Aparat Keamanan Tokoh dan Penokohan

83 Sebentar-sebentar dia memungut pasir dan melemparkannya ke arah tepi. Karena sungai itu tidak sesempit bengawan atau kali yang paling besar sekalipun di pulau Jawa, maka lemparan itu tak pernah menjangkau tebing sungai Aleida 2004: 3. Kisah Jumontam dan kisah Jamangilak yang tak putus asa menyebrangi punggung Pulau Sumatera itu dihadirkan oleh pengarang sebagai sorot balik. Berikut bukti dalam kutipan: 84 Ketika kakek Jumontam, yang bernama Jamangilak, sampai di kota itu hampir seabad yang lalu, kota kecil itu sedang menunggang pasang menuju kejayaan sebagai kota pelabuhan. Sebagai pendatang, ia mencari pintu kesempatan di satu kampung ya ng terletak di seberang sungai… Aleida, 2004:9. 85 Dialah yang memperkenalkan kepada masyarakat setempat bagaimana memetik buah kelapa dengan aman. Dia latih beruk. Hewan itu dia bujuk memanjat batang kelapa. Dari bawah dia merayu beruk itu untuk hanya memetik butir-butir kelapa yang sudah tua Aleida, 2004:11. 86 Jamangilak juga yang memperkenalkan kepada penduduk bagaimana membuka lahan untuk tambak ikan mas, sepat siam dan lele yang di daerah ini disebut dengan sebuah nama yang terdengar mewakili bentuk fisik sejenis makhluk air yang licin berlendir, limbat. Beratus tahun, mungkin lebih, agaknya, penduduk asli hidup hanya dengan memanjakan diri pada kemurahan air di sungai, di muara atau di laut yang menyediakan ikan untuk dipancing, ditangguk, dijala, dilukah atau dipukat. Mereka tak pernah digoda ilham untuk mendekatkan ikan ke rumah mereka Aleida, 2004:11. 87 Sementara cucu Jamangilak si Jumontam, yang melanjutkan usaha kakeknya, mengembangkan alat kukur kelapa yang digerakkan pedal sepeda sehingga penduduk tidak hanya menjual kelapa ke kota. Mereka juga bisa membawa minyak kelapa yang mereka olah sendiri Aleida 2004:11. Kutipan berikut adalah bukti dari pernyataan suami Molek, Jabosi memutuskan pergi dari kota itu karena keadaan sungai sudah tidak mendukung usahanya sebagai pedagang. 88 Di pojok kamar, suaminya sedang menjejalkan pakaian ke dalam tas, kemudian menyandarkannya ke dinding. Begitu dia keluar lagi, suaminya masih saja sibuk sendiri membenahi beban yang akan dia bawa besok menuju dunia baru Aleida 2004: 9. Kutipan berikut adalah bukti dari pernyataan sungai dan kota pelabuhan tidak lagi seperti berpuluh-puluh tahun yang lalu ketika mertuanya Jumontam dan kakek-buyut mertuanya, Jamangilak tiba di kota itu. 89 Laki-laki yang menjadi suaminya itu adalah anak Jumontam yang tertua. Ketika kakek Jumontam, yang bernama Jamangilak, sampai di kota pelabuhan itu hampir seabad yang lalu, kota kecil itu sedang menunggang pasang menuju kejayan sebagai kota pelabuhan Aleida 2004: 9. Kutipan berikut adalah bukti dari pernyataan keadan politik tiga puluh tahun yang lalu, di mana ikan di sungai tidak dapat dikonsumsi karena banyaknya jenasah yang dibuang di sungai dan menjadi makanan ikan. 90 Lebih tiga puluh tahun yang lalu, untuk pertama kali dalam ingatannya, mereka yang menunggu ayahnya, suaminya, menantunya, pulang dari melaut dilanda duka begitu dalam. Ketika itu nelayan terpaksa berkejar-kejaran dengan perahu menuju laut yang paling jauh. Mungkin sudah ada yang mencapai bibir Selat Malaka. Tetapi mereka belum juga sampai hati menebarkan pukat merebak laut karena dihadang anggota tubuh manusia yang hanyut mengambang sampai ke situ Aleida 2004: 22.