LANDASAN TEORI Hubungan antara kecerdasan emosi dengan pemecahan masalah pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi.

pada suatu objek untuk dapat memotivasi dirinya. Zahara, 2012 4 Mengenali emosi orang lain Empathy Mengenali emosi orang lain merujuk pada memahami dan mengembangkan orang lain, memberikan bantuan, menerima keberagaman, dan kesadaran politik. Kemampuan ini dibangun dari kesadaran diri dan memposisikan diri memiliki emosi yang sama dengan emosi orang lain akan membantu membaca dan memahami perasaan orang lain Brahmana, 2013. 5 Membina hubungan dengan orang lain Social skill Membina hubungan dengan orang lain berhubungan dengan memberikan pengaruh, cara berkomunikasi, manajemen konflik, kepemimpinan, membangun ikatan, dapat berkolaborasi dan bekerja sama, dan memiliki kemampuan bekerja dalam tim. Kemampuan ini juga dapat dipelajari seseorang sejak kecil mengenai pola-pola berhubungan dengan orang lain Brahmana, 2013. Berdasarkan skala tentang kecerdasan emosi Brahmana, 2013 yang memaparkan tentang makna yang terkandung pada setiap aspek-aspek kecerdasan emosi, pengelolaan diri mengandung arti bagaimana seseorang mengelola diri dan perasaan-perasaan yang dialaminya. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi Beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional Qurniyawati dan Budi, 2010 a. Usia Usia merupakan salah satu hal yang mempengaruhi emosi seseorang Freund dan Baltes; Satiadarma dan waruru, 2003; dalam Qurniyawati dan Budi, 2010. Usia merupakan salah satu indikator yang harus dipertimbangkan dalam mengevaluasi kecerdasan emosi seseorang. Perubahan pengalaman hidup sangat mempengaruhi kondisi emosi seseorang. Januarsari dan Murtanto 2000, dalam Qurniyawati dan Budi, 2010 menambahkan usia yang semakin matang membantu terciptanya kestabilan emosi dan cenderung lebih handal dalam memecahkan permasalahan secara realistis. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semakin bertambahnya usia seseorang, maka kecerdasan emosinya semakin terlatih untuk memecahkan permasalahan. b. Budaya dan tingkat sosial ekonomi Budaya dan kondisi sosial ekonomi sangat mempengaruhi perkembangan emosi seseorang. Satiadarma dan Waruru, 2003 dalam dalam Qurniyawati dan Budi, 2010. Seseorang dapat mengendalikan emosinya akan mengalami banyak perubahan apabila pindah tempat tinggal atau jika kondisi sosial ekonominya mengalami perubahan. c. Keadaan keluarga Hasil penelitian Ulpatusalicha 2009, dalam Qurniyawati dan Budi, 2010 menunjukan bahwa keadaan keluarga menyumbang pengaruh besar terhadap kecerdasan emosional anak. Terutama pada kasus single parents, akan berdampak pada anak yaitu: kecenderungan anak yang tidak dapat mengontrol diri, kecewa, frustrasi, melawan peraturan, memberontak, kurang konsentrasi, murung, merasa bersalah, mudah marah, kurang motivasi, iri, ketidakstabilan emosi dan kurang percaya diri. Hurlock 1993 dalam Zahara, 2012 mengemukakan tiga faktor yang dapat mempengaruhi emosi kerja yaitu: a. Kondisi fisik Apabila keseimbangan tubuh terganggu karena kelelahan, kesehatan yang buruk atau perubahan yang berasal dari perkembangan, maka akan mengalami emosionalitas yang meninggi. Biasanya orang berada dalam keadaan lelah akan menjadi cepat tersinggung atau marah apabila ada yang mengusiknya. b. Kondisi psikologis Pengaruh psikologis yang penting, antara lain intelegensi, tingkat aspirasi dan kecemasan. Tingkat intelegensi seseorang berhubungan dengan kemampuannya mengendalikan emosi. Kegagalan mencapai tingkat aspirasi yang timbul berulang dapat membuat keadaan cemas dan tidak berdaya. Kecemasan setelah pengalaman emosional tertentu yang sangat kuat akan membuat mereka takut kepada setiap situasi yang dirasakan mirip dan mengancam. c. Kondisi lingkungan Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi keadaan emosi, misalnya ketegangan yang terus-menerus, jadwal yang terlalu ketat dan terlalu banyak pengalaman menggelisahkan yang merangsang anak secara berlebihan. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan kecerdasan emosi menurut Agustian Noho, 2012 dalam Puluhulawa dan Hulukati, 2013 yaitu: a. Faktor psikologis Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu, faktor internal ini akan membantu individu dalam mengolah, mengontrol, mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam perilaku secara efektif. b. Faktor pelatihan emosi Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan kebiasaan, dan kebiasaan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada pembentukan nilai value. Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan berkembang menjadi suatu kebiasaan, pengendalian diri tidak akan muncul begitu saja tanpa dilatih. c. Faktor pendidikan Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk mengembangkan kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah diharapkan mampu mendidik individu untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, penguasaan diri atau sinergi, sebagai bagian dari fondasi kecerdasan emosi. B. Pemecahan Masalah 1. Pengertian pemecahan masalah Anderson Suharnan, 2005 dalam Widiantari, 2012 mendefinisikan masalah sebagai suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginkan. Adanya berbagai masalah yang muncul di dalam kehidupan, seseorang dituntut untuk berpikir dan mencari penyelesaiannya atau dikenal dengan pemecahan masalah problem solving. Begitu pula yang disampaikan oleh Chaplin 1999 dalam Ayu, 2012 yaitu proses menemukan urutan yang benar dari alternatif jawaban, mengarah pada satu sasaran atau ke arah pemecahan yang ideal adalah problem solving. Proses ini dapat membantu seseorang untuk menemukan apa yang mereka inginkan dan bagaimana mencapainya dengan cara yang paling efektif Bedel dan Lennox, 1994 dalam Ayu, 2012. Seseorang dianggap sebagai pemecah masalah yang baik jika ia mampu memperlihatkan kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi dengan memilih dan menggunakan berbagai alternatif strategi sehingga mampu mengatasi masalah tersebut Goos et.al. 2000 dalam Lidinillah, 2008. Menurut Polya Lasmahadi, 2005 dalam Widiantari, 2012 pemecahan masalah diartikan sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai. Menurut Hunsaker Lasmahadi, 2005 dalam Widiantari, 2012 pemecahan masalah adalah sebagai suatu proses penghilangan atau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang diinginkan. Selain itu, Hunsaker mengatakan bahwa salah satu bagian dari proses pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang tidak tepat akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah. Menurut Santrock 2010 dalam Wijayanti, 2013, pemecahan masalah adalah suatu proses kognitif dalam mencari solusi atau cara penyelesaian yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Solso 2007 dalam Wijayanti, 2013, pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi, jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Menurut Dixon dan Glover 1984, dalam Ayu, 2012 beberapa hal yang menyebabkan kesulitan dalam menyelesaikan masalah adalah: a. Beberapa orang mungkin tidak pernah belajar bagaimana menghadapi suatu masalah dengan baik. b. Orang tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka sudah memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. c. Mereka kehilangan semangat untuk mengatasi masalahnya, dan berharap hanya dengan sedikit usaha saja ia dapat menemukan jalan keluarnya dibandingkan dengan menghadapi masalahnya secara efektif sehingga ia sudah biasa menghadapinya dengan ketidakberdayaan. d. Adanya kecemasan yang berlebihan atau masalah emosi yang lain Berdasarkan beberapa pengertian tentang pemecahan masalah, maka dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses kognitif yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi, jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik dengan cara yang paling efektif. 2. Langkah-langkah Pemecahan Masalah Menurut Polya dalam Wijayanti dan Rizki, 2013, terdapat suatu indikator-indikator yang dapat mencerminkan kemampuan pemecahan masalah melalui empat langkah pemecahaan masalah, yaitu: 1. Memahami masalah Dalam merumuskan masalah, kemampuan yang diperlukan adalah kemampuan mengetahui dan merumuskan suatu masalah Winarso. Mahasiswa dapat dikatakan memahami masalah, jika dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut: a. Apa yang ditanyakan? b. Apakah data yang diketahui? c. Apakah datanya cukup untuk memecahkan masalah tersebut? d. Pisahkan syarat-syaratnya jika ada. Dapatkah anda menuliskan kembali masalahnya dengan lebih sederhana? 