Kajian Teori LANDASAN TEORI

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian mengambil subjek yang bernama Raka anak usia dua tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada anak usia dua tahun Raka dapat membuat berbagai macam kalimat. Selain itu, ada empat jenis makna kalimat yang sudah dikuasai oleh Raka. Keempat jenis kalimat itu yaitu, kalimat deklaratif, kalimat interogatif, kalimat imperatif, dan kalimat eksklamatif. Ketiga penelitian di atas dianggap relevan dengan penelitian ini karena sama-sama bersifat kualitatif dan mendeskripsikan perkembangan pemerolehan bahasa. Dari ketiga penelitian ini, peneliti mendapat inspirasi untuk mencoba melakukan penelitian yang sama. Hal ini dilakukan karena penelitian seperti ini jarang dan pemerolehan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama pada anak umur lima tahun perlu dukungan dan dampingan dari orang tua dan guru.

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Hakikat Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah suatu proses yang dipergunakan oleh anak-anak untuk menyelesaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi dengan ucapan- ucapan orang tuanya sampai dia memilih berdasarkan suatu ukuran atau takaran perilaku tata bahasa yang paling baik serta yang paling sederhana dari bahasa tersebut, Kiparsky via tarigan, 1984:243. Dardjowidjojo 2010:225 juga mengatakan bahwa pemerolehan adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu ia belajar bahasa ibu. Dapat dikatakan pemerolehan adalah proses memperoleh bahasa yang terjadi secara alamiah, biasanya terjadi di lingkungan keluarga. Pemerolehan dipakai untuk menguasai bahasa ibu atau bahasa pertama. Proses penguasaan bahasa melalui belajar bahasa biasanya terjadi pada bahasa asing. Belajar bahasa berarti tahu tentang “bahasa”, mengetahui kaidah bahasanya. Karena itu, pemerolehan berlangsung dalam situasi alamiah, sedangkan belajar dalam kondisi formal. Kanak-kanak dilahirkan dengan pengetahuan bahasa. Sistem kognitifnya dipengaruhi untuk mengembangkan suatu tata bahasa yang akan menggabungkan segala kesemestaan linguistik. Pemerolehan bahasa yang dialami oleh seorang anak dapat meliputi bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik. Bidang fonologi mempelajari tentang bunyi, bidang morfologi mempelajari tentang rangkaian kata, bidang semantik mempelajari tentang makna, dan bidang sintaksis tentang pembentukan kalimat.

