hari dimana semua orang bertambah usianya. Hari dimana hidangan yu sheng (salad ikan) disantap kembali. Orang-orang akan berkumpul dan bersama-sama melambungkan yu sheng


(22)

dan berharap agar kekayaan dan kemakmuran yang tinggi dan berkesinambungan. Yu sheng kalau diucapkan sama bunyinya dengan “bertambah surplusnya.”

(6) Hari ke-8.

Bagi orang-orang Hokkian, hari ini mereka mengadakan makan malam reuni lagi. Namun zaman sekarang ini di kota Pematangsiantar sudah tidak banyak lagi masyarakat Tionghoa yang bersuku hokkian yang melakukan makan malam ini dikarenakan kesibukan yang dimiliki oleh setiap keluarga.

(7) Hari ke-9

Hari ulang tahun Dewa Jade Emperor, jadi saatnya untuk memanjatkan doa dan mengucapkan selamat ulang tahun bagi Dewa Jade Emperor 玉皇大帝 (yu huang da di)yaitu dewa pemimpin langit atau raja langit. Hari ke 9 ini disebut-sebut juga sebagai hari Imlek nya orang Hokkian. Ini disebabkan pada hari ini orang Hokkian melakukan sembahyang mengucap syukur kepada Thian (Tuhan) dengan sajian utamanya adalah tebu. Tebu dipakai dan diperingati, karena berabad-abad silam suku Hokkian dapat selamat dari pembantaian dengan bersembunyi di perkebunan tebu.

(8) Hari ke-10 sampai hari ke-12.

Hari-hari meneruskan perayaan Imlek dengan keluarga dan sahabat. (9) Hari ke-13.

Hari dimana makanan vegetarian (cia cai) dikonsumsi. Ini perlu dilakukan untuk “membersihkan” perut setalah dua minggu mengkonsumsi aneka makanan walaupun masyarakat tersebut bukanlah vegetarian. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan.


(23)

(10) Hari ke-14.

Dipakai untuk menyiapkan diri untuk perayaan Cap Go Meh. Pada hari ini biasanya masyarakat kembali membersihkan rumah agar pada perayaan Cap Go Meh rumah dalam keadaan baik dan bersih.

(11) Hari ke-15.

Menandakan malam dengan bulan purnama yang pertama kalinya setelah Imlek, makanya disebut juga sebagai yuan xiao jie (malam pertama bulan purnama) atau Cap Go Meh (dialek Hokkian). Makan malam reuni diadakan lagi. Tang yuen (semacam onde dengan isi), simbolisme dari bulan purnama dan kebersamaan dikonsumsi.

Demikianlah perayaan Imlek diawali pada bulan baru di hari pertama dan berakhir pada bulan purnama di hari ke lima belas adalah tradisi dan perayaan yang kaya dan sarat dengan makna yang adhi luhur dan positif. Bukan sekedar hura-hura dan urusan memberikan ang pau saja.

2.1.3 Masyarakat Tionghoa

Masyarakat adalah suatu kesatuan manusia yang berinteraksi dan bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, dimana setiap anggota masyarakat terikat suatu rasa identitas bersama (Koentjaningrat, 1985: 60).

Masyarakat manusia juga merupakan system hubungan social (social relation system) yang utama. Hubungan ini ditentukan oleh kebudayaan manusia. Untuk mencapai persatuan


(24)

dan integrasi melalui kebudayaan anggota masyarakat perlu belajar dan memperoleh warisan kebudayaan, termasuk apa yang diharapkan oleh mereka dalam suatu keadaan tertentu.

Tionghoa adalah adat istiadat yang dibuat sendiri oleh orang di Indonesia berasal dari kata zhonghuo dalam mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.

Suku bangsa) d di Tenglang Tengnang Thongnyin Tangren 唐人, "orang Tang"). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Cina utara menyebut diri mereka sebagai oran

漢人

Suku bangsa Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu. Catatan-catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.

Dalam perkembangan zaman, maka masyarakat Tionghoa di Indonesia mengalami polarisasi sosial, sesuai dengan tempat ia berada. Di Jakarta misalnya, masyarakat Tionghoa berinteraksi dengan kebudayaan Betawi. bahkan sebahagian dari etnik Tionghoa ini masuk dan melebur diri menjadi etnik Betawi, atau memakai dwisuku yaitu Tionghoa dan Betawi


(25)

sekali gus. Di antara mereka ada yang beragama Buddha, Konghucu, Islam, dan Kristen. Di berbagai kawasan di Pulau Jawa mereka juga melakukan akulturasi dan strategi adaptasi kebudayaan dengan etnik Sunda dan Jawa. Mereka menggunakan nama-nama Melayu, Jawa, dan Sunda sebagai bahagian dari strategi adaptasi budaya ini. Selain itu, mereka juga menggunakan berbagai unsur kebudayaan setempat seperti bahasa, busana, adat-istiadat, percampuran perkawinan, dan lain-lain.

Demikian pula yang terjadi dalam kebudayaan masyarakat pematang Siantar, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Di kawasan ini masyarakat Tionghoa yang berjumlah sekitar 3 persen itu melakukan strategi adaptasi kebudayaan. Di Pematang Siantar ini yang terdiri dari etnik Batak Toba, Simalungun, Jawa, dan lainnya, mendasarkan keberadaan budaya pada konsep bhinnekata tunggal ika, yang artinya biar berbeda-beda tetapi tetap satu juga dalam bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu mari kita lihat keberadaan mayarakat Tionghoa di Kota Pematang Siantar.

2.1.4 Kota Pematang Siantar

Secara geografis kota Pemtang Siantar terletak diantara 3°01’09”-2 54’00” Lintang Utara dan 99°06’-99 01’ Bujur Timur. Kota ini terletak pada ketinggian 400 meter diatas permukaan laut. Seluruh kota Pematang Siantar memiliki luas wilayah 79,07 kilometerpersegi. Kota Pematang Siantar mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum antara 23,2-24,1 Celcius dan suhu maksimum berkisar antara 30,6-34,1 Celcius. Selain itu, karena letaknya hanya 400 di atas permukaan laut maka suhu di daerah ini umumnya tidak terlalu dingin.


(26)

Jumlah penduduk di Kota Pematang Siantar tahun 2008 sebanyak 249.985 jiwa, dengan rumah tangga sebanyak 55.656 rumah tangga. Dengan luas wilayah sekitar 79,97 kilometer persegi, maka tingkat penduduk Kota Pematangsiantar kira-kira 3.100 jiwa perkilometer persegi. Sebagian besar penduduk hidup sebagai pegawai, karyawan, pedagang dan wiraswasta, dan hanya sebagian kecil yang hidup sebagai petani.

Pematang Siantar adalah kota yang majemuk , baik dalam hal suku maupun agama. Meskipun kota ini dikelilingi kabupaten Simalungun, namun data statistic menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kota Pematang Siantar adalah suku Batak Toba (Tapanuli) sebanyak 47,4 persen, disusul oleh suku jawa diurutan kedua sebanyak 25,5 persen, baru Simalungun 6,6 persen diurutan keluarga. Selebihnya adalah Madina 5,6 persen, Cina 3,7 persen, Minang 2,4 persen dan Karo 1,7 persen. Sisanya daalah Melayu , Pakpak, Aceh dan sebagainya. Agama yang dianut pun beraneka ragam. Mayoritas adalah Kristen Protestan sebanyak 44,4 persen, disusul oleh Islam 43,6 persen, Buddha 6,6 persen, Katolik 5 persen, sisanya adalah Hindu, Konghucu, dan lain-lain.

