Hewan Percobaan TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hewan Percobaan

Hewan percobaan atau hewan laboratorium memainkan peranan penting dalam perkembangan dan kemajuan ilmu biomedis. Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Penggunaan hewan percobaan untuk penelitian banyak dilakukan di bidang fisiologi, farmakologi, biokimia, patologi, komperatif zoologi, dan ekologi dalam arti luas. Di bidang ilmu kedokteran selain untuk penelitian, hewan percobaan juga sering digunakan untuk keperluan diagnostik Malole dan Pramono 1989. Jenis-jenis hewan percobaan meliputi hewan percobaan kecil, misalnya: mencit, tikus, marmut, dan kelinci; serta hewan percobaan lain, seperti: ayam, itik, babi, satwa primata, domba, dan kambing Smith dan Mangkoewidjojo 1988. Pemilihan hewan percobaan untuk penelitian mempertimbangkan beberapa faktor, terutama tujuan dari penelitian itu sendiri. Misalnya, kelinci merupakan hewan percobaan yang cocok dan paling sering digunakan untuk penelitian tentang hiperkolesterolemia, karena kelinci memiliki cadangan lemak tubuh yang banyak Sirois 2005 dan peka terhadap kolesterol Muliasari 2009. Berbeda dengan anjing, kucing, dan tikus yang resisten terhadap pakan kolesterol. Satwa primata merupakan hewan yang sangat cocok digunakan dalam penelitian ilmiah yang ada kaitannya dengan manusia, karena satwa primata erat hubungannya dengan manusia misalnya fisiologi dan patologinya. Tetapi banyak faktor yang harus dipertimbangkan secara matang sebelum memutuskan hewan percobaan ini digunakan dalam penelitian, seperti sulitnya pengadaan hewan satwa langka, biaya yang tinggi dan pemeliharaan yang rumit, pertimbangan kemampuan dan keselamatan pekerja dalam hal meng-handling hewan percobaan, dan resiko tertularnya pekerja laboratorium dari penyakit menular karena satwa primata dapat membawa organisme penyebab penyakit menular, terlebih virus- virus yang tidak begitu patogenik terhadap hewan tersebut tetapi sangat berbahaya terhadap manusia Sirois 2005. Penggunaan hewan percobaan untuk pengujian secara in vivo biasanya menunjukkan hasil deviasi yang besar dibandingkan dengan pengujian in vitro, karena adanya variasi individu. Supaya variasi tersebut minimal, hewan-hewan yang mempunyai spesies yang sama atau strain yang sama, usia yang sama, dan jenis kelamin yang sama, dipelihara pada kondisi yang sama pula Malole dan Pramono 1989. Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah adalah tikus. Tikus merupakan spesies pertama mamalia yang didomestikasi untuk tujuan ilmiah karena memiliki daya adaptasi yang baik. Tikus yang diproduksi sebagai hewan percobaan dan hewan peliharaan adalah tikus putih Rattus norvegicus. Rattus norvegicus merupakan salah satu hewan percobaan yang paling sering digunakan dalam penelitian, karena memiliki karakter fungsional yang baik sebagai model bagi hewan mamalia Hedrich 2000. Rattus norvegicus memiliki ciri-ciri panjang tubuh total 440 mm, panjang ekor 205 mm, bobot badan 140-500 g dengan rataan 400 g Myers dan Armitage 2004. Tikus disapih hingga usia 21 hari dan memasuki masa dewasa pada usia 40-60 hari Smith dan Mangkoewidjojo 1988. Rattus norvegicus memiliki beberapa keunggulan, antara lain: penanganan dan pemeliharaan yang mudah karena tubuhnya kecil, kemampuan reproduksi yang tinggi dengan masa kebuntingan yang singkat, sehat, bersih, dan cocok untuk berbagai macam penelitian Malole dan Pramono 1989. Penelitian yang telah pernah dilakukan menggunakan Rattus norvegicus adalah penelitian tentang hipertensi, diabetes insipidus, katarak, obesitas, diabetes melitus, dan lain-lain Sirois 2005. Sistem klasifikasi tikus Rattus norvegicus menurut Myers dan Armitage 2004 adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae Genus : Rattus Spesies : Rattus norvegicus Terdapat tiga galur atau varietas tikus Rattus norvegicus yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan yaitu galur Sprague Dawley yang memiliki kepala kecil, berwarna albino putih, dan ekornya lebih panjang dari badannya. Galur Wistar, memiliki kepala besar, berwarna putih, dan ekor yang lebih pendek. Galur Long Evans, lebih kecil dari tikus putih dan memiliki warna hitam pada kepala hingga tubuh bagian depan serta warna putih pada tubuh bagian belakang Malole dan Pramono 1989. Penelitian ini juga menggunakan tikus sebagai hewan percobaan. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies Rattus norvegicus Albino Norway Rats galur Sprague Dawley. Rattus norvegicus dipakai karena tergolong omnivora seperti halnya manusia, dan kebutuhan asam amino esensialnya menyamai kebutuhan manusia, khususnya anak-anak. Tikus putih dalam keadaan sehat dapat hidup 2-3 tahun. Satu minggu umur tikus putih ekuivalen dengan 30 minggu umur manusia, sehingga pengaruh zat gizi terhadap pertumbuhan dapat dipelajari dengan cepat pada tikus putih Nio 1985. Ada dua sifat utama yang membedakan tikus dengan hewan percobaan lain, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim pada tempat bermuara esofagus ke dalam lambung sehingga mempermudah proses pencekokan perlakuan menggunakan sonde lambung, dan tidak mempunyai kantong empedu Smith dan Mangkoewidjojo 1988. Selain itu, tikus hanya mempunyai kelenjar keringat di telapak kaki. Ekor tikus menjadi bagian badan yang paling penting untuk mengurangi panas tubuh. Mekanisme perlindungan lain adalah tikus akan mengeluarkan banyak ludah dan menutupi bulunya dengan ludah tersebut Sirois 2005.

