5. Suatu profesi umumnya juga ditandai oleh adanya pertumbuhan
dalam jabatan. Menurut C.V. Good ed 1973:440, A. Samana, 1995:27
menjelaskan bahwa jenis pekerjaan yang berkualifikasi profesional memiliki ciri-ciri tertentu antar lain :
1. memerlikan pendidikan atau atau persiapan khusus bagi calon
pelakunya dengan kata lain membutuhkan pendidikan pra-jabatan yang relevan.
2. Kecakapan seorang pekerja profesional dituntut memenuhi
persyaratan yang telah dibakkan oleh pihak yang berwenang, contoh organisasi profesional, konsorsium, dan pemerintah.
3. Mendapat pengakuan dari masyarakat atau negara dengan segala
civil effect-nya. Berbicara mengenai profil guru dalam konteks profesional berarti
berbicara tentang kualifikasi guru. Guru yang profesional mempunyai kualifikasi tertentu, baik kualifikasi personal guru yang baik, guru yang
berhasil, guru yang efektif, maupun kualifikasi profesional kualifikasi kompetensi Piet A. Sahertian, 1994:24-26.
C. Kultur Keluarga
1. Pengertian kultur
Istilah kultur atau budaya berasal dari disiplin ilmu antropologi. Schein 1985:9, mendefinisikan kultur sebagai :
“ a pattern of basic assumption invented, or developed by a group as it learns to cope with its problems of exsternal adaption and internal
integration that has worked well enough to be considered valid and therefore to be taught to new members as the correct way to perceived,
think, and feel in relation to those problem”.
Kultur merupakan asumsi dasar yang ditemukan, dipahami dan dikembangkan oleh anggota kelompok atau grup. Karena asumsi terbukti
benar saat digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi kelompok, baik masalah adaptasi dengan lingkungan eksternal organisasi
maupun integrasi dalam tubuh grup itu sendiri, maka asumsi tersebut diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara pandang, pola pikir,
dan perasaan yang benar ketika menghadapi masalah di masa mendatang. Clayde Kluckhon, sebagaimana dikutip Erez dan Early 1993:41,
menyatakan bahwa : “Culture consists of patterned ways of thinking, feeling, and reacting,
acquired and transmitted mainly by symbols, constituting the distinctive achievement of human group, including their embodiments in artijacts,
the essential, core of culture consists of traditional r.e. historically derived and selected ideas and especially their attached values”.
Esensi kultur adalah nilai-nilai. Nilai-nilai diderivasi dan diseleksi berdasarkan pengalaman sejarah masa lalu. Nilai-nilai merupakan hasil
dari sebuah proses yang panjang. Mengingat nilai-nilai telah terinternalisir ke dalam diri masing- masing diri anggota kelompok, maka
nilai-nilai tersebut sulit untuk berubah. Perwujudan nilai-nilai tampak dalam bentuk artifak-artifak, misalnya : pola pikir, rasa, dan reaksi
anggota kelompok. Pada umumnya pola-pola ini diartikulasikan ke dalam bentuk simbol-simbol. Hofstede 1994:5 mendefinisikan :
“ Culture is always a collective phenomenon, because it is at least partly shared with people who live or leved within the same social environment,
which is where it was learned. It is the collective programming of the mind which distinguishes the members of one group or category of
people another”
Kultur adalah bentuk pemrograman mental secara kolektif. Kultur membedakan anggota kelompok satu dengan kelompok lainnya dalam
hal pola pikir, perasaan dan tindakan anggota satu kelompok. Hofstede 1994:4, menyebut kultur sebagai ‘software of mind’. Substansi
perbedaan tersebut lebih tampak pada praktik kultur daripada nilai- nilai. Sebagai bentuk pemograman mental secara kolektif, kultur cenderung
sulit berubah. Jikalau pun berubah, maka perubahan akan berlangsung secara evolutif perlahan-lahan. Hal ini disebabkan bukan karena
semata- mata karena kultur tersebut telah menjadi bagian dari diri para anggota kelompok, tetapi kultur telah terkristalisasi ke dalam lembaga
yang mereka bangun. Koentjaraningrat 1987:25-26 mengemukakan bahwa para individu sejak kecil dekat dengan nilai-nilai hidup di
masyarakatnya, sehingga konsepsi-konsepsi nilai telah mengakar dalam jiwa mereka. Dampaknya nilai-nilai budaya tersebut sukar berubah
dalam waktu yang singkat. Berdasarkan beberapa pengertian dari kultur di atas dapat ditari
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kultur adalah sebuah asumsi dasar yang ditemukan, dipahami, dan dikembangkan oleh anggota
keluarga atau group yang mempunayi nilai-nilai berdasarkan sejarah masa lalu sebagai bentuk pemrograman mental secara kolektif yang
dapat membedakan kelompok satu dengan kelompok yang lain dalam pola pikir, perasaan, tindakan suatu kelompok.