2. Merencanakan penyelesaian Mahasiswa dikatakan dapat merencanakan pemecahan pada suatu masalah jika dapat menjawab pertanyaan berikut: a. Apa yang harus dilakukan? Pernahkah mengalami masalah tersebut? b. Tahukah masalah yang lain terkait dengan masalah ini? Adakah teorema yang bermanfaat untuk digunakan? c. Jika pernah mengalami masalah serupa, dapatkah strategi atau cara pemecahannya digunakan pada masalah ini? d. Apakah pernah melihat masalah yang sama tetapi dalam bentuk yang berbeda? e. Apakah mengetahui permasalahan lain yang terkait? f. Bagaimana strategi pemecahan yang terkait? 3. Melaksanakan rencana Mahasiswa dikatakan dapat melaksanakan rencana pemecahan masalah apabila dapat menjawab pertanyaan berikut: a. Apakah melaksanakan rencana pemecahan masalah yang sudah dipilih dengan setiap kali mengecek kebenaran di setiap langkah? b. Apakah langkah yang gunakan sudah benar? c. Dapatkah membuktikan atau menjelaskan bahwa langkah itu benar? 4. Memeriksa kembali Mahasiswa dikatakan sudah memeriksa kembali pekerjaannya, apabila dapat menjawab pertanyaan berikut: a. Apakah sudah diperiksa semua hal yang didapat? b. Apakah argument yang digunakan benar? c. Dapatkah mencari hasil yang berbeda? d. Adakah cara lain untuk memecahkannya? Menurut Haris, 1998 dalam Purwantoro, 2010 proses pemecahan masalah meliputi langkah-langkah: 1. Mengumpulkan informasi untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang situasi dalam memastikan pemahaman yang benar 2. Brainstorm dan merencanakan proses solusi. Brainstorm adalah melihat situasi beserta perubahannya, serta memikirkan konsekuensi dari perubahan tersebut 3. Mengimplementasikan solusi 4. Memeriksa hasil Berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya dan Haris, maka dapat disimpulkan bahwa langkah pemecahan masalah terdiri dari: 1 Memahami masalah adalah mengumpulkan informasi untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang situasi dalam memastikan pemahaman yang benar 2 Merencanakan penyelesaian adalah merencanakan strategi pemecahan dengan melihat situasi beserta perubahannya dan memikirkan konsekuensi dari strategi. 3 Melaksanakan rencana adalah penerapan solusi dari permasalahan 4 Memeriksa kembali adalah memeriksa kembali penerapan solusi dari permasalahan untuk mengetahui solusi lain dan melihat apakah masalah tersebut terselesaikan 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah Menurut Davidoff 1988 dalam Widiantari, 2012 terdapat dua faktor yang mempengaruhi keterampilan seseorang dalam memecahkan masalah, yaitu hasil belajar sebelumnya dan derajat kewaspadaan. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi proses dalam pemecahan masalah menurut Rahmat 2001 dalam Winarso yaitu: a. Motivasi Motivasi belajar yang rendah akan mengalihkan perhatian, sedangkan motivasi belajar yang tinggi akan membatasi fleksibilitas. b. Kepercayaan dan sikap yang salah Asumsi yang salah dapat menyesatkan pada pemahaman dalam pembelajaran. Apabila terbentuk suatu keyakinan bahwa kebahagiaan dapat diperoleh dengan kekayaan material, maka hal tersebut dapat menjebak kearah kesulitan ketika memecahkan masalah kehidupan. Kerangka rujukkan yang tidak cermat menghambat efektifitas pemecahan masalah. c. Kebiasaan Kecenderungan untuk mempertahankan pola pikir tertentu atau melihat masalah hanya dari satu sisi saja atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat otoritas menghambat pemecahan masalah yang efisien. Hal ini menimbulkan pemikiran yang kaku rigid mental set , lawan dari pemikiran yang fleksibel flexible mental set d. Emosi Dalam menghadapi berbagai situasi, tidak disadari terlibat secara emosional. Emosi ini mewarnai cara berpikir disebagian manusia yang utuh, kita tidak dapat mengesampingkan emosi. Tetapi bila emosi itu sudah mencapai intensitas yang begitu tinggi sehingga menjadi stres, barulah menjadi sulit untuk berpikir efisien. Pemecahan masalah akan diukur dengan mengacu pada indikator- indikator langkah-langkah pemecahan masalah. Di dalam tes pemecahan masalah, akan diberikan kasus tentang permasalahan mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. Selanjutnya, mahasiswa akan mengidentifikasi kasus tersebut dengan melihat langkah-langkah pemecahan masalah. C. Mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi Mahasiswa termasuk dalam tahapan memasuki dewasa awal, sehingga memiliki tugas perkembangan layaknya sebagai individu pada dewasa awal. Mahasiswa sebagai peserta didik di Perguruan Tinggi pada umumnya berusia 18-24 tahun Masykur; Indrawati; Putri, 1983. Dewasa awal adalah jenjang usia perkembangan seseorang sedang berada pada puncaknya. Pada tahap ini seseorang mengalami peningkatan yang dimanifestasikan melalui berbagai macam hal, seperti sosialisasi yang luas, penelitian karir, semangat hidup yang tinggi, perencanaan ke depan, dan sebagainya. Papalia Olds, dalam Ninawati dan Fransisca, 2005. Menurut Havighurst Dariyo, 2003 tugas perkembangannya antara lain: mencari dan menemukan pasangan hidup, membina kehidupan rumah tangga serta menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Perkembangan pada masa dewasa awal ditandai dengan adanya keinginan untuk mengaktualisasikan segala ide pemikiran yang dimatangkan selama mengikuti pendidikan tinggi universitas atau akademik. Tuntutan dan tugas perkembangan mahasiswa tersebut muncul dikarenakan adanya perubahan yang terjadi pada beberapa aspek fungsional individu, yaitu fisik, psikologis dan sosial. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin banyak tanggung jawab yang perlu dilaksanakan. Menurut Piaget, kapasitas kognitif dewasa awal termasuk operasional formal menyebabkan memiliki kemampuan memecahkan masalah-masalah yang kompleks dengan kapasitas berpikir abstrak, logis dan rasional Dariyo dalam Ninawati dan Fransisca, 2005. Pada mahasiswa tanggung jawab yang perlu dilaksanakan untuk mencapai kelulusan adalah dengan membuat karya ilmiah yang biasa disebut dengan skripsi. Menurut Poerwadarminta dalam Masykur; Indrawati; Putri, 1983 skripsi adalah karya ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis di Perguruan Tinggi. Kewajiban tersebut dimaksudkan supaya mahasiswa mampu menerapkan ilmu dan kemampuan sesuai disiplin ilmu yang dimiliki ke dalam kenyataan yang dihadapi. Menurut Ahmadi dalam Masykur;Indrawati;Putri, 2003 mengatakan bahwa hal pertama dalam pembuatan skripsi adalah menentukan rumusan topik skripsi yang selanjutnya menentukan dan mengumpulkan materi yang relevan. Proses dalam menyusun skripsi membutuhkan waktu yang cukup panjang karena mahasiswa melewati beberapa proses dan membutuhkan konsentrasi penuh. Proses ini akan menimbulkan stress, kelelahan dalam berpikir dan kejiwaan ketika menyusun skripsi Gunawati dkk, 2006 dalam Masykur;Indrawati;Putri. Oleh karena itu, skripsi bagi sebagian mahasiswa dianggap sebagai momok yang menakutkan dan beban yang berat. Banyak faktor yang mungkin menyebabkan hal ini terjadi. Seperti kesulitan menentukan latar belakang masalah, teori dan metodologi, ketakutan menghadapi dosen pembimbing dan merasa jenuh. Michelle dalam Puspitasari, 2013 memaparkan risetnya bahwa mahasiswa dapat mengalami kecemasan akibat kesulitan-kesulitan dalam proses penyususnan skripsi. D. Hubungan antara kecerdasan emosi dengan pemecahan masalah Menurut Santrock 2010, pemecahan masalah merupakan suatu proses kognitif dalam mencari solusi atau cara penyelesaian yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Solso 2007 juga menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi dan jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Berdasarkan kedua pendapat tentang pemecahan masalah, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses berpikir secara kognitif yang terarah secara langsung dalam mencari solusi atau cara penyelesaian yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Namun, bukan hanya proses berpikir secara kognitif yang diperlukan untuk memecahkan suatu masalah, karena kecerdasan intelektual tidak sepenuhnya mendominasi pencapaian prestasi belajar yang baik Qurniyawati dan Budi, 2010. Hal ini karena taraf inteligensi bukan satu- satunya faktor penentu dalam keberhasilan seseorang dalam memecahkan masalah. Selain itu, cara berpikir seseorang juga diwarnai oleh emosi yang ada pada dirinya, sehingga tidak bisa mengesampingkan emosi dalam menghadapi situasi tertentu Davidoff dalam Widiantari, 2012. Oleh karena itu, kecerdasan emosi berperan pula dalam pemecahan masalah. Goleman mengungkapkan bahwa beberapa