PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MELALUI CONCEPT MAPPING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V B SD NEGERI 11 METRO PUSAT

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MELALUI CONCEPT MAPPING UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR SISWA KELAS V B SD NEGERI 11 METRO PUSAT

Oleh ADI PRASETYO

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar siswa kelas V B SD Negeri 11 Metro P u s a t yang diketahui dari hasil observasi dan dokumentasi, dari jumlah 24 orang siswa masih terdapat 11 orang siswa yang belum mencapai ketuntasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V B SD Negeri 11 Metro Pusat pada pembelajaran tematik terpadu dengan penerapan strategi pembelajaran kontekstual melalui concept mapping.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Prosedur penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua siklus, yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik nontes dan tes dengan alat pengumpul data berupa lembar observasi untuk menilai kinerja guru, hasil belajar afektif dan hasil belajar psikomotor serta soal tes formatif untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar afektif siswa pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 59,37 (Mulai Terlihat), pada siklus II nilai rata-rata meningkat menjadi 74,58 (Mulai Berkembang). Hasil belajar psikomotor siswa pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 65,10 (Cukup Terampil), pada siklus II nilai rata-rata meningkat menjadi 78,96 (Terampil). Sedangkan hasil belajar kognitif pada siklus I, nilai rata-rata 71,31 dengan persentase ketuntasan klasikal 70,83%, pada siklus II terjadi peningkatan nilai rata-rata sebesar 9,11 menjadi 80,42 dengan persentase ketuntasan 91,67%. Jadi peningkatan persentase ketuntasan dari siklus I ke siklus II adalah 20,84%.


(2)

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MELALUI CONCEPT MAPPING UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR SISWA KELAS V B SD NEGERI 11 METRO PUSAT

Oleh ADI PRASETYO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti lahir di Nunggalrejo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah, pada tanggal 6 Juni 1990, sebagai anak bungsu dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak Sarimin dan Ibu Suparmi.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi Nunggalrejo diselesaikan tahun 1997, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 1 Nunggalrejo pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Punggur pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 3 Kota Metro pada tahun 2009. Kemudian pada tahun 2011, peneliti terdaftar sebagai Mahasiswa S1 PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung.


(7)

i

Puji syukur atas karunia yang telah Allah SWT berikan sehingga saya dapat menyelesaikan salah satu karya yang semoga bermanfaat bagi diri saya dan

orang lain. Ya Allah ku persembahkan karya ini untuk:

Ibunda Suparmi tercinta, yang selalu menjadi motivasi dan semangat dalam setiap langkahku. Anakmu hanya bisa berdo a agar Allah selalu melindungi, menyayangi dan mengasihimu sebagaimana engkau telah mengasihi dan menyayangiku

dari sejak kecil. Aamiin.

Ayahanda Sarimin tercinta, yang selalu aku rindukan. Aku akan terus berjuang untukmu, dan aku percaya saat ini engkau sedang tersenyum di Surga. Seluruh keluargaku yang selalu memberikan bimbingan, semangat, dan dorongan

dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih


(8)

Motto

..., Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

(QS. An Nasyr: 5)

“Pendidikan adalah perlengkapan terbaik untuk hari tua”

(Aristoteles)

Kesakitan membuat kita berfikir. Pikiran membuat kita bijaksana.

Kebijaksanaan membuat kita bisa bertahan dalam hidup.


(9)

v

A Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian... 7

E. Manfaat Penelitian... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Belajar... 9

1. Pengertian Strategi Belajar... 9

2. Macam-macam Strategi Belajar ... 10

B. Pembelajaran Kontekstual... 11

1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual ... 11

2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual ... 12

3. Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual... 13

C. Peta Konsep (Concept Mapping) ... 14

1. PengertianConcept Mapping... 14

2. Macam-macamConcept Mapping... 16

3. Ciri-ciriConcept Mapping... 17

4. Langkah-langkah PembelajaranConcept Mapping... 18

5. Kelebihan dan KekuranganConcept Mapping... 20

D. Penerapan Strategi Pembelajaran Kontekstual melaluiConcept Mapping... 22

E. Belajar dan Pembelajaran ... 23

1. Belajar ... 23

a. Pengertian Belajar ... 23

b. Hasil Belajar ... 25

2. Pembelajaran ... 26

a. Pembelajaran Tematik ... 26


(10)

vi

F. Kerangka Berpikir ... 36

G. Hipotesis Tindakan... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 39

B. Setting Penelitian... 41

C. Teknik Pengumpulan Data ... 41

D. Alat Pengumpulan Data ... 42

E. Teknik Analisis Data ... 43

F. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ... 48

G. Indikator Keberhasilan ... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Sekolah... 55

B. Hasil Penelitian ... 56

C. Pembahasan ... 80

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 87

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN


(11)

ii SANWACANA

Puji syukur Peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Strategi Pembelajaran Kontekstual Melalui Concept Mapping Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V B SD Negeri 11 Metro Pusat”.

Penyusunan skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Lampung yang mengesahkan ijazah dan gelar sarjana kami, sehingga peneliti termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., Dekan FKIP Universitas Lampung yang memfasilitasi pendidikan kami, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan program studi PGSD dan juga membantu peneliti dalam menyelesaikan surat guna syarat skripsi.

4. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., Ketua Program Studi PGSD Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan banyak ilmu


(12)

iii 5. Bapak Drs. Siswantoro, M.Pd., sebagai Koordinator Kampus B FKIP Universitas Lampung sekaligus sebagai Pembimbing II dan dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang berharga kepada peneliti.

6. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd., dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan dan masukan yang berharga kepada peneliti dengan penuh kesabaran. 7. Bapak Drs. Muncarno, M.Pd., dosen Penguji yang selalu memberikan

motivasi dan mengingatkan untuk tidak menunda-nunda pekerjaan serta masukan dan saran-saran yang diberikan yang sangat bermanfaat bagi peneliti. 8. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Kampus B FKIP Universitas Lampung yang telah banyak memberikan masukan dan membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

9. Bapak Basiran, S.Pd.SD., selaku Kepala SD Negeri 11 Metro Pusat, serta dewan guru dan staf yang telah memberikan ijin dan membantu peneliti selama penyusunan skripsi ini.

10.Ibu Astuti, S.Pd., wali kelas V B dan teman sejawat yang telah banyak memberikan bantuan dan saran kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini. 11.Siswa-siswi kelas V B SD Negeri 11 Metro Pusat, yang telah berpartisipasi

aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

12.Sahabat dan teman-teman yang selalu membantu dan memotivasi: Aldona, Anyta MJ, Meilany Asta, Yuli Purnama, Rois Sujimat, Lita Yulianti, Fitri


(13)

iv 13. Teman-teman seperjuangan PGSD angkatan 2011 khususnya kelas B.

Semoga kita dapat mewujudkan mimpi-mimpi kita.

14.Semua pihak yang namanya tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari kesempurnaan namun sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Metro, April 2015 Peneliti


(14)

vii

Tabel Halaman

1.1 Kriteria tingkat sikap siswa ... 44

1.2 Kategori tingkat keterampilan siswa ... 45

1.3 Kategori kinerja guru ... 46

1.4 Ketuntasan hasil belajar siswa ... 47

1.5 Jadwal penelitian ... 55

4.1 Jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian tindakan kelas ... 57

4.2 Kinerja guru siklus I ... 61

4.3 Hasil belajar afektif siklus I ... 63

4.4 Hasil belajar psikomotor siklus I ... 64

4.5 Hasil belajar kognitif siswa siklus I ... 66

4.6 Kinerja guru siklus II ... 73

4.7 Hasil belajar afektif siklus II ... 75

4.8 Hasil belajar psikomotor siklus II ... 76

4.9 Hasil belajar kognitif siswa siklus II ... 77

4.10 Rekapitulasi nilai kinerja guru ... 81

4.11 Rekapitulasi hasil belajar afektif siswa tiap siklus ... 82

4.12 Rekapitulasi hasil belajar psikomotor siswa tiap siklus ... 83


(15)

ix DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat-surat ... 92

2. Perangkat pembelajaran ... 100

3. Analisis kinerja guru ... 126

4. Analisis hasil belajar siswa ... 147


(16)

viii

Gambar Halaman

1.1 Langkah-langkah pendekatan scientific ... 33

1.2 Bagan kerangka pikir ... 38

3.1 Siklus penelitian tindakan kelas ... 40

4.1 Grafik peningkatan nilai kinerja guru siklus I dan II ... 81

4.2 Grafik peningkatanhasil belajar afektif secara klasikal ... 82

4.3 Grafik peningkatan hasil belajar psikomotor secara klasikal ... 83


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Baik buruknya suatu peradaban kelak, sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan saat ini. Pendidikan merupakan kebutuhan utama bagi setiap individu. Dengan adanya pendidikan, setiap individu dapat mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.

Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki individu, membentuk kepribadian individu yang cakap dan kreatif, serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut sejalan dengan pengertian pendidikan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan


(18)

negara. Hamalik (2007: 3), pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi individu supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi dalam kehidupan masyarakat.

Terkait pelaksanaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar bahwa pada pendidikan di Sekolah Dasar (SD) dimaksudkan sebagai upaya pembekalan kemampuan dasar siswa berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap yang bermanfaat bagi dirinya sesuai tingkat perkembangannya, serta mempersiapkan mereka untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Sehingga pada jenjang pendidikan dasar ini guru dituntut untuk merancang pembelajaran berdasarkan kompetensi yang telah ditentukan dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.

Pembelajaran diarahkan untuk melatih siswa berpikir analitis (siswa diajarkan bagaimana mengambil keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin dengan hanya mendengarkan dan menghapal semata). Kondisi pembelajaran diharapkan mendorong siswa untuk belajar dengan memaknai apa yang dipelajarinya.

Sesuai dengan kurikulum yang baru, saat ini pembelajaran di SD mulai diarahkan pada kurikulum 2013. Penerapan kurikulum 2013 mengacu pada model pembelajaran tematik. Menurut Prastowo (2013: 117), pada dasarnya pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberi pengalaman bermakna. Kurikulum 2013 yang menerapkan


(19)

pembelajaran tematik, menjadikan siswa dapat belajar dari pengalaman maupun lingkungan sekitar.

SD Negeri 11 Metro Pusat adalah salah satu sekolah yang sudah menerapkan kurikulum 2013. Berdasarkan hasil observasi dan data-data dokumentasi nilai ulangan tengah semester ganjil kelas V B tahun pelajaran 2014/2015 pada tanggal 25 November 2014, diperoleh data hasil belajar siswa yang menunjukkan bahwa pada hasil penilaian afektif, siswa belum menunjukkan sikap disiplin dan kerjasama yang baik pada saat proses pembelajaran, begitu juga dengan penilaian psikomotor, siswa masih kurang terampil mencari tahu dan mengumpulkan informasi serta mencatat bahan pelajaran secara sistematis. Sedangkan hasil belajar kognitif siswa dari 24 jumlah orang siswa hanya 13 (54,17%) siswa yang mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 66, atau masih terdapat 11 orang siswa (45,83%) belum mencapai nilai KKM yang ditentukan. Pembelajaran di kelas dianggap tuntas apabila ≥75% dari jumlah siswa mencapai nilai di atas KKM. Masalah di atas, disebabkan antara lain karena: (1) pada proses pembelajaran guru masih terpaku pada buku (text book), dan mengabaikan kemampuan awal yang dimiliki siswa, (2) kegiatan pembelajaran belum memberikan proses belajar bermakna bagi siswa, sehingga dalam membangun pengetahuan, siswa belum secara optimal mengembangkan kemampuan berpikirnya. (3) guru belum maksimal dalam mengelola pembelajaran baik dengan menggunakan strategi, model, dan metode pembelajaran, (4) kurikulum yang masih baru serta proses pembelajaran yang masih baru juga memungkinkan rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh


(20)

siswa, (5) di dalam proses pembelajaran siswa kurang aktif, suasana belajar kurang kondusif untuk mendukung pencapaian hasil belajar siswa, sehingga hasil belajar rendah.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah bagaimana seorang guru mampu mengelola pembelajaran menggunakan model atau strategi pembelajaran yang tepat. Menciptakan kegiatan pembelajaran yang mampu mengorganisasikan pengetahuan dan pengalaman belajar siswa. Pengalaman belajar akan bermakna bagi siswa, jika banyak berkaitan dengan ragam pengalaman keseharian mereka yang ditunjang dengan benda-benda dan fenomena nyata yang dapat diobservasi.

Solusi untuk menyelesaikan masalah di atas, dalam penelitian ini peneliti menerapkan strategi pembelajaran kontekstual melalui concept mapping. Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Muslich, 2008: 41). Pemetaan konsep (concept mapping) merupakan suatu metode pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami konsep berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dimiliki sebelumnya. Peta konsep juga akan membuat suatu keterkaitan materi dapat tergambar dengan jelas dan bisa dipahami oleh guru.

Ausubel (dalam Munthe, 2014: 17) menjelaskan concept map sebagai suatu teknik yang telah digunakan secara ekstensif dalam pendidikan. Teknik concept map ini diilhami oleh teori belajar asimilasi kognitif Ausubel yang


(21)

menjelaskan bahwa belajar bermakna terjadi dengan mudah apabila konsep-konsep baru dimasukan ke dalam konsep-konsep-konsep-konsep yang lebih inklusif, dengan kata lain proses belajar terjadi bila siswa mampu mengasimilasi yang ia miliki dengan pengetahuan yang baru.

Alasan peneliti menerapkan pembelajaran kontekstual melalui concept mapping yaitu siswa akan merasa lebih dekat dengan materi yang diajarkan, karena selalu dikaitkan dengan kehidupan nyatanya, sedangkan peta konsep menyediakan bantuan visual konkret untuk membantu mengorganisasikan informasi sebelum informasi tersebut dipelajari. Pembelajaran kontekstual melalui concept mapping akan memudahkan siswa untuk mengaitkan konsep-konsep pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata siswa dalam kehidupan sehari-hari serta membantu siswa untuk mengembangkan ide karena pembelajaran difokuskan pada suatu ide utama, kemudian menggunakan koneksi-koneksi pada otak untuk memecahnya menjadi ide-ide yang lebih rinci.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, dalam penelitian ini peneliti mengangkat judul “Penerapan Strategi Pembelajaran Kontekstual Melalui Concept Mapping Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V B SD Negeri 11 Metro Pusat”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka identifikasi masalah yang dapat ditentukan adalah sebagai berikut:


(22)

1. Pengalaman belajar siswa yang kurang mendukung terciptanya kemauan belajar siswa. Proses pembelajaran yang tidak variatif membuat siswa merasa bosan, sehingga pada proses pembelajaran berikutnya siswa kurang tertarik untuk mengikuti pembelajaran.

2. Rendahnya hasil belajar siswa, dimana hanya 54,17% siswa yang mencapai ketuntasan. Pembelajaran dianggap tuntas apabila ≥75% dari jumlah siswa mencapai nilai di atas KKM

3. Guru belum menggunakan berbagai metode dan strategi pembelajaran yang tepat. Saat ini guru masih mengandalkan metode ceramah, dan kurang variatif dalam proses pembelajaran. Sehingga tidak menciptakan proses pembelajaran aktif yang dapat mendukung pencapaian hasil belajar siswa secara maksimal.

4. Guru masih terpaku pada buku (text book). Materi yang disampaikan hanya sebatas yang tersedia pada isi buku. Guru masih mengabaikan pengetahuan awal yang dimiliki siswa, sehingga pengetahuan siswa kurang optimal.

5. Guru masih mengandalkan sistem catatan secara keseluruhan materi, tidak menerapkan sistem catatan pemetaan konsep (concept mapping) sehingga siswa sulit untuk mengingat dan memahami materi karena siswa harus mencatat materi secara keseluruhan tanpa proses pemetaan. 6. Guru belum maksimal dalam penerapan dan pengembangan kurikulum.

