Indonesia Sebagai Bagian dari World Trade Organization

BAB IV PENERAPAN PRINSIP NATIONAL TREATMENT DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

A. Indonesia Sebagai Bagian dari World Trade Organization

Globalisasi yang menunjuk pada terciptanya satu kesatuan dunia yang bersifat tanpa batas di antara negara non borderless telah mempengaruhi hampir seluruh kehidupan manusia. Salah satu di antaranya adalah bidang hukum. Pengaruh globalisasi dalam bidang hukum ini salah satunya dapat dilihat sejak pemerintah Indonesia melakukan ratifikasi terhadap Agremeent Establishing The World Trade Organization WTO 40 Berkaitan dengan hal tersebut di atas, bidang-bidang hukum yang harus diharmonisasikan dengan kaidah-kaidah WTO adalah bidang hukum perdagangan, investasi atau penanaman modal serta bidang hukum hak atas kekayaan intelektual. Hal ini sesuai dengan lampiran WTO Agreement sebagaimana terdapat di dalam General Agremeent on Tarif and Trade GATT, Agreement on Trade Related Investment Measures TRIMs dan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights TRIPs sebagai perjanjian Ratifikasi terhadap WTO Agreement ini menimbulkan adanya sebuah konsekuensi hukum bahwa Indonesia harus mengharmonisasikan seluruh hukum nasional yang terkait dengan ketentuan- ketentuan dalam WTO. 40 http:blc-fhugm.blogspot.com2011_11_01_archive.html Universitas Sumatera Utara yang wajib 41 ditaati oleh setiap negara anggota WTO. Upaya pengharmonisasian hukum sebagaimana dimaksud pada tataran selanjutnya telah melahirkan berbagai produk hukum yang dapat dikatakan kurang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia. Pandangan ini dapat dipahami mengingat di satu sisi Indonesia merupakan sebuah negara yang lahir di atas paham komunal sementara kaidah-kaidah dalam WTO merupakan kaidah yang berasal dari corak kehidupan liberal negara maju. 42 Berbagai produk hukum yang lahir sebagai konsekuensi ratifikasi WTO Agreement tersebut telah menimbulkan pengaruh yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat Indonesia terutama di bidang ekonomi. Sebagai contoh; pasca ratifikasi WTO Agreement kemudian pemerintah Indonesia menerbitkan beberapa produk peraturan perundang-undangan terutama di bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual HaKI, bidang penanaman modal serta bidang perdagangan internasional yang dinilai masih belum sesuai dengan kondisi dan jiwa bangsa Indonesia. Dapat dikatakan bahwa berbagai produk hukum di bidang ekonomi ini bersifat liberal bahkan beberapa kalangan menyebutnya sebagai produk hukum yang bercorak kapitalis. Kondisi demikian tentunya memerlukan perhatian bagi seluruh komponen bangsa Indonesia terutama pemerintah agar jangan sampai perkembangan hukum yang demikian dapat menimbulkan timbulnya penjajahan model baru yang barang tentu akan merugikan masyarakat kecil sebagaimana dapat dilihat saat ini. Dengan perkataan lain, globalisasi yang telah memberikan . 41 Ahmad Zein Umar Purba. Hak Atas Kekayaan Intelektual Pasca Agreement On Trade Related Intelectual Property Rights TRIPs. UI Press. 2003 42 Peter Van Den Bossche dkk, Pengantar Hukum WTO Word Trade Organisation, cetakan pertama, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010, hlm. 53 Universitas Sumatera Utara pengaruh besar terhadap tatanan hukum di Indonesia haruslah dijaga agar jangan sampai menimbulkan kerugian bagi bangsa Indonesia itu sendiri. 43 Tatanan politik hukum nasional yang baik menurut Prof. Sardjipto Raharjo adalah suatu tatanan politik hukum yang mampu mengakomodir ketiga tatananorder. Ketiga order sebagaimana dimaksud adalah transedental order, sociological order serta political order. Yang dimaksud dengan transedental order dalam hal ini adalah suatu order atau tatanan yang bersumber pada hukum Apabila pembahasan mengenai pengaruh globalisasai sebagaimana tersebut di atas kemudian dikaitkan dengan pengkajian Prof. Sardjipto Rahardjo maka dapat dikatakan bahwa kondisi hukum dalam negara Indonesia saat ini menunjukkan adanya suatu kondisi kedaulatan politik yang lebih dominan. Dikatakan demikian oleh karena berbagai produk hukum yang lahir pada dasarnya banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik yang dalam hal ini sangat erat dengan bidang ekonomi. Dalam era globalisasi yang ditandai dengan tingginya tingkat perdagangan dunia dan penanaman modal seperti saat ini, seolah telah menjadi rahasia umum mengenai masuknya berbagai pengaruh bisnis ke dalam pembuatan produk- produk hukum dengan menggunakan ‘globalisasi’ sebagai suatu pembenaran mutlak. Kondisi demikian semestinya tidak perlu atau setidaknya dapat diminimalisasi apabila para pemegang kewenangan pembentuk hukum di negeri ini memahami bentuk tatanan hukum nasional yang baik. 43 Riyanto, Astim. World Trade Organization. Cetakan Pertama. Bandung: YAPEMBO,2003. Universitas Sumatera Utara yang berasal dari Tuhan termasuk hukum agama dan hukum alam. Menurut transedental order ini, kedaulatan hukum tidak lagi perlu dipermasalahkan oleh karena kedaulatan hukum berada di tangan Tuhan. Sementara itu berdasarkan pada sociological order maka kedaulatan hukum seharusnya dipegang atau berada di tangan rakyat. Hukum dipandang sebagai the living law atau hukum yang hidup bersama dengan kehidupan masyarakat sehingga kedaulatan hukum berada di tangan rakyat. Berbeda dengan kedua order tersebut, di dalam political order hukum dipandang sebagai produk politik. Oleh karena hukum merupakan produk politik maka yang terjadi kemudian adalah adanya supremasi politik terhadap hukum. Apabila dikaitkan dengan negara Indonesia sebagai negara hukum maka hal demikian seharusnya tidak perlu terjadi mengingat Indonesia adalah negara hukum dimana seharusnya hukum menjadi supremasi tertinggi yang mampu mengatur segala aspek kehidupan manusia tak terkecuali bidang politik. Pengaruh globalisasi dalam tatanan hukum nasional Indonesia yang sedemikian besar tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja. Melainkan hal yang demikian perlu diimbangi dengan adanya keinginan kuat dari segenap bangsa Indonesia dalam rangka pembangunan hukum nasional yang lebih baik. Hal demikian semakin dapat dipahami mengingat globalisasi merupakan suatu gejala yang tidak dapat ditolak ataupun dihindari oleh negara mana pun yang tidak ingin terkucil dalam percaturan internasional. Menghadapi kondisi yang demikian, penulis berpendapat bahwa yang dapat dilakukan oleh bangsa Indonesia saat ini adalah melakukan berbagai upaya dalam rangka memaksimalkan daya saing dengan memanfaatkan berbagai pengecualian Universitas Sumatera Utara atau ketentuan-ketentuan khusus dalam hal ini adalah aturan-aturan khusus sebagaimana terdapat di dalam WTO agreement. Dengan perkataan lain, ketentuan-ketentuan dalam WTO agreement tidaklah bersifat mutlak bagi seluruh anggotanya melainkan masih terdapat keringanan atau perlakukan khusus bagi kelompok negara berkembang dan negara terbelakang. Sebagai contoh misalnya pemberlakuan prinsip Most Favoured Nation MFN yang oleh sebagian kalangan dirasa tidak adil sebenarnya memiliki pengecualian berlakunya bagi negara- negara berkembang. Dengan demikian, tidaklah bijak kiranya apabila terdapat sebagian kalangan yang menempatkan pemerintah Indonesia sebagai pihak yang bersalah atau keliru dalam tindakan ratifikasi terhadap WTO Agreement sebagai pintu masuk bagi arus globalisasi yang nyata di negeri ini. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana bangsa Indonesia mampu terus memperbaiki diri terutama berkaitan dengan pembangunan hukum nasional agar mampu menjadi hukum nasional yang ideal sebagaimana menurut Prof. Sartjipto Raharjo adalah suatu tatanan hukum yang di dalamnya mencakup transedental order, sociological order serta political order. Dengan demikian, apabila pembangunan hukum nasional telah di arahkan kepada pembangunan hukum yang ideal maka hukum dapat menjadi instrumen dalam rangka mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Namun demikian, political will dari pemerintah merupakan modal utama bagi terwujudnya pembangunan hukum nasional yang demikian. Universitas Sumatera Utara Dalam kerangka pembahasan mengenai Hak Kekayaan Intelektual, maka dari segi substansif, norma hukum yang mengatur tentang hak kekayaan intelektual itu tidak hanya terbatas pada norma hukum yang dikeluarkan oleh satu negara tertentu, tetapi juga terikat pada norma-norma hukum internasional.Di sini terlihat HaKIkat hidupnya sistem hukum itu. Ia tumbuh dan berkembang sejalan dengan tuntutan masyarakat, dalam bidang intellectual property rights didasarkan pada tuntutan perkembangan peradaban dunia. Oleh karena itu, negara-negara yang turut dalam kesepakatan internasional harus menyesuaikan peraturan dalam negerinya dengan ketentuan internasional, yang dalam kerangka GATTWTO 1994 adalah TRIPs, sebagai salah satu dari Final Act Embodying The Uruguay Tound of Multilateral Trade Negotiation, yang ditandatangani di Marakesh, pada bulan April 1994 oleh 124 negara dan 1 wakil dari Masyarakat Ekonomi Eropa. 44 Untuk perlindungan secara internasional TRIPs mengisyaratkan agar negara-negara anggota menyesuaikan peraturan nasionalnya dengan Paris Convention 1967, Bern Convention 1971, Rome Convention 1961, dan Treaty on Intellectual Property in Respect of Integrated Circuits 1989Article 2 and Article 3, TRIPs Agreement 1994. Isyarat itu sudah barang tentu Indonesia termasuk salah satu negara yang turut serta menandatangani kesepakatan itu dan ratifikasinya telah dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia. 44 Ok Saidin, Op Cit Hal 23 Universitas Sumatera Utara menghendaki agar Indonesia turut meratifikasi keempat konvensi itu disamping WTO yang sudah diratifikasi. World Trade Organization WTO merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui persetujuan yang berisikan aturanaturan dasar perdagangan internasional yang dihasilkan oleh para negara anggota melalui proses negosiasi. Persetujuan tersebut merupakan perjanjian antar negara anggota yang mengikat pemerintah negara anggota untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangan mereka. Selama ini telah dilakukan delapan periode negosiasi yang disebut dengan perundingan multilateral perdagangan semenjak General Agreement on Tariff and Trade GATT didirikan, yang terakhir yaitu Putaran Uruguay yang berakhir pada tahun 1994. Perundingan ini merupakan suatu upaya untuk memperkuat sistem GATT dan mencegah semakin meningkatnya kecenderungan proteksionisme di berbagai negara. 45 45 Hartono, Soenaryati, “Hukum Ekonomi Pembangunan”, Bina Cipta, Bandung.1988. Tanggal 31 Desember 1994, negara-negara anggota telah menyetujui untuk mendirikan badan baru, yang disebut WTO pada tanggal 1 Januari 1995. WTO atau Penyebutan istilah negara anggota atau negara anggota WTO digunakan oleh penulis guna mempermudah pemahaman mengenai anggota WTO. Anggota WTO sebenarnya tidak sebatas pada negara karena didalamnya juga terdapat separate customs territory seperti Hong Kong, China; Macau, China; dan Chinese Taipei. Dengan menggunakan istilah negara anggota atau negara Universitas Sumatera Utara anggota WTO, dianggap anggota-anggota WTO tersebut telah tercakup didalamnya. Organisasi perdagangan dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan tersebut diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut mengikat setiap negara anggota, sehingga pemerintahan dari negara tersebut harus mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Setiap negara anggota WTO sesungguhnya dalam menyelenggarakan perdagangan internasional harus berdasarkan prinsip-prinsip WTO. Perdagangan bebas menuntut semua pihak untuk memahami persetujuan perdagangan internasional dengan segala implikasinya terhadap perkembangan ekonomi nasional secara menyeluruh. Persetujuan-persetujuan yang ada dalam kerangka WTO bertujuan untuk menciptakan sistem perdagangan dunia yang mengatur masalah-masalah perdagangan agar lebh bersaing secara terbuka, adil fair, dan sehat. Hal-hal tersebut terkandung dalam prinsip-prinsip WTO, antara lain: 1. Perlakuan yang sama untuk semua anggota atau asas non diskriminasi Most Favoured Nations