2. Dimensi kultur Keluarga
Kultur merupakan fenomena kolektif membedakan kelompok satu dengan kelompok yang lainnya Hofstede, 1994:5. Substansi perbedaan
terletak lebih tampak pada praktik kultur dari pada nilai-nilai. Hofstede 1994:181-182 menyatakan bahwa perbedaan kultur tersebut selanjutnya
dapat dianalisis pada tingkat unit atau bahkan sub-sub unit dalam suatu organisasi. Sebagai bentuk pemrograman mental secara kolektif, kultur
suatu kelompok cenderung sulit berubah. Jikalau pun berubah, maka perubahan akan berlangsung secara evolutif perlahan-lahan. Hal ini
disebabkan bukan semata-mata karena kultur tersebut telah menjadi bagian dari diri para anggota kelompok, tetapi kultur telah terkristalisasi
ke dalam lembaga yang mereka bangun. La Midjan 1995:7 menyebutkan bahwa lembaga yang dimaksud antara lain : struktur
keluarga, struktur pendidikan, organisasi, keagamaan, asosiasi-asosiasi, bentuk pemerintahan, organisasi kerja, lembaga hukum, kepustakaan,
pola tata ruang, bentuk bangunan gedung, dan juga teori-teori ilmiah. Hofstede 1994:10 mengklasifikasikan kultur ke dalam 6 enam
tingkatan atau lapisan layers yaitu : 1 a national level, 2 a regional level etc, 3 a gender level, 4 a generation level, 5 a social class
level, dan 6 a organization or corporate level. Pada tingkat nasional PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tersebut kultur diukur berdasarkan dimensi-dimensinya yang mencakup : power distance from small to large, collectivisme versus individualism,
feminity versus masculinity, dan uncertainty avoidance from weak to strong.
Power distance jarak kekuasaan diartikan sebagai tingkat dimana kekuasaan anggota dalam institusi atau didistribusikan secara tidak sama.
Individualism individualisme meggambarkan suatu masyarakat dimana pertalian antar individu hilang setiap orang memikirkan dirinya sendiri
dan baru yang lainnya. Sedangkan lawannya adalah collectifisme kolektivisme menunjukkan suatu masyarakat dalam mana orang-orang
sejak lahir diintegrasikan secara kuat dalam grup yang akhirnya mereka menjadi sangat loyal terhadap kelompok tersebut. Masculinity
maskulinitas menunjukkan masyarakat dalam mana peran sosial gender ada perbedaan yang jelas. Sementara feminimitas menunjukkan
masyarakat dalam mana peran sosial gender tumpang tindih overlap sebagai contoh : baik laki-laki maupun perempuan sederhana, sabar,
lembut hati, dan memberikan prhatian terhadap kualitas hidup. Dimensi terakhir adalah uncertainty avoidance yang menunjukkan masyarakat
untuk mana anggota-anggota akan merasa terancam dalam ketidakpastian atau pun ketidaktahuan situasi.
Institusi-institusi sebagaimana disebut Hofstede 1994:28 mencakup elemen-elemen masyarakat seperti keluarga, sekolah, dan
komunitas organisasi tempat seseorang melaksanakan aktivitasnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada tingkat keluarga, dimensi power distance mencakup indikator antara lain : kepatuhanrasa hormat terhadap orang tua atau terhadap
anggota keluarga lain yang lebih tua ataupun ketergantungan pada orang tua. Dimensi kolektivitas versus individualitas mencakup indikator antara
lain: kebebasan untuk menyatakan pendapat, loyalitas kepada anggota keluarga lain, kebebasan untuk mandiri, keterikatan sosial satu sama lain
dalam keluarga, kebutuhan untuk berkomunikasi, perasaan yang muncul atas pelanggaran suatu aturan atau norma tertentu. Dimensi feminitas
versus maskulinitas mencakup indikator antara lain: dominasi penetapan aturan dalam keluarga, perhatian kepada anggota keluarga yang lebih
kuat, dan hasrat untuk kuat. Sedangkan dimensi penghindaran atas ketidakpastian mencakup indikator yang meliputi: tingkat kecemasan
menghadapi kondisi ketidakpastian, perasaan terhadap situasi ketidakpastian, serta kondisi ketattidaknya pengaturan atas hal baik dan
tidak baik.
D. Kewirausahaan