7
BAB 2 LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan berisi kajian pustaka, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir. Pada kajian pustaka membahas tentang teori-teori yang
berkaitan dengan pengembangan buku guru dan buku siswa dan pendekatan PMRI. Penelitian yang relevan akan membahas tentang penelitian yang sudah
dilakukan dan berkaitan dengan pengembangan buku dan pendekatan PMRI. Kerangka berpikir berisi rumusan masalah dan landasan berpikir dari yang umum
menuju hal yang khusus.
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Teori yang Mendukung
Pada penelitian ini menggunakan beberapa teori yang digunakan sebagai dasar. Adapun beberapa teori yang digunakan adalah teori pembelajaran
matematika, buku pembelajaran, dan pendekatan PMRI . Teori-teori tersebut
digunakan karena sesuai dengan keadaan pembelajaran di sekolah dasar. 2.1.1.1
Pembelajaran Matematika Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008: 23, pembelajaran
adalah proses agar seseorang belajar. Pembelajaran matematika dapat diartikan proses seseorang belajar mengenai matematika. Pada pembelajaran ini siswa akan
berpikir secara matematis tentang struktur yang terbentuk dari suatu kejadian atau benda.
Mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut.
Depdiknas, 2006: 146: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Guna untuk mencapai tujuan tersebut, matematika dalam pembelajaran dibagi menjadi beberapa standar kompetensi di setiap jenjangnya. Standar
kompetensi tersebut dicapai dengan beberapa kompetensi dasar yang harus di capai oleh siswa. Kompetensi dasar akan dicapai dengan melakukan
pembelajaran. Pada pembelajaran matematika sebaiknya dimulai dengan menggunakan
hal-hal yang konteks. Penggunaan konteks akan membimbing siswa untuk menguasai konsep matematika secara bertahap Depdiknas, 2006: 148. Melalui
9
pembelajaran seperti itu siswa akan menjadi lebih mengerti tentang materi yang sedang diajarkan.
2.1.1.2 Materi Nilai Tempat dan Nilai Angka
Nilai tempat dan nilai angka merupakan salah satu materi yang dipelajari di mata pelajaran matematika. Materi ini masuk dalam kompetensi dasar 1.3 yaitu
menentukan nilai ratusan, puluhan, dan satuan. Pada materi ini siswa mulai mengenal bahwa setiap angka dalam bilangan mempunyai nilai yang tergantung
pada tempat dan angka itu berada Kramer dalam Novembris, 2012. Nilai tempat adalah nilai dari setiap angka pada suatu bilangan Wardani
dalam Rachmawati, 2014: 11. Setiap angka pada bilangan mempunyai nilai berdasarkan tempat yang didudukinya mulai dari satuan, puluhan, ratusan, dan
seterusnya. Satuan adalah angka terkecil dari suatu bilangan Depdikbud, 2008: 1231. Satuan selalu berada dibagian paling kanan dari suatu bilangan yang
kemudian dilanjutkan pada sebelah kiri satuan dengan puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya. Apabila terdapat bilangan yang terdiri dari satu angka maka angka
tersebut mempunyai nilai tempat satuan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008: 963 67 Nilai
adalah banyak sedikitnya sesuatu, sedangkan angka adalah tanda atau lambang. Jadi nilai angka dapat diartika banyak sedikitnya angka dalam suatu lambing
bilangan. Sebagai contoh 17, angka 7 mempunyai nilai 7 dan angka 1 mempunyai nilai 10, sehingga memiliki nilai bilangan tujuh belas 17.
10
2.1.1.3
Buku Teks Pelajaran
Dalam penyusunan buku pemerintah sudah menetapkan ketentuan. Berikut adalah ketentuan buku menurut Direktorat Jendral Management Pendidikan Dasar
dan Menengah: 1.
Bahasa mudah dimengerti. 2.
Disajikan menarik disertai gambar dan keterangan. 3.
Isi buku menggambarkan sesuatu yang sesuai dengan ide penulisnya. 4.
Berisi ilmu pengetahuan yang dapat disajikan untuk peserta didik untuk belajar.
Berdasarkan ketentuan yang telah dicanangkan pemerintah, buku yang dipakai dalam pembelajaran dapat membantu siswa dan guru di kelas. Akan tetapi
buku tersebut belum tentu sesuai dengan karakteristik perkembangan siswa baik secara kognitif dan secara sosial. Teori yang telah dikemukakan oleh Piaget
menyatakan bahwa perkembangan kognitif terjadi dalam beberapa tahap. Setiap perkembangan dicirikan dengan kemunculan kemampuan dan cara mengelola
informasi baru Slavin, 2009: 42. Tahap-tahap perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget yaitu tahap sensori motor, tahap praoperasional
langsung, tahap operasi konkret, dan tahap operasional formal. Siswa di sekolah dasar mengalami tahap perkembangan operasional konkret. Tahap operasional
konkret terjadi pada usia 7 – 11 tahun. Kemampuan tersebut muncul pada usia
yang bervariasi dari satu anak ke anak lain Hergenhahn Olson, 2010: 318. Di usia ini siswa mulai bisa mengenali benda-benda di sekitarnya. Kemudian siswa
juga akan bisa mengelompokkan benda-benda tersebut. Akan tetapi, kemampuan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
yang dimiliki oleh siswa terbatas pada kejadian yang konkret dan dapat diamati oleh siswa.
