PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V B SD NEGERI 5 METRO PUSAT

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA PEMBELAJARAN

IPA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V B SD NEGERI 5 METRO PUSAT

Oleh

JUWITA KUSUMA DEWI

Masalah penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar IPA siswa kelas V B SD Negeri 5 Metro Pusat dengan persentase ketuntasan sebesar 37,14%. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran berbasis proyek dengan media audio visual pada pembelajaran IPA. Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Pengumpulan data diperoleh melalui teknik nontes dengan menggunakan lembar observasi dan teknik tes menggunakan soal tes formatif. Data dianalisis menggunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis proyek dengan media audio visual dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut ditunjukkan dari sikap siswa yang mencapai kategori “Mulai Berkembang” pada siklus I sebesar 74,29% dengan nilai rata-rata 74,29 meningkat pada siklus II menjadi 85,71% dengan nilai rata-rata 80,18. Keterampilan siswa yang mencapai kategori “Terampil” pada siklus I sebesar 68,57% dengan nilai rata-rata 71,61 meningkat pada siklus II menjadi 82,86% dengan nilai rata-rata 79,11. Hasil belajar pengetahuan siswa yang telah mencapai ketuntasan pada siklus I sebesar 60% dengan nilai rata-rata 70,51 meningkat pada siklus II menjadi 80% dengan nilai rata-rata 76,91.


(2)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA PEMBELAJARAN

IPA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V B SD NEGERI 5 METRO PUSAT

Oleh

JUWITA KUSUMA DEWI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti bernama Juwita Kusuma Dewi lahir di Jalan Bungur No. 4, 15 Polos, RT 047 RW 008, Kec. Metro Pusat, Kota Metro, pada tanggal 17 Juni 1993. Peneliti adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Slamet dan Ibu Sunartin.

Pendidikan peneliti dimulai dari Taman Kanak-kanak (TK) di TK Aisyah ABA Metro dan lulus pada tahun 1999. Pendidikan Sekolah Dasar peneliti di SD Negeri 3 Metro Pusat dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama peneliti di SMP Negeri 1 Metro dan lulus pada tahun 2008. Pendidikan Sekolah Menengah Atas peneliti di SMA Negeri 4 Metro dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011 peneliti terdaftar sebagai mahasiswa S1 PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.


(7)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini sebagai rasa syukur kepada Allah SWT beserta

Nabi Muhammad SAW dan ucapan terima kasih serta rasa banggaku kepada:

Bapak Slamet dan Ibu Sunartin

Orang tuaku tercinta yang telah membesarkanku, mendidikku, memberikan

kasih sayang yang tulus, menjadi motivasi terbesar dalam hidupku untuk selalu

berjuang demi mewujudkan mimpi kalian, dan tak pernah lelah memberikan doa

serta nasihat untuk menyelesaikan studi ini.

Mas Pendi dan Mbak Win

Kakakku tercinta yang telah memberi dukungan, saran, pengalaman yang luar

biasa, dan tak henti-hentinya memberikan semangat dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Abi Santoni Hidayat

Suamiku tercinta yang telah menjadi imamku, pendamping hidup yang setia

menemani, serta menjadi motivator yang terus memberikan semangat untuk

segera menyelesaikan skripsi ini.

Bapak Indrawansyah dan Ibu Asyana

Mertuaku tercinta yang telah memberikan dukungan lewat doa demi kelancaran

dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

MOTTO

Jangan letakkan sesuatu di hatimu, tapi letakkan Allah di hatimu

karena hanya DIA yang akan setia di sampingmu

dalam keputusasaan hingga kau sukses

(Juwita Kusuma Dewi)


(9)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Berbasis Proyek ... 11

1. Pengertian Model Pembelajaran ... 11

2. Macam-macam Model Pembelajaran ... 12

3. Model Pembelajaran Berbasis Proyek ... 14

4. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Proyek ... 15

5. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Proyek ... 16

6. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Proyek ... 18

B. Media Pembelajaran Audio Visual ... 20

1. Pengertian Media Pembelajaran ... 20

2. Fungsi Media Pembelajaran ... 21

3. Manfaat Media Pembelajaran ... 22

4. Jenis-jenis Media Pembelajaran ... 23

5. Pemilihan Media Pembelajaran ... 24

6. Media Audio Visual ... 27

7. Kelebihan dan Kelemahan Media Audio Visual ... 28

C. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ... 29

1. Pengertian IPA ... 29

2. Pembelajaran IPA di SD ... 30

3. Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA ... 33

D. Hasil Belajar ... 35

1. Pengertian Belajar ... 35

2. Hasil Belajar ... 36


(10)

vi

E. Kinerja Guru ... 44

F. Kajian Penelitian yang Relevan ... 46

G. Kerangka Pikir ... 47

H. Hipotesis Tindakan ... 48

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 49

B. Setting Penelitian ... 50

C. Teknik Pengumpulan Data ... 51

D. Alat Pengumpul Data ... 52

E. Teknik Analisis Data ... 53

F. Prosedur Penelitian ... 58

G. Indikator Keberhasilan ... 65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil SD Negeri 5 Metro Pusat ... 66

B. Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian ... 68

1. Siklus I ... 68

a. Perencanaan ... 68

b. Pelaksanaan ... 70

c. Pengamatan ... 77

d. Refleksi Siklus I ... 100

e. Saran dan Perbaikan ... 101

2. Siklus II ... 104

a. Perencanaan ... 104

b. Pelaksanaan ... 105

c. Pengamatan ... 111

d. Refleksi Siklus II ... 133

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 136

1. Kinerja Guru ... 136

2. Sikap Siswa ... 138

3. Keterampilan Siswa ... 141

4. Pengetahuan Siswa ... 143

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 145

B. Saran ... 146

DAFTAR PUSTAKA ... 148


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Persentase hasil belajar IPA siswa kelas V pada mid semester ganjil tahun

pelajaran 2014/2015 ... 5

3.1 Kategori kinerja guru ... 54

3.2 Kategori sikap siswa ... 55

3.3 Kategori tingkat keberhasilan hasil belajar siswa secara klasikal ... 55

3.4 Kategori keterampilan siswa ... 56

3.5 Kategori nilai hasil belajar pengetahuan siswa ... 57

4.1 Jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian tindakan kelas ... 68

4.2 Penilaian kinerja guru siklus I pertemuan 1 ... 77

4.3 Penilaian kinerja guru siklus I pertemuan 2 ... 80

4.4 Rekapitulasi nilai kinerja guru siklus I... 82

4.5 Hasil belajar sikap siswa siklus I pertemuan 1... 84

4.6 Hasil belajar sikap siswa siklus I pertemuan 2... 87

4.7 Rekapitulasi hasil belajar sikap siswa pada siklus I ... 89

4.8 Hasil belajar keterampilan siswa siklus I pertemuan 1 ... 91

4.9 Hasil belajar keterampilan siswa siklus I pertemuan 2 ... 94

4.10 Rekapitulasi hasil belajar keterampilan siswa pada siklus I ... 97

4.11 Hasil belajar pengetahuan siswa siklus I ... 99

4.12 Penilaian kinerja guru siklus II pertemuan 1... 112

4.13 Penilaian kinerja guru siklus II pertemuan 2... 114

4.14 Rekapitulasi nilai kinerja guru siklus II ... 116

4.15 Hasil belajar sikap siswa siklus II pertemuan 1 ... 117

4.16 Hasil belajar sikap siswa siklus II pertemuan 2 ... 120

4.17 Rekapitulasi hasil belajar sikap siswa pada siklus II ... 123

4.18 Hasil belajar keterampilan siswa siklus II pertemuan 1 ... 124

4.19 Hasil belajar keterampilan siswa siklus II pertemuan 2 ... 127

4.20 Rekapitulasi hasil belajar keterampilan siswa pada siklus II ... 130

4.21 Hasil belajar pengetahuan siswa siklus II ... 132

4.22 Peningkatan nilai kinerja guru ... 137

4.23 Peningkatan hasil belajar sikap siswa ... 139

4.24 Peningkatan hasil belajar keterampilan siswa ... 141

4.25 Rekapitulasi nilai rata-rata pengetahuan siswa ... 143


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat penelitian pendahuluan dari Unila ... 153

2. Surat izin penelitian dari Unila ... 154

3. Surat keterangan dari Unila ... 155

4. Surat izin penelitian dari sekolah ... 156

5. Surat pernyataan teman sejawat/observer ... 157

6. Surat keterangan penelitian dari sekolah... 158

7. Pemetaan/analisis SK-KD siklus I ... 159

8. Silabus siklus I ... 160

9. Rencana perbaikan pembelajaran siklus I ... 173

10.LKS siklus I ... 181

11.Pemetaan/analisis SK-KD siklus II ... 183

12.Silabus siklus II ... 187

13.Rencana perbaikan pembelajaran siklus II ... 197

14.LKS siklus II ... 205

15.Instrumen penilaian kinerja guru ... 206

16.Rekapitulasi nilai kinerja guru siklus I dan siklus II ... 214

17.Lembar observasi sikap siswa ... 217

18.Rekapitulasi hasil belajar sikap siswa siklus I dan siklus II... 221

19.Lembar observasi keterampilan siswa ... 223

20.Rekapitulasi hasil belajar keterampilan siswa siklus I dan siklus II ... 227

21.Kisi-kisi tes formatif 1 ... 229

22.Tes formatif 1 ... 231

23.Kisi-kisi tes formatif 2 ... 236

24.Tes formatif 2 ... 237

25.Rekapitulasi hasil belajar pengetahuan siswa siklus I dan siklus II ... 242


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Sintaks model pembelajaran berbasis proyek ... 19

2.2 Kerucut pengalaman E. Dale... 25

2.3 Kerangka pikir penelitian ... 48

3.1 Tahapan siklus PTK ... 50

4.1 Peningkatan nilai kinerja guru ... 137

4.2 Peningkatan hasil belajar sikap siswa ... 139

4.3 Peningkatan hasil belajar keterampilan siswa ... 141


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu interaksi antara pendidik dengan siswa. Interaksi dalam pendidikan berfungsi membantu mengembangkan potensi-potensi yang akan berkembang pada manusia dan menjadikan manusia dalam arti yang sebenarnya. Pendidikan sering diartikan sebagai upaya untuk memanusiakan manusia, sehingga mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia dan menjadi warga negara yang berarti bagi suatu negara dan bangsa. Pendidikan berperan sangat penting dalam perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Undang-undang di atas menjelaskan bahwa pendidikan dilaksanakan untuk mengembangkan potensi pebelajar dengan mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran yang aktif dan inovatif. Tahapan pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi diberikan kepada pebelajar sesuai dengan tingkat perkembangan, tujuan, dan kemampuan yang dikembangkan.


(15)

Pratiwi (dalam Suwarjo, 2008: 3) mengungkapkan bahwa sekolah sebagai komunitas belajar memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap dunia dan mengelolanya agar lebih produktif. Oleh karena itu, kompetensi yang harus dikuasai siswa perlu dinyatakan secara jelas dan tegas sehingga dapat dinilai sebagai wujud hasil belajar siswa yang mengacu pada pengalaman belajar secara langsung.

Pendidikan dasar merupakan pondasi awal bagi siswa untuk membuka wawasannya dan memegang peranan penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Terdapat beberapa bidang pelajaran yang harus dikuasai siswa salah satunya adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Mata pelajaran IPA tergolong dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang SD/MI/SDLB yang dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri (Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006: 3). Trianto (2010: 152) menyatakan bahwa pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.

Pada hakikatnya, IPA bukan hanya sekedar menghafal konsep, tetapi siswa berusaha untuk menemukan konsep. Sehingga dalam pembelajarannya, guru hendaknya tidak hanya mentransfer pengetahuan secara informatif saja tetapi mengajak siswa juga untuk terlibat langsung. Pembelajaran IPA untuk siswa


(16)

3

SD seharusnya banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi, berpikir, berdiskusi, berkomunikasi, serta bekerja sama secara kelompok. Oleh karena itu, pembelajaran IPA hendaknya membawa siswa ke dalam situasi yang nyata, agar anak melihat, membuktikan, memperoleh pengalaman secara konkret, serta mengonstruksi pengetahuannya sendiri berdasarkan fakta yang ada. Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, mata pelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA

yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Tujuan yang terkandung dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tersebut sudah mengandung ide-ide yang dapat mengantisipasi perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) secara global. Namun, kenyataan di lapangan tidak sejalan dengan tujuan pada kurikulum.

Berdasarkan hasil observasi selama pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri 5 Metro Pusat, peneliti menemukan bahwa guru belum maksimal dalam menerapkan model pembelajaran yang aktif dan inovatif. Guru belum merancang kegiatan belajar yang memungkinkan siswa membuat produk nyata


(17)

dalam suatu proyek pembelajaran. Ketika pembelajaran, guru menjelaskan hanya sebatas materi dan sedikit proses, karena cara pengajaran yang dilakukan masih terpaku pada buku pelajaran. Guru kurang mencari referensi sumber belajar lain yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Siswa kurang dibiasakan mencari, menggali, mengembangkan, dan menghasilkan informasi dari sumber lain. Sebagian besar kemampuan intelektual yang dimiliki siswa berasal dari pemahaman materi pelajaran yang bersifat ingatan, karena siswa dituntut untuk menerima hal-hal yang dianggap penting oleh guru dan menghafalnya. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan guru belum menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah bagi siswa. Inilah yang menyebabkan siswa terlihat pasif dan pembelajaran menjadi berpusat pada guru sehingga kurang menampakkan adanya proses konstruktivis yang optimal dan bermakna bagi siswa.

Kegiatan siswa selama pembelajaran hanya mendengarkan penjelasan guru, kemudian dilanjutkan dengan pemberian tugas untuk mengerjakan soal-soal yang ada di buku pelajaran sesuai perintah guru. Ketika diperintahkan untuk berdiskusi dengan temannya, sebagian besar siswa enggan melaksanakannya. Hal tersebut karena siswa belum dibiasakan untuk bekerja sama dalam diskusi kelompok. Tanggung jawab siswa pun saat diberi tugas masih rendah, siswa sibuk sendiri dan tidak segera menyelesaikan tugasnya. Jumlah siswa yang terlalu banyak juga sering membuat suasana belajar menjadi kurang kondusif. Ada beberapa siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru dan ada siswa yang sering membuat kegaduhan karena bosan dengan pembelajaran. Ketika kegiatan tanya jawab, siswa belum merespon pertanyaan guru dengan baik dan


(18)

5

jawaban yang diberikan sering menyimpang. Siswa kurang percaya diri dalam menjawab pertanyaan guru serta dalam mengajukan pendapatnya mengenai materi yang belum mereka kuasai. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan pengamatan dan mengomunikasikan siswa masih rendah.

Selain itu, dari observasi sarana dan prasarana diketahui bahwa ketersediaan media pembelajaran di SD Negeri 5 Metro Pusat terbilang lengkap dan terawat dengan baik, seperti KIT IPA, model organ dan gambar-gambar kerangka makhluk hidup, serta LCD. Namun dalam praktiknya, guru belum optimal menggunakan media-media tersebut untuk mendukung kegiatan pembelajaran dan memberikan pengalaman yang nyata bagi siswa. Hal ini dikarenakan guru kurang memanfaatkan media pembelajaran yang ada, bahkan belum menguasai cara penggunaannya khususnya LCD. Semestinya dengan berkembangnya teknologi, guru dapat menguasai penggunaan LCD. Penelusuran lebih lanjut melalui telaah dokumen hasil belajar pengetahuan IPA siswa kelas V pada mid semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015 diperoleh data sebagai berikut. Tabel 1.1 Persentase hasil belajar pengetahuan IPA siswa kelas V pada mid

semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015 KKM Kelas

Jumlah siswa (orang) Jumlah siswa tuntas (orang) Jumlah siswa belum tuntas (orang) Persentase siswa tuntas Persentase siswa belum tuntas 70

V A 36 15 21 41,67% 58,33%

V B 35 13 22 37,14% 62,86%

V C 37 18 19 48,65% 51,35%

Tabel 1.1 di atas, menunjukkan bahwa hasil belajar pengetahuan IPA siswa kelas V B lebih rendah jika dibandingkan dengan kelas V A dan V C. Hal tersebut diindikasikan dari 35 orang siswa, hanya 13 orang siswa atau sebesar 37,14 % yang sudah mencapai KKM yaitu 70. Mulyasa (2013: 131) menyatakan


(19)

dari segi hasil, proses pembentukan kompetensi dan karakter siswa dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri siswa seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar 75%. Dari indikator tersebut telah jelas bahwa persentase ketuntasan di kelas V B menunjukkan hasil belajar pengetahuan siswa pada pembelajaran IPA masih sangat rendah karena persentase yang ditunjukkan masih jauh dari indikator keberhasilan.

Bertolak dari permasalahan di atas, sebaiknya guru lebih sering menggunakan model pembelajaran yang mengajak siswa ke arah proses pemahaman konsep secara keseluruhan melalui pengalaman langsung. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan adalah model pembelajaran berbasis proyek. Thomas (dalam Wena, 2013: 144) berpendapat bahwa model pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Sani (2013: 226) juga menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek dilakukan untuk memperdalam pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dengan cara membuat karya atau proyek yang terkait dengan materi ajar dan kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh siswa. Selanjutnya, Moursund (dalam Subagyo, 2011) mengemukakan bahwa model pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan motivasi, kemampuan pemecahan masalah, kolaborasi, dan keterampilan mengelola sumber. Pernyataan di atas mengisyaratkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis proyek pada penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.


(20)

7

Selain harus mengoptimalkan penggunaan model, seorang guru juga harus memanfaatkan media dalam pembelajaran IPA agar lebih menarik dan bermakna bagi siswa. Masalah pada pembelajaran IPA di atas dapat diatasi dengan menggunakan media audio visual dalam proses pembelajaran. Arsyad (2011: 49−50) menyatakan bahwa media audio visual dapat melengkapi pengalaman dasar siswa, menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang, dan menyajikan peristiwa yang berbahaya jika dilihat secara langsung. Media audio visual dapat mengonkretkan sesuatu yang terlihat abstrak. Hal tersebut sesuai dengan taraf berpikir siswa SD yang masih berada pada taraf berpikir operasional konkret. Siswa pada usia 7-11 tahun hanya dapat berpikir dengan logika untuk memecahkan masalah yang sifatnya konkret atau nyata, yaitu dengan cara mengamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pemecahan masalah yang dihadapi (Piaget dalam Dimyati & Mudjiono, 2009: 14).

Berdasarkan paparan masalah di atas, peneliti beranggapan perlu melakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas yang berjudul: “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek dengan Media Audio Visual pada Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V B SD Negeri 5 Metro Pusat”.

B. Identifikasi Masalah

Latar belakang dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan menjadi beberapa masalah sebagai berikut.

1. Guru belum optimal dalam menerapkan variasi model pembelajaran. 2. Guru belum optimal dalam menggunakan media pembelajaran.


(21)

V 3. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran.

4. Pembelajaran masih berpusat pada guru.

5. Pembelajaran yang dilakukan hanya bersifat hafalan. 6. Guru kurang bervariasi dalam penggunaan sumber belajar.

7. Jumlah siswa yang terlalu banyak sering menyebabkan suasana belajar kurang kondusif.

8. Sikap kerja sama dan tanggung jawab siswa masih rendah.

9. Keterampilan pengamatan dan mengomunikasikan siswa masih rendah. 10.Hasil belajar pengetahuan siswa pada pembelajaran IPA masih sangat

rendah yaitu 37,14 % yang mencapai ketuntasan belajar. C. Pembatasan Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini dapat dituliskan pembatasan masalah yaitu: “Hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA masih rendah”. D. Rumusan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan menjadi suatu masalah sebagai berikut.

“Apakah penerapan model pembelajaran berbasis proyek dengan media audio visual pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas B SD Negeri 5 Metro Pusat?”

E. Tujuan Penelitian

Rumusan masalah di atas dapat dituliskan dalam tujuan penelitian yaitu untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran


(22)

9

berbasis proyek dengan media audio visual pada pembelajaran IPA kelas V B SD Negeri 5 Metro Pusat.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan manfaat bagi: 1. Siswa

Melalui penerapan model pembelajaran berbasis proyek dengan media audio visual diharapkan mampu melatih siswa untuk terlibat aktif dalam mencari, menggali, menghasilkan, mengembangkan pengetahuan sendiri, dan meningkatkan pemahaman siswa mengenai konsep IPA.

2. Guru

Bertambahnya wawasan guru untuk menerapkan model pembelajaran berbasis proyek dalam pembelajaran IPA atau mata pelajaran lainnya yang dianggap sesuai dengan model tersebut sehingga guru dapat memperbaiki pembelajaran, meningkatkan keterampilan dan profesionalitasnya.

3. Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan inovasi pembelajaran guna mengoptimalkan ketercapaian tujuan dalam pembelajaran. Selain itu, dapat memberikan sumbangan yang berguna dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di SD Negeri 5 Metro Pusat sehingga menghasilkan output yang optimal.

4. Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam melakukan penelitian tindakan kelas agar kelak menjadi guru yang profesional.


(23)

5. Keilmuan Ke-PGSD-an

Penelitian ini dapat dijadikan referensi model pembelajaran yang bisa diterapkan dalam kelas sehingga meningkatkan kualitas pendidikan khususnya di bidang ke-SD-an.


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Berbasis Proyek 1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran dan dapat memberikan informasi yang berguna bagi siswa di dalam proses pembelajaran. Suyadi (2013: 14) menyatakan bahwa model adalah gambaran kecil atau miniatur dalam sebuah konsep besar. Milss (dalam Suprijono, 2011: 46) juga berpendapat bahwa model adalah bentuk representasi akurat yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.

Mengacu pada pendapat di atas, Suyadi (2013: 14) memaparkan bahwa model pembelajaran adalah gambaran kecil dari konsep pembelajaran secara keseluruhan. Termasuk dalam hal ini adalah tujuan, sintaksis, lingkungan, dan sistem pengelolaan. Jadi, dapat diartikan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Sani (2013: 89) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar. Hanafiah dan Suhana (2009: 41) juga menyatakan bahwa model


(25)

pembelajaran adalah salah satu pendekatan dalam rangka menyiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun generatif. Selanjutnya, Sukamto dan Winataputra (dalam Sutikno, 2014: 58) mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pendekatan yang digunakan guru pada proses pembelajaran di kelas yang memperhatikan pengetahuan awal siswa dan melibatkan siswa secara langsung berupa kegiatan nyata sehingga hasil belajar siswa meningkat.

2. Macam-macam Model Pembelajaran

Pembelajaran di sekolah dasar saat ini dituntut menggunakan model pembelajaran yang aktif dan inovatif yang di dalamnya terdapat beberapa model pembelajaran. Model pembelajaran yang aktif dan inovatif bagi siswa akan sangat membantu dalam pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan akan tercapai. Kurniasih dan Sani (2014: 64) mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran banyak model yang dapat digunakan untuk menuntun siswa menjadi aktif yaitu pembelajaran kooperatif, pembelajaran discovery, pembelajaran berbasis masalah, dan pembelajaran berbasis proyek. Model-model pembelajaran tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.


(26)

13

a. Model pembelajaran kooperatif

Menurut Depdiknas (dalam Komalasari, 2013: 62), pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Sementara itu, Slavin (dalam Komalasari, 2013: 62) mengungkapkan bahwa keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok. Sanjaya (2010: 246) menyatakan beberapa prinsip pembelajaran kooperatif yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

b. Model pembelajaran discovery

Abidin (2014: 175) mendefinisikan discovery sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila siswa disajikan materi pembelajaran yang masih bersifat belum tuntas atau belum lengkap sehingga menuntut siswa menyingkapkan beberapa informasi yang diperlukan untuk melengkapi materi ajar tersebut. Selanjutnya, Wilcox (dalam Hosnan, 2014: 281) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip.

c. Model pembelajaran berbasis masalah

Sani (2014: 127) berpendapat bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan,


(27)

memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog. Kemendikbud (dalam Abidin, 2014: 159) juga memandang model pembelajaran berbasis masalah suatu model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.

d. Model pembelajaran berbasis proyek

Menurut Warsono dan Hariyanto (2012: 154), pembelajaran berbasis proyek memusatkan diri terhadap adanya sejumlah masalah yang mampu memotivasi, serta mendorong para siswa berhadapan dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pokok pengetahuan secara langsung sebagai pengalaman tangan pertama (hands on experience). Para siswa harus berpikir secara orisinal sampai akhirnya mereka dapat memecahkan suatu masalah dalam kehidupan nyata.

Penjelasan dari macam-macam model pembelajaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah model pembelajaran berbasis proyek. 3. Model Pembelajaran Berbasis Proyek

Thomas (dalam Wena, 2013: 144) berpendapat bahwa model pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Sani (2013: 226) juga menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek dilakukan untuk memperdalam pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dengan cara membuat karya


(28)

15

atau proyek yang terkait dengan materi ajar dan kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh siswa.

Secara sederhana, Warsono dan Hariyanto (2012: 153) mendefinisikan pembelajaran berbasis proyek sebagai suatu pengajaran yang mencoba mengaitkan antara teknologi dengan masalah kehidupan sehari-hari yang akrab dengan siswa, atau dengan suatu proyek sekolah. Selanjutnya, Abidin (2014: 167) mengemukakan bahwa model pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang secara langsung melibatkan siswa dalam proses pembelajaran melalui kegiatan penelitian untuk mengerjakan dan menyelesaikan suatu proyek pembelajaran tertentu.

Beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran berbasis proyek adalah suatu model pembelajaran yang berorientasi pada kerja proyek yang diintegrasikan dengan kehidupan nyata dan dapat mengonstruksi pengetahuan awal siswa serta dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan belajar siswa.

4. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Proyek

Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik masing-masing untuk membedakan model satu dengan yang lain. Menurut Thomas (dalam Wena, 2013: 145), fokus pembelajaran berbasis proyek terletak pada prinsip dan konsep inti dari suatu disiplin ilmu, melibatkan siswa dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi kesempatan siswa bekerja secara otonom dalam mengonstruksi pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya untuk menghasilkan produk nyata. Gaer (dalam Wena, 2013: 145) juga mengemukakan bahwa


(29)

pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang besar untuk memberi pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa.

Kemendikbud (dalam Abidin, 2014: 169) menjelaskan bahwa model pembelajaran berbasis proyek memiliki karakteristik sebagai berikut.

1) Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja. 2) Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta

didik.

3) Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan.

4) Peserta didik secara kolaboratif bertanggung jawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan.

5) Proses evaluasi dijalankan secara kontinu.

6) Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan.

7) Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif. 8) Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan

perubahan.

Pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis proyek memiliki karakteristik yaitu adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik, memberi pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa, menghasilkan produk nyata, dan proses evaluasi dijalankan secara kontinu. 5. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Proyek

a. Kelebihan model pembelajaran berbasis proyek

Helm dan Kazt (dalam Abidin, 2014: 170) memandang model ini memiliki keunggulan yakni dapat digunakan untuk mengembangkan (1) kemampuan akademik siswa, (2) sosial emosional siswa, dan (3) berbagai keterampilan berpikir yang dibutuhkan siswa dalam kehidupan nyata.


(30)

17

Sementara itu, menurut Sani (2014: 177) beberapa kelebihan menggunakan pembelajaran berbasis proyek adalah:

1) meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dan mendorong mereka untuk melakukan pekerjaan penting;

2) meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah;

3) membuat siswa lebih aktif dalam menyelesaikan permasalahan yang kompleks;

4) meningkatkan kemampuan siswa dalam bekerja sama;

5) mendorong siswa mempraktikkan keterampilan berkomunikasi; 6) meningkatkan keterampilan siswa dalam mengelola sumber

daya;

7) memberikan pengalaman kepada siswa dalam mengorganisasi proyek, mengalokasi waktu, dan mengelola sumber daya seperti peralatan dan bahan untuk menyelesaikan tugas;

8) memberikan kesempatan belajar bagi siswa untuk berkembang sesuai kondisi dunia nyata;

9) melibatkan siswa untuk belajar mengumpulkan informasi dan menerapkan pengetahuan tersebut untuk menyelesaikan permasalahan di dunia nyata; dan

10)membuat suasana belajar menjadi menyenangkan. b. Kekurangan model pembelajaran berbasis proyek

Pembelajaran berbasis proyek tidak terlepas dari kekurangan di samping kelebihan yag dimiliki. Adapun kekurangan dari pembelajaran berbasis proyek ini menurut Sani (2014: 177-178) yaitu:

1) membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk;

2) membutuhkan biaya yang cukup;

3) membutuhkan guru yang terampil dan mau belajar;

4) membutuhkan fasilitas, peralatan, dan bahan yang memadai; 5) tidak sesuai untuk siswa yang mudah menyerah dan tidak

memiliki pengetahuan serta keterampilan yang dibutuhkan; dan 6) kesulitan melibatkan semua siswa dalam kerja kelompok. Selanjutnya, Abidin (2014: 171) juga mengemukakan bahwa ada beberapa kekurangan dalam model ini yaitu:

1) memerlukan banyak waktu dan biaya;


(31)

3) memerlukan guru dan siswa yang sama-sama siap belajar dan berkembang; dan

4) ada kekhawatiran siswa hanya akan menguasai satu topik tertentu yang dikerjakannya.

Uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kelebihan model pembelajaran berbasis proyek adalah mengembangkan kemampuan akademik dan keterampilan berpikir siswa, memberikan pengalaman kepada siswa dalam mengorganisasi proyek, mengalokasi waktu, dan mengelola sumber daya seperti peralatan dan bahan untuk menyelesaikan tugas, dan membuat suasana belajar menjadi menyenangkan. Namun, masih ada beberapa kekurangan model tersebut diantaranya membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk, serta membutuhkan fasilitas, peralatan, dan bahan yang memadai.

6. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Proyek

Setiap pendekatan, model, metode, atau teknik memiliki prosedur pelaksanaan yang terstruktur sesuai dengan karakteristiknya. Begitu pula dengan model pembelajaran berbasis proyek, berikut ini langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek menurut Sani (2013: 226-227).

a. Guru memaparkan topik yang akan dikaji, tujuan belajar, motivasi, dan kompetensi yang akan dicapai.

b. Peserta didik membentuk kelompok dan mengidentifikasi permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik yang dikaji. Pertanyaan dapat diajukan oleh guru.

c. Kelompok membuat rencana proyek terkait dengan penyelesaian permasalahan yang diidentifikasi.

d. Kelompok membuat proyek atau karya dengan memahami konsep atau prinsip yang terkait dengan materi pelajaran.

e. Menampilkan proyek yang telah dikerjakan (presentasi).

Sejalan dengan pendapat di atas, Abidin (2014: 172-173) membagi sintaks model pembelajaran berbasis proyek pada gambar berikut.


(32)

19

Gambar 2.1 Sintaks model pembelajaran berbasis proyek

Tahapan model pembelajaran berbasis proyek menurut Abidin (2014: 172-173) pada gambar di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Praproyek

Guru merancang deskripsi proyek, menyiapkan media dan berbagai sumber belajar, dan menyiapkan kondisi pembelajaran.

b. Fase 1: mengidentifikasi masalah

Siswa melakukan pengamatan terhadap objek tertentu, mengidentifikasi masalah dan membuat rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan. c. Fase 2: membuat desain dan jadwal pelaksanaan proyek

Siswa secara kolaboratif dengan anggota kelompok ataupun guru untuk merancang proyek, menentukan penjadwalan, dan melakukan aktivitas persiapan lainnya.

d. Fase 3: melaksanakan penelitian

Siswa melaksanakan kegiatan penelitian awal dengan mengumpulkan data dan selanjutnya menganalisis data.

Praproyek Menganalisis Fase 1: Masalah

Fase 2: Membuat Desain dan

Jadwal Pelaksanaan Proyek Fase 3: Melaksanakan Penelitian Fase 4: Menyusun Draf/Prototipe Produk Fase 5:

Mengukur, Menilai, dan Memperbaiki Produk

Fase 6: Finalisasi dan Publikasi Produk


(33)

e. Fase 4: menyusun draf/prototipe produk

Siswa mulai membuat produk awal sebagaimana rencana dan hasil penelitian yang dilakukan.

f. Fase 5: mengukur, menilai, dan memperbaiki produk

Siswa melihat kembali produk awal yang dibuat, mencari kelemahan, dan memperbaiki produk tersebut dengan meminta pendapat atau kritik dari anggota kelompok lain ataupun pendapat guru.

g. Fase 6: finalisasi dan publikasi produk

Siswa melakukan finalisasi produk. Setelah diyakini sesuai dengan harapan, produk dipublikasikan.

h. Pascaproyek

Guru menilai, memberikan penguatan, masukan, dan saran perbaikan atas produk yang telah dihasilkan siswa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek yang akan diimplementasikan yaitu: (1) menyampaikan topik yang akan dikaji, (2) mengorganisasikan siswa untuk membentuk kelompok, (3) merencanakan proyek, (4) membuat proyek, dan (5) menampilkan proyek.

B. Media Pembelajaran Audio Visual 1. Pengertian Media Pembelajaran

Media adalah perantara atau pengantar. Gerlach (dalam Sanjaya, 2010: 163) berpendapat bahwa media dalam konteks pendidikan meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap.


(34)

21

Sementara itu, Gerlach dan Ely (dalam Arsyad, 2011: 3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Artinya, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.

Asra, dkk. (2007: 5.5) mengemukakan bahwa kata media dalam “media pembelajaran” secara harfiah berarti perantara atau pengantar, sedangkan kata pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi yang diciptakan untuk membuat seseorang melakukan sesuatu kegiatan belajar. Media pembelajaran memberikan penekanan pada posisi media sebagai wahana penyalur pesan atau informasi belajar untuk mengondisikan seseorang belajar.

Selanjutnya, Rossi dan Breidle (dalam Sanjaya, 2010: 163) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya.

Peneliti menarik kesimpulan bahwa media pembelajaran adalah segala bentuk saluran sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan yang dapat merangsang minat siswa untuk belajar serta membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2. Fungsi Media Pembelajaran

Menurut Kemp dan Dayton (dalam Arsyad, 2011: 19), media pembelajaran dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu (a) memotivasi minat atau tindakan, (b) menyajikan informasi, dan (c) memberi instruksi.


(35)

Fungsi dari media pembelajaran juga diungkapkan oleh Asyhar (2011: 29-35) bahwa media pembelajaran memiliki beberapa fungsi yang dijelaskan sebagai berikut.

a. Media sebagai sumber belajar, media pembelajaran berperan sebagai salah satu sumber belajar bagi siswa.

b. Fungsi semantik, melalui media dapat menambah perbendaharaan kata atau istilah.

c. Fungsi manipulatif, adalah kemampuan suatu benda dalam menampilkan kembali suatu benda atau peristiwa dengan berbagai cara, sesuai kondisi, situasi, tujuan dan sasarannya.

d. Fungsi fiksatif, adalah kemampuan media untuk menangkap, menyimpan dan menampilkan kembali suatu objek atau kejadian yang sudah lampau.

e. Fungsi distributive, bahwa dalam sekali penggunaan suatu materi, objek atau kejadian dapat diikuti siswa dalam jumlah besar dan dalam jangkauan yang sangat luas.

f. Fungsi psikologis, media pembelajaran memiliki beberapa fungsi seperti atensi, afektif, kognitif, imajinatif, dan fungsi motivasi. g. Fungsi sosio kultural, penggunaan media dapat mengatasi hambatan

sosial kultural antarsiswa.

Pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran memiliki fungsi di antaranya (a) memotivasi minat atau tindakan, (b) menyajikan informasi, dan (c) memberi instruksi. Fungsi dari media pembelajaran dapat mendukung pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

3. Manfaat Media Pembelajaran

Secara umum manfaat media dalam proses pembelajaran disampaikan oleh Sudjana dan Rivai (dalam Arsyad, 2011: 24-25) sebagai berikut.

a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga


(36)

23

siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengar uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

Sementara itu, Daryanto (2010: 40) mengungkapkan bahwa media pembelajaran bermanfaat sebagai berikut.

a. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalitas.

b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra. c. Menimbulkan gairah belajar.

d. Memungkinkan anak dapat belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori,dan kinestetiknya.

e. Memberikan rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama.

f. Dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran adalah meningkatkan motivasi belajar, memperjelas materi yang disampaikan, dan menjadikan proses pembelajaran lebih menarik.

4. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Pengelompokan jenis-jenis media pembelajaran banyak disampaikan oleh para ahli media pembelajaran, di antaranya Asra, dkk. (2007: 5.8-5.9) mengelompokkan media pembelajaran menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Media visual yaitu media yang hanya dapat dilihat, seperti foto, gambar dan poster.

b. Media audio yaitu media yang hanya dapat didengar saja seperti kaset audio, MP3, dan radio.

c. Media audio visual yaitu media yang dapat dilihat sekaligus didengar seperti film suara, video, televisi dan sound slide.

d. Multimedia adalah media yang dapat menyajikan unsur media secara lengkap seperti suara, animasi, video, grafis dan film.

e. Media realia yaitu semua media nyata yang ada di lingkungan alam, seperti tumbuhan, batuan, air, sawah, dan sebagainya.


(37)

Pengelompokan jenis-jenis media pembelajaran juga diungkapkan oleh Asyhar (2011: 44-45) yaitu:

a. Media visual yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indra pengliatan misalnya media cetak seperti buku, jurnal, peta, gambar, dan lain sebagainya.

b. Media audio adalah jenis media yang digunakan hanya mengandalkan pendengaran saja, contohnya tape recorder, dan radio.

c. Media audio visual adalah film, video, program TV, dan lain sebagainya.

d. Multimedia yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran terdiri dari beberapa jenis, yaitu: (a) media visual, (b) media audio, (c) media audio visual, (d) multimedia, dan (e) media realia.

5. Pemilihan Media Pembelajaran

Penggunaan media pembelajaran oleh guru dalam proses pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan belajar siswa sehingga dapat digunakan secara tepat untuk mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. E. Dale (dalam Erlinda, 2012) mengemukakan bahwa untuk memahami peranan media pembelajaran dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa dilukiskan dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan Kerucut Pengalaman E. Dale. Kerucut pengalaman E. Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati, dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Kerucut pengalaman ini dianut secara luas untuk menentukan alat bantu atau media apa yang sesuai agar siswa


(38)

25

memperoleh pengalaman belajar secara mudah. Berikut ini adalah gambar Kerucut Pengalaman E. Dale.

Gambar 2.2 Kerucut pengalaman E. Dale

E. Dale (dalam Eka, 2011) dalam Kerucut Pengalaman E. Dale (E.

Dale’s Cone Experience) mengatakan:

“Hasil belajar seseorang diperoleh melalui pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Proses belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajar”. Pengalaman langsung akan memberikan informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena ia melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba”.

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat tingkat pengalaman dari yang bersifat langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, yang merentang dari yang bersifat konkret ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran. Ketika penggunaan media pembelajaran lebih konkret atau dengan pengalaman langsung maka pesan (informasi) pada proses pembelajaran yang disampaikan guru kepada siswa akan tersampaikan dengan baik. Sebaliknya, jika penggunaan media pembelajaran semakin

Abstrak


(39)

abstrak maka pesan (informasi) akan semakin sulit diterima siswa dengan kata lain siswa menghadapi kesulitan dalam memahami dan mencerna apa yang disampaikan oleh guru.

Hal tersebut diperjelas oleh Arsyad (2011: 7) yang menyebutkan bahwa “pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya”. Oleh karena itu, penggunaan media pembelajaran akan memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak terhadap hasil belajar pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa.

Arsyad (2011: 75-76) mengungkapkan ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih media, yaitu (a) sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, (b) tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi, (c) praktis, luwes, dan bertahan lama, (d) guru terampil menggunakannya, (e) pengelompokan sasaran, dan (f) mutu teknis.

Sementara itu, Sanjaya (2010: 173-174) menjelaskan agar media pembelajaran benar-benar dapat digunakan untuk membelajarkan siswa, maka ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan, diantaranya:

a. Media yang akan digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b. Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran.

c. Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi siswa.

d. Media yang akan digunakan harus memerhatikan efektivitas dan efisien.

e. Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam mengoperasikannya.


(40)

27

Kriteria dan prinsip-prinsip pemilihan media tersebut menjadi acuan bagi peneliti untuk memutuskan media yang akan digunakan pada pembelajaran, yaitu media audio visual.

6. Media Audio Visual

Media audio visual merupakan salah satu jenis media pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.

Asyhar (2011: 45) mendefinisikan bahwa media audio visual adalah jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan. Pesan dan informasi yang dapat disalurkan melalui media ini dapat berupa pesan verbal dan nonverbal yang mengandalkan baik penglihatan maupun pendengaran. Beberapa contoh media audio visual adalah film, video, program TV dan lain-lain.

Sementara itu, Asra, dkk. (2007: 5-9) mengungkapkan bahwa media audio visual yaitu media yang dapat dilihat sekaligus dapat didengar, seperti film bersuara, video, televisi, dan sound slide. Selanjutnya, Sanjaya (2010: 172) berpendapat bahwa media audio visual yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya.

Pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa media audio visual merupakan media yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan. Contoh media audio visual adalah film, video, TV, slide suara (sound slide) dan lain-lain.


(41)

7. Kelebihan dan Kekurangan Media Audio Visual

Setiap jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan begitu pula dengan media audio visual. Arsyad (2011: 49−50) mengungkapkan beberapa kelebihan dan kekurangan media audio visual dalam pembelajaran sebagai berikut.

a. Kelebihan media audio visual antara lain: 1) melengkapi pengalaman dasar siswa;

2) menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika perlu;

3) mendorong dan meningkatkan motivasi;

4) menanamkan sikap-sikap dan segi afektif lainnya;

5) mengandung nilai-nilai positif dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok siswa;

6) menyajikan peristiwa yang berbahaya jika dilihat secara langsung; 7) ditunjukkan kepada kelompok besar atau kelompok kecil, kelompok

yang heterogen maupun homogen maupun perorangan; dan 8) dapat ditampilkan dalam satu atau dua menit.

b. Kekurangan media audio visual antara lain:

1) memerlukan biaya mahal dan waktu yang banyak;

2) tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan melalui film tersebut; dan

3) yang tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang diinginkan, kecuali dirancang dan diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri.


(42)

29

Media audio visual dapat mendorong dan meningkatkan motivasi belajar siswa, namun tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan melalui media tersebut. Adapun aspek yang akan diamati dalam pembelajaran meliputi: (1) menunjukkan keterampilan dalam penggunaan media audio visual, (2) menghasilkan pesan yang menarik, (3) menggunakan media audio visual secara efektif dan efisien, (4) melibatkan siswa dalam pemanfaatan media audio visual, (5) melaksanakan pembelajaran menggunakan media audio visual secara runtut, (6) menguasai kelas saat pembelajaran menggunakan media audio visual, dan (7) melaksanakan pembelajaran menggunakan media audio visual sesuai dengan waktu yang telah dialokasikan.

C. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 1. Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Hakikatnya, IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah.

Sutrisno, dkk. (2007: 1.19) mengemukakan bahwa IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Jadi, IPA mengandung tiga hal: proses (usaha manusia memahami alam semesta), prosedur (pengamatan yang tepat dan prosedurnya benar), dan produk (kesimpulannya betul).

Sementara itu, menurut Trianto (2010: 136-137), IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada


(43)

gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.

Prihantoro (dalam Trianto, 2010: 137) mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa IPA adalah sekumpulan teori yang sistematis yang mempelajari tentang gejala-gejala alam melalui pengamatan yang tepat pada sasaran dengan menggunakan prosedur yang benar dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih, sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul.

2. Pembelajaran IPA di SD

Pembelajaran IPA di SD harus dimodifikasi agar siswa dapat dengan mudah mempelajarinya. Ide-ide dan konsep-konsep harus disederhanakan agar sesuai dengan kemampuan siswa untuk memahaminya. Menurut Piaget (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009: 14), siswa pada usia 7-11 tahun hanya dapat berpikir dengan logika untuk memecahkan masalah yang sifatnya konkret atau nyata, yaitu dengan cara mengamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pemecahan masalah yang dihadapi.


(44)

31

De Vito, et al. (dalam Samatowa, 2011: 146) mengemukakan pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, memunculkan ide-ide, membangun rasa ingin tahu, membangun keterampilan yang diperlukan, serta menimbulkan kesadaran siswa bahwa IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan sebagai berikut.

IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di Sekolah Dasar (SD) menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Tujuan pembelajaran IPA juga tertuang dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi yaitu agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut.

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Driver (dalam Sutrisno, 2007: 2.12) mengungkapkan bahwa kontribusi IPA, menurut kacamata konstruktivis adalah pengembangan serangkaian


(45)

makna personal untuk memahami kejadian sehari-hari dan pengalamannya. Dalam pembelajarannya, IPA tidak terlepas dari pendekatan scientific (ilmiah). Seperti yang dikemukakan Kemendikbud (2013: 221) bahwa pendekatan scientific (ilmiah) merupakan pendekatan berbasis ilmiah yang bertujuan agar siswa dapat mencari sendiri pengalaman belajarnya dengan cara mengamati, menanya, menalar, mencoba, hingga akhirnya siswa menemukan sendiri jawaban atas permasalahannya.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Rusman (2012: 391) yang menyatakan bahwa pembelajaran dianggap bermakna jika dalam proses pembelajaran tersebut siswa terlibat secara aktif, untuk mencari dan menemukan sendiri pemecahan masalah serta menemukan sendiri pengetahuan melalui pengalaman langsung. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Kemendikbud (2013: 211) menyatakan bahwa pendekatan scientific (ilmiah) diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD hendaknya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa agar memahami alam sekitar secara ilmiah dengan inkuiri dan berbuat hingga menghasilkan sebuah produk. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan scientific yang berpusat pada siswa sehingga siswa dapat tumbuh dan berkembang dengan mengonstruksi pengetahuannya sendiri.


(46)

33

3. Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA

Pembelajaran IPA di SD berorientasi pada keterampilan proses. Keterampilan proses tidak menekankan pada konsep, tetapi lebih menuntut pada pengembangan proses secara utuh melalui metode ilmiah. Semiawan (dalam Devi, 2010: 7) berpendapat bahwa keterampilan proses merupakan keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan-kemampuan mendasar yang dimiliki, dikuasai, dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuwan berhasil menemukan sesuatu yang baru.

Selanjutnya, Indrawati (dalam Trianto, 2010: 144) juga berpendapat bahwa keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif, afektif, maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep, prinsip, atau teori untuk mengembangkan konsep yang telah ada atau untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan. Sejalan dengan pendapat di atas, Samatowa (2011: 93) mengemukakan bahwa keterampilan proses IPA merupakan keterampilan intelektual yang dimiliki dan digunakan oleh seseorang dalam memecahkan masalah tentang fenomena.

American Association for the Advevancement of Science (dalam Devi, 2010: 7) mengklasifikasikan keterampilan proses menjadi 2, yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses dasar merupakan suatu pondasi untuk melatih keterampilan proses terpadu yang lebih kompleks. Keterampilan proses dasar meliputi pengamatan, pengukuran, menyimpulkan, meramalkan, menggolongkan, dan mengomunikasikan. Keterampilan proses terpadu khususnya


(47)

diperlukan saat melakukan eksperimen untuk memecahkan masalah. Keterampilan proses terpadu meliputi pengontrolan variabel, interpretasi data, perumusan hipotesis, pendefinisian variabel secara operasional, dan merancang eksperimen.

Trianto (2010: 144-146) mengungkapkan beberapa indikator dari keterampilan proses dasar sebagai berikut.

a. Pengamatan

1) Penggunaan indera-indera tidak hanya penglihatan 2) Pengorganisasian objek-objek menurut satu sifat tertentu 3) Pengidentifikasian banyak sifat

4) Melakukan pengamatan kuantitatif dan kualitatif b. Pengukuran

1) Mengukur dalam satuan yang sesuai

2) Memilih alat dan satuan yang sesuai untuk pengukuran tertentu c. Menyimpulkan

1) Mengaitkan pengamatan dengan pengalaman atau pengetahuan terdahulu

2) Mengajukan penjelasan-penjelasan untuk pengamatan-pengamatan

d. Meramalkan

1) Penggunaan data dan pengamatan yang sesuai 2) Penafsiran generalisasi tentang pola-pola

3) Pengujian kebenaran dari ramalan-ramalan yang sesuai e. Menggolongkan

1) Mengidentifikasi suatu sifat umum

2) Memilah-milah dengan menggunakan dua sifat atau lebih f. Mengomunikasikan

1) Pemaparan pengamatan dengan menggunakan perbendaharaan kata yang sesuai

2) Pengembangan grafik atau gambar untuk menyajikan pengamatan dan peragaan data

3) Perencanaan poster atau diagram untuk menyajikan data untuk meyakinkan orang lain.

Beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses adalah kemampuan dasar yang dimiliki, dikuasai, dan diaplikasikan hingga memperoleh suatu pengetahuan baru untuk memecahkan masalah melalui kerja ilmiah. Keterampilan proses yang akan dinilai pada penelitian


(48)

35

ini yaitu keterampilan pengamatan dan mengomunikasikan. Indikator keterampilan pengamatan meliputi: (1) menggunakan indera/alat bantu indera, (2) mencatat hasil pengamatan, (3) fokus pada objek yang diamati, dan (4) menunjukkan perbedaan yang nyata pada objek. Adapun indikator keterampilan mengomunikasikan meliputi: (1) menyampaikan hasil kerja proyek dengan kalimat yang jelas, (2) menyampaikan hasil kerja proyek dengan bahasa yang runtut, (3) menyampaikan hasil kerja proyek dengan sikap yang tenang, dan (4) memanfaatkan produk dalam menyampaikan hasil kerja proyek.

D. Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari setiap individu. Manusia diberi akal agar dimanfaatkan sebaik mungkin, yang salah satunya adalah belajar. Trianto (2010: 103) mendefinisikan belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intra pada diri pembelajar dengan faktor ekstra pada lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Selaras dengan pendapat tersebut, Gagne (dalam Suwarjo, 2008: 33) berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses yang terorganisasi sehingga terjadi perubahan perilaku pembelajar akibat pengalaman. Penjelasan lebih lanjut dikemukakan oleh Sanjaya (dalam Prastowo, 2013: 49) bahwa belajar adalah suatu proses aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif, baik perubahan dalam aspek pengetahuan, afeksi, maupun psikomotorik.


(49)

Terdapat banyak teori belajar dalam dunia pendidikan yang dikembangkan untuk mendasari pembelajaran di kelas. Dari sekian banyak teori, ada satu teori yang sesuai dengan konsep pembelajaran berbasis proyek yaitu teori belajar konstruktivisme. Menurut Trianto (2010: 75) pada dasarnya aliran konstruktivisme menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak akan terwujud dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain saja, tetapi seseorang harus belajar dengan melakukan (learning by doing). Sementara itu, Suprijono (2011: 39) mengemukakan bahwa konstruktivisme beraksentuasi belajar sebagai proses operatif, artinya belajar memperoleh dan menentukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan pada bermacam-macam situasi. Belajar operatif tidak hanya menekankan pada pengetahuan “apa”, namun juga “mengapa” dan “bagaimana”.

Beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri pebelajar melalui pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan untuk membangun pengetahuannya. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori belajar konstruktivisme. Pandangan dalam teori tersebut selaras dengan model pembelajaran berbasis proyek dengan media audio visual yang mengarahkan siswa secara aktif untuk mengonstruksi sendiri pengetahuannya melalui pengalamannya. 2. Hasil Belajar

Suatu proses pembelajaran pasti akan diakhiri dengan hasil belajar. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah belajar,


(50)

37

yang wujudnya berupa afektif, kognitif, maupun psikomotor. Hamalik (2008: 30) berpendapat bahwa hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan tidak mengerti menjadi mengerti.

Dimyati dan Mudjiono (2009: 18) juga menyatakan bahwa hasil belajar adalah hal yang dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Bloom (dalam Sudijono, 2011: 20) mengemukakan bahwa hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga domain, yaitu afektif, kognitif, dan psikomotor. Setiap domain disusun menjadi beberapa jenjang kemampuan, mulai dari hal yang sederhana sampai dengan hal yang kompleks, mulai dari hal yang mudah sampai dengan hal yang sukar, dan dari hal yang konkret sampai dengan hal yang abstrak. Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar.

Sejalan dengan pendapat Bloom (dalam Sudijono, 2011: 20) di atas, hasil belajar dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu sebagai berikut. a. Ranah sikap

Menurut Kunandar (2013: 104), ranah afektif (sikap) berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerja sama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Ranah ini memiliki lima tingkatan yaitu penerimaan, penanggapan, penghargaan, pengorganisasian, dan pengarakterisasian.


(51)

Lebih lanjut, Kunandar (2013: 119) menyatakan bahwa dalam melakukan penilaian kompetensi sikap dilaksanakan melalui: (a) observasi atau pengamatan perilaku dengan lembar pengamatan atau observasi, (b) penilaian diri, (c) penilaian “teman sejawat” oleh peserta didik, (d) jurnal, dan (e) wawancara dengan alat panduan atau pedoman wawancara (pertanyaan-pertanyaan langsung). Adapun sikap yang akan dinilai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Sikap kerja sama

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, manusia membutuhkan bantuan orang lain dalam setiap kehidupannya. Salah satu sikap yang diperlukan dalam hidup berkelompok adalah bekerja sama. Apriono (2011: 4) mengemukakan bahwa kerja sama adalah kumpulan/kelompok yang terdiri dari beberapa orang anggota yang saling membantu dan saling tergantung satu sama lain dalam melakukan suatu kegiatan untuk mencapai suatu tujuan bersama.

Kemendikbud (2013: 24) menyebutkan beberapa indikator dari sikap kerja sama yaitu sebagai berikut.

a) Terlibat aktif dalam bekerja bakti membersihkan kelas atau sekolah.

b) Kesediaan melakukan tugas sesuai kesepakatan.

c) Bersedia membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan d) Aktif dalam kerja kelompok.

e) Memusatkan perhatian pada tujuan kelompok. f) Tidak mendahulukan kepentingan pribadi.

g) Mencari jalan untuk mengatasi perbedaan pendapat/pikiran antara diri sendiri dengan orang lain.

h) Mendorong orang lain untu bekerja sama demi mencapai tujuan bersama.


(52)

39

Johnson (dalam Apriono, 2011: 162) menyatakan karakteristik suatu kelompok kerja sama terlihat dari lima komponen yaitu: (1) adanya saling ketergantungan yang positif di antara individu-individu dalam kelompok tersebut untuk mencapai tujuan, (2) adanya interaksi tatap muka yang dapat meningkatkan sukses satu sama lain di antara anggota kelompok, (3) adanya akuntabilitas dan tanggung jawab personal individu, (4) adanya keterampilan komunikasi interpersonal dan kelompok kecil, dan (5) adanya keterampilan bekerja dalam kelompok.

Adapun indikator sikap kerja sama yang akan dinilai pada penelitian ini meliputi: (1) tetap berada dalam kelompoknya selama diskusi kelompok, (2) ada pembagian tugas dalam kerja kelompok, (3) menyumbangkan ide kepada kelompok, dan (4) lebih mementingkan kepentingan kelompok daripada kepentingan pribadi.

2) Sikap tanggung jawab

Sikap tanggung jawab adalah sikap dan perilaku untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaiamana yang seharusnya dilakukan. Kemendikbud (2013: 3) menyatakan bahwa tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Indikator dari tanggung jawab yaitu: (1) melaksanakan tugas individu dengan baik, (2) menerima resiko dari


(53)

tindakan yang dilakukan, (3) tidak menuduh orang lain tanpa bukti yang akurat, (4) mengembalikan barang yang dipinjam, dan (5) meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan.

Sementara itu, Mulyasa (2013: 147) berpendapat bahwa sikap tanggung jawab dapat dilihat melalui beberapa indikator yaitu: (1) melaksanakan kewajiban, (2) melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan, (3) menaati tata tertib sekolah, (4) memelihara fasilitas sekolah, dan (5) menjaga kebersihan lingkungan. Dalam proses pembelajaran sikap tanggung jawab dapat ditunjukkan dengan cara mengerjakan tugas sesuai yang telah ditentukan, berperan aktif dalam kelompok dan berani menanggung resiko atas perbuatan yang telah dilakukan.

Adapun indikator sikap tanggung jawab yang akan dinilai dalam penelitian ini meliputi: (1) mengerjakan tugas proyek bersama kelompok, (2) menyelesaikan tugas sesuai waktu yang diberikan, (3) merapikan tempat duduk setelah kerja kelompok, dan (4) menjaga kebersihan kelas selama pembelajaran.

b. Ranah keterampilan

Kunandar (2013: 249) mengemukakan bahwa ranah psikomotor (keterampilan) adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu untuk menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu. Kunandar (2013: 253) juga mengungkapkan bahwa ranah psikomotor (keterampilan) ini memiliki


(54)

41

lima tingkatan yaitu imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi.

Pembelajaran IPA tidak terlepas dari pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses. Nur dan Wikandari (dalam Trianto, 2010: 143) menyatakan bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses dalam menemukan fakta, membangun konsep, teori, dan sikap ilmiah siswa. Selanjutnya, Kemendikbud (2013: 5) juga mengungkapkan hal yang sama yaitu di dalam pembelajaran IPA siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif dengan keterampilan-keterampilan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip. Keterampilan proses yang akan dinilai pada penelitian ini yaitu keterampilan pengamatan dan mengomunikasikan. c. Ranah pengetahuan

Ranah pengetahuan berkaitan dengan kemampuan peserta didik dalam menguasai suatu konsep materi pembelajaran. Sudijono (2011: 49) berpendapat bahwa ranah pengetahuan adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Ranah ini memiliki enam tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Menilai kompetensi pengetahuan dilakukan melalui: (1) tes tertulis menggunakan butir soal, (2) tes lisan dengan bertanya langsung terhadap peserta didik menggunakan daftar pertanyaan, dan (3) penugasan atau proyek dengan lembar kerja tertentu yang harus dikerjakan oleh peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Adapun dalam penelitian ini, peneliti akan menilai tingkat pengetahuan,


(55)

pemahaman, penerapan, dan analisis siswa menggunakan tes tertulis dengan bentuk instrumen pilihan jamak dan uraian.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran, dari yang awalnya tidak mengerti menjadi mengerti dengan ditandai perubahan secara keseluruhan dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Adapun indikator hasil belajar yang akan dinilai pada ranah pengetahuan meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, dan analisis. Hasil belajar pada ranah sikap meliputi sikap kerja sama dan tanggung jawab, sedangkan pada ranah keterampilan meliputi keterampilan pengamatan dan mengomunikasikan.

3. Penilaian Autentik

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan (Kemendikbud, 2013: 1). Penilaian di SD tidak hanya dilihat dari hasil belajar saja namun juga dari proses belajar yang dialami siswa baik pada aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Penilaian seperti inilah yang disebut dengan penilaian autentik.

Menurut Kemendikbud (2013: 7), penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran. Mueller (dalam Nurgiyantoro, 2011: 23) mengemukakan bahwa penilaian autentik


(1)

visual dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V B SD Negeri 5 Metro Pusat.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan di atas, berikut ini disampaikan saran-saran dalam menerapkan model pembelajaran berbasis proyek dengan media audio visual bagi:

1. Siswa

Siswa diharapkan selalu aktif dan termotivasi serta memiliki antusias untuk berpartisipasi dalam mengikuti pembelajaran agar dapat memperoleh hasil belajar yang baik. Siswa harus mempersiapkan bahan materi terlebih dahulu sebelum materi disampaikan guru. Proses mengonstruksi dan menemukan konsep materi hendaknya melibatkan pengetahuan dan pengalaman siswa. Selain itu, siswa harus berani menyampaikan ide dalam kerja kelompok karena dengan berdiskusi siswa akan lebih mudah memahami konsep.

2. Guru

Penelitian ini sebaiknya dapat dikembangkan lagi pada mata pelajaran IPA oleh guru kelas V B SD Negeri 5 Metro Pusat pada khususnya, selain itu guru yang mengampu mata pelajaran lain juga dapat mencoba dan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek dengan media audio visual dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Beberapa hal yang perlu disiapkan dalam penerapannya yaitu perangkat pembelajaran seperti pemetaan, silabus, RPP, LKS, sumber belajar dan media pembelajaran, serta produk yang akan dihasilkan siswa. Pembuatan media pembelajaran dan


(2)

147

produk yang dihasilkan siswa harus sesuai dengan materi yang diajarkan dan berada dekat dengan kehidupan siswa sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi.

3. Sekolah

Sekolah sebaiknya memberikan dukungan dan dorongan kepada guru dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah seperti melakukan pelatihan kepada guru yang akan melakukan penelitian tindakan kelas. Selain itu, pengadaan sarana dan prasana yang lebih baik sangat perlu seperti media pembelajaran untuk menunjang proses pembelajaran sehingga guru dapat melaksanakan perbaikan pembelajaran demi peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

4. Peneliti berikutnya

Peneliti merekomendasikan bagi peneliti berikutnya untuk dapat menerapkan model pembelajaran berbasis proyek dengan media audio visual pada materi maupun mata pelajaran yang berbeda. Hal-hal penting yang perlu dipersiapkan dalam penggunaan model dan media tersebut yaitu menentukan produk yang akan dibuat dan memilih video yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Selain itu, diharapkan peneliti berikutnya dapat meneliti kembali sikap siswa dalam menyumbangkan ide dan keterampilan siswa dalam menyampaikan hasil kerja proyek.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. PT Refika Aditama. Bandung.

Apriono, Djoko. 2011. Meningkatkan Keterampilan Kerjasama Siswa dalam Belajar melalui Pembelajaran Kolaboratif. Prospektus Tahun IX Nomor 2. Dapat diakses pada URL:

http://ejournal.unirow.ac.id/ojs/files/journals/2/articles/4/.../8.joko.pdf., 29 Desember 2014.

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Yamara Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Asra, dkk. 2007. Komputer dan Media Pembelajaran di SD. Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi. Jakarta.

Asyhar, H. Rayandra. 2011. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Gaung Persada Press. Jakarta.

Daryanto. 2010. Media Pembelajaran (Peranannya Sangat Penting dalam

Mencapai Tujuan Pembelajaran). Gava Media. Yogyakarta.

Devi, Poppy Kamalia. 2010. Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA: untuk

Guru SD. PPPPTK IPA. Jakarta.

Dimyati & Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta. Eka. 2011. Kerucut Pengalaman Dale dan Belajar. Dapat diakses pada URL:

http://ekacrudhgeograf.blogspot.com/2011/07/kerucut-pengalaman-dale-dan-belajar.html., 6 Februari 2015.

Erlinda. 2012. Pengalaman Kerucut Edgar Dale. Dapat diakses pada URL: http://erlinda-fachrunnisa.blogspot.com/2012/04/2menurut-pengalaman-kerucut-edgar-dale.html., 6 Februari 2015.


(4)

149

Hamalik, Oemar. 2008. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan

Sistem. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Hamiyah, Nur & Muhammad Jauhar. 2014. Strategi Belajar-Mengajar di Kelas. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung.

Hosnan. 2014. Pendekatan Scientific dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Ghalia Indonesia. Bogor.

Jupri. 2012. Peningkatan Hasil Belajar IPA bagi Siswa Kelas III dengan Menggunakan Media Audio Visual (VCD Pembelajaran) SD Negeri

Mangunsari 05 Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. Universitas

Kristen Satya Wacana. Salatiga.

Kemendikbud. 2013. Panduan Teknis Penilaian di Sekolah Dasar. Kemendikbud. Jakarta.

Komalasari, Kokom. 2013. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.

Kunandar. 2013. Penilaian Autentik: Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik

Berdasarkan Kurikulum 2013. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Kurniasih, Imas & Berlin Sani. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Kata Pena. Yogyakarta.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Bahasa. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 mengenai Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan.

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Assesmen Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.

Prastowo, Andi. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Tematik. DIVA Press. Jogjakarta.


(5)

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Rosdakarya. Bandung.

Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme

Guru. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Samatowa, Usman. 2011. Bagaimana Membelajarkan IPA di SD. Depdiknas. Jakarta.

Sani, Ridwan Abdullah. 2013. Inovasi Pembelajaran. PT Bumi Aksara. Jakarta. . 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum

2013. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses

Pendidikan. Prenada Media. Jakarta.

Subagyo, Wisnu. 2011. Model Pembelajaran Project Based Learning. Dapat diakses pada URL: http://wisnusubagyo.blogspot.com/2011/12/model-pembelajaranprject-based-learning.html., 14 Juni 2014.

Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Rajawali Pers. Jakarta. Sudjana, Nana. 2012. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja

Rosdakarya. Bandung.

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning (Teori dan Aplikasi PAIKEM). Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Sutikno, M. Sobry. 2014. Metode dan Model-model Pembelajaran. Holistica. Lombok.

Sutrisno, Leo, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta.

Suwarjo. 2008. Pembelajaran Kooperatif dalam Apresiasi Prosa Fiksi. Surya Pena Gemilang. Malang.

Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. PT Bumi Aksara. Jakarta. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


(6)

151

Warsono & Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif: Teori dan Asesmen. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Wena, Made. 2013. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan

Konseptual Operasional. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Yulistia, Annisa. 2014. Model Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV A SD

Negeri 1 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2013/2014. Universitas Lampung.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV ZULKIFLI SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT KOTA METRO

2 27 71

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV SD NEGERI 4 BUMI JAWA LAMPUNG TIMUR

2 9 76

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MELALUI CONCEPT MAPPING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V B SD NEGERI 11 METRO PUSAT

7 55 75

PENERAPAN MODEL TREFFINGER UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 03 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

5 45 78

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV C SD NEGERI 1 METRO PUSAT

0 6 65

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 ENDANG REJO TAHUN 2015/2016

0 6 93

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TIPE VAK DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA KELAS V.C SD HJ. ISRIATI BAITURRAHMAN

0 7 347

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Bangsri Kecamatan Karangpan

0 1 15

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS V Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Bangsri Kecamatan Karang

0 1 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD NEGERI 168 PEKANBARU

0 0 15