Treatment. Prinsip ini diatur dalam Pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan segala komitmen yang telah dibuat dan ditandatangani Universitas Sumatera Utara dalam rangka GATT harus diperlakukan secara sama kepada semua negara anggota WTO. 2. Pengikatan tarif Tariff Binding, Prinsip ini diatur dalam Pasal II GATT 1994 yang mana setiap negara anggota GATTWTO harus memiliki daftar produk yang tingkat bea masuk atau tarifnya harus diikat legally bound. Pengikatan atas tarif ini dimaksudkan untuk menciptakan “prediktibilitas” dalam hal bisnis perdagangan internasionalekspor. Artinya, negara tidak diperkenankan untuk sewenang-wenang mengubah atau menaikkan tingkat tarif bea masuk. 3. Perlakuan Nasional National Treatment, Prinsip ini diatur dalam Pasal III GATT 1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak diperkenankan untuk memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan produk dalam negeri produk yang sama dengan tujuan untuk melakukan proteksi. Jenis-jenis tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini, yaitu: a. pungutan dalam negeri; b. undang-undang; c. peraturan dan persyaratan yang mempengaruhi penjualan; d. penawaran penjualan; e. pembelian; f. transportasi; g. distribusi atau penggunaan produk; h. pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran; i. pemrosesan atau penggunaan produk-produk dalam negeri. 4. Perlindungan hanya melalui tarif. Prinsip ini diatur dalam Pasal XI dan mensyaratkan bahwa perlindungan atas industri dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif. Universitas Sumatera Utara 5. Perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang Special and Differential Treatment for Developing Countries. Globalisasi dan pasar bebas merupakan momentum yang tak terhindarkan bagi Indonesia. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari posisi Indonesia sebagai salah satu negara pendiri World Trade Organization WTO atau organisasi perdagangan dunia. Perjanjian WTO ini ditandatangani pada bulan April 1994 dan kemudian telah diratifikasi oleh DPR pada bulan November 1994. Hakekat dari perjanjian WTO adalah dunia akan menuju kepada pasar bebas paling lambat tahun 2020 yang meliputi : 1. Arus barang bebas keluar masuk melewati batas antar negara. Dalam arti tarifbea masuk menjadi nol. Untuk itu setiap negara anggota WTO harus menyampaikan schedule of concession yang berisi tawaran penurunan bea masuk secara bertahap mulai angka tertentu pada tahun 1995 sampai dengan tahun tertentu sebelum tahun 2020 menjadi nol. Ketentuan ini meliputi barang apa saja. Mula-mula hanya beberapa jenis barang tapi secara bertahap menjadi seluruhnya. 2. Arus jasa bebas keluar masuk melewati batas antar negara. Dalam arti setiap jasa apa saja akan bebas diperdagangkan mulai tahun 2020 dan seterusnya. Untuk itu setiap negara anggota WTO harus menyampaikan schedule of concession, yaitu berupa tawaran jasa-jasa apa saja yang akan dibebaskan keluar masuk dan dengan tingkat pembebasan yang bertahap yakni dari serartus persen tidak bebas menjadi bebas sama sekali, sebelum tahun 2020. Di bidang perdagangan jasa ini biasanya dilakukan empat modality yaitu : Universitas Sumatera Utara a. Perdagangan jasa secara bebas melintas perbatasan cross border b. Perdagangan jasa yang membolehkan si pemakai jasa secara bebas membeli dari negara lain luar negeri dikenal sebagai consumption abroad. c. Perdagangan jasa yang membolehkan kehadiran pemasok jasa dari luar negeri di negara tuan rumah commercial presence. d. Perdagangan jasa yang membolehkan kehadiran tenaga kerja dari luar negeri di negara tuan rumah presence of natural person. 3. Arus dana dan modal bebas keluar masuk melewati batas antar negara. Konkritnya, investasi langsung foregn direct investment dan investasi portofolio melalui pasar uang dan pasar modal adalah seratus persen bebas mulai tahun 2020 dan seterusnya. 4. Hak Atas Kekayaan Intelektual HaKI atau Intellectual Property Right diakui oleh seluruh negara anggota WTO. Hukum WTO menyediakan peraturan-peraturan untuk menjembatani liberalisasi perdagangan dengan nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan sosial lainnya. Peraturan-peraturan ini ada dalam wujud pengecualian yang sangat luas terhadap disiplin dasar dari WTO. Pengecualian-pengecualian ini memperbolehkan anggota WTO dalam situasi tertentu untuk mengadopsi dan mempertahankan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan guna melindungi nilai-nilai dan kepentingan sosial lainya yang sangat penting, meskipun peraturan Universitas Sumatera Utara atau tindakan tersebut bertentangan dengan disiplin subtansif yang terkandung dalam GATT 1994. 46 a. Apakah tindakan tersebut sementara dan dibenarkan menurut salah satu pengecualian yang secara spesifik disebutkan dalam ayat a sampai j dalam Pasal 20 GATT 1994. Adapun pengecualian tersebut dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis diantaranya, yaitu: 1. Pengecualian Dalam Pasal 20 GATT 1994 Pengecualian yang paling penting dalam menjembatani liberalisasi perdagangan dengan nilai-nilai dan kepentingan sosial lainnya adalah pengecualian umum yang tercantum dalam Pasal 20 GATT 1994. Dalam menentukan apakan suatu tindakan yang seharusnya tidak konsisten dengan peraturan yang ada di GATT dapat dibenarkan berdasarkan Pasal 20 GATT 1994, haruslah selalu dievaluasi: b. Apakah dalam aplikasinya tindakan tersebut telah sesuai dengan persyaratan- persyaratan yang terdapat dalam kalimat pembukaan dalam Pasal tersebut. Pasal 20 GATT 1994 dalam ayat a sampai dengan j memberikan dasar pembenaran yang jumlahnya terbatas dimana setiap dasar pembenar memiliki aplikasi persyaratan yang berbeda-beda. Pasal 20 GATT 1994 dapat dijadikan dasar pembenaran terhadap tindakan-tindakan proteksi yang dipergunakan untuk: 46 http:theofransuslitaay.i8.commateri_HaKImod2materi.html Universitas Sumatera Utara a. Perlindungan moral dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Pasal 20 a. b. Untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, binatang serta tumbuhan Pasal 20 b. c. Untuk menjaga kesesuaian dengan peraturan nasional, seperti peraturan kepabeanan atau hak kekayaan intelektual dimana aturan tersebut pada hakekatnya tidak bertentangan dengan aturan GATT Pasal 20 d. d. Serta yang berhubungan dengan sumber daya alam yang habis terpakai Pasal 20 g2. Pengecualian Dalam Pasal 14 GATS Berdasarkan Pasal 14 GATS General Agrement on Trade in Services Perjanjian mengenai perdagangan dibidang jasa, anggota WTO bisa membenarkan tindakan yang seharusnya tidak sesuai dengan GATS apabila: a. Perlindungan moral dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Pasal 14 a. b. Untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, binatang serta tumbuhan Pasal 14 b. c. Untuk menjaga kesesuaian dengan peraturan nasional, seperti peraturan kepabeanan atau hak kekayaan intelektual dimana aturan tersebut pada hakekatnya tidak bertentangan dengan aturan GATS Pasal 14 c. Anggota WTO bisa mendasarkan pada Pasal 14 GATS untuk membenarkan tindakan yang 1 bertentangan dengan Pasal 17 GATS, asalkan perbedaan perlakuan antara jasa dan penyedia jasa dari luar dan dari dalam negeri tersebut ditujukan untuk memastikan pengenaan dan pemungutan pajak langsung yang adil dan efektif 2 bertentangan dengan Pasal 2 GATS, karena perlakuan Universitas Sumatera Utara antara jasa dan penyedia jasa dari berbagai Negara disebabkan dari perjanjian internasional untuk mencegah pengenaan pajak berganda. 3. Pengecualian Dalam Keadaan Ekonomi Darurat Emergency Protection adalah sebuah tindakan pengamanan terhadap industri domestik ketika terjadi situasi lonjakan impor yang menyebabkan atau adanya ancaman yang akan menyebabkan kerugian yang serius. Secara umum, tindakan tersebut bertentangan dengan Pasal 2 dan Pasal 11 GATT 1994. Akan tetapi masih dapat dibenarkan berdasarkan Pasal 19 GATT 1994 jika dapat memenuhi segala persyaratan yang terkandung dalam Pasal tersebut, tujuan dari suatu tindakan pengamanan perdagangan adalah untuk memberikan kebebasan kepada industri domestik dan untuk memberikan waktu bagi industry domestik untuk dapat beradaptasi terhadap kondisi pasar yang baru Sebagaimana diatur dalam Pasal XIX GATT 1994, tindakan pengamanan perdagangan hanya dapat diterapkan bila tiga persyaratan telah dipenuhi, yaitu: a. Lonjakan Impor. Persyaratan untuk lonjakan impor haruslah terkini, tiba-tiba, dalam jangka waktu yang relatif singkat, tajam dan signifikan Terlebih lagi lonjakan impor tersebut harus tidak dapat diprediksi sebelumnya. Dengan cara ini dapat ditentukan apakah suatu kondisi dalam kenyataannya merupakansuatu kondisi yang darurat. Jika lonjakan impor telah terjadi beberapa waktu yang lalu atau telah terjadi selama preode yang panjang atau kejadiannya hanya terbatas pada waktu tertentu atau kejadian ini telah dapat diprediksi sebelumnya, maka tidak dapat Universitas Sumatera Utara dikatakan bahwa telah ada kondisi darurat sesuai dengan apa yang telah disyaratkan dalam Pasal XIX GATT 1994. b. Kerugian yang Serius Kerugian yang serius terjadi apabila ada kerugian menyeluruh yang signifikan yang diderita oleh industry domestik. Kerugian yang serius merupakan persyaratan yang lebih ketat daripada persyaratan kerugian material yang diterapkan terhadap pengenaan tindakan anti dumping atau tindakan retaliasi. Ini bukanlah suatu yangmengagetkan dikarenakan tindakan pengamanan perdagangan diterapkan pada perdagangan yang fair, sementara tindakan anti-dumping atau retaliasi diterapkan terhadap perdagangan yang tidak fair. Untuk menentukan apakah terdapat ancaman kerugian yang serius, maka hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu: 47 1 Nilai dan jumlah dari lonjakan impor dari barang yang dipermasalahkan dilihat secara absolut atau relatif. 2 Pangsa pasar domestik yang diambil oleh lonjakan impor tersebut 3 Perubahan tindakan penjualan, produksi, kemampuan untuk berproduksi, kapasitas yang digunakan, keuntungan dan kerugian dan tenaga kerja. c. Hubungan Kausal Persyaratan ketiga merupakan persyaratan subtantif terakhir dalam suatu tindakan pengamanan perdagangan adalah persyaratan adanya hubungan kausal. 47 Peter Van Den Bossche dkk, Pengantar Hukum WTO Word Trade Organisation, cetakan pertama, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010, hlm. 79 Universitas Sumatera Utara Ada dua tes yang harus dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan kausal tersebut, yaitu: 1 Pembuktian adanya hubungan kausal antara lonjakan impor dengan kerugian yang serius atau ancaman untuk itu. 2 Identifikasi kerugian yang ditimbulakn akibat faktor-faktor lain selain faktor lonjakan impor dan tidak menyebabkan kerugian ini terhadap impor yang dipermasalahkan. 4. Pengecualian Untuk Pembangunan Ekonomi Pengecualian terakahir yang diberikan oleh WTO adalah pengecualian pembangunan ekonomi untuk membantu Negara berkembang. Hampir semua perjanjian di WTO mengatur mengenai perlakuan yang khusus dan berbeda Special and Differential Treatment untuk anggota Negara berkembang guna memfasilitasi mereka agar dapat masuk ke dalam sistem perdagangan dunia untuk mendorong pembangunan ekonomi mereka. Ketentuan tersebut dapat dibedakan dalam enam kategori: a. Ketentuan yang ditujukan untuk meningkatkan peluang perdagangan anggota dari Negara berkembang, b. Ketentuan untuk anggota WTO yang seyogyanya harus melindungi kepentingan Negara berkembang. c. Flexibelitas dari komitmen dalam bentuk tindakan dan penggunaan instrument kebijakan. d. Jangka waktu transisi Universitas Sumatera Utara e. Bantuan teknis f. Ketentuan yang berkaitan dengan anggota Negara terbelakang. Anggota Negara berkembang punya hak untuk mengenakan bea masuk yang lebih tinggi dari batas tarif yang disepakati sementara waktu guna memajukan pembentukan industri baru. Terlebih lagi anggota Negara berkembang bisa mengenakan tindakan pengamanan perdagangan dengan jangka waktu maksimum yang lebih dari delapan tahun dan beberapa Negara berkembang sudah dikecualikan dalam larangan memberikan subsidi yang berkaitan dengan ekspor. 48

B. Konvensi-Konvensi Internasional Tentang Hak Kekayaan Intelektual