2.2.2 Hakikat Pemerolehan Bahasa Pertama

Batasan-batasan tentang pemerolehan bahasa yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dari keberagaman itu mempunyai kandungan arti yang berbeda pula. Dalam KBBI 2011:980 pemerolehan diartikan proses, cara atau perbuatan memperoleh. Menurut Soendjono Dardjowidjojo, 2010 istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah Inggris acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya native language. Pemerolehan bahasa language acquisition adalah suatu proses yang diperlukan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang semakin bertambah rumit ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi dengan ucapan- ucapan orang tuanya sampai ia memilih berdasarkan suatu ukuran atau takaran penilaian, tata bahasa yang baik serta paling sederhana dari bahasa Tarigan dalam Prastyaningsih, 2001:9. Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa diartikan sebagai suatu proses yang pertama kali dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan bahasa sesuai dengan potensi kognitif yang dimiliki dengan didasarkan atas ujaran yang diterima secara alamiah. Dapat dikatakan juga bahwa pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik dan kosakata yang luas. Dalam hal ini pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan bahasa anak terhadap bahasa ibu mereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa. Istilah pemerolehan bahasa dipakai untuk membahas penguasaan bahasa pertama di kalangan anak-anak karena proses tersebut terjadi tanpa sadar, sedangkan pemerolehan bahasa kedua second language learning dilaksanakan dengan sadar. Pemerolehan bahasa kedua adalah saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah terlebih dahulu dia menguasai batas tertentu bahasa pertama. Pada pemerolehan bahasa mengenal beberapa tahapan pemerolehan bahasa itu sendiri, pemerolehan bahasa pertama didapatkan seorang anak dari ibunya atau lingkungan yang dekat dengan anak tersebut, sedangkan bahasa kedua didapatkan seseorang dengan proses pembelajaran. Pemerolehan bahasa kedua tidak sama dengan bahasa pertama, pada pemerolehan bahasa pertama seorang anak belum menguasai bahasa apa pun dan perkembangan pemerolehan bahasa ini seiring dengan perkembangan fisik dan psikhisnya. Selain itu pemerolehan bahasa pertama dilakukan secara informal dan digunakan untuk berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. Sedangkan pemerolehan bahasa kedua dilakukan secara formal dan bahasa kedua tersebut tidak dipakai dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitarnya. Bahasa pertama merupakan bahasa ibu, bahasa yang diperoleh seseorang saat masa kanak-kanak pada awal pemerolehan bahasa. Oleh karena itu pada umumnya bahasa pertama merupakan bahasa daerah. Pemerolehan bahasa kedua dilakukan dengan proses. Kefasihan seorang anak untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung adanya kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa itu. Jika kesempatan banyak maka kefasikan bahasanya semakin baik Chaer, 1994:66. Tak jarang pada masa kanak-kanak, mereka menggunakan kedua bahasa secara bersamaan hal ini disebut kedwibahasaan. Dalam KBBI, 2011:349 kedwibahasaan mempunyai arti perihal pemakaian dua bahasa seperti bahasa daerah di samping bahasa nasional. Menurut Robert Lado dalam bukunya Pranowo 1996:6 kedwibahasaan merupakan kemampuan berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir sama baiknya. Secara teknis pendapat ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa, bagaimanapun tingkatnya oleh seseorang. Pendapat ini semakin menguatkan pendapat Bloomfield dalam bukunya Pranowo 1996:7 bahwa kedwibahasaan adalah kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur, sedangkan Nababan dalam bukunya Sosiolinguistik Suatu Pengantar 1984:27-28 mengemukakan lebih terperinci yakni orang yang menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan atau orang yang berdwibahasa. Kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain disebut bilingulisme dan kesanggupan atau kemampuan seseorang berdwibahasa yaitu memakai dua bahasa, disebut dengan bilingulitas. Ada dua tipe pemerolehan bahasa oleh anak-anak dwibahasawan yakni pemerolehan secara serentak simultaneous acquistion dan secara berurutan successive acquisition. Pemerolehan secara serentak adalah pemerolehan seorang anak yang usianya yang ketiga sudah menguasai kedua bahasa. Sedangkan pemerolehan secara berurutan jika seorang anak menguasai salah satu bahasa dikuasai sebelum usianya yang ketiga. Dalam pemerolehan kedua bahasa seorang anak, terdapat tiga lingkungan yang perlu disebutkan yakni: lingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga. Lingkungan sekolah memungkinkan seorang anak menjadi dwibahasawan baik karena program pendidikan yang disusun maupun karena keragaman murid-muridnya. Faktor keragaman murid dalam arti keragaman suku dan bahasa daerah murid sangat memungkinkan anak- anak memakai bahasa sekolah sebagai bahasa komunikasi mereka. Dalam konteks pendidikan di Indonesia, anak-anak yang memiliki bahasa daerah memanfaatkan bahasa nasional bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan teman-temannya yang berbahasa daerah berbeda. Di lingkungan masyarakat, Gal, 1979 dalam Soewandi,1995:22 melaporkan bahwa petani-petani kaya di Hongaria mengirimkan anak- anak mereka untuk belajar bahasa Jerman di daerah penutur bahasa Jerman selama satu tahun. Sebaliknya petani-petani itu juga menerima anak-anak Jerman yang ingin belajar bahasa Hongaria. Pada tingkat keluarga, ada lima strategi yang dapat digunakan untuk membentuk dwibahasawan pada anak. Yang pertama, “satu orang, satu bahasa” bapak berbahasa Indonesia kepada anak-anaknya dan ibu berbahasa Jawa kepada mereka. Soewandi, 1995:22. Yang kedua, orang tua selalu berbahasa daerah di rumah termasuk di lingkungan tetangga, tetapi di luar di sekolah, di dalam pekerjaan dan di lingkungan masyarakat yang lebih luas memakai bahasa lain. Ketiga, Zierer 1977:22 dalam Soewandi 1995:22 seorang dwibahasawan Jerman-Spanyol yang tinggal di Peru, sampai pada usianya kedua tahun sepuluh bulan orang tua selalu berbahasa Jerman kepada anaknya. Baru setelah dirasakan dapat berbahasa Jerman, ia diizinkan bermain dengan teman-temannya yang berbahasa Spanyol. Yang keempat, berupa penggunaan dua bahasa secara bergantian baik di lingkungan keluarga maupun di luar. Bahasa mana yang dipilih bergantung pada topik, situasi, person dan tempat Grosjean 1982:174 dalam Soewandi 1995:22. Strategi kelima, berupa pemilahan bahasa menurut waktunya yakni bahasa yang satu dipakai pada waktu pagi, dan bahasa yang lain pada waktu sore atau bahasa yang satu dipakai pada hari- hari kerja, dan bahasa yang lain pada hari-hari libur.