orang yang gagal dalam hidupnya bukan karena memiliki kecerdasan intelektual yang rendah, namun karena kurang memiliki kecerdasan emosional. Dengan demikian dapat terlihat bahwa keberhasilan seseorang dalam menjawab persoalan hidupnya dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual serta kecerdasan emosional. Selain itu, beberapa orang yang berhasil hanya memiliki IQ yang tergolong rata-rata, tetapi kecerdasan emosionalnya tinggi Hulukati, 2013. Hal ini tampak bahwa kecerdasan emosional lebih berperan dalam menentukan keberhasilan seseorang dalam memecahkan masalah. Seperti yang diungkapkan oleh Cooper dan Sawaf dalam Yuwono; Purwanto; Hidayati, 2010, berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kecerdasan emosional menyumbang presentase yang lebih besar dalam kemajuan dan keberhasilan masa depan seseorang, dibandingkan dengan kecerdasan intelektual yang biasanya diukur dengan Intelligent Quotient IQ. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosional mempengaruhi kemampuan individu dalam keberhasilannya memecahkan permasalahan. Menurut Shapiro dalam Yuwono; Purwanto; Hidayati, 2010 kecerdasan emosional akan mempengaruhi perilaku tiap individu dalam mengatasi permasalahan yang muncul pada diri sendiri termasuk dalam permasalahan kerja. Davies dalam Qurniyawati dan Budi, 2010menjelaskan bahwa kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi dirinya sendiri dan orang lain, membedakan satu emosi dengan lainnya dan menggunakan informasi untuk menuntun proses berpikir dan perilaku. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kecerdasan emosional ini mempengaruhi bagaimana perilaku individu dalam menyikapi permasalahan yang muncul. Diungkapkan pula oleh Januarsari dan Murtanto 2002, dalam Qurniyawati dan Budi, 2010 mengenai alasan pentingnya kecerdasan emosi, bahwa kecerdasan emosi yang rendah akan menyebabkan hasil belajar yang dicapai kurang baik. Hal ini karena kecerdasan emosi berkaitan dengan kesempurnaan akal budi, ketajaman berpikir dan dapat menyelesaikan persoalan dengan efektif serta mampu mengendalikan diri. Seperti yang dikatakan oleh Damasio dalam Goleman, 2007 bahwa emosi individu berperan besar terhadap suatu tindakan bahkan pengambilan keputusan “rasional”. E. Skema kecerdasan emosi dan pemecahan masalah Mahasiswa Mencari dan menemukan pasangan hidup Meniti karier Membina kehidupan rumah tangga Menyelesaikan perguruan tinggi skripsi Timbul permasalahan dalam penyusunan Masalah yang diselesaikan Masalah yang tidak diselesaikan Pemecahan masalah Kecerdasan intelektual Kecerdasan emosional Muncul kecemasan dan stres Kecerdasan emosional tinggi Kecerdasan emosional rendah F. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah adanya hubungan antara kecerdasan emosi dan kemampuan pemecahan masalah pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. Semakin Tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki mahasiswa, maka semakin tinggi pula kemampuan pemecahan masalahnya. 33

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah analisis hubungan korelasi. Penelitian analisis korelasional adalah suatu bentuk analisis data dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan atau bentuk arah hubungan di antara dua variabel yang satu variabel bebas terhadap variabel lainnya variabel terikat Siregar, 2013. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu pemecahan masalah dan kecerdasan emosional.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel yang digunakan peneliti, yaitu: Variabel bebas : Kecerdasan Emosional Variabel tergantung : Pemecahan Masalah

C. Definisi Operasional

1. Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, mengenali perasaan serta memahami perasaan dan maknanya, bertahan menghadapi frustrasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan emosi secara efektif serta menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati dan berdoa sehingga dapat meningkatkan kemampuan emosi dan pikiran. Kecenderungan kecerdasan emosional mahasiswa ditunjukkan dengan skala kecerdasan emosional. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka kecerdasan emosional cenderung tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek, maka kecerdasan emosional cenderung rendah pula.

2. Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah adalah suatu proses kognitif yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi, jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik dengan cara yang paling efektif. Tinggi rendahnya kemampuan individu dalam memecahkan masalah ditunjukan dari skor total tes pemecahan masalah. Semakin tinggi skor subjek, maka menunjukan subjek cenderung memiliki kemampuan pemecahan masalah yang tinggi. Sebaliknya, semakin rendah skor subjek, maka menunjukan subjek cenderung memiliki kemampuan pemecahan masalah yang rendah.

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. Penelitian ini ingin melihat bagaimana kecerdasan emosi mempengaruhi pemecahan masalah yang digunakan ketika dalam proses penyusunan skripsi timbul masalah. Pengambilan sampel adalah proses dalam memilih sejumlah elemen secukupnya dari populasi, sehingga penelitian terhadap sampel dan pemahaman tentang sifat atau karakteristiknya akan menggeneralisasikan sifat dan karakteristik tersebut pada elemen populasi Noor, 2012. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara nonprobability sampling, dimana setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama sebagai sampel. Teknik yang digunakan dalam nonprobability sampling adalah convenience sampling yang merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kemudahan saja Noor, 2012.

E. Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala Likert untuk mengukur kecerdasan emosi. Skala Likert ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang terhadap suatu fenomena yang ada Sugiyono, 2012. Dalam skala Likert yang terdiri dari empat respon jawaban. Sedangkan, pemecahan masalah diukur menggunakan tes dengan memberikan contoh kasus dengan disertai oleh pertanyaan dan empat pilihan jawaban yang disesuaikan dengan indikator dari pemecahan masalah.

1. Skala Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi diukur menggunakan skala kecerdasan emosi. Skala kecerdasan emosi terdiri dari aspek mengenali emosi diri Self- awareness, mengelola emosi Self-regulation, memotivasi diri Motivation, mengenali emosi orang lain Empathy dan membina hubungan dengan orang lain Social Skill. Skala kecerdasan emosi terdiri dari 4 respon jawaban, yaitu Sangat Sesuai SS, Sesuai S, Tidak Sesuai TS, Sangat Tidak Sesuai STS. Respon netral ditiadakan dalam skala kecerdasan emosi untuk mengurangi bias kecenderungan pilihan tengah netral, maka beberapa peneliti telah memodifikasi alternative jawaban, yaitu menggunakan jenjang 4 jawaban netral dihilangkan Mustafa, 2009. Penentuan skor disetiap jenjang pada skala Likert tersebut harus disesuaikan dengan jenis narasi pertanyaannya, yaitu apakah narasi pertanyaannya berifat negative Unfavorable atau narasi pertanyaannya bersifat positif favorable Mustafa, 2009. Pada pernyataan yang bersifat favorable, penilaian skor yang diberikan adalah sebagai berikut: Sangat Sesuai SS : 4 Sesuai S : 3 Tidak Sesuai TS : 2 Sangat Tidak Sesuai STS : 1 Sedangkan, pernyataan yang bersifat unfavorable, penilaian skor yang diberikan adalah sebagai berikut: Sangat Sesuai SS : 1 Sesuai S : 2 Tidak Sesuai TS : 3 Sangat Tidak Sesuai : 4 a. Definisi Atribut Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, mengenali perasaan serta memahami perasaan dan maknanya, bertahan menghadapi frustrasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan emosi secara efektif serta menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati dan berdoa sehingga dapat meningkatkan kemampuan emosi dan pikiran. b. Definisi komponen atribut a Mengenali emosi diri : kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi dengan akurat dan kepercayaan diri b Mengelola emosi : menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat dengan kontrol diri, sifat yang dapat