Polarisasi agama dan etnik adalah sebahagian besar penganut Protestan dan Katolik adalah etnik batak Toba dan Simalungun. Sementara itu, agama Islam mayoritas dianut oleh suku Jawa, Mandailing, Melayu, Aceh, dan lainnya. Orang-orang Tionghoa di Kota Pematang Siantar umumnya mayoritas beragama Budha dan Konghucu, dan juga Protestan dan Katolik. Orang Tionghoa yang beragama Protestan umumnya berada dalam organisasi Gereja Methodis. Orang Tionghoa yang beragama Islam biasanya masuk ke dalam kelompok ahlusunnah wal jamaah atau Sunni dan sebahagian adalah dalam organisasi Muhammadiyah.


(27)

Orang-orang Tionghoa muslim ada yang menyatu dalam kelompok PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia).

Secara perekonomian, masyarakat Tionghoa di Kota Pematang Siantar umumnya adalah bergerak di bidang perniagaan menjadi pedagang. Mereka membuka mal, toko serba ada, kedai sampah, kedai grosir, perniagaan alat-alat industri, makanan dan minuman (yang terkenal salah satu di antaranya adalah kopi tiam Sedap, dan juga roti ganda khas Pematang Siantar), usaha perkebunan, dan lain-lainnya. Di antara masyarakat Tionghoa ini ada juga yang berusaha sebagai penanam sayur-mayur, yang selalu disebut sebagai Cina kebun sayur. Bagaimanapun, orang Tionghoa umumnya ulet dalam usaha perdagangan ini, termasuk di Kota Pematang Siantar.

Di antara kota-kota di Sumatera Utara, kota Pematang Siantar adalah kota terbesar kedua setelah kota Medan, tidak hanya dalam hal penduduk atpi juga dalam hal industri. Sektor industri merupakan tulang punggung perekonomian kota ini, dan memberikan kontribusi terbesar pada kegiatan ekonomi. Dikota Pematang Siantar terdapat 45 perusahaan industry besar dan sedang yang menyerap tenaga kerja lebuh dari 4.600 orang. Pada tahun 2006 industri besar dan sedang menghasilkan nilai produksi sebesar Rp. 2,59 triliun, dan memberikan nilai tambah sebesar Rp 1,2 triliun. Hasil industry antara lain dalah rokok putih filter dan non filter serta tepung tapioca. Salah satu pabrik rokok terkenal di Sumatera Utara terdapat di Kota ini yaitu Pabrik Rokok Sumatera Tobacco Trading Company (STTC).

Sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Pematang Siantar merupakan daerah kerajaan Siantar, yang berkedudukan di Pulau Holing dan raja terakhir Dinasti keturunan marga Damanik ialah Tuan Sangnawaluh Damanik, yang memegang kekuasaan


(28)

sebagai raja tahun 1906. Setelah Belanda memasuki Sumatera Utara, Simalungun menjadi daerah kekuasaannya, sehingga pada tahun 1907 berakhirlah kekuasaan para raja-raja. Contreleur Belanda yang semula berkedudukan di Perdagangan pada tahun 1907 dipindahkan ke Pematang Siantar. Sejak itu Pematangsianta berubah menjadi daerah ynag banyak dikunjungi pendatang baru. Bangsa Cina mendiami kawasan Timbang Galung dan Kampung Melayu.

Berdasarkan Staadblad Belanda Nomor 285 tanggal 1 Juli 1917, Pematangsiantar kemudian berubah menjadi Gemeente yang punya kewenangan otonomi sendiri. Sejak 1 Januari 1939 berdasarkan StaadBlad Nomor 717 Kota Siantar berubah menjadi Gemeente yang punya Dewan Kota. Pada masa pendudukan Jepang berubah menjadi Siantar State dan menghapuskan Dewan Kota. Kemudian setelah proklamasi kemerdekaan, berdasarkan UU Nomor 22/1948, status Gemeente dirubah menjadi ibukota Kabupaten Simalungun dan walikotanya dirangkap Bupati Simalungun hingga tahun 1957. Berdasarkan UU Nomor 1/1957 berubah menjadi Kotapraja penuh. Dengan keluarnya UU Nomor 18/1965 berubah menjadi Kotamadya dan berdasarkan UU Nomor 5/1974, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, resmi menjadi Kotamadya Pematangsiantar, dan dengan keluarnya UU No.5/1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah berubah menjadi Daerah Tingkat II Pematang Siantar, dan sejak 1999 nama “Kotamadya” Pematang Siantar berubah menjadi “Kota” Pematang Siantar.


(29)

Gambar 1:

Peta Kota Pematang Siantar

2.2 Landasan Teori

Untuk mengkaji fungsi tahun baru Imlek dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa Kota Pematang Siantar penulis menggunakan teori fungsionalisme yang lazim digunakan di dalam ilmu antropologi. Di sisi lain untuk mengkaji makna aktivitas perayaan Imlek dalam


(30)

masyarakat Tionghoa di Kota Pematang Siantar ini, penulis menggunakan teori semiotik. Kedua teori ini dijabarkan secara detil sebagai berikut.

2.2.1 Teori Fungsionalisme

Teori Fungsionalisme dalam ilmu Antropologi Budaya mulai dikembangkan oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski(1884-1942).Ia lahir di Cracow, Polandia sebagai putra bangsawan Polandia. Ia mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsionalisme kebudayaan atau a funcitionaly theory of culture.

Bagi Malinowski dalam (T.O. Ihroni 2006), mengajukan sebuah orientasi teori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode geografi berintegrasi secara fungsional dan dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penelitian lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku etnografi menegenai kebudayaan Trobiand selanjutnya, menyebabkan bahawa konsepnya mengenai fungsi social dari adat,tingkah laku manusia, dan pranata-pranata social menjadi mantap juga.


(31)

Dalam hal itu ia membedakan antara fungsi social dalam tiga tongkat abstraksi (Koentjaraningrat,1987:167), yaitu:

1. Fungsi social dari suatu adat, pranata social atau unsure kebudayaan pada tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap adat. Tingkah laku manusia dan pranata social yang lain dalam masyarakat.

2. Fungsi social dari suatu adat , pranata social ataupun unsure kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang bersangkutan.

3. Fungsi social dari suatu adat , pranata social ataupun unsure kebudayaan pada tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara integrasi dari suatu system social tertentu. Contohnya : unsur kebudayaan yang memenuhi kebutuhan akan makanan menimbulkan kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan untuk kerja sama dalam pengumpulan makanan atau untuk produksi.

2.2.2. Teori Semiotik

Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti ‘tanda’ atau ‘sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: kode, sinyal, dan sebagainya. Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai berikut. Semiotics


(32)

is usually defined as a general philosophical theory dealing with the production of signs and symbols as part of code systems which are used to communicate information. Semiotics includes visual and verbal as well as tactile and olfactory signs (all signs or signals which are accessible to and can be perceived by all our senses) as they form code systems which systematically communicate information or massages in literary every field of human behaviour and enterprise. (Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory [semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki] ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia).

Menurut Barthes dalam (Kusumarini:2006).”Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan pertanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung , dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan pertanda yang didalamnya beroprasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti”

Di dalam semiologi Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sebagai reaksi untuk melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya yang ada hanyalah konotasi. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa makna


(33)

“harfiah” merupakan sesuatu yang bersifat alamiah (Budiman, 1999:22). Dalam kerangka berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda.

2.3 Tinjauan Pustaka

W. Sofiani, Skripsi (2011) : Fungsi dan makna makanan tradisional pada perayaan upacara budaya masyarakat tionghoa. Skripsi ini menjelaskan bahwa makanan mempunyai fungsi majemuk dalam masyarakat setiap bangsa. Fungsi tersebut bukan hanya sebagai fungsi biologis, tetapi juga sebagai fungsi social, budaya, dan agama. Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu masyarakat setempat. Oleh karenya makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek dari makanan tersebut merupakan bagian dari warisan tradisi suatu golongan masyarakat. Makanan tradisional dapat menjadi asset atau modal bagi suatu bangsa untuk mempertahankan nilai kebiasaan dari suatu masyarakat yang dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri.

Yohana, skripsi (2011) : Bentuk. Makna, dan fungsi ornamen yang digunakan dalam perayaan tahun baru imlek oleh masyarakat tionghoa di kota Medan. Skripsi ini menjelaskan tentang ornament yang paling diminati adalah lampion. Mereka memasang Chinese Lampion


(34)

yang bertuliskan huruf Cina. Tulisan-tulisan itu memiliki beragam makna dan doa meminta keberkahan di tahun baru.

Permanasari, skripsi (2008) : Makna dan tradisi perayaan tahun baru imlek dewasa ini : studi kasus pada beberapa warga etnis china di kota Bogor. Skripsi ini menjelaskan bahwa sebagian etnis china di kota Bogor merayakan tahun baru imlek. Telah terjadi perubahan dalam pemahaman dan pelaksanaan tradisi perayaan tahun baru imlek, telah terjadi perubahan dalam pemahaman dan pelaksanaan tradisi perayaan tahun baru imlek bagi etnis china di kota Bogor. Penulis berpendapat bahwa faktor penguasaan bahasa dan pemahaman akan tradisi budaya china serta keadaan lingkungan sosial budaya, sebagai penyebab berbagai perubahan yang terjadi.


(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian makna tradisi Menyalakan lampion, makan malam bersama dan membakar petasan bagi masyarakat Tionghoa di Kota Pematangsiantar dalam menyambut perayaan imlek dengan metode Antropologi budaya dan dengan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Yang lebih menekankan hasil pengamatan terutama pada pelaksanaan tradisi Menyalakan lampion, makan malam bersama dan membakar petasan bagi masyarakat Tionghoa di Kota Pematangsiantar dalam menyambut perayaan imlek. Data dan informasi dikumpulkan selain bahan sekunder dari literature-literatur tertulis, juga data-data penelitian dilapangan mengenai ke obyek yang bersangkut paut dengan pokok pembahasan.

Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskriptifkan apa-apa yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang saat ini terjadi. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variable-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa, melainkan variable-variabel yang diteliti.

Metode deskriptif kualitatif adalah data-data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka, tetapi berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Hal tersebut sebagai akibat dari metode kualitatif. Semua yang dikumpulkan mungkin dapat menjadi kunci terhadap apa yang sudah


(36)

diteliti. Ciri ini merupakan ciri yang sejalan dengan penamaan kualitatif. Deskriptif merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat ilmiah itu sendiri. (Fatimah,1993:16)

Data yang dikumpulkan berasal dari naskah, artikel, wawancara, catatan, lapangan, foto, dokumen pribadi, dsb. Data digambarkan sesuai dengan hakikatnya (ciri criteria ilmiah tertentu) secara intuitif kebahasaan, berdasarkan pemerolehan (pengalaman gramatika) kaidah kebahasaan tertentu sebagai hasil studi pustaka pada awal penelitian 9tahap studi pustaka sebelum penelitian dimulai). Hal tersebut hendaknya disusun dengan teliti bagian demi bagian dengan pertimbangan ilmiah. (Fatimah, 1993:7)

Secara deskriptif peneliti dapat memberikan cirri-ciri, sifat-sifat, serta gambaran data melalui pemilihan data yang dilakukan pada tahap pemilihan data setelah data terkumpul. Dengan demikian penulis akan selalu mempertimbangkan data dari watak itu sendiri, dan hubungannya dengan data lainnya secara keseluruhan, peneliti tidak berpandangan bahwa sesuatu itu memang demikian adanya, akan tetapi harus diberikan berdasarkan pertimbangan ilmiah yang digunakannya sebagai pisau (alat) kajiannya. (Fatimah, 1993:7)

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisa suatu keadaan atau status fenomena secara sistematis dan akurat mengenai fakta dari makna tradisi Menyalakan lampion, makan malam bersama dan membakar petasan bagi masyarakat Tionghoa di Kota Pematangsiantar dalam menyambut perayaan imlek.


(37)

Secara metodologi dikenal beberapa macam teknik pengumpulan data, diantaranya observasi, wawancara, angket dan studi dokumentasi (studi kepustakaan). Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data studi dokumentasi (studi kepustakaan) (Abdurrahmat, 2005:104)

Studi dokumentasi adalah langkah-langkah atau cara pengumpulan data atau informan yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari buku, majalah atau surat kabar dan bentuk tulisan lainnya yang ada relevannya dengan masalah yang diteliti.

3.2.1 Wawancara

Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah tehnik wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya secara langsung kepada subjek penelitian. Sebagai modal awal penulis berpedoman pada pendapat Koentjaraningrat (1981:136) yang mengatakan, “…kegiatan wawancara secara umum dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: persiapan wawancara, tehnik bertanya dan pencatat data hasil wawancara.”

Dalam studi ini penulis melakukan penelitian terhadap beberapa rumah pada keluarga etnis Tionghoa dan Vihara-vihara yang ada dikota Pematangsiantar. Penulis menggunakan metode wawancara terutama dengan informan kunci yaitu orang yang banyak mengetahui dan mengerti tentang tradisi pada perayaan imlek.

Metode wawancara yang penulis gunakan adalah:

1. Wawancara tak berencana atau unstandardized interview. Walaupun dalam wawancara masalah-masalah yang dipertanyakan tidak menggunakan daftar pertanyaan, namun penulis menggunakan suatu pedoman yang berisikan garis besar pokok masalah yang ingin penulis peroleh informasinya.


(38)

2. Wawancara sambil lalu atau Casual Interview. Bentuk wawancara ini penulis gunakan juga terhadap beberapa pengurus vihara.

3.2.2 Observasi

Observasi atau pengamatan, dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan yang juga berarti tidak melakukan pertanyaan-pertanyaan (Soehartono, 1955:69). Dalam mengumpulkan data salah satu tehnik yang cukup baik untuk diterapkan adalah pengamatan secara langsung/observasi terhadap subyek yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini penulis mengadakan berulang kali pengamatan/observasi secara langsung terhadap tradisi perayaan imlek yang tidak direncanakan dikarenakan penulis berketurunan Tionghoa dan observasi terencana juga sudah dilakukan berulang kali dimana sekarang ini peneliti telah memfokuskan penelitian pada pengamatan lampion, makan malam, dan membakar petasan dalam penyambutan imlek.

3.2.3 Studi Kepustakaan

Untuk mencari tulisan-tulisan pendukung, sebagai kerangka landasan berfikir dalam tulisan ini, adapun yang dilakukan adalah studi kepustakaan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan, guna melengkapi apa yang dibutuhkan dalam penulisan dan penyesuaian data dari hasil wawancara. Sumber bacaan atau literatur ini dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dalam bentuk skripsi. Selain itu sumber bacaan yang menjadi tulisan pendukung dalam penelitian penulis yaitu berupa buku, jurnal, makalah, artikel dan berita-berita dari situs internet.


(39)

3.3 Data dan Sumber Data

Dalam setiap penelitian, data menjadi patokan yang sangat penting bagi setiap penulis untuk menganalisis masalah yang dikemukakan. Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data yang dipakai pada perayaan imlek bagi masyarakat tionghoa di kota Pematangsiantar. Data-data yang digunakan diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer tersebut adalah sebagai berikut:

1. Nama : Bapak Selamat Kusumo / He Wen Bin Profesi : Guru

Usia : 56 tahun Agama : Islam

Alamat : Jl. Flores No.2B Pematangsiantar 2. Nama : Biksu Zheng Yuan

Profesi : Biksu Usia : 45 tahun Agama : Buddha

Alamat : Jl. Thamrin (Vihara Fo Lian Tang / Samiddha Bhagya) Kecamatan Siantar Barat

3. Nama : Erbin

Profesi : Ketua Pembina Pemuda Tionghoa Pematangsiantar Usia : 20 tahun


(40)

Alamat : Jl. Sibolga No.3 Pematangsiantar Sumber data sekunder adalah:

Sumber data sekunder : Sekilas Budaya Tionghoa Halaman : 120hlm

Percetakan : Gramedia

Penerbit : PT Bhuana Ilmu Komputer

3.4 Teknik Analisis Data

Data artinya informasi yang didapat melalui pengukur an-pengukuran tertentu, untuk digunakan sebagai landasan dalam menyusun argumentasi logis menjadi fakta. Sedangkan fakta itu adalah kenyataan yang telah diuji kebenarannya secara empiris, antara lain melalui analisis data (Abdurrahmat, 2005:104)

Analisis data dalam penelitian ini akan diupayakan untuk memperdalam atau mengiterpretasikan secara spesifik dalam rangka menjawab keseluruhan pertanyaan penelitian.

Adapun proses yang dilakukan adalah:

1. Mewawancarai beberapa tokoh masyarakat Tionghoa, untuk memudahkan penulis untuk mengerjakan tulisan ini, serta mendapatkan informasi tentang makna tradisi menyalakan lentera, makan malam bersama dan pemberian angpau serta tata cara pelaksanaannya.


(41)

2. Mengumpulkan buku-buku atau jurnal-jurnal yang diharapkan dapat mendukung penelitian ini kemudian memilih data yang dianggap paling penting dan penyusunannya secara sistematis.

3. Pemaknaan antara lambang menjadi arti.

4. Berdasarkan data-data yang diambil, lalu penulis dapat membuat kesimpulan dari hasil yang diteliti dalam proses jalannya penelitian ini.

3.4.1 Lokasi Penelitian`

Lokasi penelitian berada di beberapa tempat di Kota Pematangsiantar khususnya di Jl. Thamrin no.7 vihara Bhagya / Fo Lian Tang , Jl. Thamrin no.63/64/65 perpustakaan vihara Bhagya, Jl. Pane vihara Avalokitesvara , Jl. Pematang vihara Ci Fa Gong Pematangsiantar dan perumahan masyarakat Tionghoa yang berada di Kecamatan Dwikora. Pemilihan lokasi penelitian ini, karena disini terdapat masyarakat Tionghoa, sehingga penulis lebih mudah untuk mewawancarai masyarakat Tionghoa.


(42)

BAB IV

FUNGSI DAN MAKNA PENYAMBUTAN IMLEK PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI PEMATANMG SIANTAR

Bab empat ini membahas tentang Fungsi dan Makna Penyambutan Imlek pada Masyarakat Tionghoa di Pematang Siantar. Secara fungsional tradisi menyalakan lampion, makan malam bersama dan menyalakan lentera dalam menyambut imlek pada masyarakat Tionghoa merupakan salah satu aspek yang merujuk pada pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan dan tradisi secara turun temurun dalam masyarakat Tionghoa. Adapun analisis Fungsi dan Makna Penyambutan Imlek pada Masyarakat Tionghoa di Pematang Siantar.

4.1 Fungsi Tradisi Lampion, Makan Malam dan Petasan

Untuk menganalisis fungsi tradisi menyalakan lampion, makan malam bersama dan menyalakan lentera dalam menyambut imlek pada masyarakat Tionghoa penulis berpedoman pada pendapat Malinowski (Ihroni 2006), yaitu sebagai berikut:

“…semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan.”

4.1.1 Lampion

Lampion adalah sarang lampu yang terbuat dari bambu dan dibungkus dengan kain sutra. Pada zaman dulu masyarakat tionghoa mengisi lampion dengan menggunakan lilin


(43)

sebagai penerang. Namun dengan berkembangnya zaman, di era dewasa ini masyarakat mengisi lampion dengan menggunakan bola lampu tanpa mengubah fungsi dan makna dari lampion itu sendiri. Dalam menyambut perayaan imlek menggantungkan lampion adalah salah satu hal yang selalu dilakukan pada saat menjelang perayaan imlek. Menurut Erbin salah seorang informan dalam penelitian ini, yang juga merupakan masyarakat Tionghoa Pematangsiantar mengatakan bahwa pada zaman sekarang ini lampion selain digunakan sebagai penerang juga digunakan sebagai hiasan rumah, bukan hanya pada perayaan imlek saja tapi juga pada keseharian.

4.1.2 Makan Malam

Tradisi makan malam pada perayaan tahun baru imlek merupakan tradisi yang penting dan tidak boleh dilupakan. Makan bersama seluruh anggota keluarga pada malam sebelum tahun baru imlek merupakan ungkapan kebersamaan dan keutuhan keluarga dalam menyambut tahun baru. Pada saat makan malam ini semua keluarga berkumpul dan menyantap berbagai jenis makanan.

4.1.2.1Kue Keranjang

Nian Gao (年糕) dalam bahasa mandarin artinya kue tahunan, nian gao lebih sering disebut dengan kue kranjang dan kue ini adalah hidangan wajib pada perayaan imlek. Disebut kue keranjang karena cetakan dari kue ini yang terbuat dari keranjang dimana kue ini memiliki cita rasa yang manis dan umumnya kue-kue yang disajikan pada hari raya tahun baru Imlek jauh lebih manis daripada biasanya.


(44)

Kue keranjang ini terbuat dari tepung ketan dan gula pasir dimana tepung ketan digiling kemudian diayak dan gula pasir dicairkan dengan air kemudian kedua bahan tersebut dicampurkan dan di aduk hingga rata dan kental. Kemudian didiamkan selama 10 hari dan setelah proses ini, adonan kembali dicairkan dengan menambahkan gula pasir yang sudah dicairkan.

Selanjutnya adonan tersebut dicetak dengan menggunakan keranjang-keranjang yang berbentuk bulat dan dialasi dengan daun pisang dimana pada bagian atas keranjang sudah diikat dengan benang merah atau buak chao yang dipercaya memiliki fungsi sebagai penangkal pengaruh buruk dan jauh dari aura negatif. Kemudian adonan yang sudah berada didalam cetakan tersebut dimasukkan dan disusun didalam dandang khusus untuk diuapi selama 9 jam, kemudian kue dibungkus dengan plastik atau daun pisang. Di kota Pematangsiantar umumnya kue keranjang dibungkus dengan menggunakan plastik dan kemudian disimpan dengan baik agar menghasilkan kue keranjang yang tahan lama. Kue ini berfungsi sebagai penyampai doa kepada leluhur dan dewa-dewi

Menurut Bapak A Boen yang merupakan salah seorang informan dalam penelitian ini, saat pembuatan kue keranjang dilarang mengucapkan kata-kata kotor, bagi wanita yang sedang datang bulan dilarang untuk membuat kue keranjang, tidak dalam keadaan berduka karena meninggalnya salah satu anggota keluarga dan harus konsentrasi pada pembuatan kue.

4.1.2.2Ikan dan Ayam

Ikan dan ayam merupakan hidangan favorit, apalagi di malam tahun baru imlek. Biasanya ikan yang disajikan adalah ikan yang berukuran kurang lebih sebesar ukuran piring


(45)

sajian ikan. Dalam memasak sajian ikan dan ayam ini sama halnya seperti memasak ikan dan ayam pada umumnya.

4.1.2.3Bakmi

Hidangan wajib yang juga menjadi favorit masyarakat tionghoa di Kota Pematangsiantar adalah bakmie. Bakmi adalah mie yang ketika dimasak dicampur dengan kaldu daging dan dengan campuran daging itu sendiri dimana bagi masyarakat Tionghoa Pematangsiantar yang bukan beragama muslim menggunakan daging babi dan masyarkat Tionghoa Pematangsiantar yang beragama muslim menggunakan daging sapi. Hidangan ini disajikan tanpa putus dari ujung awal ke ujung akhir (dalam satu untaian panjang) .

4.1.2.4Yu Sheng

Yu Sheng adalah hidangan salad ikan. Menurut ibu Lili yang merupakan informan dalam penelitian ini cara membuat salad ikan ini sangat sederhana. Ikan dibersihkan lalu digoreng kemudian disajikan dengan dilumuri saus manis diatasnya. Ikan yang digunakan pada hidangan ini adalah ikan yang berukuran besar seperti ikan gurami, nila dan sebagainya yang berukuran besar. Hidangan ini merupakan hidangan utama pada makan malam menyambut imlek bagi masyarakat Tionghoa Pematangsiantar.

4.1.2.5Kue Apem

Kue Apem adalah kue yang berwarna merah muda yang pada bagian atas kue mengembang. Bahan dasar kue ini adalah tepung terigu, gula putih, telur, pengembang kue


(46)

dan pewarna makanan. Pewarna makanan yang biasa digunakan untuk pembuatan kue apem imlek ini adalah pewarna makanan yang berwarna merah muda.

Cara pembuatan kue ini adalah dengan mengayak tepung terigu, lalu campurkan semua bahan kemudian diadon. Selanjutnya adonan dimasukkan kedalam cetakan kue apem yang biasanya terbuat dari aluminium dan setelah proses tersebut masukkan kedalan dandang untuk proses pengukusan.

Kue ini berfungsi sebagai hidangan penutup dan dan juga sebagai sesaji untuk dewa-dewi dan leluhur dengan cara meletakkannya di atas meja altar. Jadi kue ini berfungsi juga menjaga hubungan manusia dengan alam dewa.

4.1.2.6Hong Gui

Kue hong gui atau kue tha pa khe adalah kue yang terbuat dari tepung ketan. Cara membuat kue ini dengan cara mencampurkan tepung ketan, santan, garam dan pewarna merah lalu semua bahan tersebut di adon dan kemudian adonan tersebut diiisi dengan kacang merah atau kacang hijau dengan tambahan gula kemudian dikukus.

Pada acara makan malam, kue ini digunakan sebagai hidangan penutup dan juga berfungsi sebagai sesaji dan diletakkan dimeja altar untuk para leluhur dan dewa-dewi.

4.1.2.7Kue Bao (Pao)

Kue pao adalah kue yang berwarna putih yang biasanya diisi dengan daging dimana bahan dasar dari kulit luar kue ini adalah tepung terigu. Cara membuat isi dari kue pao ini sesuai selera dan menurut ibu Lili yang merupakan sumber dari penelitian ini cara memasak


(47)

isi kue pao yaitu dengan menumis bawang Bombay terlebih dahulu sampai harum, lalu tambahkan daging giling dan aduk sampai berubah warna. Kemudian masukkan kecap manis, kecap asin agar lebih gurih, garam, merica bubuk, dan gula pasir dan diaduk lagi hingga rata. Setelah itu tuangkan air dan tumis sampai air tersebut meresap setelah air meresap tambahkan daun bawang dan aduk rata lagi. Kemudian angkat tumisan isi tersebut dan untuk membuat kulit dari kue pao ini yang pertama dilakukan adalah campur tepung terigu, ragi instan, pengembang kue, gula tepung, dan susu bubuk. Kemudian aduk sampai rata lalu tambahan putih telur dan air es sedikit-sedikit sambil menguleni adonan kulit kue pao sampai kalis setekah adonan kalis, masukkan mentega putih dan garam lalu uleni sampai elastis seperti adonan donat. Kemudian diamkan 30 menit, setelah 30 menit, kempiskan adonan lalu timbang adonan masing-masing 25 gram adonan dan diamkan 10 menit. Setelah proses tersebut selesai, kulit pao sudah bisa diberi isi, setelah diberi isi, bentuk bulat lagi adonan pao tersebut kemudian letakkan di kertas roti dan diamkan 20 menit lagi. Setelah proses tersebut, kukus 7 menit dengan api sedang.

Selain berfungsi sebagai sajian penutup pada acara makan malam bersama dalam menyambut imlek, kue ini juga digunakan sebagai sesaji untuk dewa-dewi dan leluhur dan diletakkan di meja altar.

4.1.2.8Aneka Permen, Buah Nanas, Apel, Buah Pear atau Li

Permen adalah sajian yang manis dan pada malam penyambutan imlek berbagai aneka permen dimasukkan kedalam stoples dan disajikan disamping buah-buahan seperti nanas, apel, pear, dan jeruk dimana jeruk yang disajikan oleh masyarakat tionghoa di


(48)

Pematangsiantar adalah jeruk dari jenis Mandarin dan Sunkist yang memiliki warna yang kuning (mirip warna emas) selanjutnya buah-buah ini disusun diatas piring untuk disajikan sebagai pencuci mulut.

4.1.3 Petasan

Tradisi menyalakan petasan pada tahun baru imlek menjadi sebuah tradisi penting yang tidak boleh dilupakan. Pada zaman Cina kuno, petasan yang diledakan terbuat dari batang bambu yang diisi bubuk mesiu dan kemudian diledakkan. Fungsinya selain menjauhkan rumah dari binatang buas dan juga digunakan untuk mengusir roh jahat. Menyalakan petasan tidak hanya sekedar digunakan untuk memeriahkan suasana imlek, tetapi juga menandakan waktu yang menyenangkan atas tahun lalu dan menuju tahun baru yang lebih membahagiakan.