2.2.3 Tahap Pemerolehan Bahasa

Menurut Soendjono Dardjowidjojo ada beberapa tahap pemerolehan bahasa yakni, Tahap meraban pralinguistik pertama, pada tahap ini selama bulan-bulan pertama kehidupan, bayi hanya menangis, mendekut, menjerit dan tertawa. Mereka seolah-olah menghasilkan tiap- tiap jenis bunyi yang mungkin dibuat. Tahap meraban pralinguistik kedua, atau disebut juga tahap kata omong-omong. Awal tahap ini biasanya pada permulaan pertengahan kedua tahun pertama kehidupan. Tahap satu kata, yang dimulai pada usia satu tahun anak mulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata atau bagian kata. Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu Dardjowidjojo, 2003:246. Tahap Dua Kata, anak akan mulai menguasai Ujaran Dua Kata Two Word Utterance sekitar umur dua tahun. Anak akan mulai dengan dua kata diselingi jeda, seolah-olah dua kata itu terpisah. Misalnya ujaran mama bobok. Anak tidak akan mengucapkan mamabobok tetapi mamabobok. Jeda ini makin lama makin pendek sehingga ujaran yang dihasilkan menjadi ujaran yang normal. Setelah beberapa lama anak akan mengelurkan ujaran tiga kata atau lebih setelah menguasai ujaran dua kata. Pada tahap III adalah pengembangan tata bahasa. Usia yang merupakan saat keluarnya kanak-kanak dari Tahap II sangat berbeda-beda. Ada kanak-kanak yang memasuki tahap III pada usia tiga tahun; ada pula yang masih tetap mempergunakan ucapan-ucapan dua-kata secara eksklusif sampai melewati usianya yang ketiga. Pada tahap IV, yaitu tata bahasa pra-dewasa. Kanak-kanak mulailah struktur-struktur tata bahasa yang lebih rumit, banyak diantaranya yang melibatkan gabungan kalimat-kalimat sederhana dan komplementasi, relativisasi dan konjungsi. Mereka menghasilkan kalimat “saya melihat kamu duduk”. Pada akhir masa kanak-kanak, setiap orang yang tidak mendapatkan rintangan apa-apa, sebenarnya telah mempelajari semua sarana sintaksis bahasa ibunya dan ketrampilan-ketrampilan performasi yang menandai untuk memahami dan menghasilkan bahasa yang biasa dan perbendaharaan kata yang bertambah, sehingga disebut Tahap Kompetensi Penuh. Berikut disajikan Tabel 1 Tahap Perkembangan Bahasa. Tabel 1 Tahap Perkembangan Bahasa Usia Tahap Perkembangan Bahasa 0.0-0.5 Tahap Meraban Pralinguistik Pertama 0.5-1.0 Tahap Meraban Pralinguistik Kedua 1.0-2.0 Tahap Linguistik I: Kalimat Satu Kata 2.0-3.0 Tahap Linguistik II: Kalimat Dua Kata 3.0-4.0 Tahap Linguistik III: Pengembangan Tata Bahasa 4.0-5.0 Tahap Linguistik IV: Tata Bahasa Pra Dewasa 5.0- Tahap Linguistik V: Kompetensi Penuh