Kurikulum 2013 masih dianggap sulit dan membingungkan bagi guru, baik pada proses sampai pada penilaian.


(23)

C. Rumusan Masalah

Mencermati berbagai masalah di atas maka perumusan masalah yang dapat peneliti rumuskan adalah “Bagaimanakah penerapan Strategi Pembelajaran Kontekstual melalui Concept mapping dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V B SD Negeri 11 Metro Pusat tahun pelajaran 2014/2015?”

D. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V B SD Negeri 11 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015 pada pembelajaran dengan penerapan Strategi Pembelajaran Kontekstual melalui Concept mapping.

E. Manfaat

Adapun hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Siswa

Dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V B SD Negeri 11 Metro Pusat

2. Guru

Sebagai bahan masukan bagi guru dalam memperbaiki pembelajaran, serta mengembangkan kemampuan mengajar dengan


(24)

menerapkan Strategi Pembelajaran Kontekstual melalui Concept mapping.

3. Sekolah

Dapat memberikan sumbangan yang berguna dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di SD Negeri 11 Metro Pusat, Kota Metro

4. Peneliti

Peneliti dapat menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman tentang penelitian tindakan kelas, sehingga kelak ketika menjadi seorang guru mampu menjalankan tugas dan pekerjaannya secara professional khususnya dalam proses pembelajaran.


(25)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Strategi Belajar

1. Pengertian Strategi Belajar

Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan siswa dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Secara khusus strategi belajar dijelaskan oleh Michael Pressley (1991) (dalam Trianto, 2013: 139), yang menyatakan bahwa:

strategi-strategi belajar adalah operator-operator kognitif meliputi dan terdiri atas proses-proses yang secara langsung terlibat dalam menyelesaikan suatu tugas (belajar). Strategi-strategi tersebut merupakan strategi-strategi yang digunakan siswa untuk memecahkan masalah belajar tertentu. Untuk menyelesaikan tugas belajar siswa memerlukan keterlibatan dalam proses-proses berfikir dan berprilaku, men-skim atau membaca sepintas lalu judul-judul utama, meringkas, dan membuat catatan, disamping itu juga memonitor jalan berfikir diri sendiri.

Menurut Djamarah (2010: 328) sendiri memberikan pengertian strategi pembelajaran sebagai cara-cara yang dipilih dan digunakan guru untuk menyampaikan bahan pelajaran sehingga memudahkan anak didik menerima, memahami, mengolah, menyimpan, dan


(26)

mereproduksi bahan pelajaran. Strategi pembelajaran menurut Soedjadi (dalam Amri, 2013: 4) merupakan suatu siasat melakukan kegiatan pembelajaran yang bertujuan mengubah keadaan pembelajaran menjadi pembelajaran yang diharapkan.

Berdasarkan beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa strategi belajar adalah usaha yang dilakukan oleh seorang guru untuk mempermudah menyampaikan pembelajaran, sehingga siswa dengan cepat dapat memahami materi dengan efektif sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

2. Macam-macam Strategi Belajar

Berdasarkan teori kognitif dan pemrosesan informasi, maka terdapat beberapa strategi belajar yang dapat digunakan dan diajarkan, yaitu: Pertama, strategi mengulang (rehearsal strategi). Strategi mengulang membantu memindahkan pembelajaran dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang, seperti: menggaris bawahi dan membuat catatan pinggir.

Kedua, strategi elaborasi (elaboration strategies). Strategi elaborasi adalah proses penambahan rincian dari informasi baru sehingga lebih bermakna, karena sistem pengkodean menjadi lebih mudah dan lebih memberikan kepastian, seperti: pembuatan catatan dan metode PQ4R (preview, question, read, reflect, recite, dan review).

Ketiga, strategi organisasi (organization strategies). Yaitu strategi peningkatan kebermaknaan informasi baru, melalui penggunaan


(27)

struktur-struktur pengorganisasian baru pada informasi tersebut. Termasuk dalam strategi ini adalah: concept mapping (pemetaan konsep).

Keempat, strategi metakognitif (metacognitive strategies). Strategi metakognitif berhubungan dengan pemikiran siswa bagaimana mereka sendiri menggunakan strategi belajar tertentu dengan tepat. Lebih lanjut, Winarno (2013: 74-76) mengemukakan bahwa ada beberapa ragam strategi pembelajaran, diantaranya strategi exposition-discovery learning, strategi group-individual learning, strategi pembelajaran aktif dan produktif, dan strategi pembelajaran concept mapping.

B. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching & Learning) 1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Muslich, 2008: 41).

Blanchard (dalam Trianto, 2013: 104) menyatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan tenaga kerja.

Johnson (2007: 64) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning membuat siswa mampu


(28)

menghubungkan isi dari subjek-subjek akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka untuk menemukan makna.

Berdasarkan uraian definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah bentuk pembelajaran yang menghubungkan materi pembelajaran dengan situasi kehidupan nyata siswa, sehingga membantu siswa untuk mengingat, memahami dan menerapkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

2. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual adalah suatu kegiatan pembelajaran menyenangkan yang melatih siswa untuk bekerjasama memecahkan suatu masalah dengan cara mencari, mengamati dan mendiskusikan hasil pengamatan. Pengertian tersebut sesuai dengan karakteristik pembelajaran kontekstual. Muslich (2008: 42) pembelajaran kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real setting).

2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning). 3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman

bermakna kepada siswa (learning by doing).

4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman (learning in a group).

5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, kerjasama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).

6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerjasama (learning to ask, to inquiry, to work, togheter).


(29)

7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).

Sejalan dengan pendapat di atas, Trianto (2013: 110) menjelaskan bahwa: Contextual teaching and learning memiliki karekteristik yang membedakan dengan model pembelajaran lain, yaitu: (1) kerja sama; (2) saling menunjang; (3) menyenangkan, mengasikkan; (4) tidak mem-bosankan (joyfull, comfortable); (5) belajar dengan bergairah; (6) pembelajaran terintegrasi; (7) menggunakan berbagai sumber siswa aktif.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa karateristik pembelajaran kontekstual mengacu pada suatu pembelajaran yang mendorong siswa untuk bekerjasama dan menekankan pada pola pembelajaran aktif, karena siswa terlibat langsung dalam proses penyelesaian masalah. Pembelajaran kontekstual yang mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa menciptakan suatu pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan.

3. Langkah-langkah Penerapan Pembelajaran Konstekstual (contextual teaching and learning)

Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya (Depdiknas, 2002) (dalam Trianto, 2013: 111). Secara garis besar langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual dalam kelas sebagai berikut: 1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna

dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.


(30)

2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. C. Peta Konsep (Concept Mapping)

1. Pengertian Concept Mapping

Concept Mapping atau peta konsep merupakan salah satu strategi pembelajaran yang sedang berkembang saat ini. Pembelajaran dengan strategi ini menekankan pada pengetahuan awal yang harus dimiliki oleh siswa sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa.

Pemetaan konsep menurut Martin (1994) (dalam Trianto, 2013: 157), merupakan inovasi baru yang penting untuk membantu anak menghasilkan pembelajaran bermakna dalam kelas. Ausubel (dalam Munthe, 2014: 17) menjelaskan Concept map sebagai suatu teknik yang telah digunakan secara ekstensif dalam pendidikan. Teknik concept map ini diilhami oleh teori belajar asimilasi kognitif Ausubel yang mengatakan bahwa belajar bermakna terjadi dengan mudah apabila konsep- konsep baru dimasukan ke dalam konsep-konsep yang lebih inklusif, dengan kata lain proses belajar terjadi bila siswa mampu mengasimilasi yang ia miliki dengan pengetahuan yang baru.


(31)

Menurut Novak & Gown (dalam Suparno, 2007: 146) peta konsep adalah suatu gambaran skematis untuk mempresentasikan suatu rangkaian konsep yang berkaitan antar konsep-konsep. Peta ini mengungkapkan hubungan-hubungan yang berarti antara konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok. Peta konsep disusun hirarkis, konsep yang lebih umum berada di atas dalam peta itu, sedangkan yang khusus di bawah. Dalam peta konsep, konsep-konsep disusun hirarkis dan relasi antar konsep diletakkan di antara konsep-konsep dengan anak panah.

Peta konsep merupakan gambaran konsep-konsep yang saling berhubungan yang di dalamnya terdapat konsep utama dan konsep pelengkap. Konsep pelengkap tersebut diasosiasikan dengan konsep utama sehingga membentuk satu kesatuan konsep yang saling berhubungan. Konsep utama dan konsep pelengkap diperoleh dari bahan bacaan materi tertentu atau juga dapat diperoleh dan dibangun dari pengalaman-pengalaman di masa lampau yang memberi nilai tambah kebermaknaan dari informasi yang baru.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa peta konsep merupakan suatu strategi pembelajaran yang digunakan untuk menguatkan pengetahuan dan pemahaman siswa. Konsep-konsep yang telah didapatkan kemudian dituangkan dalam bentuk peta. Melalui peta konsep ini, siswa dapat belajar bermakna untuk membangun pengetahuan dan dapat mengkomunikasikan hasil kerjanya.


(32)

2. Macam-macam Concept Mapping

Terdapat beberapa macam concept mapping yang dapat digunakan oleh seorang guru dalam pembelajaran. Penggunaan concept mapping harus disesuaikan dengan materi dan tujuan pembuatan. Menurut Nur (dalam Trianto, 2013: 160-163) terdapat empat macam peta konsep, yaitu pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map). Peta konsep tersebut masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda, namun merupakan suatu ilustrasi yang menjelaskan tentang sesuatu dengan jelas. Berikut ini macam-macam concept mapping yaitu: a. Pohon Jaringan (network tree)

Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata yang lain dituliskan pada garis-garis penghubung. Garis-garis pada peta konsep menunjukkan hubungan antar ide-ide itu. Kata-kata yang ditulis memberikan hubungan antara konsep-konsep.

b. Rantai Kejadian (event chain)

Peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memberikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau tahap-tahap dalam suatu proses. Rantai kejadian ini mengutamakan suatu kejadian pokok atau kejadian awal yang kemudian mengakibatkan kejadian lain sampai tertuju pada suatu hasil. Rantai kejadian ini dapat digunakan untuk memvisualisasikan tahapan-tahapan pada suatu proses, langkah-langkah dalam suatu prosedur linear, dan urutan kejadian.


(33)

c. Peta Konsep Siklus (cycle concept map)

Peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil final. Kejadian terakhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk menunjukkan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang. d. Peta Konsep Laba-laba (spider concept map)

Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Melakukan curah pendapat dari ide-ide berangkat dari suatu ide yang sentral, sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Peta konsep model laba-laba dapat digunakan untuk memvisualisasikan hasil curah pendapat, kategori yang tidak parallel, dan hal-hal yang tidak tersusun atas hirarki.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa macam-macam concept mapping terdiri dari pohon jaringan, rantai jaringan, konsep siklus, dan peta konsep laba-laba. Penggunaan concept mapping harus disesuaikan dengan materi dan tujuan pembuatan. Maka dari itu sebelum menggunakan concept mapping dalam pembelajaran seorang guru harus memahami karakteristik dari masing-masing concept mapping tersebut, agar materi pembelajaran dapat tersampaikan dengan baik.

3. Ciri-ciri Concept Mapping

Peta Konsep atau Concept Mapping adalah ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan


(34)

dengan konsep-konsep lain pada kategori yang sama (Martin,1994) (dalam Trianto, 2013: 158). Agar pemahaman terhadap peta konsep lebih jelas, maka Dahar (1989) yang dikutip oleh Erman (2003) (dalam Trianto,2013: 158), mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut:

1. Peta konsep atau pemetaan konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika. Dengan menggunakan peta konsep, siswa dapat melihat bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.

2. Suatu peta konsep merupakan gambar dua dimensi dari suatu bidang studi, atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proposional antara konsep-konsep.

3. Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti ada konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain. 4. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep

yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep tersebut.

Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa concept mapping memiliki ciri yaitu memperlihatkan bentuk belajar kebermaknaan dibanding dari cara belajar bentuk lain dengan memperlihatkan hubungan-hubungan konsep. Penyusunan konsep-konsep disusun secara hirarki, artinya konsep-konsep yang lebih inklusif diletakkan pada puncak peta, makin ke bawah konsep-konsep diurutkan menjadi konsep yang kurang inklusif.

4. Langkah-langkah Pembelajaran Peta Konsep (Concept Mapping) Langkah-langkah dalam membuat peta konsep cukup sederhana, siswa harus menemukan kata kunci dan menghubungkannya dengan garis hubung sehingga membentuk suatu hubungan yang jelas. Pembuatan peta konsep dilakukan dengan membuat suatu sajian atau suatu diagram tentang


(35)

bagaimana ide-ide penting atau suatu topik tertentu dihubungkan satu sama lain.

Trianto (2013: 160) mengemukakan langkah-langkah dalam membuat peta konsep sebagai berikut:

1) Memilih suatu bahan bacaan

2) Menentukan konsep-konsep yang relevan

3) Mengurutkan konsep-konsep dari yang inklusif ke yang kurang inklusif

4) Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep yang inklusif diletakkan dibagian atas atau puncak peta lalu dihubungkan dengan kata penghubung misalnya “terdiri atas”, “menggunakan” dan lain-lain.

Munthe (2014: 13) menyatakan bahwa untuk mendesain materi pelajaran dalam bentuk peta konsep (concept mapping), ada beberapa langkah yang harus dilakukan, di antaranya.

a. Brainstorming atau curahan gagasan. b. Menentukan konsep (topik) utama (mayor)

c. Menulis dan menyusun konsep-konsep dalam satu bentuk gambar. d. Menghubungkan konsep-konsep dengan garis.

e. Memberikan label di atas garis panah.

Adapun yang dimaksudkan dalam langkah-langkah di atas adalah: a) Brainstorming atau curahan gagasan adalah mengemukakan gagasan

atau konsep-konsep yang berkaitan masalah, topik, teks, atau wacana yang sedang dipelajari sebanyak-banyaknya tanpa adanya suatu batasan tanpa adanya beban takut salah.

b) Menentukan konsep (topik) utama (mayor) adalah penentuan konsep yang sudah di curahkan dalam bentuk gagasan atau konsep-konsep untuk di seleksi menjadi konsep-konsep yang lebih umum atau utama,


(36)

dan apabila ada konsep-konsep yang dapat dicairkan ke dalam satu konsep utama untuk dapat dijadikan satu, sehingga menjadi lebih ringkas.

c) Menulis dan menyusun konsep-konsep dalam satu bentuk gambar adalah menuliskan konsep-konsep utama yang sudah diseleksi kemudian dituliskan ke dalam kertas secara terpisah untuk dibentuk ke dalam gambar dalam satu halaman.

d) Menghubungkan konsep-konsep dengan garis adalah menghubungkan antara konsep satu dengan konsep yang lain dengan menggunakan anak panah sehingga hubungan antara konsep terlihat jelas.

e) Memberikan label di atas garis panah adalah memberikan keterangan antara konsep satu dengan yang lainnya sehingga memperjelas sifat hubungannya.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa langkah-langkah dalam membuat concept mapping yaitu harus dimulai dari membaca bahan, mengidentifikasi ide pokok, mengidentifikasi ide atau konsep-konsep sekunder yang menunjang ide pokok atau ide utama, dan yang terakhir menghubungkan ide utama dengan konsep-konsep sekunder, sehingga membentuk suatu diagram konsep atau pemetaan konsep.