2.2 Hati

Dokumen yang terkait

Deteksi Secara Imunohistokimia Antioksidan Copper,Zinc-Superoxide Dismutase (Cu,Zn-Sod) Pada Hati Tikus Di Bawah Kondisi Stres

0 5 69

Deteksi secara imunohistokimia antioksidan superoxide dismutase (sod) pada jaringan tikus hiperkolesterolemia

0 7 2

Deteksi secara imunohistokimia antioksidan superoksida dismutase (sod) pada jaringan tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan rumput laut

0 3 2

Deteksi secara imunohistokimia antioksidan superoksida dismutase (sod) pada jaringan kelinci hiperkolesterolemia yang diberi pakan klorofil daun singkong

0 9 2

Pengaruh pemberian isoflavon kedelai, mineral Zn dan vitamin E terhadap profil imunohistokimia antioksidan Cooper, Zinc-Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) pada jaringan hati tikus

0 11 64

Dampak Pemberian Bakteri Asam Laktat Probiotik Indigenus terhadap Status Hematologi Tikus Percobaan yang Dipapar Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC).

0 5 115

Efek Probiotik pada Profil Imunohistokimia Antioksidan Superoxide Dismutase (SOD) di Ginjal Tikus yang Dipapar Enteropathogenic E. coli (EPEC)

1 7 220

Profil imunohistokimia antioksidan superoksida dismutase (SOD) pada usus halus tikus yang diberi probiotik dan enteropathogenic e. coli (EPEC)

2 8 165

Aktivitas Antioksidan Superoksida Dismutase Pada Hati Tikus Hiperkolesterolemia Yang Diberi Ekstrak Kulit Mahoni (Swietenia macrophylla)

1 6 70

Efek Pemberian Teripang Pasir (Holothuria scabra J) terhadap Profil Imunohistokimia Antioksidan Dismutase (SOD) pada Pankreas Tikus Diabetes

0 3 35