Pada usia 7 – 11, tidak hanya kognitif yang mengalami perkembangan
tetapi juga sosial. Pada siswa ditahap sebelumnya akan sulit untuk bermain bersama teman-teman yang lain hal tersebut dikarenakan sikap egosentris mereka
masih sangat dominan. Pada tahap ini siswa sudah mulai mengurangi egosentris dan mulai berkembang sikap kooperatif Yusuf, 2001: 66. DI usia ini siswa akan
lebih mulai tertarik pada kegiatan-kegiatan yang melibatkan teman sebanyanya. Siswa akan mulai mengurangi sikap-sikap untuk mendominasi dan mulai
mengerti untuk bagaimana bersikap kerja sama. Selain memperhatikan tahap perkembangan siswa, buku teks pelajaran
juga perlu dibuat menarik. Salah satu hal yang dapat menarik siswa adalah warna. Warna yang digunakan sebaiknya warna yang mencolok untuk dapat menarik
perhatian siswa Montessori, 2002: 74. Apabila siswa sudah tertarik dengan buku tersebut
maka siswa
akan memiliki
keinginan untuk
melihat dan
menggunakannya. 2.1.1.4
Pendekatan PMRI
Berdasarkan karakteristik perkembangan siswa, dalam pembuatan buku perlu didasari sesuatu yang dapat mendasari proses pengembangannya. Salah
satunya adalah pendekatan pendidikan matematika realistik Indonesia PMRI. Pendekatan ini diadaptasi dari pendekatan pembelajaran yang dilakukan di
Belanda. Di Belanda, pendekatan tersebut disebut dengan istilah realistic Mathematic Education RME Wijaya, 2012: 3. RME diimplementasikan pada
12
tahun 1971 di Institut Freudental di bawah Utrecht University di Belanda. Kata “realistik” dalam pendidikan matematika realistik berasal dari bahasa Belanda
yaitu “zinc realiseren” yang berarti “untuk dibayangkan” Van den Hruvel-
Panhuizen dalam Wijaya, 2012: 20. Pada model pembelajaran ini akan ditekankan penggunaan situasi atau benda-benda yang konkrit. Situasi atau benda-
benda yang digunakan dalam pembelajaran sebaiknya sesuai dengan tahap perkembangan dan terdapat di sekitar lingkungan siswa. Pembelajaran yang
menekankan dengan hal yang realistik ini kemudian menarik perhatian pihak Indonesia untuk mengadaptasi dan mengimplementasikannya.
Pada model pembelajaran ini masalah-masalah yang digunakan adalah masalah kontekstual. Kontekstual adalah situasi yang ada hubungannya dengan
suatu suatu kejadian Depdikbud, 2008: 458. Pembelajaran yang berkaitan dengan konteks akan melibatkan siswa dalam prosesnya. Hal tersebut dikarenakan
PMRI merupakan salah satu pendekatan yang menekankan terbentuknya makna ilmu pengetahuan terhadap siswa. seperti halnya yang dikemukakan oleh
Freudenthal dalam Wijaya 2012: 3 bahwa pengetahuan akan bermakna bagi pembelajar jika dalam prosesnya dapat melibatkan siswa. Melalui masalah
kontekstual, siswa akan dengan mudah menemukan kembali konsep-konsep yang ada pada matematika. Treffers dalam Wijaya 2012, 21 mengemukakan
karakteristik dari PMRI sebagai berikut: 1.
Penggunaan Konteks Masalah kontekstual merupakan masalah yang berhubungan dengan suatu
kejadian. Oleh karena itu masalah yang dimunculkan tidak hanya masalah dunia PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
nyata tetapi juga dapat disajikan masalah yang dapat dibayangkan dan bermakna bagi siswa. Penggunaan konteks ini akan membuat siswa lebih bermotivasi dan
semangat untuk menyelesaikan masalah yang disajikan. 2.
Penggunaan Model untuk Matematisasi Progresif Model yang dimaksud disini adalah alat yang digunakan dalam
pembelajaran yang tidak bisa dilepaskan dari proses matematisasi. Model ini berfungsi sebagai jembatan untuk mempermudah siswa dari pengetahuan awal
dan matematika konkrit menuju matematika tingkat formal. 3.
Pemanfaatan hasil konstruksi siswa Pada pembelajaran model PMRI siswa adalah subjek belajar, sedangkan
guru hanya sebagai fasilitator. Siswa akan memiliki kebebasan dalam belajar. Strategi pemecahan masalah diharapkan akan berkembang sehingga akan
membantu dalam pemecahan masalah. 4.
Interaktivitas Proses pembelajaran dilakukan tidak dengan proses individu melainkan
secara bersama. Bersama di sini dapat diartikan intaraksi antara siswa dengan guru atau siswa satu dengan siswa lainnya. Jadi selain kognitif yang akan
terbangun tetapi juga afektif. 5.
Keterkaitan Keterkaitan di sini dapat diartikan dengan memiliki hubungan dengan
konsep matematika satu dengan konsep matematika yang lain atau mata pelajaran matematika dengan mata pelajaran yang lain. Apabila hal tersebut dapat
diimplementasikan, maka konsep matematika yang dipelajari akan utuh. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan