Perlindungan Hukum Dalam Pelanggaran Merek Asing di Indonesia

atas bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkan teknologi atau hasil karya lain yang sama dapat dihindarkan atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkan dengan maksimal untuk keperluan hidup atau mengembangkan lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi. 27

C. Perlindungan Hukum Dalam Pelanggaran Merek Asing di Indonesia

Hak kekayaan intelektual adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda immaterial. Benda tidak berwujud 28 27 http:meddyansyah.blogspot.com201304tugas-2-HaKI-hak-kekayaan- intelektual.html 28 Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hal.9 Hasil kerja otak itu kemudian dirumuskan sebagai intelektualitas. Orang yang optimal memerankan kerja otaknya disebut sebagai orang yang terpelajar, mempu menggunakan rasio, mampu berpikir secara rasional dengan menggunakan logika metode berpikir, cabang filsafat, karena itu hasil pemikirannya disebut rasional atau logis. Dalam kepustakaan hukum Anglo Saxon ada dikenal sebutan Intellectual Property Rights. Kata ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Hak Milik Intelektual”, yang sebenarnya lebih tepat kalau diterjemahkan menjadi Hak atas Kekayaan Intelektual. Alasannya adalah kata “hak milik” sebenarnya sudah merupakan istilah baku ke dalam kepustakaan hukum Universitas Sumatera Utara Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. HaKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis. Terdapat 4 jenis utama dari HaKI hak atas kekayaan intelektual, yaitu : 1. Hak Cipta Copyright Hak cipta adalah hak dari pembuat sebuah ciptaan terhadap ciptaannya dan salinannya. Pembuat sebuah ciptaan memiliki hak penuh terhadap ciptaannya tersebut serta salinan dari ciptaannya tersebut. Hak-hak tersebut misalnya adalah hak-hak untuk membuat salinan dari ciptaannya tersebut, hak untuk membuat produk derivatif, dan hak-hak untuk menyerahkan hak-hak tersebut ke pihak lain. Hak cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat. Hak cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu. 2. Paten Patent Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya, paten melindungi sebuah ide, bukan ekspresi dari ide tersebut. Pada hak cipta, seseorang lain berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah ide yang dipatenkan. Universitas Sumatera Utara 3. Merek Dagang Trademark Merek dagang digunakan oleh pebisnis untuk mengidentifikasikan sebuah produk atau layanan. Merek dagang meliputi nama produk atau layanan, beserta logo, simbol, gambar yang menyertai produk atau layanan tersebut. 4. Rahasia Dagang Trade Secret Berbeda dari jenis HaKI lainnya, rahasia dagang tidak dipublikasikan ke publik. Sesuai namanya, rahasia dagang bersifat rahasia. Rahasia dagang dilindungi selama informasi tersebut tidak ‘dibocorkan’ oleh pemilik rahasia dagang. Dasar hukum mengenai HaKI di Indonesia diatur dengan undang-undang Hak Cipta No.19 tahun 2003, undang-undang Hak Cipta ini melindungi antara lain atas hak cipta program atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku sejenis lainnya. Terhitung sejak 29 Juli 2003, Pemerintah Republik Indonesia mengenai Perlindungan Hak Cipta, perlindungan ini juga mencakup untuk warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat memiliki hak-hak ekonomi yang diperoleh dari undang-undang hak cipta, atau untuk mana suatu badan hukum yang secara langsung atau tak langsung dikendalikan, atau mayoritas dari saham-sahamnya atau hak kepemilikan lainnya dimiliki. Sistem hukum hak kekayaan intelektual pada awal perkembangannya kurang dikenal dan kurang mendapat perhatian di Indonesia, sering diabaikan dan Universitas Sumatera Utara banyak terjadi pelanggaran di bidang hukum. Hal ini mengingat konsepsi dan sistem hukum HaKI pada dasarnya memang tidak berakar dari budaya hukum dan sistem hukum nasional asli Indonesia yang lebih menekankan pada konsep komunal, melainkan sistem hukum HaKI berasal dari dunia Barat, yang cendrung memiliki konsep hukum kepemilikan dengan bersifat individual individual right. Konsep kepemilikan yang berlandaskan konsep individual right lebih menekankan pada pentingnya diberikan perlindungan hukum kepada siapa saja yang telah menghasilkan suatu karya intelektual yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi, dimana karya tersebut orang-orang yang sudah bekerja keras seperti itu dan menghasilkan karya intelektual yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi sudah sepantasnya diberikan penghargaan reward dan perlindungan hukum secara individual berupa diberikannya Hak Eksklusif atas karya yang dihasilkannya. Dalam kerangka pembangunan sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual nasional, serta dengan diratifikasinya Konvensi tentang Pernbentukan Organisasi Perdagangan Dunia WTO melalui Undang-Undang No. 7 tahun 1994, dan juga untuk menunjang keikutsertaan Indonesia dala m Konvensi Paris Paris Convention for the Protector of Industrial Property, The Hague Agreement London Act concerning the International Deposit of Industrial Designs, Provision of the Treaty on intellectual Property in Respect of Integrated Circuit Washington Treaty, maka Indonesia wajib membentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan hak atas kekayaan intelektual, serta wajib mengharmoniskan sistem hukum HaKInya dengan Universitas Sumatera Utara standar-standar yang ditetapkan TRIPs Agreement. Bagi negara-negara berkembang ketentuan peralihan dan persiapan pembentukan perundang- undangan di bidang HKI adalah 5 tahun sejak pembentukan WTO di Maroko tahun 1994. Indonesia agar dapat diterima dalam pergaulan bangsa-bangsa yang beradab, khususnya dalam pergaulan perdagangan internasional, maka dalam jangka waktu tersebut, Indonesia sudah harus memiliki perangkat hukum HKI secara lengkap, serta dapat mengimplementasikannya dengan baik. Perlindungan hukum terhadap HaKI pada dasarnya berintikan pengakuan terhadap hak atas kekayaan ternikmati atau mengeksploitasi sendiri kekayaan tadi. Selama kurun waktu tertentu itu, orang lain hanya dapat menikmati atau menggunakan atua mengeksploitasi hak tersebut atas ijin pemilik hak. Bagi negara berkembang, adanya kewajiban dalam melindungi HaKI merupakan suatu cost yang harus dipikuli sebagai imbalan untuk mencapai perjanjian yang antara lain memberikan akses kepasar yang lebih luas dan merumuskan aturan main yang lebih jelas sehingga membatasi indakan unilateral yang dapat diambil oleh negara maju. Bagi negara seperti Indonesia, beban tersebut terutama terpusat pada masalah enforcement atau penerapan kewajiban yang telah disepakati. Karena dari itu semula Indonesia menganggap bahwa periode transisi 5 tahun untuk menerapkan semua mekanisme HaKI terlalu singkat. Namun dilihat dari segi kepentingan jangka panjang bila investasi asing semakin diperlukan dan investor Universitas Sumatera Utara asing semakin menghendaki adanya perlindungan HaKI yang efektif, maka cepat atau lambat Indonesia harus turut dengan trend yang ada di dunia. WTO, diterima Indonesia sebagai aturan pokok pembentukan organisasi perdagangan dunia. WTO adalah merupakan konvensi internasional yang bersifat multilateral dalam tatanan perundang-undangan Indonesia dan telah diratifikasi melalui UU No. 7 Tahun 1994. Selain memuat kesepakatan pemotongan tarif bea cukai dan penghapusan berbagai hambatan perdagangan, juga memberlakukan aturan main untuk beberapa isu baru yang mempunyai implikasi yuridis bagi negara-negara di dunia khususnya negar-negara lemah seperti isu tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Suatu ciptaan dapat memberi nilai ekonomis bagi para pencipta dan pemegang izin melalui kegiatan ekonomi, yakni penjualannya ke pasar. Upaya menghasilkan suatu ciptaan membutuhkan proses waktu, nspirasi, pemikiran dana dan kerja keras sehingga wajar hasil karya para pencipta itu harus dilindungi dari setiap bentuk pelanggaran hak cipta yang sangat merugikan para pencipta. Sebaliknya, dalam batas-batas tertentu pada ketentuan undang-undang hak cipta, hasil ciptaan seseorang dapat dibenarkan diambil orang lain dengan izin atau tanpa izin pemilik yang bersangkutan tanpa perlu takut dikategorikan sebagai pelanggaran hukum terhadap hak cipta. Standar perlindungan atas HaKI yang diterapkan dalam perjanjian adalah standar perlindungan minimal yang telah tertuang dalam perjanjian yang sudah ada sebelumnya yang dikembangkan pada perjanjian dan konvensi dalam naungan Universitas Sumatera Utara World Intellectual Property Organization WIP0. Perlindungan terhadap hak cipta adalah berdasarkan pada kesepakatan The Beme Convention for the Protection of Literary and Artistic Works tanggal 9 September 1886 di Bern, Swiss. Pemerintah Belanda yang menjajah Indonesia pada tanggal 1 November 1912 memberlakukan keikutsertaannya pada Konvensi Bern melalui asas konkordansi di Hindia Belanda dengan mengeluarkan suatu Auterswet 1912 berdasarkan UU Hak Cipta Belanda pada tanggal 29 Juni 1911 Stb Belanda No. 197. Konvensi Bern 1886 terus direvisi dan diamandir oleh negara-negara anggota WIP0. Terakhir direvisi di Paris pada tahun 1971 dan 1989. Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern akan menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang- undangan nasional di bidang hak cipta. Lima prinsip dasar dianut Konvensi Bern adalah sebagai berikut: Pertama, prinsip perlakuan nasional national treatment principle, yakni ciptaan yang berasal dari salah satu peserta perjanjian atau suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan pada salah satu negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama sebagaimana diperoleh ciptaan peserta warga negara itu sendiri. Kedua, prinsip perlindungan hukum langsungotomatis automatic protection principle. Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apa pun must not be conditional upon compliance with any formality. Ketiga, prinsip perlindungan independen independent of protection principle, yakni suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum negara asal pencipta. Keempat, prinsip minimal jangka Universitas Sumatera Utara waktu hak cipta minimum duration of copyright. Perlindungan diberikan minimal selama hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Kelima, prinsip hak-hak moral moral rights principle. Hak yang tergolong sebagai hak moral dimiliki pencipta seperti keberatan mengubah, menambah atau mengurangi keaslian ciptaan yang perlu mendapat pengaturan perlindungan-nya dalam hukum nasional negara peserta Konvensi Bern. Pemerintah Indonesia menjadi anggota WTO sejak tahun 1994. Keikutsertaan ini juga membawa konsekuensi hukum harus memberla-kukan semua hasil dan prinsip dasar dari Konvensi Bern. Hal, ini ditindak-lanjuti dengan mensahkannya melalui pembentukan Keppres RI No. 18 Tahun 1997 pada tanggal 7 Mei 1997 dan segera dinotifikasikan ke WIPO berdasarkan Keppres RI No. 19 Tahun 1997 tanggal 5 Juni 1997. Berlakunya hasil kesepakatan The Berne Convention di Indonesia, maka pemerintah harus mampu untuk melindungi ciptaan dari seluruh negara anggota peserta dan penandatangan The Berne Convention tersebut. Selain itu, Indonesia harus pula melindungi ciptaan bangsa asing yang ada di tanah air melalui kesepakatan pada perjanjian bilateral yang telah diratifikasi. Adanya perjanjian bilateral tersebut akan memberi perlindungan hukum dan rasa aman hak cipta secara timbal balik antara ciptaan bangsa kita dengan bangsa lain yang sama-sama bergabung dalam WTO, terutama dengan berlakunya pasar bebas. Pada persetujuan TRIPs, khususnya Pasal 7 menentukan konsep dasar sasaran perlindungan dan penegakan hukum law enforcement terhadap HKI yang ditujukan untuk memacu penemuan baru di bidang teknologi dan untuk Universitas Sumatera Utara memperlancar alih serta penyebaran teknologi dengan tetap memperhatikan kepentingan produsen dan pengguna pengetahuan tentang teknologi dan dilakukan dengan cara yang menunjang kesejahteraan sosial dan ekonomi, dan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Perlindungan itu didasarkan pada masalah pokok ruang lingkup berlakunya hak cipta dengan dua prinsip dasar, yakni utilitarian-non utilitarian or junctional-non functional dichotomy and idea expression dichotomy. Artinya, adanya dikotomi pada kegunaan-ketidakgunaan atau berfungsi-tidak berfungsi dan munculnya gagasan dari ciptaan tersebut. Penjabaran dari kesepakatan internasional mengenai hak cipta yang diratifikasi oleh Indonesia terdapat pada ketentuan UU No. 19 Tahun 2002. Pada Pasal 12 ayat 1 UU No. 19 Tahun 2002 menentukan ciptaan yang dapat dilindungi ialah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni yang meliputi hasil karya a buku, program komputer, pamplet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, b ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu, c alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, d lagu atau musik dengan atau tanpa teks, e drama atau drama musikal, tari, koreografl, pewayangan, dan pantomim, f seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan g arsitektur, h peta, i seni batik, j fotografi, k sinematografi, dan 1 terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. Sebaliknya, pada isi Pasal 13 menentukan pula dianggap tidak ada suatu hak cipta atas a hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara, b peraturan perundang- Universitas Sumatera Utara undangan, c pidato kenegaraaan dan Pidato pejabat Pemerintah, d putusan pengadilan atau penetapan HaKIm, atau e keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya. Setiap ciptaan seseorang, kelompok orang ataupun korporasi badan hukum dilindungi oleh undang-undang karena pada ciptaan itu otomatis melekat hak cipta yang seyogianya harus dapat dihormati dan dipatuhi oleh orang lain. Perlindungan hukum itu dimaksudkan agar hak pencipta secara ekonomis dapat dinikmati dengan tenang dan aman mengingat cukup lamanya diatur undang- undang waktu perlindungan tersebut. Masa berlaku perlindungan hak cipta secara umum adalah selain hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah penciptanya meninggal dunia yang dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah penciptanya meninggal dunia Pasal 34. Setiap pencipta atau pemegang izin hak cipta bebas untuk dapat menggunakan hak ciptanya, akan tetapi undang-undang menentukan pula adanya pembatasan terhadap penggunaan hak cipta itu. Pembatasan tersebut dimaksudkan supaya para pencipta dalam kegiatan kreatif dan inovatifnya tidak melanggar norma-nonna atau asas kepatutan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, terutama di negara hukum seperti Indonesia mengingat hasil ciptaan umumnya akan dijual ke pasar dalam dan luar negeri untuk memperoleh keuntungan ekonomis bagi para pencipta atau pemegang izin guna dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Oleh karena sudah ditentukan pembatasan oleh ketentuan undang-undang, maka kebebasan penggunaan hak cipta tidak boleh Universitas Sumatera Utara melanggar pembatasan tersebut. Apabila pembatasan tersebut dilanggar oleh pencipta dan pemegang izin hak cipta, maka pencipta akan memperoleh sanksi hukum. Adapun pembatasan penggunaan hak cipta yang tidak boleh dilanggar oleh siapa pun dapat dibagi dalam tiga hal: Pertama, kesusilaan dan ketertiban umum. Keterbatasan penggunaan hak cipta tidak boleh melanggar pada kesusilaan dan ketertiban umun. Contoh hak cipta yang melanggar kesusilaan adalah penggunaan hak untuk mengumumkan atau memper-banyak kalender bergambar wanitapria telanjang, kebebasan seks atau pomografi, sedangkan termasuk melanggar ketertiban umum adalah memperbanyak dan menyebarkan buku yang berisi ajaran yang membolehkan wanita bersuami lebih dari satu poliandri. Kedua, fungsi sosial hak cipta. Kebebasan penggunaan hak cipta tidak boleh meniadakanmengurangi fungsi sosial dari pada hak cipta. Fungsi sosial hak cipta adalah memberi kesempatan kepada masyarakat luas untuk memanfaatkan ciptaan itu guna kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, bahan pemecahan masalah, pembela-an perkara di pengadilan, bahan ceramah dengan menyebutkan sumbernya secara lengkap. Ketiga, pemberian lisensi wajib. Kebebasan penggunaan hak cipta tidak boleh meniadakan kewenangan dari negara untuk mewajibkan penciptapemegang hak cipta memberikan lisensi compulsory licensing kepada pihak lain untuk menerjemahkan atau memperbanyak hasil ciptaannya dengan imbalan yang wajar. Pemberian lisensi wajib didasarkan pada pertimbangan tertentu, yakni bila negara meman-dang perlu atau menilai suatu Universitas Sumatera Utara ciptaan sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat dan negara, misalnya untuk tujuan pendidikan, pengajaran, ilmu pengetahuan, penelitian, pertahanan, keamanan, dan ketertiban masyarakat yang membutuhkan pemakaian ciptaan tersebut. Pembatasan penggunaan hak cipta adalah sebagai upaya keseimbangan hak antara pencipta dengan kepentingan masyarakat. Artinya, penggunaan hak cipta oleh pencipta diharapkan akan mewujudkan pula keadilan dalam kehidupan bermasyarakat.

D. Penyelesaian Sengketa Dalam Pelanggaran Merek Asing di Indonesia