4.1.3.1Petasan untaian atau Bian Pao(鞭炮)

Bian Pao (鞭炮)berasal dari bahasa mandarin yang artinya “ petasan untaian”. Seperti namanya petasan ini saling beruntai satu sama lainnya, namun di Kota Pematangsiantar petasan untaian ini sering disebut dengan mercon cabai. Petasan ini digantungkan dengan sebatang bambu dan diletakkan di sisi kiri atau kanan bagian depan pintu. Fungsinya untuk memulai penyambutan perayaan tahun baru imlek dan untuk mengusir roh jahat. Berikut ini adalah gambar dari petasan bian pao(鞭炮):


(49)

Gambar 2: Petasan

4.1.3.2Petasan Bunga Api atau Yanhua baozhu (烟花爆竹)

Petasan bunga api atau yang biasa kita sebut dengan kembang api ini adalah petasan yang melambung ke udara ketika kita membakarnya. Seperti namanya, ketika dibakar petasan ini akan melambung di udara dan membentuk seperti bunga. Selain berfungsi untuk memeriahkan suasana malam imlek, petasan ini juga berfungsi untuk mengusit roh jahat seperti fungsi petasan pada umumya. Berikut ini adalah gambar dari petasan bunga api atau yanhua baozhu (烟花爆竹) ketika perayaan imlek di kota Pematangsiantar tepatnya di lapangan H.Adam Malik pada tahun 2010 :

Gambar 4: Petasan Bunga Api


(50)

4.2 Makna Tradisi Lampion, Makan Malam dan Petasan.

Menurut kepercayaan masyarakat tionghoa, setiap tradisi yang dijalankan memiliki makna tersendiri. Disini penulis akan menguraikan makna atau arti dari tradisi lampion, makan malam dan petasan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa tokoh masyarkat pada penelitian ini, penulis berhasil mengumpulkan beberapa informasi tentang makna tradisi lampion, makan malam dan petasan. Adapun maknanya yaitu sebagai berikut : makna rezeki, makna kebahagiaan, makna sukacita, makna kehidupan, makna keharmonisan keluarga dan makna umur panjang. Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikannya secara terperinci makna pada tradisi menyalakan lampion, makan malam, dan petasan dalam menyambut imlek di kota Pematangsiantar.

4.2.1 Lampion

Dalam menyambut perayaan imlek menggantungkan lampion adalah salah satu hal yang selalu dilakukan pada saat menjelang perayaan imlek. Lampion dengan berbagai bentuk tanpa terdapat tulisan-tulisan pada setiap bagian sisi lampion dan digantungkan dengan mengandung makna “sebuah harapan hidup senantiasa terang menderang sepanjang tahun”. Sedangkan lampion yang memiliki bentuk dan tulisan yang berbeda-beda dimana setiap tulisannya mengandung makna tersendiri.

4.2.1.1Lampion Bundar

Lampion ini berbentuk bundar atau sering juga disebut dengan lampion labu, pada lampion ini tertulis gong xi fa cai (恭喜发财)。 Gong xi (恭喜) yang berarati “semoga


(51)

berbahagia” dan fa cai(发财)yang berarti “bertambah kaya”. Jadi gong xi fa cai 恭喜发财 mengandung arti “semoga bahagia memperoleh keberuntungan besar” . Berikut ini adalah gambar lampion bundar yang memiliki tulisan 恭喜发财:

Gambar 5:

Lampion Merah Bertuliskan Gong Xi Fa Cai

Disisi lain terdapat tulisan zhao (招) yang mengandung arti “mengundang atau memanggil”, cai (财)“kekayaan”, jin (进) ”masuk”, bao (宝) “harta benda”. Dari perpaduan tulisan ini mengandung arti “mengundang kekayaan harta benda masuk kedalam rumah”. Mengandung arti masuk kedalam rumah dikarenakan biasanya lampion digantung di depan rumah. Berikut ini dalah gambar lampion yang memiliki tulisan-tulisan seperti di atas :

Gambar 6:


(52)

Kemudian dalam penyambutan Imlek ada juga lampion yang bertuliskan “ji xiang ru yi”(吉祥如意) dimana Ji xiang (吉祥) yang berarti “keberuntungan” dan ru yi (如意) yang berarti “sesuai keinginan dan dengan memasang lampion ini diharapkan agar sepanjang tahun mendapatkan keberuntungan sesuai yang diinginkan.

Gambar 7:

Lampion Bertuliskan Ji Xiang Ru Yi

Selain tulisan-tulisan di atas ada juga tulisan lain yang terdapat pada lampion bundar ini seperti tulisan fu (福) yang mengandung arti “rezeki” dimana seperti arti “fu” yaitu rezeki dengan memasang lampion bertuliskan “fu” diharapkan agar rezeki selalu masuk kedalam rumah sepanjang tahun.

Gambar 8a dan 8b: Lampion Bertuliskan Fu


(53)

Kemudian ada juga lampion bundar yang bertuliskan wang(旺)yang mengandung arti “makmur,subur” dan dengan memasang lampion ini diharapkan agar kehidupan kita makmur. Berikut ini adalah gambar dari lampion yang bertuliskan aaksara cina wang(旺).

Gambar 9:

Lampion Bertuliskan Wang

4.2.1.2Lampion bunga atau huadeng (花灯)

lampion bunga ini adalah lampion yang memiliki variasi bentuk. Tulisan-tulisan yang terdapat pada lampion bunga ini juga sama seperti tulisan yang terdapat pada lampion bundar dan juga memiliki makna yang sama. Berikut gambar dari lampion bunga:

Gambar 10a, 10b, dan 10c: Lampion Bunga


(54)

4.2.1.3Lampion istana atau gong deng (宫灯)

Lampion istana atau gong deng (宫灯)juga salah satu lampion yang memiliki variasi bentuk. Disebut dengan lampion istana karena lampion ini banyak terdapat di istana dan ruangan-ruangan besar seperti vihara dan aula. Di Pematangsiantar, lampion istana dapat ditemukan di berbagai vihara. Pada lampion istana ini juga terdapat tulisan-tulisan aksara mandarin yang sama seperti tulisan pada lampion bundar dan juga memiliki makna yang sama. Berikut adalah gambar dari lampion istana:

Gambar 11: Lampion Istana

4.2.1.4Lampion Lonjong

Lampion ini berbentuk lonjong dengan memiliki tulisa-tulisan aksara mandarin ying (迎) menyambut,chun (春) musim semi,jie (接)menerima,fu (福) rezeki. Makna dari keseluruhan kata tersebut adalah “dalam menyambut musim semi, mendapatkan rezeki”.


(55)

Gambar 12: Lampion Lonjong

Kemudian ada juga terdapat aksara mandarin lama “fa” (kembang), dengan memasang lampion ini diharapkan agar kehidupan dapat berkembang sepanjang tahun. Berikut adalah gambar dari lampion yang mengandung makna “fa” :

Gambar 13:

Lampion Lonjong Bertuliskan Fa

4.2.2 Makan Malam

Tradisi makan malam pada perayaan tahun baru imlek merupakan tradisi yang selalu dilakukan pada malam pergantian tahun ini. Dimana setiap jenis makanan yang disantap mengandung makna tersendiri.


(56)

4.2.2.1Nian Gao atau kue keranjang

Nian Gao (年糕) dalam bahasa mandarin artinya kue tahunan. Disebut kue keranjang karena cetakan dari kue ini yang terbuat dari keranjang. Nian 年 berasal dari bahasa mandarin yang artinya tahun dan 糕Gao dalam bahasa mandarin artinya kue dan Gao juga memiliki arti lain yaitu tinggi, oleh sebab itu kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Makin ke atas makin mengecil kue yang disusun yang memberikan makna peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran. Pada zaman dahulu banyaknya atau tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah. Biasanya kue keranjang disusun ke atas. Hal ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak setiap tahunnya.

Kue Keranjang berbentuk bulat, mengandung makna agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang. Kue-kue yang disajikan pada hari raya tahun baru Imlek pada umumnya jauh lebih manis daripada biasanya, dengan sajian kue keranjang yang lebih manis diharapkan di tahun mendatang perjalanan hidup kita bisa menjadi lebih manis lagi daripada di tahun-tahun sebelumnya.

4.2.2.2Ikan

Ikan merupakan hidangan favorit, apalagi di malam tahun baru. Ikan adalah simbol rezeki karena bunyi karakter 鱼"yu" yang berarti “ikan” sama dengan bunyi pelafalan 余 "yu" yang berarti “berlebih”. Makna dari sajian ikan ini adalah agar sepanjang tahun mendapat


(57)

rezeki yang berlebih. Makanya ada ungkapan "nian nian you yu" yang artinya "setiap tahun berlebih (rezekinya).”

4.2.2.3Ayam

Ayam adalah simbol Peluang karena bunyi 鸡“ji" yang berarti ayam sama seperti bunyi 机 ”ji” yang berarti peluang . Sajian ini diharapkan agar memperoleh peluang dalam hidup dimana masyarakat Tionghoa Pematangsiantar berharap agar dalam menjalankan bisnis mendapatkan peluang yang besar dalam keuntungan dan kesuksesan.

4.2.2.4Bakmi

Hidangan wajib yang juga menjadi favorit masyarakat tionghoa di Kota Pematangsiantar. Bakmi adalah mie yang ketika dimasak dicampur dengan daging. Hidangan ini disajikan tanpa putus dari ujung awal ke ujung akhir (dalam satu untaian panjang) sebagai simbol dan harapan agar dikaruniai panjang umur." Pada masyarakat tionghoa di Kota Pematangsiantar, jenis mie yang disajikan adalah mie kuning.

4.2.2.5Yu Sheng

Yu Sheng adalah hidangan salad ikan. Yu sheng kalau sama di ucapkan bunyinya mengandung arti “ bertambah surplusnya”. Hidangan ini dipercaya sebagai hidangan yang dapat membawa keberuntungan dalam kehidupan kita mendatang.


(58)

4.2.2.6Kue Apem

Kue Apem adalah berwarna merah muda yang pada bagian atas kue mengembang. Sajian ini diharapkan agar kehidupan bertambah berkembang sepanjang tahun, mekar seperti bentuk pada bagian atas kue ini.

4.2.2.7Hong gui

Hong 红 yang berarti merah dan gui 龟 yang berarti kura-kura. kue yang berwarna merah yang bentuknya seperti kura-kura dan didalamnya terdapat kacang hijau, kacang tanah dan gula ini mengandung makna agar panjang umur. Seperti halnya kura-kura yang memiliki umur panjang. Dengan menyantap sajian ini diharapkan kita mendapat usia yang panjang.

4.2.2.8kue bao (pao)

bao dengan nada satu berasal dari bahasa mandarin yang artinya roti dan dengan pelafalan bunyi yang hampir sama yaitu 饱 bao dengan nada tiga yang berarti kenyang atau penuh. Seperti artinya “penuh”, makna dalam menyantap sajian ini “mendapatkan rezeki yang berlimpah.”

4.2.2.9Jeruk

Dalam bahasa Mandarin, buah jeruk disebut sebagai 桔 "Jv" dan dengan kemiripan bunyi yaitu 记 ”ji” mengandung arti kata "Selamat". jeruk yang disajikan oleh masyarakat tionghoa di Pematangsiantar adalah jeruk dari jenis Mandarin dan Sunkist yang memiliki


(59)

warna yang kuning (mirip warna emas) yang mengandung makna keselamatan dan kemakmuran.

4.2.2.10Aneka permen

Permen adalah sajian yang manis. Jadi dari sajian yang manis ini diharapkan agar kehidupan senantiasa "manis" pada tahun baru mendatang.

4.2.2.11Buah Nanas

Nanas yang dalam bahasa mandarin disebut dengan 黄梨Huang li dan dengan pelafalan yang hampir sama yaitu 旺Wang yang mengandung arti “makmur,subur”. Sajian ini diharapkan agar dalam menjalani kehidupan kita bisa maju dan dalam menjalani suatu usaha kita mampu mencapai kejayaan yang diinginkan.

4.2.2.12Apel

苹果Ping guo yang berarti apel dan 平安Ping An yang berarti damai dan selamat. Di ambil dari kata ping buah ini melambangkan agar dalam menjalani hidup sepanjang tahun hidup kita damai dan selamat dimana dengan hidup yang damai kita mampu menjalani hidup dengan baik.

4.2.2.13Buah Pear atau Li

Buah Pear adalah simbol keberuntungan.karena bunyi 梨 “li” dengan nada dua yang berarti buah pear hampir sama seperti bunyi 利“li” dengan nada empat yang berarti


(60)

keuntungan atau keberuntungan. Makna menyantap sajian buah ini adalah “mendapat keberuntungan dalam hidup” dimana sesuai dari makna buah tersebut dalam menjalankan bisnis kita mendapatkan keberuntungan.

4.2.3 Petasan

Tradisi menyalakan petasan pada tahun baru imlek menjadi sebuah tradisi penting yang tidak boleh dilupakan. Petasan ini mengandung makna kebahagiaan dan syukur atas rezeki yang diberikan sepanjang tahun dan selain berdoa untuk rezeki yang akan datang, kita juga harus bersyukur atas rezeki yang sudah didapatkan karena hidup tidak lepas dari masa lalu dan masa yang akan datang.


(61)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Setelah dikemukakan tentang Fungsi dan Makna Tradisi Penyambutan Imlek bagi Masyarakat Tionghoa Pematangsiantar, bahwa masyarakat tersebut memegang teguh adat kebiasaan mereka tentang naluri dan kebiasaan yang telah diwariskan secara turun temurun.

Tradisi yang selalu dijalankan setiap tahunnya memiliki fungsi dan makna tersendiri dan dijalankan dengan khidmat. Menyimak tradisi yang dilakukan oleh masyarkat Tionghoa Pematangsiantar, disini penulis menemukan beberapa kesimpulan mengenai fungsi dan makna tradisi penyambutan imlek bagi masyarakat tionghoa Pematangsiantar :

1. Merupakan tradisi turun temurun dari generasi sebelumnya yang diwariskan pada generasi berikutnya.

2. Merupakan kepercayaan masyarakat Tionghoa bahwa setiap tradisi yang dijalankan memiliki fungsi dan makna tersendiri.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian mengenai fungsi dan makna tradisi penyambutan imlek pada masyarkat Tionghoa Pematangsiantar, penulis melihat ada beberapa hal harus diperhatikan demi kelestarian budaya.

Penulis berharap, khususnya terhadap muda-mudi masyarakat Tionghoa agar tetap menjaga kelestarian tradisi tersebut dengan mempelajari fungsi dan makna tradisi


(62)

penyambutan imlek. Skripsi ini kiranya juga menjadi rujukan bagi mahasiswa-mahasiswa yang ingin melanjutkan tentang fungsi dan makna tradisi penyambutan imlek.

Akhir kata penulis menyadari, bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima dengan tangan terbuka segala kritikan maupun saran demi kesempurnaan skripsi ini.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

a. Buku dan Artikel

Abdurrahmat, Fathoni. 2006. Antropologi Sosial Budaya.Jakarta: P.T. Rhineka Cipta. Benny,H.Hoed. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Harsojo.1977. Pengantar Antropologi Budaya. Jakarta: Bina Cipta.

Ihromi, T.O. 2006. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta:Yayasan Obor.

Koentjaningrat. 1986. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press). Koentjaningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press). Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu antropologi. Jakarta: Rineka Cistra.

Permanasari,Y.Arianti. 2008. Makna dan Tradisi Perayaan Tahun Baru Imlek Dewasa Ini ; Studi kasus pada beberapa warga etnis china di kota Bogor. Jakarta : Universitas Indonesia

Sofiani, W. 2011. Fungsi dan Makna Makanan Tradisonal Pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa. Medan: Universitas Sumatera Utara

Syafri,Syaiful. 2009. Mengenal Provinsi Sumatera Utara. Bekasi : Sari Ilmu Pratama

Tim Penulis, 1995. Kamus Besar China – Indonesia, Beijing, Universitas Beijing: Pustaka Bahasa Asing.

Yohana. 2011. Bentuk, Makna, dan Fungsi Ornamen yang Digunakan Pada Perayaan Tahun Baru Imlek Masyarakat Tionghoa di Kota Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara. Internet:


(64)


(65)

DATA INFORMAN :

1. Nama : Bapak Ho Boen Boe / He Wen Bin Profesi : Guru

Usia : 56 tahun Agama : Islam

Alamat : Jl. Flores No.2B Pematangsiantar 2. Nama : Biksu Zheng Yuan

Profesi : Biksu Usia : 45 tahun Agama : Buddha

Alamat : Jl. Thamrin (Vihara Fo Lian Tang / Samiddha Bhagya) Kecamatan Siantar Barat

3. Nama : Erbin

Profesi : Ketua Pembina Pemuda Tionghoa Pematangsiantar Usia : 20 tahun

Agama : Buddha

Alamat : Jl. Sibolga No.3 Pematangsiantar 4. Nama : Bun Li/ Lili

Profesi : Wiraswasta Usia : 47 tahun Agama : Kristen


(66)

5. Nama : Ersen

Profesi : Pembina Pemuda Tionghoa Pematangsiantar Usia : 29 tahun


(67)

本科生毕业设计(论文)

论文题目:印尼先达华人农历新年习俗研究

文学院

中文系

中文专业

080710013

何敏卿

指导教师姓名


(68)

印尼先达华人农历新年习俗研究

本文选择印尼北苏门答腊省先达市的华裔传统节日——“

春节“除夕夜点灯笼,吃团圆饭,大年初一放“烟花爆竹”

作为研究对象。先从先达的历史背景开始入手,然后介绍先达华人社会过新

年的习俗及其文化意义。


(69)

1. 绪论--- 1 1.1 研究目---1 1.2 研究方法---1 1.3 研究方法---1

2. 印尼先达华人--- 2 2.1印尼先达历史---2

2.2印尼先达华人---2 3. 中国的农历新年---2

3.1农历新年的历史---2 3.2农历新年的习俗---3 3.3农历新年的意义---3

4. 印尼先达华人农历新年习俗研究

4.1灯笼 ---4 4.1.1灯笼简介---5 4.1.2福州式灯笼---6 4.1.3藁城式灯笼---7 4.2放鞭炮---8


(70)

4.2.1历史传说---9 4.2.2爆竹的最早雏形---9 4.2.3爆竹的应用---10 4.3吃团圆饭---10 结语 ---12 参考文献 ---13 致谢---14

第一章、

绪论

1.1 研究目的

中国有很多传统节日,但是最大的节日还是要数中国的新年——

春节。在印尼当地华人中,新年也是最热闹的一个节日。农历新年是华人的 一个大节目。一般是在公历一月、二月庆祝的。在全世界各国各地,只要有 华人的地方都会庆祝农历新年的,只是庆祝方法和形式各异。但都有一些相 同点:除夕夜吃团圆饭,大年初一祭祖,给长辈拜年。小朋友们欢天喜地大 放烟花爆竹,悬挂的灯笼点亮的新一年的生活。新年对于印尼华人来说不仅 仅是一个节日,更有着它的传统价值。

在印尼有很多华人聚居区,先达就是其中的一个著名城市。先达华人大 都来自于中国福建,大多数人都讲福建话和客家话。在农历新年,先达华人


(1)

《通俗编排优》记载道:“古时爆竹。皆以真竹着火爆之,故唐人诗亦称爆

竿。后人卷纸为之。称曰“爆竹”。明清时变成了民间的娱乐活动之一。

4.2.3

爆竹的应用

,其生产的爆竹不仅畅销全国,而且还远销世界其他国家和地区 。

燃放爆竹已成为具有民族特色的娱乐活动。汉族和少数民族节庆娱乐都以放 爆竹来庆祝,流行于全国各地。人们除了辞旧迎新在春节燃放爆竹外,每逢 粮食入仓、考取功名、老年丧葬等,亦要燃放爆竹以示庆贺。

4.3 吃团圆饭


(2)

敬互爱,这种互敬互爱使一家人之间的关系更为紧密。家人的团聚往往令一 家之主在精神上得到安慰与满足,老人家眼看儿孙满堂,一家大小共叙天伦 ,过去的关怀与抚养子女所付出的心血总算没有白费,这是何等的幸福。而 年轻一辈,也正可以借此机会向父母的养育之恩表达感激之情。除

夕夜吃团圆饭的习俗,目的是每个家庭成员可以一年一次老少大团聚。 饭桌上的好多食物各有各的代表性和意义:

1. 包子的代表性是“吃“饱”,食物“丰满”的意思。

2. 桔子的代表性是“大吉大利”的意思。

3. 红龟糕的代表性是“大吉长寿”的意思。

4. 肉面的代表性是“长寿,永恒“的意思。

5. 鸡肉的代表性社“上苍赐福人间生活机会”的意思。


(3)

第五章、结语

每个民族都有自己的文化。历史悠久的民族,其文化必然比其他文化高 一筹。“春节“是华人最重视的节日。本文也分析了先达华人历史背景。

1. 先达市华人一向来都保持传统习俗,弘扬中华文化,一代一代地专承

下去。


(4)

挣一丝亮光来燃点一把新火炬。手提中华灯笼照亮前程照亮世界。


(5)

[1] 尤哈娜. 棉兰华裔春节的装饰品及意义(J).

苏北大学华文学院中文系,2012年1月

[2] Permanasari. 传统农历新年的庆祝意义(J).

印尼大学华文学院中文系,2008年[3] Teddy Jusuf. 《中国文化》, (M).

PT Bhuana Ilmu Komputer ,2000年

[4]云达.棉兰华裔中国传统节日饮食文化研究(J).

苏北大学华文学院中文系,2011年6月 [5]www.baidu.cn


(6)

非常感谢喻雪玲老师、陈舒舒老师在我大学的最后学习阶段——

毕业设计阶段给自己的指导,从最初的定题,到资料收集,到写作、修改, 到论文定稿,她们给了我耐心的指导和无私的帮助。为了指导我们的毕业论 文,她们放弃了自己的休息时间,她们的这种无私奉献的敬业精神令人钦佩 ,在此我向她们表示我诚挚的谢意。同时,感谢我的家庭给我很大的鼓励和 所有同学在这四年来给自己的指导和帮助,是他们教会了我专业知识,教会 了我如何学习,教会了我如何做人。正是由于他们,我才能在各方面取得显 著的进步,在此向他们表示我由衷的谢意。