2.2.4 Hakikat Kata Ulang

Kata ulang adalah hasil pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak, sedangkan satuan yang diulang merupakan bentuk dasarnya. Proses pengulangan ini disebut reduplikasi Ramlan, 1997:63. Dalam KBBI 2011:633 kata ulang adalah kata yang terjadi sebagai hasil reduplikasi. Setiap kata ulang memiliki bentuk dasar. Satuan yang diulang disebut bentuk dasar atau environment-nya. Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Misalnya, berdesak- desakkan bentuk dasarnya berdesakan. Bentuk dasar bagi kata ulang penting bagi penentuan golongan pengulangan. Kata kebiru-biruan dari bentuk dasar kebiruan, maka bentuk pengulangan sebagian. Jika dikatakan kebiru-biruan dari bentuk dasar biru, maka termasuk golongan pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Ramlan, 1997:68. Menurut Ramlan, 2009, pengulangan digolongkan menjadi empat golongan : 1. Pengulangan seluruh, ialah pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa penambahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Misalnya : sepeda sepeda-sepeda buku buku-buku sekali sekali-sekali pembangunan pembangunan-pembangunan pengertian pengertian-pengertian 2. Pengulangan sebagian, ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya. Bentuk dasar tidak diulang seluruhnya dan hampir semua bentuk dasarnya berupa bentuk kompleks. Yang berupa bentuk tunggal, hanyalah: laki lelaki tamu tetamu berapa beberapa pertama pertama-tama segala segala-gala Apabila, bentuk dasar berupa bentuk kompleks, kemungkinan- kemungkinan bentuknya sebagai berikut: a. Bentuk meN-. Misalnya: mengambil mengambil-ambil membaca membaca-baca menjalankan menjalan-jalankan b. Bentuk di-. Misalnya: ditarik ditarik-tarik ditanami ditanam-tanami disodorkan disodor-sodorkan c. Bentuk ber-. Misalnya: berjalan berjalan-jalan bermain bermain-main berlarut berlarut-larut d. Bentuk ter-. Misalnya: terbatuk terbatuk-batuk terjatuh terjatuh-jatuh e. Bentuk ber-an. Misalnya: berlarian berlari-larian berdekatan berdekat-dekatan f. Bentuk –an. Misalnya: minum minum-minuman sayur sayur-sayuran g. Bentuk ke-. Misalnya: kedua kedua-dua 3. Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, yakni pengulangan terjadi bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan bersama-sama mendukung satu fungsi. Misalnya : kereta kereta-keretaan rumah rumah-rumahan putih keputih-putihan luas seluas-luasnya tinggi setinggi-tingginya 4. Pengulangan dengan pengubahan fonem, yakni kata yang diulang seluruhnya dengan perubahan fonem. Misalnya : gerak gerak-gerik. serba serba-serbi lauk lauk-pauk sayur sayur-mayur Menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia TBBI, 2003, reduplikasi atau pengulangan adalah proses penurunan kata dengan perulangan, baik secara utuh maupun secara sebagian. Menurut bentuknya, reduplikasi dapat dibagi menjadi empat kelompok yakni: 1. Perulangan utuh, misalnya: rumah-rumah, buku-buku, gunung-gunung 2. Perulangan salin suara, misalnya: warna-warni, corat-coret, sayur-mayur 3. Perulangan sebagian, misalnya: Orang-orang tua, rumah-rumah sakit, surat-surat kabar 4. Perulangan yang disertai pengafiksan. Bangun-bangunan, main-mainan, padi-padian. Makna reduplikasi dapat digambarkan dengan diagram di bawah ini, diikuti oleh maknanya masing-masing: Skema 1 Makna Bentuk Reduplikasi Keanekaan 1. ketaktunggalan sejenis kekolektifan Makna Reduplikasi berbagai Rupa 2. Kemiripan Cara Gorys Keraf dalam Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia, 1991, berpendapat bahwa kata ulang adalah kata yang terjadi karena proses reduplikasi atau pengulangan kata, dan dapat dibagi sebagai berikut: a. Dwipurwa yaitu vokal dari suku kata awal mengalami pelemahan dan bergeser ke posisi tengah, seperti: tetangga, leluhur, leluasa. b. Dwilingga kata ulang utuh atau penuh reduplikasi atas seluruh bentuk dasar, seperti: rumah-rumah, kejadian-kejadian. c. Dwilingga salin suara yaitu reduplikasi atas seluruh bentuk dasar yang salah satunya mengalami perubahan suara pada suatu fonem atau lebih, seperti: gerak-gerik, sayur-mayur. d. Kata ulang berimbuhan yaitu reduplikasi dengan mendapat imbuhan, baik pada lingga pertama maupun pada lingga kedua, seperti: bermain-main, tarik-menarik. e. Kata ulang semu yakni kata yang sebenarnya merupakan kata dasar dan bukan hasil pengulangan atau reduplikasi, seperti: laba-laba, ubur-ubur, undur-undur, kupu-kupu, empek-empek. Dalam penulisan ini, peneliti memutuskan untuk menggunakan jenis pengulangan Ramlan 2009: 69 yakni a pengulangan seluruhutuh, b pengulangan sebagian, c pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, d pengulangan dengan perubahan fonem, seperti pada kata bolak-balik, namun jenis terakhir ini oleh Dardjowidjojo 2000:191 disebut reduplikasi salin suara. Karena itu peneliti memilih jenis yang keempat dari istilah Dardjowidjojo.

2.2.5 Anak Usia Lima Tahun

Anak usia lima tahun, anak-anak mulai memasuki usia pra sekolah dasar mereka mulai belajar struktur tata bahasa yang lebih rumit. Menurut Piaget dalam Suparno, anak usia lima tahun masuk dalam periode praoperasional yakni anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk merepresentasi dunia lingkungan secara kognitif. Simbol-simbol itu seperti: kata-kata dan bilangan yang dapat menggantikan objek, peristiwa dan kegiatan tingkah laku yang tampak.

2.2.6 Konteks Data Tuturan

Dalam proses pemerolehan bahasa anak, peranan konteks sangatlah penting dalam usaha memaknai tuturan. Para pakar berpendapat bahwa kontekslah yang menumbuhkan bahasa anak. 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN