Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Tematik Terpadu Siswa Kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat

(1)

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS

DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU SISWA KELAS I B

SD NEGERI 11 METRO PUSAT

(Skripsi)

Oleh CAHYA SARI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS

DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU SISWA KELAS I B

SD NEGERI 11 METRO PUSAT

Oleh CAHYA SARI

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar dengan menerapkan model cooperative learning tipe NHT.

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 3 siklus, setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Dengan tahapan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan tes tertulis. Teknik analisis data yang digunakan adalah bentuk analisis kualitatif dan kuantitatif.

Perbaikan pembelajaran dengan model cooperative learning Tipe NHT, menunjukkan peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Aktivitas belajar siswa pada akhir siklus I mencapai 52,80 (Cukup Aktif), siklus II 62,60 (Cukup Aktif), siklus III 76,82 (Aktif). Hasil belajar dibagi menjadi tiga ranah, yakni afektif, psikomotor, dan kognitif. Hasil belajar afektif siklus I 56,95 (Cukup), siklus II 63,17 (Cukup), dan siklus III 77,75 (Baik). Hasil belajar psikomotor siklus I 60,85 (Cukup), siklus II 65,35 (Baik), dan siklus III 85,65 (Sangat Baik). Sedangkan pada hasil belajar kognitif siswa siklus I 60% (Sedang), siklus II 70% (Tinggi), dan siklus III 86,67% (Sangat Tinggi). Penerapan model cooperative learning Tipe NHT dalam pembelajaran tematik terpadu dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti bernama Cahya Sari lahir di 15 Polos Kota Metro, Provinsi Lampung pada tanggal 27 Juni 1991. Peneliti adalah anak kedua dari empat bersaudara, pasangan Bapak Asari dan IbuHarni.

Peneliti menempuh Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Aisyah Bustanul Athfal Pugung Raharjo lulus tahun 1998. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 01 Pugung Raharjo Lampung Timur, lulus tahun 2003. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 01 Pugung Raharjo Lampung Timur, lulus tahun 2006. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 01 Bandar Sribhawono Lampung Timur, lulus tahun 2009. Tahun 2010, peneliti terdaftar sebagai mahasiswa S1Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung.


(8)

PERSEMBAHAN

Bismillahirohmanirrohim

Dengan rasa syukur kepada Alloh SWT dan kerendahan hati, karya ini kupersembahkan untuk:

Bapak Asari dan Ibu Harni Tercinta

Selaku orang tua yang telah berjuang, berkorban semuanya baik

moral maupun material, memberikan motivasi, memberikan semangat untuk terus belajar sampai saat ini, selalu mengingatkanku dalam setiap langkahku untuk menjadi yang lebih baik, selalu mendoakan untuk keberhasilanku. Karyaku ini kupersembahkan untuk Ayah dan Ibunda tercinta sebagai bukti bahwa usaha dan doamu selama ini kepadaku tidak pernah sia-sia.

Kakakku Ari Pratama dan adik kembar

tercintaku Muhakbar dan Muhakmal

Yang selalu memberikan dukungan, motivasi agar lebih semangat

untuk menyelesaikan tanggung jawab dan tugas skripsiku ini.


(9)

MOTO

Hadapilah setiap tantangan yang menghadang dengan lapang dada, seakan Anda telah tersentuh gairah

kemenangan. (George S Patton)

Janganlah bersedih jika orang lain tidak mengenalku, tetapi berusahalah agar aku pantas untuk dikenal atas

kemenanganku. (Cahya Sari)


(10)

i

SANWACANA

Puji syukur ke hadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar dalam

Pembelajaran Tematik Terpadu Siswa Kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung.


(11)

ii

5. Ibu Dra. Asmaul Khair, M. Pd., selaku Ketua UPP S-1 PGSD Metro.

6. Bapak Drs. Mugiadi, M. Pd.,selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang telah banyak memberikan masukan yang berarti, memberikan saran, serta perhatian bagi peneliti untuk penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Drs. Herman Tarigan, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Pembimbing Akademik (PA) yang selalu memberikan masukan yang sangat kritis, perhatian dan saran-saran yang sangat bermanfaat untuk penyelesaian skripsi ini.

8. Ibu Dra. Sulistiasih, M. Pd., selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan yang berarti, memberikan saran, serta selalu memberikan perbaikan-perbaikan tidak terduga bagi peneliti untuk penyelesaian skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf PGSD UPP Metro yang telah banyak membantu kelancaran penyusunan skripsi ini.

10. Bapak Basiran, S. Pd. SD.,Kepala Sekolah SD Negeri 11 Metro Pusat, serta Dewan Guru dan Staf Administrasi yang telah membantu peneliti selama penyusunan skripsi ini.

11. Ibu Winda Triliana P., S. Pd., selaku guru kelas I B sekaligus observer yang banyak membantu peneliti dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.

12. Siswa-siswi kelas I BSD Negeri 11 Metro Pusat yang telah berpartisipasi aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

13. Teristimewa kedua orang tua,kakakku, dan adik kembarku tercinta yang telah memberikan bantuan baik moral maupun material demi keberhasilan studiku.


(12)

iii

14. Teruntuk Folta yang selalu memberikan semangat, dukungan, serta doa kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

15. Sahabat-sahabat terdekat peneliti Dita Tricandria, Erwidiya, Rizka yang selalu memberikan semangat, masukan, dan doa,

16. Rekan-rekan senasib dan seperjuangan, mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) angkatan 2010 (Mbak Suli, Riri, Serli, Veridiana, Rimba, Jaya, Fauzi, Syaiful, Suhardi, Reni, Sinta, Siti, Umi, Khuznaini, Akmal, Fahmi, Kak Aji, Bagus, Ratna, Nyoman, Julia, Lita, Indah, Hardiana, Putu, Mega, Aqmarina, Serlia, Saras, Surani, Maulinda, Mayang, Dan Risti) terimakasih kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan selama ini.

17. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan namanya satu per satu yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa tulisan ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan peningkatan dunia pendidikan khususnya ke-SD-an.

Metro, 18 Juli2014 Penulis

Cahya Sari


(13)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran ... 8

B. Model Cooperative Learning ... 9

1. Pengertian Model Cooperative Learning ... 9

2. Tujuan Model Cooperative Learning ... 10

3. Macam-macam Model Cooperative Learning ... 12

C. Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together ... 13

1. Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together 13

2. Kelebihan dan Kelemahan Numbered Heads Together (NHT) ... 14

3. Langkah-langkah Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) ... 15

D. Aktivitas Belajar ... 17

E. Kinerja Guru ... 18

1. Pengertian Kinerja Guru ... 18

2. Kriteria Kualitas Kinerja Guru ... 19

F. Belajar... 20

1. Pengertian Belajar ... 20

2. Teori Belajar ... 21

a. Teori Belajar Behaviorisme ... 21


(14)

vi

c. Teori Belajar Kontruktivisme ... 23

3. Hasil Belajar ... 25

a. Ranah Afektif ... 26

b. Ranah Psikomotor ... 27

c. Ranah Kognitif ... 28

G. Pembelajaran Tematik Terpadu ... 29

1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu ... 29

2. Karakteristik Pembelajaran Tematik Terpadu ... 30

3. Pendekatan Scientific ... 31

4. Penilaian Autentik ... 33

a. Ranah Afektif ... 34

b. Ranah Psikomotor ... 35

c. Ranah Kognitif ... 35

H. Kerangka Pikir ... 36

I. Hipotesis Tindakan ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 39

B. Setting Penelitian ... 39

1. Subjek Penelitian ... 39

2. Lokasi Penelitian ... 40

3. Waktu Penelitian ... 40

C. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Observasi ... 40

2. Tes Hasil Belajar ... 41

D. Alat Pengumpulan Data ... 41

1. Nontes ... 41

2. Tes ... 41

E. Teknik Analisis Data ... 41

1. Data Kualitatif ... 42

2. Data Kuantitatif ... 45

F. Prosedur Penelitian ... 46

G. Urutan Penelitian Tindakan Kelas ... 48

1. Siklus I ... 48

2. Siklus II ... 51

3. Siklus III ... 54

H. Indikator Keberhasilan Tindakan ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Sekolah ... 59

1. Letak Geografis dan Prasarana SD Negeri 11 Metro Pusat ... 59

2. Keadaan Penyelenggara Sekolah ... 59

B. Prosedur Penelitian ... 61

1. Refleksi Awal ... 61

2. Persiapan Pembelajaran ... 61

C. Hasil Penelitian ... 62


(15)

vii

a. Perencanaan Pembelajaran Siklus I ... 63

b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 64

c. Hasil Observasi Siklus I ... 67

d. Refleksi Siklus I ... 72

2. Siklus II ... 74

a. Perencanaan Pembelajaran Siklus II ... 74

b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 75

c. Hasil Observasi Siklus II ... 77

d. Refleksi Siklus II ... 83

3. Siklus III ... 85

a. Perencanaan Pembelajaran Siklus III ... 85

b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III ... 86

c. Hasil Observasi Siklus III ... 88

d. Refleksi Siklus III ... 94

D. Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 95

1. Rekapitulasi Aktivitas Belajar Siswa ... 95

2. Rekapitulasi Kinerja Guru ... 96

3. Rekapitulasi Hasil Afektif Siswa ... 98

4. Rekapitulasi Hasil Psikomotor Siswa ... 99

5. Rekapitulasi Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 100

E. Pembahasan ... 102

1. Aktivitas Belajar Siswa ... 102

2. Kinerja Guru ... 103

3. Hasil Afektif Siswa ... 103

4. Hasil Psikomotor Siswa ... 104

5. Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Hasil ulangan semester ganjil siswa kelas I A ... 3

1.2 Hasil ulangan semester ganjil siswa kelas I B ... 4

3.1 Aspek aktivitas siswa ... 42

3.2 Konversi nilai aktivitas belajar siswa ... 43

3.3 Rubrik penilaian aktivitas belajar siswa ... 43

3.4 Konversi nilai kinerja guru ... 43

3.5 Rubrik penilaian kinerja guru ... 44

3.6 Konversi penilaian afektif siswa ... 44

3.7 Rubrik penilaian afektif siswa ... 44

3.8 Konversi nilai psikomotor siswa ... 45

3.9 Rubrik penilaian psikomotor siswa ... 45

3.10 Kriteria keberhasilan belajar siswa secara klasikal dalam persen (%) 46

4.1 Data pengajar SD Negeri 11 Metro Pusat ... 60

4.2 Jadwal pelaksanaan kegiatan PTK tiap siklus ... 62

4.3 Hasil aktivitas belajar siswa siklus I ... 67

4.4 Hasil kinerja guru siklus I ... 68

4.5 Hasil afektif siswa siklus I ... 69

4.6 Hasil psikomotor siswa siklus I... 70

4.7 Ketuntasan hasil belajar kognitif siswa siklus I ... 71

4.8 Hasil aktivitas belajar siswa siklus II ... 78

4.9 Hasil kinerja guru siklus II ... 79

4.10 Hasil afektif siswa siklus II ... 80


(17)

ix

4.12 Ketuntasan hasil belajar kognitif siswa siklus II ... 82

4.13 Hasil aktivitas belajar siswa siklus III ... 89

4.14 Hasil kinerja guru siklus III ... 90

4.15 Hasil afektif siswa siklus III ... 91

4.16 Hasil psikomotor siswa siklus III ... 92

4.17 Ketuntasan hasil belajar kognitif siswa siklus III ... 93

4.18 Rekapitulasi nilai aktivitas belajar siswa ... 95

4.19 Rekapitulasi nilai kinerja guru ... 96

4.20 Rekapitulasi nilai afektif siswa ... 98

4.21 Rekapitulasi nilai psikomotor siswa ... 99


(18)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Hasil ulangan semester ganjil siswa kelas I A ... 3

1.2 Hasil ulangan semester ganjil siswa kelas I B ... 4

3.1 Aspek aktivitas siswa ... 42

3.2 Konversi nilai aktivitas belajar siswa ... 43

3.3 Rubrik penilaian aktivitas belajar siswa ... 43

3.4 Konversi nilai kinerja guru ... 43

3.5 Rubrik penilaian kinerja guru ... 44

3.6 Konversi penilaian afektif siswa ... 44

3.7 Rubrik penilaian afektif siswa ... 44

3.8 Konversi nilai psikomotor siswa ... 45

3.9 Rubrik penilaian psikomotor siswa ... 45

3.10 Kriteria keberhasilan belajar siswa secara klasikal dalam persen (%) 46

4.1 Data pengajar SD Negeri 11 Metro Pusat ... 60

4.2 Jadwal pelaksanaan kegiatan PTK tiap siklus ... 62

4.3 Hasil aktivitas belajar siswa siklus I ... 67

4.4 Hasil kinerja guru siklus I ... 68

4.5 Hasil afektif siswa siklus I ... 69

4.6 Hasil psikomotor siswa siklus I... 70

4.7 Ketuntasan hasil belajar kognitif siswa siklus I ... 71

4.8 Hasil aktivitas belajar siswa siklus II ... 78

4.9 Hasil kinerja guru siklus II ... 79

4.10 Hasil afektif siswa siklus II ... 80


(19)

vi

4.12 Ketuntasan hasil belajar kognitif siswa siklus II ... 82

4.13 Hasil aktivitas belajar siswa siklus III ... 89

4.14 Hasil kinerja guru siklus III ... 90

4.15 Hasil afektif siswa siklus III ... 91

4.16 Hasil psikomotor siswa siklus III ... 92

4.17 Ketuntasan hasil belajar kognitif siswa siklus III ... 93

4.18 Rekapitulasi nilai aktivitas belajar siswa ... 95

4.19 Rekapitulasi nilai kinerja guru ... 96

4.20 Rekapitulasi nilai afektif siswa ... 98

4.21 Rekapitulasi nilai psikomotor siswa ... 99


(20)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Tujuan cooperative learning ... 11

2.2 Langkah-langkah numbered heads together ... 16

2.3 Langkah-langkah pembelajaran scientific ... 33

2.4 Bagan kerangka pikir penelitian ... 38


(21)

v

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1 Peningkatan nilai aktivitas belajar siswa ... 95

1.2 Peningkatan nilai kinerja guru ... 97

1.3 Peningkatan nilai afektif siswa ... 98

1.4 Peningkatan nilai psikomotor siswa ... 100


(22)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat penelitian pendahuluan dari unila ... 112 2. Surat izin penelitian dari unila ... 113 3. Surat keterangan dari unila ... 114 4. Surat izin penelitian dari SD ... 115 5. Keterangan penelitian dari SD ... 116 6. Surat pernyataan dari SD ... 117 7. Pemetaan indikator pembelajaran ... 119 8. Silabus pembelajaran ... 120 9. Rencana perbaikan pembelajaran (RPP) ... 126 10. Lembar hasil observasi aktivitas siswa ... 180 11. Lembar hasil observasi kinerja guru ... 187 12. Lembar hasil observasi afektif siswa ... 189 13. Lembar hasil observasi psikomotor siswa ... 193 14. Lembar hasil belajar kognitif siswa ... 197 15. Dokumentasi ... 198 16. Kartu bimbingan skripsi ... 209


(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Interaksi pendidikan berfungsi membantu pengembangan seluruh potensi. Dengan berkembangnya potensi-potensi itulah manusia akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Pendidikan sering diartikan sebagai upaya untuk memanusiakan manusia, sehingga mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia dan menjadi warga negara yang berarti bagi suatu negara dan bangsa.

Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 yang menjelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Secara yuridis bunyi UU tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan negara ini harus memiliki karakter positif yang kuat, artinya praktik pendidikan tidak semata hanya berorientasi pada aspek kognitif melainkan secara terpadu menyangkut tiga aspek ranah pendidikan yaitu kognitif,


(24)

2

afektif, dan psikomotor. Memasuki bulan keenam tahun 2013, Kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013 mulai diterapkan.

Kunandar (2013: 34), mengemukakan Kurikulum 2013 menganut: 1) pembelajaran yang dilakukan guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat, dan 2) pengalaman belajar langsung peserta didik (learning-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik menjadi hasil Kurikulum.

Kurikulum 2013 ini menggunakan pendekatan ilmiah atau scientific approach sebagai penunjang dalam proses pembelajarannya. Pendekatan ini melatih siswa berpikir logis, sistematis, dan ilmiah. Selain menggunakan pendekatan ilmiah, proses pembelajaran juga akan lebih mudah diterapkan kepada siswa melalui model pembelajaran. Dalam hal ini peran guru harus lebih kreatif dalam menggunakan model pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 9 Januari 2014 di SD Negeri 11 Metro Pusat terdapat dua kelas I, yaitu kelas I A dan kelas I B. Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap dua kelas tersebut menunjukkan adanya perbedaan pada pembelajaran siswa. Meskipun dalam pelaksanaan pembelajarannya sudah menerapkan tematik terpadu Kurikulum 2013. Hasil pengamatan di kelas I A terlihat pada kegiatan pembelajaran dan diskusi kelompok. Siswa kelas I A cukup aktif dalam segi bertanya dan menanggapi yang disampaikan guru, selain itu pada saat guru menjelaskan materi pembelajaran siswa tidak ribut sendiri. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan guru kelas I A, diperoleh keterangan pula pada hasil


(25)

3

ulangan semester ganjil siswa kelas I A dari 31 orang siswa, 22 orang siswa atau 70,96% mencapai ketuntasan hasil belajar.

Tabel 1.1 Hasil ulangan semester ganjil siswa kelas I A tahun pelajaran 2013/2014

Nilai Frekuensi Keterangan 86-100 5 Tuntas

76-85 8 Tuntas 66-75 9 Tuntas 56-65 5 Belum Tuntas

46-55 4 Belum Tuntas

Jumlah 31

KKM ≥66 Tuntas = 22 (70,96%) Tidak Tuntas = 9 (29,03%)

Sedangkan pada observasi yang dilakukan pada kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat, masih ada siswa yang tidak bisa mengikuti proses kegiatan pembelajaran dengan baik. Diketahui bahwa aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran masih sangat rendah, hal ini terlihat saat kegiatan berdiskusi kelompok. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru kelas I B diperoleh keterangan bahwa siswa merasa kurang percaya diri untuk menjawab serta mengajukan pendapat dalam kegiatan diskusi. Siswa sulit terbuka apabila ada kesulitan dalam pembelajaran, siswa takut bertanya meskipun sudah diberi kesempatan untuk bertanya.

Di samping itu, masih rendahnya hasil belajar siswa kelas I B. Hal ini terlihat pada hasil nilai semester ganjil kelas I B, diperoleh keterangan hanya 46,67% atau 14 orang dari 30 orang siswa yang mencapai ketuntasan hasil belajar. Hal ini berarti belum mencapai ketuntasan secara klasikal standar


(26)

4

Tabel 1.2 Hasil ulangan semester ganjil siswa kelas I B tahun pelajaran 2013/2014

Nilai Frekuensi Keterangan 86-100 4 Tuntas

76-85 5 Tuntas 66-75 5 Tuntas 56-65 9 Belum Tuntas

46-55 7 Belum Tuntas

Jumlah 30

KKM ≥66 Tuntas = 14 (46,67%) Tidak Tuntas = 16 (53,33%)

Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti penyebab rendahnya hasil belajar siswa kelas I B karena siswa sulit dalam memahami konsep pembelajaran yang diterapkan pada Kurikulum 2013. Selain itu, dalam pembelajaran guru terlebih dahulu tidak menjelaskan materi yang diajarkan. Guru hanya memberikan soal yang ada di buku siswa dan menulisnya di papan tulis, lalu siswa diminta untuk mengerjakan soal tersebut. Dengan demikian, membuat beberapa siswa yang belum mengerti bagaimana mengerjakan soal tersebut menjadi bingung. Hal itu memicu siswa untuk malas mengerjakan soal tersebut. Dalam pembelajaran di kelas siswa berperan pasif dan peran guru lebih dominan atau berpusat pada guru (teacher centered).

Untuk menyiasati hal tersebut, salah satu model yang mampu mengaktifkan dan dipandang dapat memfasilitasi siswa dalam pembelajaran adalah model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT). Menurut Slavin dalam Huda (2013: 203) Numbered Heads Together pada dasarnya varian dari diskusi kelompok yang dikembangkan untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kegiatan kelompok.


(27)

5

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan penelitian tindakan kelas terhadap siswa kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat dengan mengambil

judul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Tematik Terpadu Siswa Kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat”.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai berikut.

1. Kesulitan siswa dalam bertanya dan mengemukakan pendapat, khususnya dalam kegiatan diskusi.

2. Kesulitan siswa dalam memahami konsep pembelajaran dalam Kurikulum 2013.

3. Kegiatan pembelajaran yang kurang melibatkan siswa aktif dan guru kreatif. Siswa lebih bersifat pasif dan kegiatan pembelajaran guru yang masih mendominasi atau berpusat pada guru (teacher centered).

4. Guru tidak menjelaskan terlebih dahulu kepada siswa tentang materi yang diajarkan, sehingga membuat beberapa siswa bingung untuk mengerjakan soal yang diberikan guru. Hal tersebut membuat siswa malas mengerjakan soal yang diberikan guru.

5. Guru belum menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe numbered heads together untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar. 6. Rendahya aktivitas belajar siswa kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat,

khususnya dalam kegiatan diskusi kelompok siswa masih kurang berani mengemukakan pendapatnya.


(28)

6

7. Rendahnya hasil belajar siswa kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat dalam pembelajaran tematik terpadu. Terbukti pada hasil belajar siswa belum

mencapai ≥75% dari jumlah siswa keseluruhan. C. Pembatasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini perlu dibatasi agar penelitian dapat terarah dan terfokus secara cermat. Masalah tersebut difokuskan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas I B di SD Negeri 11 Metro Pusat dengan menerapkan model cooperative learning tipe NHT.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe NHT dapat meningkatkan aktivitas dalam pembelajaran tematik terpadu siswa kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat?

2. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran tematik terpadu siswa kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan judul penelitian dan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk:

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat dalam pembelajaran tematik terpadu melalui model cooperative learning tipe NHT.


(29)

7

2. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat dalam pembelajaran tematik terpadu melalui model cooperative learning tipe NHT.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada banyak pihak antara lain siswa, guru, sekolah, dan peneliti.

1. Siswa

Dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat melalui model cooperative learning tipe NHT dalam pembelajaran tematik terpadu.

2. Guru

Sebagai bahan masukan bagi guru untuk meningkatkan kualitas dalam pembelajarannya. Guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, menciptakan proses pembelajaran bagi siswa yang kreatif, serta membangkitkan minat dengan mengaktifkan siswa pada kegiatan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas.

3. Sekolah

Dapat memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.

4. Peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan dan penguasaan pada diri peneliti, sekaligus memberikan pengalaman tentang penelitian tindakan kelas sehingga dapat menjadi guru yang profesional di kemudian hari.


(30)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman perencana pembelajaran. Menurut Komalasari (2010: 57) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Senada dengan Suprijono (2009: 45), model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.

Arends dalam Suprijono (2009: 45), model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Hal senada juga diungkapkan oleh Joyce dalam Trianto (2010: 51),

bahwa “Each model guides us as we design instruction to help students achieve variou objective”, maksud kutipan tersebut adalah bahwa setiap


(31)

9

model mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan uraian para ahli di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu konsep atau rancangan pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru secara sistematis untuk mengorganisasikan pengalaman belajar guna mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan atau diharapkan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model pembelajaran cooperative learning, karena model tersebut merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

B. Model Cooperative Learning

1. Pengertian Model Cooperative Learning

Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (studend oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru untuk mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan siswa yang tidak peduli pada anggota lain. Menurut Isjoni (2007: 15), cooperative learning berasal dari kata Cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok.

Menurut Stahl dalam Isjoni (2007: 23) dengan melaksanakan model cooperative learning memungkinkan siswa dapat meraih keberhasilan dalam belajar, di samping itu juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, keterampilan berpikir (thinking skill) maupun keterampilan sosial (social skill), seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran, bekerja sama,


(32)

10

rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas.

Menurut Isjoni (2007: 12) cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Model pembelajaran ini digunakan untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran.

Dari uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa model cooperative learning ialah model pembelajaran yang diharapkan bisa memaksimalkan siswa untuk meraih keberhasilan dalam belajar. Selain itu, juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir maupun keterampilan sosial.

2. Tujuan Model Cooperative Learning

Belajar cooperative adalah siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Belajar cooperative menekankan tujuan dan kesuksesan kelompok yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi. Menurut Isjoni (2009: 9) tujuan utama penerapan model pembelajaran cooperative adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasan dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.


(33)

11

Adapun pendapat Sharan dalam Isjoni (2007: 23), siswa yang belajar menggunakan model cooperative learning akan memiliki motivasi tinggi karena didorong dan didukung dari rekan sebaya. Siswa akan memiliki kemauan yang kuat dalam mengikuti proses pembelajaran yang diberikan oleh guru.

Menurut Martati (2010: 15) tujuan cooperative learning dikembangkan paling sedikit tiga tujuan penting, yaitu tujuan yang pertama cooperative learning dimaksudkan untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam tugas-tugas akademis yang penting. Tujuan kedua adalah toleransi dan penerimaan yang lebih luas terhadap orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, atau kemampuannya. Tujuan ketiga adalah mengajarkan keterampilan kerja sama dan berkolaborasi kepada siswa.

Tujuan cooperative learning dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.1 Tujuan cooperative learning Sumber: Martati (2010: 15)

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan tujuan model cooperative learning yang melandasi penelitian ini adalah teori menurut

Prestasi

Akademik Cooperative Learning

Pengembangan Keterampilan Sosial

Toleransi dan Penerimaan

Terhadap Keanekaragaman


(34)

12

Martati. Tujuan ini menekankan agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok dengan teman sebaya, saling bertukar pikiran, membetuk karakter peserta didik, menghargai setiap pendapat yang diberikan oleh orang lain, dan menciptakan toleransi terhadap orang-orang yang berbeda baik dalam ras, budaya, kelas sosial, dan kemampuanya.

3. Macam-macam Model Cooperative Learning

Komalasari (2010: 62-69) memaparkan macam-macam model cooperative learning di antaranya:

1) Numbered Heads Together (kepala bernomor) model pembelajaran di mana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.

2) Cooperative Script (skript kooperatif) yaitu metode belajar di mana siswa bekerja berpasangan, secara lisan bergantian mengihtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.

3) Student Teams Achivement Divisions (STAD) (Tim Siswa Kelompok Prestasi) yaitu model pembelajaran yang mengelompokkan siswa secara heterogen, kemudian siswa yang pandai menjelaskan pada anggota lain sampai mengerti.

4) Team Games Tournament (TGT) yaitu model pembelajaran yang melibatkan seluruh aktivitas siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan.

5) Snowball Throwing (melempar bola salju) yaitu model pembelajaran yang menggali potensi kepemimpinan siswa dalam kelompok dan keterampilan membuat pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju.

Dari berbagai model di atas, model cooperative learning tipe numbered heads together merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang sangat sederhana digunakan dalam proses pembelajaran. Menurut Slavin (2005: 256) model cooperative learning tipe numbered heads together adalah model yang sangat baik untuk menambah tanggung jawab individual terhadap diskusi kelompok.


(35)

13

C. Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together 1. Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together

Numbered Heads Together adalah model pembelajaran dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Slavin (2005: 256) memaparkan NHT pada dasarnya adalah sebuah group discussion, pembelokannya yaitu hanya pada satu siswa yang akan menjadi wakil kelompok tersebut. Tetapi sebelumnya tidak diberi tahu siapa yang menjadi wakil kelompok tersebut. Penerapan model NHT memastikan keterlibatan total dari semua siswa.

Menurut Kagan dalam Ibrahim (2000: 28) model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan khusus untuk meningkatkan penguasaan akademik siswa dengan melibatkan para siswa menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut.

Menurut Trianto (2010: 82) model NHT adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, yang lebih melibatkan siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa model cooperative learning tipe NHT adalah model kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola pikir siswa dengan tujuan


(36)

14

meningkatkan aktivitas dan akademik siswa untuk memecahkan masalah dalam berdiskusi kelompok dan setiap anggota kelompok memiliki nomor yang berbeda.

2. Kelebihan dan Kelemahan Numbered Heads Together (NHT)

Suatu hal pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, tidak terkecuali pada model pembelajaran numbered heads together. Menurut Hamdani (2011: 90), kelebihan dan kelemahan cooperative learning tipe NHT sebagai berikut.

1) Kelebihan model NHT, yaitu:

a) Setiap siswa menjadi siap semua.

b) Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. c) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. 2) Kelemahan model NHT, yaitu:

a) Kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru.

b) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

Adapun Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18) mengemukakan kelebihan dan kelemahan dari model cooperative learning tipe NHT yaitu:

1) Kelebihan model NHT, yaitu:

a) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi. b) Memperbaiki kehadiran.

c) Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar. d) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil.

e) Konflik antara pribadi berkurang. f) Pemahaman yang lebih mendalam.

g) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. h) Hasil belajar lebih tinggi.

2) Kelemahan dari model NHT, yaitu:

a) Kemungkinan nomor yang sudah dipanggil guru, dipanggil lagi oleh guru.

b) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

c) Kelas cenderung ramai, jika guru tidak dapat mengondisikan dengan baik, keramaian itu jadi tidak dapat dikendalikan.


(37)

15

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan kelebihan model cooperative learning tipe NHT yaitu dapat meningkatkan kinerja kelompok di dalam kelas, menimbulkan rasa toleransi antaranggota kelompok, serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dan menciptakan sikap tanggung jawab bagi peserta didik. Sedangkan kekurangannya adanya kemungkinan nomor yang sama akan dipanggil lagi oleh guru, kondisi kelas saat pembelajaran berlangsung tidak dapat terkendali karena siswa ribut sendiri, dan tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

3. Langkah-langkah Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)

Suprijono (2009: 92) memaparkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan numbered heads together yakni:

1) Numbering, yaitu guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil.

2) Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok.

3) Kelompok berdiskusi menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru. Menyatukan kepalanya “heads together”.

4) Guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya dari guru. Berdasarkan jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

Hal senada juga diungkapkan oleh Hamdani (2011: 90) yang mengungkapkan langkah-langkah model numbered heads together yaitu: 1) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan setiap siswa dalam

setiap kelompok mendapat nomor.

2) Guru memberikan tugas dan tiap-tiap kelompok disuruh untuk mengerjakannya.


(38)

16

3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.

4) Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain.

Langkah-langkah model cooperative learning tipe NHT dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.2 Langkah-langkah numbered heads together Sumber: Trianto (2011: 82-83)

Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah dalam pembelajaran cooperative learning tipe NHT yang melandasi penelitian ini adalah teori Trianto. Teori ini menekankan langkah-langkah NHT diawali dengan pembentukan kelompok, masing-masing anggota kelompok diberi nomor yang berbeda-beda. Selanjutnya guru memberikan tugas atau pertanyaan yang harus dipecahkan oleh peserta didik, siswa mulai berfikir bersama untuk mengerjakan soal yang diberikan guru. Dalam hal ini guru membimbing siswa dalam mengerjakan soal tersebut. Setelah siswa bekerja sama di dalam kelompok, langkah selanjutnya guru memanggil salah satu nomor masing-masing kelompok untuk mempersentasikan hasil kerja kelompok mereka.

Penomoran

Membagi siswa ke dalam kelompok

Mengajukan Pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa

Berpikir Bersama

Analisis, diskusi kelompok

Menjawab

Guru memanggil setiap perwakilan kelompok


(39)

17

D. Aktivitas Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 236), aktivitas belajar yaitu suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa dalam belajar di sekolah untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan dalam belajar. Proses belajar merupakan kegiatan mental mengolah bahan belajar atau pengalaman lain. Aktivitas siswa bukan hanya secara individual, tetapi juga dalam kelompok sosial. Proses belajar yang bermakna adalah proses belajar yang melibatkan berbagai aktivitas para siswa.

Menurut Sardiman (2010: 100) aktivitas adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi pembelajaran. Aktivitas belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yaitu pandangan ilmu jiwa lama dan modern. Menurut pandangan ilmu jiwa lama, aktivitas didominasi oleh guru sedangkan menurut pandangan ilmu jiwa modern, aktivitas didominasi oleh siswa.

Menurut Kunandar (2010: 277) aktivitas belajar siswa sebagai keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perbuatan, dan presentasi. Aktivitas dalam kegiatan pembelajaran menunjang keberhasilan proses belajar, peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan menjawab, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi pelajaran.

Berdasarkan uraian dari para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa menyangkut sikap, pikiran, perbuatan, dan presentasi ketika kegiatan pembelajaran dilaksanakan di dalam kelas, sehingga terciptanya aktivitas belajar siswa. Meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan menjawab,


(40)

18

meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi maka akan tercapai suasana aktif dalam proses pembelajaran, sehingga tujuan yang diharapkan oleh guru dapat tercapai.

E. Kinerja Guru

1. Pengertian Kinerja Guru

Kinerja dipandang sebagai hasil dari kerja seseorang dalam melaksanakan tugas. Berkaitan dengan kinerja guru menurut Rusman (2012: 50), adalah wujud perilaku atau kegiatan yang dilaksanakan dan sesuai dengan harapan dan kebutuhan atau tujuan yang hendak dicapai secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut Mangkunegara dalam Susanto (2013: 28), kinerja guru merupakan hasil kerja guru secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.

Sementara menurut Sianipar dalam Susanto (2013: 28), kinerja guru merupakan hasil dari suatu kegiatan tertentu selama satu periode waktu tertentu atau perwujudan dari hasil perpaduan sinergis dan akan terlihat dari produktivitas seorang guru dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Kinerja tidak hanya dari aspek proses dan hasil saja, tetapi juga dari aspek waktunya.

Berdasarkan uraian dari para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa kinerja guru merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seorang guru sebagai hasil kerja yang dicapai dalam pelaksanaan tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai seorang guru.


(41)

19

2. Kriteria Kualitas Kinerja Guru

Berkenaan dengan kompetensi guru, menurut Glasser dalam Rusman (2012: 53) ada empat hal yang harus dikuasai seorang guru, yaitu menguasai bahan pelajaran, mampu mendiagnosis tingkah laku siswa, mampu melaksanakan proses pembelajaran, dan mampu mengevaluasi hasil belajar siswa.

Menurut Rusman (2012: 54-56), kemampuan pokok yang harus dimiliki oleh setiap guru adalah sebagai berikut.

1) Kompetensi pendagogik, yaitu meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, pelaksanaan kegiatan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki peserta didik.

2) Kompetensi kepribadian, yaitu guru dituntut mampu membelajarkan kepada siswanya tentang kedisiplinan diri, belajar membaca, menghargai waktu, mematuhi tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat.

3) Kompetensi sosial, yaitu guru perlu memiliki kemampuan sosial dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Dalam kemampuan sosial ini, meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, kerja sama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan.

4) Kompetensi profesional, yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam proses pembelajaran. Guru memiliki tugas mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa kualitas kinerja guru berkenaan dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, seperti kompetensi pendagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru tidak hanya berpandangan bahwa mengajar hanya sebagai tugas saja, melainkan salah satu hal yang hubungannya terhadap pelaksanaan pendidikan di sekolah sebagai pengajar, merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi pembelajaran itu sendiri.


(42)

20

F. Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Menurut Reber dalam Suprijono (2009: 3) belajar adalah the process of acquiring knowladge, artinya belajar merupakan proses mendapatkan pengetahuan. Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam praktiknya.

Menurut Gagne dalam Suprijono (2009: 2) belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah, perubahan diperoleh dari perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Hal senada juga diungkapkan oleh Djamarah dan Zain (2006: 10) belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Perubahan tingkah laku baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap.

Menurut Burton dalam Susanto (2013: 3) belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah laku, akibat hasil


(43)

21

dari pengalaman yang diperoleh siswa. Perubahan ini baik pengetahuan, sikap maupun keterampilan siswa yang dibangun dan terbentuk oleh siswa itu sendiri.

2. Teori Belajar

Belajar merupakan suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antar guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar. Banyak teori belajar yang dikembangkan oleh para ahli, di antaranya teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar kontruktivisme.

a. Teori Belajar Behaviorisme

Tokoh-tokoh aliran teori behaviorisme di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skiner. Pada dasarnya para penganut aliran behaviorisme setuju dengan pengertian belajar dalam teori behaviorisme, namun ada beberapa perbedaan pendapat di antara mereka.

Thorndike dalam Budiningsih (2005: 21) mengemukakan belajar dalam teori behaviorisme adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.


(44)

22

Hal senada juga diungkapkan Budiningsih (2005: 20) pengertian belajar dalam teori behaviorisme adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan tingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya.

Pada dasarnya teori belajar behaviorisme yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati dan dapat diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan teori belajar behaviorisme lebih memperhatikan perubahan tingkah laku yang didapat siswa melalui interaksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika telah menunjukkan perubahan tingkah laku.

b. Teori Belajar Kognitivisme

Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behaviorisme. Belajar menurut teori kognitif tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Tokoh-tokoh aliran teori kognitivisme di antaranya adalah Piaget, Bruner,dan Ausubel, namun dalam pengertiannya teori belajar kognitivisme memiliki perbedaan pendapat.


(45)

23

Menurut Piaget dalam Budiningsih (2005: 35), teori belajar kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Kegiatan belajar terjadi sesuai pola tehap-tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang. Dengan semakin bertambahnya umur seseorang, maka semakin komplekslah susunan syarafnya dan semakin meningkat kemampuannya. Menurut Suprijono (2009: 22) belajar dalam teori kognitif merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.

Menurut Trianto (2010: 29) belajar dalam teori kognitif merupakan suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi siswa. Hakikat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas yang berkaitan dengan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan teori belajar kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur.

c. Teori Belajar Kontruktivisme

Proses belajar kontruktivisme secara konseptual memaknai belajar sebagai pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, sebagai pemberian makna oleh siswa terhadap pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada struktur


(46)

24

kognitifnya. Tokoh-tokoh aliran teori kontruktivisme di antaranya adalah Merrill dan Gagne.

Menurut Merill dalam Budiningsih (2005: 64) belajar dalam teori kontruktivisme sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi akan membentuk suatu kontruksi pengetahuan yang menuju kemuktahiran struktur kognitifnya, kegiatan pembelajarn akan diarahkan agar terjadi aktivitas kontruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.

Pengertian belajar dalam teori kontruktivisme tidak hanya mengontruksikan makna dan mengembangkan pikiran, namun memperdalam proses-proses pemaknaan tersebut melalui ide-ide. Teori belajar kontruktivisme menerapkan pembelajaran kooperatif secara intensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya.

Menurut Susanto (2013: 96) dalam teori belajar kontruktivisme satu hal yang paling penting dalam belajar adalah guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa saja. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di benaknya.

Teori kontruktivisme menekankan bahwa peranan utama dalam belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Hal senada juga diungkapkan Trianto (2010: 28) teori belajar kontruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan


(47)

25

merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan , memecahkan masalah, dan menemukan segala sesuatu untuk dirinya. Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan teori belajar kontruktivisme usaha pemberian makna kepada siswa melalui pengalaman belajar menuju pembentukan struktur kognitif siswa yang sudah dikuasai sebelumnya. Kognitif yang diperoleh siswa melalui pengembangan pengetahuannya ataupun melalui diskusi kelompok memecahkan masalah dengan temannya.

Teori belajar yang melandasi penerapan model numbered heads together adalah teori kontruktivisme. Teori ini menekankan bahwa dalam belajar siswa diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan kognitifnya melalui pengalaman belajar yang didapat siswa sendiri khususnya melalui kegiatan diskusi kelompok.

3. Hasil Belajar

Proses pebelajaran memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk mencapai tujuan belajar atau hasil belajar tidak akan tercapai apabila siswa tersebut tidak memperhatikan cara dan faktor yang menunjang keberhasilan belajar tersebut. Menurut Suprijono (2009: 7) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.

Bloom dalam Suprijono (2009: 6-7) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), applicatian (menerapkan), analysis (menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,


(48)

26

merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiotory, pre-routine, rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 7) bahwa proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar bagi perkembangan siswa.

Berdasarkan uraian para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya aspek pengetahuan yang diperoleh siswa saja, melainkan juga adanya perubahan sikap/perilaku dan keterampilan siswa. Jadi, perubahan hasil belajar mencangkup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Berikut ini tiga ranah yang menjadi objek penilaian hasil pembelajaran.

a. Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatian siswa terhadap pelajaran, disiplin, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Menurut Sudjana (2012: 30) sekalipun bahan pelajaran berisi ranah kognitif, ranah afektif harus menjadi bagian integral dari bahan pembelajaran dan harus dalam proses belajar dan hasil belajar yang dicapai oleh


(49)

27

siswa. Dalam penelitian ini penulis meningkatkan afektif siswa dalam berdiskusi dengan aspek yang diamati sebagai berikut.

Aspek yang diamati pada ranah afektif menurut Kunandar (2013: 126) yaitu sebagai berikut.

1) Kepatuhan terhadap aturan dalam diskusi.

2) Memberikan ide usul, dan saran dalam kelompok. 3) Mengikuti diskusi dengan semangat dan antusias.

4) Menyimak atau memperhatikan ketika teman lain sedang menyampaikan persentasi atau pendapat.

5) Menghargai pendapat atau usul yang disampaikan teman lain atau kelompok lain.

6) Tanggung jawab dalam kelompok. 7) Kerja sama dalam kelompok.

8) Kesantunan dalam menyampaikan pendapat.

9) Cara menyanggah atau menanggapi pendapat teman lain. 10) Penerimaan terhadap hasil diskusi.

b. Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku.

Sesuai dengan pendapat Sudjana (2012: 31), hasil belajar psikomotor sebenarnya tidak berdiri sendiri tetapi selalu berhubungan antara hasil belajar afektif dan kognitif, seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya. Berkaitan dengan ranah afektif siswa, dalam penelitian ini penulis meningkatkan psikomotor siswa dalam berkomunikasi dengan aspek yang diamati sebagai berikut.


(50)

28

Aspek psikomotor dalam berkomunikasi yang diamati menurut Kunandar (2013: 270) yaitu sebagai berikut.

1) Kesantunan bahasa dalam menyampaikan pendapat. 2) Melakukan komunikasi dengan guru.

3) Pengucapan baik, tepat, dan mudah dipahami. 4) Kejelasan kalimat dalam mengemukakan pendapat.

5) Melakukan interaksi komunikasi dengan teman saat berdiskusi.

c. Ranah Kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental otak dengan hasil belajar intelektual. Ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah hingga jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang tersebut adalah pengetahuan atau hafalan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluation). Keenam jenjang berpikir pada ranah kognitif ini bersifat kontinum dan overlap (tumpang tindih), yaitu ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada di bawahnya.

Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan ketiga hasil belajar yang sudah dijelaskan merupakan tujuan belajar yang masing-masing ranah terdiri dari sejumlah aspek yang saling berkaitan dan jenis alat penilaian untuk setiap ranah tersebut mempunyai karakter sendiri-sendiri sebab setiap ranah memiliki perbedaan dalam cakupan dan hakikat yang terkandung di dalamnya.


(51)

29

G. Pembelajaran Tematik Terpadu

1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

Pembelajaran tematik terpadu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu. Pembelajaran menggunakan tema sebagai pemersatu, kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik.

Menurut Beane dalam Sa’ud, dkk. (2006: 17) pembelajaran

tematik terpadu merupakan pendekatan yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang terkait secara harmonis untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa. Pembelajaran ini merupakan model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan, keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses dan waktu, aspek materi belajar, dan aspek siswa sekolah dasar sesuai dengan kompetensi dan materi ajar yang terdapat dalam Kurikulum.

Adapun Depdikbud dalam Trianto (2010: 79), menyatakan bahwa pembelajaran tematik terpadu sendiri pada dasarnya adalah pembelajaran yang dipadukan, menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu, peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik.

Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu bergantung pada kesesuaian rencana yang akan dibuat dengan kondisi dan potensi peserta didik seperti minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan. Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu ini bertumpu dari suatu tema yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama siswa dengan memperhatikan keterkaitannya isi mata pelajaran.


(52)

30

Menurut Kurniawan dalam Trianto (2010: 81) tema adalah konsep atau prinsip yang menjadi fokus pengikat untuk mempersatukan bahasan materi belajar dari beberapa mata pelajaran. Tujuan dari adanya tema ini bukan hanya untuk menguasai konsep-konsep dalam suatu mata pelajaran, akan tetapi juga keterkaitannya dengan konsep-konsep dari mata pelajaran lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran tematik terpadu adalah pendekatan dalam pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran menggunakan tema sebagai pemersatu. Dengan adanya tema dalam pembelajaran tematik terpadu, peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik.

2. Karakteristik Pembelajaran Tematik Terpadu

Menurut Depdikbud dalam Trianto (2010: 61-63), pembelajaran tematik terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik atau ciri-ciri, yakni:

1) Holistik, yaitu suatu gejala fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran diamati dan dikaji dari beberapa bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.

2) Bermakna, yaitu rujukan yang nyata dari segala konsep yang diperoleh, dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lainnya akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari.

3) Autentik, yaitu pembelajaran tematik terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajari melalui kegiatan belajar secara langsung.

4) Aktif, yaitu pembelajaran tematik terpadu menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk terus belajar.


(53)

31

Menurut Rusman (2012: 258-259) pembelajaran tematik terpadu memiliki karakteristik sebagai berikut.

1) Berpusat pada anak.

2) Memberikan pengalaman langsung pada anak, yaitu dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

3) Pemisahan antara mata pelajaran tidak begitu jelas, artinya dalam pembelajaran tematik pemisahan antarmata pelajaran menjadi tidak begitu jelas.

4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam satu proses pembelajaran, yaitu siswa dapat memahami konsep-konsep mata pelajaran tersebut secara utuh.

5) Bersifat luwes, keterpaduan berbagai mata pelajaran.

6) Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

7) Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan karaketeristik pembelajaran tematik terpadu yaitu bersifat holistik, disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak, dalam proses pembelajarannya dipusatkan pada anak, dan peserta didik terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

3. Pendekatan Scientific

Proses pembelajaran menggunakan pendekatan scientific ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah. Menurut Kemendikbud (2013: 221), pendekatan scientific merupakan pedekatan berbasis ilmiah yang bertujuan agar siswa dapat mencari sendiri pengalaman belajarnya dengan cara mengamati, menanya, menalar, mencoba, hingga akhirnya siswa menemukan sendiri jawaban atas permasalahanya.


(54)

32

Dengan diterapkannya pendekatan scientific dalam pembelajaran Kurikulum 2013, tentunya menuntut adanya perubahan langkah-langkah pembelajaran yang berbeda dari pembelajaran sebelumnya.

Langkah-langkah pembelajaran scientific menurut Kemendikbud (2013: 214) yaitu sebagai berikut.

a. Mengamati (Observing)

Mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning), dengan mengamati dapat memenuhi rasa ingin tahu peserta didik sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan mengamati atau observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi yang dipelajari.

b. Menanya (Questioning)

Dengan menanya mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, saat itulah guru membimbing atau memandu peserta didiknya untuk bertanya. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didik, ketika itu pula guru mendorong siswa untuk menjadi penyimak dengan baik.

c. Menalar (Associating)

Menalar merupakan padanan dari associating, istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukkan menjadi penggalan memori. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalamannya sebelumnya, proses inilah yang dikenal sebagai asosiasi datau menalar.

d. Mencoba (Experimenting)

Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata dan autentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan. Aplikasi mencoba atau experimen dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

e. Membentuk Jejaring (Networking)

Membentuk jejaring, kolaboratif, atau networking merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekedar teknik pembelajaran yang dirancang secara baik untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.


(55)

33

Langkah-langkah pembelajaran scientific dapat digambarkan di bawah ini.

Gambar 2.3 Langkah-langkah pembelajaran scientific Sumber: Kemendikbud (2013: 214)

Dengan penerapan pendekatan ilmiah ini dalam pembelajaran tidak hanya fokus pada bagaimana mengembangkan kompetensi siswa dalam melakukan observasi, namun bagaimana mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir sehingga dapat mendukung aktivitas kreatif dalam berinovasi atau berkarya.

Dari uraian di atas, maka penulis menyimpulkan pendekatan scientific adalah pendekatan yang menuntut keterampilan berpikir siswa dengan langkah-langkah siswa mengamati, menanya, menalar, dan mencoba. Informasi yang didapat bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru hingga akhirnya siswa menemukan sendiri jawaban atas permasalahanya.

4. Penilaian Autentik (Authentic Assesment)

Dalam kegiatan pembelajaran tentunya seorang guru harus terus mengamati dan menilai perkembangan siswanya baik dari segi sikap,


(56)

34

keterampilan, maupun pengetahuan. Dalam Kurikulum 2013, saat ini penilaian tidak hanya berdasarkan pada pengetahuan siswa saja. Akan tetapi penilaian dilakukan secara autentik atau menyeluruh. Data asesmen autentik dapat dianalisis dengan metode kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dari asesmen autentik berupa narasi atau deskripsi atas capaian hasil belajar peserta didik. Analisis kuantitatif dari data asesmen autentik menerapkan rubrik skor atau daftar cek (checklist) untuk menilai peserta didik.

Menurut Kunandar (2013: 35-36), salah satu penekanan dalam Kurikulum 2013 adalah penilaian autentik (authentic assesment). Melalui Kurikulum 2013 ini penilaian autentik menjadi penekanan yang serius di mana guru dalam melakukan penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian autentik adalah kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Inti (KI), dan Kompetensi Dasar ( KD).

Menurut Kunandar (2013: 36), Kurikulum 2013 mempertegas adanya pergeseran dalam melakukan penilaian, yakni dari penilaian melalui tes mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja. Sedangkan penilaian autentik mengukur kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil. Asesmen autentik sedapat mungkin melibatkan partisipasi peserta didik, khususnya dalam proses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Berikut ini dijelaskan jenis asesmen autentik yang gunakan oleh peneliti.

a. Ranah Afektif

Penilaian pada ranah afektif dilakukan untuk mengukur tingkat ketercapaian kompetensi sikap peserta didik. Menurut Panduan


(57)

35

Teknik Penilaian di SD (2013: 9-11), ranah afektif dapat dinilai dengan cara observasi, penilaian diri, penilaian antarteman, dan jurnal. Jenis penilaian yang digunakan peneliti pada ranah afektif adalah jenis penilaian observasi untuk mengetahui muncul atau tidaknya aspek-aspek tertentu pada ranah afektif siswa dalam kegiatan belajar siswa.

b. Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Menurut Panduan Teknik Penilaian di SD (2013: 18-19), ranah psikomotor siswa dapat dinilai dengan cara observasi, performance atau unjuk kerja, produk, proyek, dan portofolio. Asesmen autentik yang digunakan pada psikomotor siswa menggunakan lembar observasi yang berkaitan dengan keterampilan berkomunikasi siswa, yaitu untuk mengetahui muncul atau tidaknya unsur-unsur tertentu dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam sebuah peristiwa atau dalam tindakan belajar siswa khususnya dalam berkomunikasi.

c. Ranah Kognitif

Menurut Panduan Teknik Penilaian di SD (2013: 16), aspek kognitif dapat dinilai dengan cara tes tertulis dan tes lisan. Tes tertulis berkaitan dengan tes yang soal dan jawabannya tertulis berupa pilihan ganda, isian, benar-salah, menjodohkan, dan uraian.


(58)

36

Sedangkan tes lisan, berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru secara ucap sehingga peserta didik merespon pertanyaan tersebut. Asesmen autentik yang digunakan dalam ranah kognitif adalah tes tertulis berbentuk uraian atau esai. Tes tertulis berbentuk uraian sedapat mungkin bersifat kompherensif, sehingga memberi kesempatan pada guru untuk dapat mengukur hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan penilaian autentik adalah suatu penilaian dalam Kurikulum 2013 yang digunakan untuk menilai peserta didik, mengukur kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil belajar. Jenis penilaian autentik yang digunakan pada ranah afektif dan psikomotor siswa adalah observasi, sedangkan pada ranah kognitif siswa jenis asesmen yang digunakan adalah jenis penilaian berbentuk esai atau uraian yang berfungsi mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.

H. Kerangka Pikir

Keberhasilan belajar merupakan hal utama yang diharapkan dalam pelaksanaan pendidikan. Agar pelaksanaan pembelajaran berhasil perlu dilakukannya inovasi-inovasi pada pendidikan. Salah satu inovasi yang dilakukan adalah diberlakukannya Kurikulum 2013 dalam pendidikan. Kurikulum 2013 ini menggunakan pendekatan ilmiah atau scientific approach sebagai penunjang dalam proses pembelajarannya. Pendekatan ini melatih siswa berpikir logis, sistematis, dan ilmiah. Selain menggunakan


(59)

37

pendekatan ilmiah, proses pembelajaran juga akan lebih mudah diterapkan kepada siswa melalui model pembelajaran.

Model pembelajaran merupakan suatu setrategi pembelajaran dimana dalam pembelajaran itu akan mengajak peserta didik untuk lebih aktif. ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang akan mendominasi pembelajaran. Prestasi belajar atau disebut juga dengan hasil belajar siswa dapat dilihat dengan adanya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang merupakan hasil proses belajar yang siswa alami. Rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa antara lain dipengaruhi oleh kurangnya penerapan model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

Model cooperative learning tipe numbered heads together (NHT) merupakan model cooperative yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa yang bertujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik siswa dengan melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Model ini menjelaskan bahwa siswa dibentuk dalam beberapa kelompok yang heterogen terdiri dari 4-6 orang siswa, yang kemudian masing-masing anggota dalam kelompok diberikan nomor. Dalam mengerjakan soal kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk mengetahui dan mengerti jawaban soal yang dikerjakan secara berkelompok, karena nomor dalam kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk maju kedepan kelas mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Desain penelitian ini dirancang dalam upaya menerapkan model cooperative learning tipe numbered heads together (NHT) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.


(60)

38

Berdasarkan kerangka pikir di atas maka dapat di gambarkan bagan penelitian ini sebagai berikut.

Gambar 2.4 Bagan kerangka pikir penelitian

I. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas dirumuskan hipotesis penelitian

tindakan kelas sebagai berikut. “Apabila dalam pembelajaran tematik terpadu

menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe NHT dengan memperhatikan langkah-langkah secara tepat, maka dapat meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat”.

Input Proses Output

1. Rendahnya aktivitas siswa. 2. Rendahnya

hasil belajar siswa.

1. Aktivitas siswa

mencapai ≥75.

2. Hasil belajar

mencapai ≥75

dengan KKM

≥66. Pendekatan

scientific dan model NHT


(1)

1. Tingkat keberhasilan aktivitas belajar siswa minimal kategori “Aktif” mencapai ≥75% dari jumlah siswa.

2. Tingkat keberhasilan afektif dan psikomotor siswa minimal kategori “Baik”mencapai ≥75% dari jumlah siswa.

3. Tingkat keberhasilan kognitif siswa mencapai ≥75% dari KKM yang ditentukan yaitu ≥66.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada siswa kelas I B SD Negeri 11 Metro Pusat dengan menerapkan Model Cooperative Learning Tipe NHT, dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Penerapan model Cooperative Learning Tipe NHT dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan kinerja guru. Aktivitas belajar siswa akhir siklus I mencapai nilai 52,80 (Cukup Aktif), siklus II mencapai 62,60 (Cukup Aktif), dan siklus III mencapai 76,82 (Aktif). Sedangkan pada kinerja guru akhir siklus I mencapai nilai 67,61 (Baik), siklus II mencapai 69,88 (Baik), dan siklus III mencapai 82,95 (Amat Baik). 2. Penerapan model Cooperative Learning Tipe NHT dapat meningkatkan

hasil belajar. Hasil belajar ini terdiri dari tiga ranah, yakni hasil belajar afektif, psikomotor, dan kognitif.

a) Hasil belajar afektif siswa siklus I mencapai 56,95 (Cukup), siklus II mencapai 63,17 (Cukup), dan siklus III mencapai 77,75 (Baik). b) Hasil belajar psikomotor siklus I mencapai nilai 60,85 (Cukup),

siklus II mencapai 65,35 (Baik), dan siklus III mencapai 85,65 (Sangat Baik).


(3)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, berikut ini saran-saran dalam menerapkan Model Cooperative Learning Tipe NHT, sebagai berikut.

a. Siswa

Merespon setiap materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru, agar siswa selalu aktif dalam kegiatan di dalam kelas baik dalam kegiatan individu maupun kegiatan kelompok dan hasil belajar meningkat.

b. Guru

Guru lebih mengoptimalkan proses pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang sudah dibuat. Selain itu, pemberian tindak lanjut terhadap materi yang sudah diajarkan.

c. Sekolah

Sekolah hendaknya memberikan fasilitas dan sarana pendukung penambah wawasan dan kemampuan guru dalam pembelajaran demi meningkatnya mutu pendidikan di sekolah.

d. Peneliti Selanjutnya

Sebagai seorang calon guru hendaknya dapat memahami PTK lebih baik lagi, sehingga dapat dijadikan acuan dasar dalam melaksanakan kegiatan penelitian, serta dapat menjadi guru yang berkompeten di kemudian hari.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, dkk. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.

Aqib, Zainal, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, & TK. Yrama Widya. Bandung.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2003. Kamus Besar bahasa Indonesia.

Balai Pustaka. Jakarta.

Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

. 2008. Kriteria dan Indikator Keberhasilan Pembelajaran. Dikti. Jakarta

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Citra. Jakarta. Djamarah, Syaiful B dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka

Cipta. Jakarta

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. CV PUSTAKA SETIA. Bandung. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Bandung. Herriyanto, Nar. 2008. Struktur Dasar. Universitas Terbuka. Jakarta. . 2009. Struktur Dasar. Universitas Terbuka. Jakarta.

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning, Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


(5)

. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.

Kunandar. 2010. Langkah Mudah PTK Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Rajawali Grafindo Persada. Jakarta.

. 2013. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013). Rajawali Pers. Jakarta.

Kusuma dan Dwitagama. 2010. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. PT Indeks. Jakarta.

Martati, Badruli. 2010. Metodelogi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Strategi Penanaman Nilai. Grasindo. Bandung.

Muchith, Saekan, dkk,. 2010. Cooperative Learning. RaSail. Semarang.

Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Bahasa. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Poerwanti, Endang dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.

Prastowo, Andi. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Tematik. DIVA press. Yogyakarta.

Purwanto, Ngalim. 2009. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran; Mengembangkan Profesionalisme Guru. PT RAJAGRAFINDO PERSADA. Jakarta.

Sardiman. 2010. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta Sa’ud, dkk. 2006. Pembelajaran Terpadu. UPI PRESS. Bandung.

Slavin, Robert, E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Terjemahan oleh Lita 2009. Nusa Media. Bandung.

Sudjana, Nana. 2012. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.


(6)

Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. PT RINEKA CIPTA. Jakarta.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar Pembelajaran di Sekolah Dasar. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Solihatin, Raharjo. 2007. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Bumi Aksara. Jakarta.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Tarigan, Herman. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Passing Ball Terhadap Kecakapan Pengembalian Smash Bulutangkis. Unit Database dan Publikasi Ilmiah, Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Tim Penyusun. 2006. Standar Isi dan Standar Kompetensi untuk Satuan Pendidikan Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah dan Menengah (Peraturan Mendiknas No.22 dan 23 Tahun 2006). Depdiknas. Jakarta.

. 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Kemendikbud 2013. Jakarta.

. 2013. Buku Guru Tematik Terpadu SD/MI Kelas I Tema 7 Benda, Hewan, dan Tanaman di Sekitarku. Kemendikbud 2013. Jakarta.

. 2013. Panduan Teknis Penilaian di Sekolah Dasar. Kemendikbud. Jakarta.

Tim Redaksi. 2008. Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003. Sinar Grafika. Jakarta.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif;Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).Kencana Prenada Media Grup. Surabaya.

. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. PT Bumi Aksara. Jakarta.

. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta.

Universitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wardhani, IGAK, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Jakarta.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X (Studi Kasus: SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

0 4 169

Penerapan model cooperative learning teknik numbered heads together untuk meningkatkan hasil belajar akutansi siswa ( penelitian tindakan kelas di MAN 11 jakarta )

0 6 319

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Efektifitas pembelajaran kooperatif metode numbered heads together (NHT) terhadap hasil belajar pendidikan Agama Islam di SMP Islam al-Fajar Kedaung Pamulang

0 10 20

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN PKn KELAS V B SD NEGERI 5 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 51

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV A SD NEGERI 6 METRO PUSAT

0 26 96

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE PAIR CHECK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV B SD NEGERI 06 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 15 48

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS IV SD NEGERI 05 METRO BARAT

0 15 65

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT)PADA PEMBELAJARAN IPA POKOK BAHASAN GAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA.

0 0 35