5. Kelebihan dan Kekurangan Concept Mapping

Suatu strategi dan model pembelajaran tidak lepas dari kelebihan serta kekurangannya, maka penggunaan suatu strategi atau model


(37)

pembelajaran harus disesuaikan dengan materi pembelajaran. Sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai dan tepat sasaran. Menurut Stita (2011) menyatakan bahwa concept mapping memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan diantaranya:

a. Kelebihan Concept Mapping

Kelebihan dari concept mapping adalah:

1) dapat meningkatkan pemahaman siswa, karena peta konsep merupakan cara belajar yang mengembangkan proses belajar bermakna;

2) dapat meningkatkan keaktifan dan kreatifitas berpikir siswa ; 3) akan memudahkan siswa dalam belajar;

4) sebagai sarana untuk membiasakan otak berfikir terkonsep dalam segala hal;

5) dapat digunakan sebagai pengganti ringkasan yang lebih fleksibel; 6) dapat mempermudah pemahaman siswa dan guru;

7) dapat menyatukan satu persepsi antara guru dan siswa dan 8) dapat digunakan dalam berbagai hal.

b. Kekurangan Concept Mapping

Ada beberapa kekurangan dari concept mapping diantaranya:

1) pemahaman peta konsep dapat dicapai dengan syarat siswa sudah memahami pokok bahasan;

2) siswa sulit menentukan konsep-konsep yang terdapat dalam materi yang dipelajari;


(38)

3) siswa sulit menentukan kata penghubung untuk menghubungkan konsep yang satu dengan konsep yang lain

Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan concept mapping memiliki kelebihan yaitu untuk memudahkan siswa dalam penguasaan materi pembelajaran, pola pikir siswa akan lebih terstruktur sehingga membantu meningkatkan daya ingat siswa dalam belajar. Sementara kekurangannya, siswa yang kurang memahami materi akan kesulitan membuat peta konsep.

D. Penerapan Strategi Pembelajaran Kontekstual Melalui Concept Mapping

Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut digunakan, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa belajar (Trianto, 2013: 107). Menurut Djamarah&Zain (2002) (dalam Trianto, 2013: 158) konsep atau pengertian merupakan kondisi utama yang diperlukan untuk menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya.

Jadi untuk dapat menguasai suatu konsep seseorang harus mampu membedakan antara benda yang satu dengan benda yang lainnya, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lainnya. Dengan menguasai konsep siswa akan dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu. Dengan demikian penguasaan konsep-konsep itu sangat penting bagi siswa dalam berfikir dan dalam belajar.


(39)

Penguasaan siswa terhadap konsep-konsep dapat dituangkan melalui pembuatan peta konsep (concept mapping). Peta konsep mirip peta jalan, namun peta konsep menaruh perhatian pada hubungan antar ide-ide, bukan hungungan antar tempat (George Posner&Alan Rudnitsky) (dalam Trianto, 2013: 159). Materi pelajaran akan tambah berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan.

Pemanfaatan pembelajaran kontekstual melalui concept mapping akan menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa melalui pemetaan konsep, siswa dapat menanamkan konsep-konsep yang mereka peroleh dari pengetahuan baru secara sistematis, dimana siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata mereka, sehingga siswa lebih mudah memahami dan mengingat apa yang sudah mereka pelajari.

E. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia, karena dengan belajar seorang siswa dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang mana semua itu baik bagi dirinya,


(40)

maupun orang sekitarnya. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. Belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan (Hamalik, 2007: 36).

Witting (dalam Muhibbidin, 2006: 65) dalam bukunya yang berjudul Psychology of Learning mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan yang relatif menetap dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman. Perlu dicatat bahwa definisi Witting tidak menekankan perubahan yang disebut behavior change tetapi behavioral repertoire change , yakni perubahan yang menyangkut seluruh aspek psiko-fisik organisme. Penekanan yang berbeda ini didasarkan pada kepercayaan tingkah laku lahiriah organisme itu sendiri bukan indikator peristiwa belajar.

Belajar merupakan proses perubahan dalam diri seseorang, yang semula tidak tahu menjadi tahu dan yang tidak bisa menjadi bisa. Anthony Robbins (Trianto, 2013: 15) mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Djamarah&Zain (2006: 10) mengatakan bahwa belajar adalah perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organism atau pribadi.

Amri (2013: 24) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan


(41)

lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Teori inilah yang menjadi dasar penelitian menerapkan strategi belajar kontekstual.

Pengertian tentang belajar sebagaimana dikemukakan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa belajar yaitu kegiatan yang menekankan pada proses daripada hasil. Belajar dilakukan dengan mengalaminya sendiri, serta adanya perubahan tingkah laku, pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan sikap pada diri seseorang.

b. Hasil Belajar

Pembelajaran tentunya memiliki tujuan utama yaitu mendapatkan suatu hasil belajar yang diharapkan. Hasil ini dapat berupa perubahan perilaku dan kemampuan-kemampuan lain yang tidak dimiliki sebelumnya. Sudjana (dalam Kunandar, 2010: 276), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Selanjutnya Gagne&Briggs (dalam Suprihatiningrum, 2013: 37) berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa.

Sedangkan menurut Bloom dalam Suprijono (2011: 6) mengemukakan bahwa:

hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), coprehesion (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan,


(42)

menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organizations (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil proses belajar individu akibat interaksi pengetahuan yang dimiliki dengan stimulus dari luar dirinya, berupa perubahan pengetahuan kogntif, psikomotor dan afektif dalam waktu yang relatif permanen dan bersifat tetap.

2. Pembelajaran

a. Pembelajaran Tematik

1) Pengertian Pembelajaran Tematik

Pada dasarnya, pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberi pengalaman bermakna bagi siswa. Kurikulum 2013 mengacu pada model pembelajaran tematik terpadu. Pembelajaran tematik terpadu berorientasi pada praktek pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa, dengan pembelajaran tematik terpadu akan membantu siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, sebab pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang bermakna.

Menurut Mamat (dalam Prastowo, 2013: 125) mengemukakan bahwa pembelajaran tematik merupakan proses pembelajaran yang penuh makna karena menekankan pada penguasaan bahan (materi)


(43)

yang lebih bermakna bagi kehidupan siswa dan mengembangkan kemampuan berpikir agar dapat mandiri dalam memecahkan suatu masalah dalam kehidupan nyata. Kemendikbud (2013: 192-193) menyatakan bahwa

pembelajaran tematik terpadu menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Karena peserta didik dalam memahami berbagai konsep yang mereka pelajari selalu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dikuasainya

Pembelajaran Tematik Terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu, siswa akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Menurut Majid (2014: 86) bahwa pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran tematik terpadu adalah suatu bentuk kegiatan pembelajaran dimana menyajikan konsep dari beberapa matapelajaran yang disajikan dalam satu pembelajaran. Pada pembelajaran tematik terpadu siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna.


(44)

2) Karakteristik Pembelajaran Tematik

Sesuai dengan pengertian pembelajaran tematik, yaitu mengintegrasikan beberapa mata pelajaran dalam satu pembelajaran, siswa dituntut memahami konsep-konsep secara baik. Dalam proses pembelajaran tematik, siswa menjadi subjek utama sehingga memberikan pengalaman langsung dalam belajar. Pembelajaran tematik dalam kenyataannya memiliki sejumlah karakteristik. Karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut, (Depdiknas, 2006):

1. Berpusat pada siswa

2. Memberi pengalaman langsung pada siswa 3. Pemisahan antar mata pelajaran tidak begitu jelas

4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran

5. Bersifat fleksibel

6. Hasil Pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa 7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan

menyenangkan.

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Majid (2014: 89-90) terdapat beberapa karakteristik yang perlu dipahami dari pembelajaran tematik ini, yaitu:

1. Berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Peran guru lebih banyak sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.


(45)

2. Dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

3. Pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas, bahkan dalam pelaksanaan di kelas-kelas awal sekolah dasar, fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

4. Menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

5. Bersifat luwes (fleksibel), sebab guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.

6. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.

Tim Pengembang PGSD (dalam Munawaroh, 2013: 13) menyatakan karakteristik pembelajaran tematik diantaranya;

(1) Holistic,

Holistik, artinya suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran Tematik Terpadu diamatik dan dikaji dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.

(2) Bermakna,

Bermakna, artinya pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek memungkinkan terbentuknya semacam jalinan skemata yang dimiliki peserta didik.

(3) Autentik.

Autentik, artinya informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi otentik.


(46)

(4) Aktif,

Aktif, artinya peserta didik perlu terlibat langsung dalam proses pembelajaran mulai dariperencanaan, pelaksanaan hingga proses penilaian.

Uraian beberapa pendapat di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa pembelajaran tematik memiliki karakteristik yaitu pendekatan pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek belajar sehingga siswa mendapatkan pengalaman langsung dari aktivitas belajar. Pembelajaran tematik yang bersifat luwes memudahkan guru menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu tema yang berkaitan dengan kehidupan nyata siswa, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

b. Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik adalah pendekatan yang wajib digunakan pada pembelajaran di sekolah, baik sekolah dasar maupun sekolah menengah, berdasarkan aturan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Menurut Kemendikbud (2013: 207) pembelajaran merupakan proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini mampu memperbaiki proses pembelajaran sehingga akan mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa menjadi lebih baik.


(47)

Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi:

1. Mengamati

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi siswa menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. 2. Bertanya

Guru yang efektif mampu menginspirasi siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu siswanya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan siswanya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. 3. Menalar

Pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan siswa merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi siswa harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses


(48)

berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.

4. Mencoba

Hasil belajar yang nyata didapat oleh siswa melalui mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar, hal yang perlu dilakukan yaitu; (1) guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan siswa, (2) guru bersama siswa mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan, (3) perlu memperhitungkan tempat dan waktu, (4) guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan siswa, (5) guru membicarakan masalah yang akan yang akan dijadikan eksperimen, (6) membagi kertas kerja kepada murid, (7) murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) guru mengumpulkan hasil kerja siswa dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

5. Mengolah

Tahapan mengolah ini siswa sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, siswalah yang harus lebih aktif. Dalam situasi kolaboratif itu, siswa berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkinkan siswa menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama.


(49)

6. Menyimpulkan

Kegiatan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah, bisa dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau bisa juga dengan dikerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi.

7. Mengkomunikasikan

Siswa dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengkomunikasikan ini dapat diberikan klarifikasi oleh guru agar siswa mengetahui secara benar apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki.

Gambar 2.1 Langkah-langkah pendekatan scientific

Lebih lanjut, Kemendikbud (2013: 209) menyatakan proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria berikut ini:

1) Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.


(50)

2) Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

3) Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.

4) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran. 5) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu

memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektifdalam merespon substansi atau materi pembelajaran.

6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung -jawabkan.

7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik mampu merangsang kemampuan berpikir siswa agar lebih analisis. Kemampuan analisis yang ilmiah akan membuat siswa berpikir kritis. Langkah-langkah dalam pendekatan saintifik yaitu dimulai dari mengamati, bertanya, menalar, mencoba, mengolah, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan hasil. Proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah akan memperbaiki proses pembelajaran sehingga dapat mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa menjadi lebih baik.

c. Penilaian Autentik

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar


(51)

siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan (Trianto, 2013: 252). Dalam Kurikulum 2013, pembelajaran menekankan terhadap keaktifan siswa dalam proses belajar, sehingga penilaian tidak hanya dilihat dari hasil belajar saja namun juga dari proses belajar yang dialami siswa baik pada aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan. Sesuai dengan karakteristiknya, penerapan kurikulum 2013 diiringi oleh sistem penilaian sebenarnya atau disebut dengan penilaian autentik, yaitu penilaian berbasis kelas.

Sebagaimana dinyatakan oleh Muller (dalam Abidin, 2014: 80) assesmen otentik adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks dunia “nyata” yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan. Dengan kata lain, asesment otentik memonitor dan mengukur kemampuan siswa dalam bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata dan dalam suatu proses pembelajaran nyata.

Sementara menurut Kemendikbud (2013: 240) asesmen autentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Istilah asesmen merupakan sinonim dari penilaian, pengukuran, pengujian, atau evaluasi. Istilah autentik merupakan sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel. Dalam kehidupan akademik keseharian, frasa asesmen autentik dan penilaian autentik sering dipertukarkan. Akan tetapi, frasa pengukuran atau pengujian autentik, tidak lazim digunakan. Secara konseptual asesmen autentik lebih bermakna secara signifikan dibandingkan dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun. Ketika menerapkan asesmen autentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekolah.

Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, Komalasari (2011: 148) menjelaskan bahwa penilaian autentik merupakan penilaian yang


(52)

dilihat dari kegiatan nyata siswa untuk mengukur dan memonitor kemampuan siswa sehingga memerlukan pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinan bahwa suatu masalah terdapat beberapa pemecahan masalahnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa penilaian autentik adalah bentuk penilaian yang mencakup keseluruhan kegiatan siswa selama proses pembelajaran, yaitu meliputi penilaian proses selama kegiatan pembelajaran berlangsung dan penilaian hasil ketercapaian belajar siswa.

F. Kerangka Berpikir

Rendahnya hasil belajar siswa menjadi suatu masalah serius pada proses kegiatan pembelajaran. Hasil belajar siswa menjadi acuan untuk menilai prestasi siswa. Baik dan buruknya prestasi belajar siswa dapat diketahui dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Prestasi belajar siswa ditentukan oleh kinerja guru dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini guru memegang peranan penting terhadap keberhasilan suatu pembelajaran. Pemanfaatan Strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan tujuan pembelajaran sangat mendukung dari keberhasilan proses kegiatan pembelajaran.

Pemanfaatan strategi pembelajaran kontekstual akan menciptakan ruang kelas yang didalamnya siswa akan menjadi peserta aktif, bukan hanya pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya. Dalam proses belajar mengajar diharapkan setiap siswa verbalisme mengungkapkan


(53)

idenya, dan membantu siswa belajar menghormati siswa lain serta bekerja sama satu dengan yang lainnya sehingga mempermudah siswa untuk memahami materi yang diajarkan oleh guru.

Strategi pembelajaran kontekstual sangat membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Pada pembelajaran tematik strategi pembelajaran kontekstual sangat tepat diterapkan. Pembelajaran tematik terpadu kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik (ilmiah), hal ini sejalan dengan pengertian pembelajaran kontesktual sebagai sebuah strategi pembelajaran yang mengakui dan menunjukan kondisi alamiah dari pengetahuan.

Strategi pembelajaran kontekstual akan lebih bermakna dengan penerapan concept mapping pada proses pembelajarannya. Pembelajaran kontekstual menuntut siswa mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyatanya yang kemudian dituangkan dalam bentuk konsep-konsep yang disebut dengan concept mapping.

Concept Mapping merupakan suatu alat untuk mengkaitkan dan mengorganisasikan ide-ide yang dimiliki dan diperoleh siswa pada kegiatan belajar dalam bentuk peta konsep. Dengan menguasai konsep siswa akan dapat menggolongkan materi menurut konsep itu, konsep-konsep itu sangat penting bagi siswa dalam berfikir dan dimungkinkan untuk memperoleh pengetahuan yang tidak terbatas.


(54)

Rendahnya hasil belajar siswa.

Pembelajaran menerapkan strategi

pembelajaran konteksual melalui concept mapping

Tindakan

Hasil belajar siswa meningkat, dan jumlah siswa mencapai ketuntasan. Kondisi Akhir

Kondisi awal

Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan dalam bagan kerangka berpikir sebagai berikut:

(Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir)

G. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan sebagai berikut: ”Jika dalam pembelajaran menerapkan strategi pembelajaran kontekstual melalui concept mapping sesuai langkah-langkah yang tepat, maka hasil belajar siswa kelas V B SD Negeri 11 Metro Pusat dapat meningkat.”


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan memperbaiki kinerja sehingga hasil belajar siswa meningkat (Wardhani, 2007: 1.15). PTK bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam meningkatkan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar (Arikunto, dkk., 2007: 60). Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus. Siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali, tetapi dapat beberapa kali sampai tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Takari (2008: 13), menyatakan bahwa setiap siklus dalam penelitian tindakan kelas lazimnya terdiri dari empat tahapan pokok yang saling terkait dan berkesinambungan, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing) dan refleksi (reflecting). Pada tahap perencanaan, peneliti berkolaborasi dengan guru kelas V B untuk menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Setelah perencanaan tersusun maka kegiatan selanjutnya adalah tindakan dengan penerapan strategi pembelajaran


(56)

kontekstual melalui peta konsep (concept mapping). Kemudian dilakukan tahap pengamatan menggunakan lembar observasi atas kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Tahap terakhir adalah merespon kegiatan yang dilakukan melalui kegiatan refleksi.

Adapun tahapan penelitian tindakan kelas tampak pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Sumber dari Arikunto, dkk (2007: 74)

Perencanaan

Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan

Obsevasi

Perencanaan

Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan


(57)

B. Setting Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa dan guru kelas V B SD Negeri 11 Metro Pusat. Kelas V B menjadi subjek penelitian karena kelas ini menjadi salah satu kelas yang memiliki rata-rata hasil belajar masih rendah. Guru kelas belum menerapkan strategi pembelajaran secara maksimal. Jumlah siswa adalah 24 orang siswa, dengan rincian 12 orang siswa laki-laki dan 12 orang siswa perempuan dan 1 orang guru.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas V B SD Negeri 11 Metro Pusat, Jl. Veteran No.50 Hadimulyo Barat, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro.

3. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Waktu pelaksanaan adalah kurang lebih selama lima bulan, mulai dari perencanaan hingga pelaporan hasil. Kegiatan penelitian ini dimulai dari persiapan yaitu penyusunan proposal PTK, diskusi, penyusunan RPP dan lembar kerja siswa secara kolaboratif dan partisipasif dengan guru kelas, sampai pada tahap pelaksanaan dan pelaporan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik nontes (observasi) dan tes.


(58)

1. Teknik Non Tes

Teknik nontes merupakan salah satu teknik dalam mengenali dan memahami siswa sebagai individu. Teknik nontes berkaitan dengan prosedur pengumpulan data untuk memahami pribadi siswa pada umumnya yang bersifat kualitatif. Mulyati (2006: 8.11), menyatakan bahwa teknik nontes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik minat, sikap dan kepribadian. Dalam penelitian ini teknik nontes dilaksanakan dengan mengumpulkan data melalui observasi.

2. Teknik Tes

Teknik tes merupakan usaha pemahaman terhadap siswa dengan menggunakan alat-alat yang bersifat mengungkap atau mentes. Menurut Poerwanti, dkk (2008: 2.26), teknik tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan oleh orang yang dites, dan berdasarkan hasil pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan, sehingga dapat ditarik kesimpulan tentang aspek tertentu pada orang tersebut. Dalam penelitian ini teknik tes dilakukan dengan memberikan tes formatif untuk mendapatkan data hasil belajar siswa.

D. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data merupakan alat bantu yang digunakan peneliti dalam kegiatan mengumpulkan ragam informasi. Menurut Arikunto (2007: 101) instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan


(59)

digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data, agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya.

1. Lembar Panduan Observasi

Lembar panduan observasi ini dirancang oleh peneliti yang berkolaborasi dengan guru kelas. Lembar observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kinerja guru, hasil belajar afektif dan psikomotor siswa selama pembelajaran berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan.

2. Soal Tes Formatif

Soal tes formatif, instrumen ini digunakan untuk menjaring data mengenai peningkatan hasil belajar kognitif siswa melalui penerapan strategi belajar kontekstual melalui concept mapping.

E. Teknik Analisis Data 1. Data Kualitatif

Data kualitatif peneliti dapatkan dari hasil observasi selama proses pembelajaran. Adapun yang termasuk data kualitatif dalam penelitian ini adalah sikap siswa dan kinerja guru.

a. Hasil Belajar Siswa pada Aspek Sikap

1) Hasil belajar siswa pada aspek sikap siswa secara individu diperoleh menggunakan rumus:

Keterangan: NA = Nilai akhir

SP = Skor pemerolehan SM = Skor maksimum 100 = Bilangan tetap Sumber: Kunandar (2013: 146)

100 × SM

SP


(60)

Tabel 3.1. Kriteria tingkat sikap siswa. Konversi Nilai

Kategori

Angka Huruf

86 – 100 A

Sudah membudaya

81 – 85 A-

76 – 80 B+

Mulai berkembang

71 – 75 B

66 – 70 B-

61 – 65 C+

Mulai terlihat

56 – 60 C

51 – 55 C-

46 – 50 D+

Belum terlihat

0 – 45 D

Sumber : Kemendikbud (2013: 131)

2) Nilai presentase pada aspek sikap siswa secara klasikal diperoleh menggunakan rumus:

P =

∑ x 100 %

Sumber : Aqib (2011:41)

b. Hasil Belajar Siswa Pada Aspek Keterampilan

1) Hasil belajar siswa pada aspek keterampilan individu diperoleh menggunakan rumus:

Sumber: Kunandar (2013: 266)


(61)

Tabel 3.2. Kategori tingkat keterampilan siswa Konversi Nilai

Kategori

Angka Huruf

86 – 100 A

Sangat Terampil

81 – 85 A-

76 – 80 B+

Terampil

71 – 75 B

66 – 70 B-

61 – 65 C+

Cukup Terampil

56 – 60 C

51 – 55 C-

46 – 50 D+

Kurang Terampil

0 – 45 D

Sumber : Kemendikbud (2013: 131)

2) Hasil belajar siswa pada aspek keterampilan secara klasikal diperoleh menggunakan rumus:

c. Kinerja Guru

Nilai kinerja guru diperoleh dengan rumus: N =

x 100 Keterangan:

N = nilai yang dicari R = skor yang diperoleh


(62)

SM = skor maksimum ideal 100 = bilangan tetap

(Sumber dari Purwanto, 2009: 102) Tabel 3.3. Kategori kinerja guru.

No Peringkat Nilai

1. SangatBaik (A) 90 <A≤100

2. Baik (B) 75 <B≤90

3. Cukup Baik (C) 60 <C≤75

4. Kurang Baik (K) ≤ 60

Sumber: Kemendikbud (2013: 315)

2) Data Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung hasil belajar siswa. Nilai siswa akan dibandingkan dengan nilai awal kemudian dihitung selisihnya, selisihnya itu yang menjadi kemajuan atau kemunduran belajar

a. Menghitung Ketuntasan Belajar Siswa Secara Individual

Keterangan: S = Nilai siswa (nilai yang dicari)

R = Jumlah skor/item yang dijawab benar N = Skor maksimum dari tes

Ketuntasan individual jika siswa memperoleh nilai ≥66 Sumber : Purwanto (2009: 112)


(63)

̅

Tabel 3.4. Ketuntasan belajar siswa.

No Rentang (%) Kategori

1. ≥85% Sangat Tinggi

2. 65% - 84% Tinggi

3. 45% - 64% Sedang

4. 25% - 44% Rendah

5. <25% Sangat Rendah

Sumber: Aqib (2011:41).

b. Menghitung Nilai Rata-rata Hasil Belajar Seluruh Siswa Keterangan: ̅ = Nilai rata-rata yang dicari

∑X = Jumlah nilai ∑N = Jumlah siswa Sumber: Aqib (2011:40)

c. Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siswa

Keterangan:

Ketuntasan individual : jika siswa mencapai ketuntasan ≥ 66

Ketuntasan klasikal : jika ≥ 75 % dari seluruh siswa mencapai ketuntasan individual ≥ 66


(64)

F. Prosedur Penelitian Tindakan Langkah-Langkah Penelitian Siklus I

1. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap ini yaitu membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdasarkan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang sesuai dengan kurikulum dengan matang untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS) untuk setiap kelompok yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran serta menyiapkan instrumen tes dan nontes. Instrumen tes berupa soal-soal tes formatif dan instrumen nontes berupa lembar observasi.

2. Pelaksanaan

Langkah-langkah pembelajaran adalah sebagai berikut : a. Kegiatan Awal

1) Membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam. 2) Mengondisikan siswa.

3) Berdoa. 4) Absensi.

5) Guru menyampaikan apersepsi dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui kegiatan yang dilaksanakan.

6) Guru memotivasi siswa dengan menginformasikan cara belajar yang akan ditempuh melalui penerapan strategi belajar kontekstual melalui concept mapping.


(65)

7) Melalui tanya jawab, guru mengecek kemampuan siswa sebelum memulai pembelajaran.

b. Kegiatan Inti

1) Melalui kegiatan pengamatan, siswa diajak mengamati hal-hal yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.

2) Guru menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasnya dengan kehidupannya.

3) Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai materi yang dipelajari.

4) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, yang setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang secara heterogen.

5) Guru membagikan bahan dan lembar diskusi siswa untuk melakukan brainstorming atau curahan gagasan.

6) Siswa menentukan konsep (topik) utama (mayor)

7) Siswa menulis dan menyusun konsep-konsep dalam satu bentuk peta konsep.

8) Siswa menghubungkan konsep-konsep dengan garis dan memberikan label di atas garis panah.

9) Perwakilan dari tiap kelompok diminta untuk maju menjelaskan hasil diskusi.

10) Siswa mengumpulkan hasil kerja kelompoknya dan guru menanggapi, meluruskan, dan memperjelas penjelasan dari setiap jawaban kelompok.


(1)

54

bantu berupa lembar observasi. Lembar observasi yang disiapkan meliputi lembar observasi tentang sikap siswa, ketrampilan siswa dan kinerja guru.

4. Refleksi

Peneliti melakukan refleksi terhadap siklus II, baik itu kelebihan atau kelemahan selama proses pembelajaran berlangsung. Jika pada siklus II pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan telah terjadi peningkatan dibandingkan dengan siklus sebelumnya, maka penelitian dianggap cukup.

G. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila:

1. Adanya peningkatan hasil belajar siswa kelas V B SD Negeri 11 Metro Pusat pada setiap siklusnya

2. Pembelajaran di kelas dianggap tuntas apabila ≥75% dari jumlah siswa mencapai nilai predikat baik.


(2)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas pada pembelajaran tematik terpadu siswa kelas V B di SD Negeri 11 Metro Pusat dapat disimpulkan bahwa: dengan penerapan strategi pembelajaran kontekstual melalui concept mapping hasil belajar siswa meningkat. Pada siklus I, nilai rata-rata hasil belajar afektif siswa 59,37, masih dalam kategori “Mulai Terlihat”, pada siklus II meningkat pada kategori “Mulai Berkembang” dengan nilai rata-rata 74,58. Hasil belajar psikomotor siswa pada siklus I dari kategori “Cukup Terampil” dengan nilai rata-rata 65,10, pada siklus II nilai rata-rata meningkat menjadi 78,96 dengan kategori “Terampil”. Sedangkan untuk hasil belajar kognitif, pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 71,31 dengan persentase ketuntasan klasikal mencapai 70,83%. Pada siklus II nilai rata-rata kognitif meningkat 9,11 menjadi 80,42, dengan peningkatan persentase sebesar 20,84% menjadi 91,67%. Dengan demikian, strategi pembelajaran kontekstual melalui concept mapping dapat digunakan guru sekolah dasar sebagai strategi untuk meningkatkan hasil belajar siswa.


(3)

88

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan di atas, berikut ini disampaikan saran-saran dalam menerapkan strategi pembelajaran kontekstual melalui concept mapping, yaitu kepada:

1. Siswa

Diharapkan untuk dapat lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan lebih mengembangkan sikap disiplin dan kerjasama yang baik sehingga proses pembelajaran menjadi semakin kondusif agar hasil belajar maksimal.

2. Guru

Diharapkan dapat lebih kreatif dalam menggunakan strategi pembelajaran kontekstual melalui concept mapping maupun model pembelajaran lain agar siswa lebih aktif. Selain itu guru hendaknya perlu mempersiapkan segala perangkat pembelajaran dan media yang mendu-kung, serta memahami materi secara matang sebelum mengajar.

3. Sekolah

Diharapkan dapat menyiapkan sarana dan prasarana guna untuk mengembangkan model pembelajaran sebagai inovasi dalam pembelajaran agar mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.

4. Peneliti lanjutan

Diharapkan peneliti berikutnya dapat mengembangkan dan melaksanakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran sejenis pada jenjang kelas lain atau pada tema lain


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. PT Refika Aditama. Bandung

Amri, Sofan. 2013. Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Prestasi Pustaka. Jakarta

Aqib, Zainal, dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas (untuk Guru, SD, SLB, TK).Yrama Widya. Bandung

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Buzan, T. 2010. Buku Pintar Mind Mapping. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Strategi Pembelajaran yang

Mengaktifkan Siswa. Depdiknas. Jakarta

Djamarah & Zain Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta. Jakarta

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Rineka Cipta. Jakarta

Hamalik, Oemar 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta Hanafiah & Cucu Suhana, 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama.

Bandung

Hermawan, Asep Herry, dkk. 2007. Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar. UPI Press. Bandung

Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching&Learning. Terj. Ibnu Setiawan. MLC. Bandung

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Dikti. Jakarta


(5)

90

Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika aditama, Bandung.

Kunandar. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Rajawali Pers. Jakarta.

. 2013. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Majid, Abdul. 2014. Pembelajaran Tematik Terpadu. PT Remaja Rosdakarya: Bandung

Mulyati, Yati. 2006. Pendidikan Bahasa Indonesia Kelas Tinggi. Universitas Terbuka. Jakarta.

Munawaroh, Isniatun. 2013. Pembelajaran Tematik dan Aplikasinya di Sekolah

Dasar pdf. (Online) Hal 15-17 Tersedia di

http://staff.unyac.id/sites/default/files/catur/Tunggal.pdf/Jurnal pendidikan. Di akses pada senin 1 Desember 2014 @09.15.

Munthe, Bermawy. 2014. Desain Pembelajaran. PT Pustaka Insan Madani. Yogyakarta

Muslich, Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Bumi Aksara. Jakarta

, 2009. Melaksanakan PTK itu Mudah Pedoman Praktis Bagi Guru Profesional. Bumi Aksara . Jakarta

, 2011. Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Bumi Aksara . Jakarta

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Prastowo, Andi. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Tematik. DIVA Press. Jogjakarta.

Purwanto, Ngalim. 2009. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Rosda. Bandung.

.

Stita, Taqwa. 2011. Urgensi Peta Konsep. (di poskan pada Minggu, 10 Juli 2011 ) http://stitattaqwa.blogspot.com/2011/07/urgensi-peta-konsep.html.(Di Akses pada Minggu, 7 Desember 2014 @ 10.15 ).


(6)

Sujdana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung

Suparno, Paul. 2007. Metodologi Pembelajaran Fisika: Kontruktivistik & Menyenangkan. Universitas Sanata Darma. Yogyakarta

Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Strateti Pembelajaran: Teori Aplikasi. Ar Ruzz. Yogyakarta

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Belajar. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta Takari, Enjah. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Genesindo. Bandung.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam KTSP. Bumi Aksara. Jakarta.

. 2013. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana.. Jakarta.

Undang-undang no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wardhani , IGAK, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka: Jakarta.

Winarno. 2013. Pembelajaran Pendidikan PKN (Isi, Strategi dan Penilaian). Bumi Aksara. Jakarta


Dokumen yang terkait

PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IVA SD NEGERI 11

0 11 46

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Tematik Terpadu Siswa Kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat

1 16 85

PENERAPAN STRATEGI PAIKEM PADA PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV C SD NEGERI 1 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 47

PENERAPAN STRATEGI CONCEPT MAPPING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IVA SDN 05 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 66 71

PENERAPAN MAPPING DALAM MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IVA SD NEGERI 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 10 77

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASI BELAJAR SISWA KELAS II A SD NEGERI 7 METRO PUSAT

0 7 76

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V B SD NEGERI 5 METRO PUSAT

0 5 85

PENERAPAN METODE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PKN SISWA KELAS IVB SD NEGERI 10 METRO TIMUR

17 168 90

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE COURSE REVIEW HORAY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V B SD NEGERI 10 METRO PUSAT

0 7 78

PENERAPAN METODE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI BALANGAN 1.

0 6 292