PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASI BELAJAR SISWA KELAS II A SD NEGERI 7 METRO PUSAT

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASI BELAJAR

SISWA KELAS II A SD NEGERI 7 METRO PUSAT

Oleh

FENTI PANCA RAHAYU

Penelitian dilatarbelakangi bahwa proses pembelajaran di kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat belum dilaksanakan sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013, yang ditunjukkan dengan ketuntasan hasil belajar siswa hanya sebesar 40 % dari 24 siswa. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan pendekatan kontekstual.

Metode penelitian ini adalah Tindakan Kelas dengan tahapan setiap siklus, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Alat pengumpul data penelitian adalah lembar observasi dan soal tes. Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

Hasil analisis data menunjukkan, aktivitas siswa siklus I mencapai 43,75% kualifikasi “Cukup Aktif” menjadi 56,25% kualifikasi “Aktif” pada siklus II. Hasil belajar afektif siswa siklus I mencapai 53,38 berkategori “Mulai Berkembang (MB)” menjadi 70,05 kategori “Mulai Berkembang (MB)” di siklus II, kategori keterampilan siswa siklus I mencapai 53,38 berkategori “Terampil” menjadi 70,10 kategori “Terampil” pada siklus II, dan persentase ketuntasan kognitif siswa siklus I sebesar 49,91% menjadi 74,99% pada siklus II. Penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa.


(2)

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASI BELAJAR

SISWA KELAS II A SD NEGERI 7 METRO PUSAT

Oleh

FENTI PANCA RAHAYU Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Ganjar Agung, Kota Metro pada tanggal 21 Februari 1983. Penulis adalah anak kelima dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Mudjiono (Alm) dan Ibu Ratiyem.

Pendidikan formal dimulai dari Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi Ganjar Agung dan diselesaikan pada tahun 1990. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Ganjar Agung kecamatan Metro Barat pada tahun 1990-1996. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditempuh di SMP Negeri 3 Metro dan selesai pada tahun 1998. Program pendidikan berlanjut hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Metro dan diselesaikan pada tahun 2001. Penulis melanjutka ke D-II PGSD UPP Metro dan diselesaikan pada tahun 2003. Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung.


(7)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah SWT dan

kerendahan hati, skripsi ini kupersembahkan

kepada:

Ibuku tecinta yang telah memberikan

semangat, kasih sayang serta doa yang tiada

henti-hentinya untukku.

Suamiku tercinta yang telah memberikanku

semangat, motivasi dan bantuannya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Anakku tercinta Zahra Almira Prabowo yang

telah memberikan semangat dan motivasi

disetiap langkahku untuk terus maju

kedepan.

Sahabat dan teman-teman seperjuangan di

program studi S1 PGSD SKGJ Universitas

Lampung yang selalu memberikan motivasi

dan semangat.


(8)

MOTTO

“Allah tidak akan menguji seseorang

melainkan sesuai dengan

kesanggupannya”

(QS. Al Baqarah: 286)

“Manjadda Wa Jadda Man Shabara Zhafira

(Barang Siapa yang bersunguh-sungguh dia

akan mendapatkannya, dan Barang Siapa

bersabar dialah yang akan beruntung)”


(9)

ii SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ridha-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Akyivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si, selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.

2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M. Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. Hi. Darsono, M. Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD SKGJ FKIP Universitas Lampung.

4. Ibu Dra. Hj Nelly Astuti, M. Pd., selaku Pembimbing atas kesediaan untuk memberikan keleluasaan waktu dalam membimbing, serta memotivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Drs. Mugiadi, M. Pd., selaku Pembahas atas kesediaan memberikan waktu untuk membimbing, serta memotivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Sugiyanto, A.Ma. Pd selaku kepala SD Negeri 7 Metro Pusat yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian, terimakasih atas kerja sama selama ini.

7. Anak-anakku kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusatr, semoga kalian menjadi anak yang taqwa, cerdas, dan berprestasi.

8. Rekan-rekan mahasiswa senasib seperjuangan yang telah memberikan bantuan, kritikan, saran, dan motivasi.


(10)

iii 9. Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan namanya, terimakasih atas doa

dan dukungan yang diberikan.

Semoga amal baik Bapak, Ibu dan Saudara-saudara mendapat balasan dari Allah SWT. Dengan segala kerendahan hati, peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan baik isi maupun penulisannya, untuk itu, kritik, dan saran yang membangun demi peningkatan kualitas skripsi ini di masa mendatang sangat penulis harapkan.

Akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan yang selalu menghadapi tantangan seiring dengan tuntutan zaman, khususnya para guru sebagai acuan dalam pengembangan pembelajaran di kelas dalam usaha meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Metro, Februari 2015

Peneliti


(11)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB. I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 6

C.Rumusan Masalah ... 6

D.Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB. II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A.Pendekatan Kontekstual ... 9

1. Pengertian Pendekatan Kontekstual ... 9

2. Karakteristik Pendekatan Kontekstual ... 10

3. Komponen-komponen Pendekatan Kontekstual ... 12

4. Langkah-langkah Penerapan Pendekatan Kontekstual ... 15

5. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual ... 17

B.Belajar... 19

1. Pengertian Belajar ... 19

2. Pengertian Aktivitas Belajar ... 25

3. Pengertian Hasil Belajar ... 26

C.Penilaian Autentik... … 29

D.Hasil Penelitian yang Relevan ... 30

E. Kerangka Pikir... 31

F. Hipotesis Tindakan... 33

BAB. III METODE PENELITIAN ... 35

A.Rancangan Penelitian ... 35

B.Setting Penelitian ... 36

1. Lokasi Penelitian ... 36

2. Waktu Penelitian ... 36

C.Subjek Penelitian ... 37

D.Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 37

1. Teknik Pengumpulan Data ... 37

2. Alat Pengumpulan Data ... 37

E. Teknik Analisis Data ... 44

1. Teknik Analisis Data Kualitatif ... 45

2. Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 47

F. Prosedur Penelitian ... 49


(12)

A.Hasil Penelitian ... 56

1. Profil SD Negeri 7 Metro Pusat ... 56

2. Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian Siklus I ... 57

3. Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian Siklus II ... 70

B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 81

1. Kinerja Guru ... 81

2. Aktivitas Siswa ... 82

3. Hasil Belajar Afektif ... 83

4. Hasil Belajar Psikomotor ... 85

5. Hasil Belajar Kognitif ... 86

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

A.Kesimpulan ... 89

B.Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Persentase Ketuntasan Siswa Kelas II A UTS T.P. 2014/2015... 4

3.1 Kisi-kisi Instrumen Kinerja Guru ... 36

3.2 Instrumen Penilaian kinerja Guru ... 37 3.3 Instrumen Aktivitas Siswa ... 39

3.4 Rubrik Aktivitas Siswa ... 39

3.5 Instrumen Afektif Siswa ... 39

3.6 Rubrik Afektif Siswa ... 40

3.7 Instrumen Psikomotor Siswa ... 41

3.8 Rubrik Psikomotor Siswa ... 41

3.9 Konversi Nilai Kinerja Guru ... 43

3.10 Kategori Nilai Aktivitas Siswa ... 44

3.11 Kategori Nilai Hasil Belajar Afektif Siswa ... 44

3.12 Kriteria Persentase Hasil Belajar Afektif Secara Klasikal ... 45

3.13 Predikat Nilai Psikomotor Siswa ... 45

3.14 Predikat Nilai Kognitif Siswa ... 46

4.1 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ... 54

4.2 Nilai Kinerja Guru Siklus I ... 58

4.3 Nilai Rata-rata Aktivitas Siswa Siklus I ... 59

4.4 Nilai Rata-rata Afektif Siswa Siklus I ... 60

4.5 Nilai Rata-rata Psikomotor Siswa Siklus I ... 61

4.6 Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I ... 62 4.7 Nilai Kinerja Guru Siklus II ... 70

4.8 Nilai Rata-rata Aktivitas Siswa Siklus II ... 71 4.9 Nilai Rata-rata Afektif Siswa Siklus II ... 72

4.10 Nilai Rata-rata Psikomotor Siswa Siklus II ... 73 4.11 Persentase Nilai Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus II ... 74

4.12 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Kinerja Guru ... 77

4.13 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa ... 78

4.14 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Afektif Siswa Setiap Siklus ... 80

4.15 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Psikomotor Siswa ... 81


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. SURAT

a. Izin Penelitian dari Fakultas ... 92

b. Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah ... 93

c. Surat Pernyataan ... 94

2. PERANGKAT PEMBELAJARAN a. Silabus ... 99

b. Pemetaan ... 104

c. Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) ... 113

d. Lembar Kerja Peserta Didik ( LKPD) ... 134

3. ANALISIS KINERJA GURU a. Hasil Observasi Kinerja Guru Siklus I dan II ... 154

4. ANALISIS AKTIVITAS SISWA a. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 156

b. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ... 157

5. ANALISIS HASIL BELAJAR AFEKTIF SISWA a. Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus I ... 158

b. Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus II ... 159

6. ANALISIS HASIL BELAJAR PSIKOMOTOR SISWA a. Hasil Belajar Psikomotor Siswa Siklus I ... 160

b. Hasil Belajar Psikomotor Siswa Siklus II ... 161

7. ANALISIS HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA a. Hasil Belajar Kognitif Siswa ... 162

8. DOKUMENTASI a. Dokumentasi Siklus I ... 165


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 30

3.1 Alur siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 34

4.1Grafik Rekapitulasi Rata-rata Peningkatan Kinerja Guru ... 78

4.2Grafik Rekapitulasi Persentase Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa ... 79

4.3Grafik Rekapitulasi Peningkatan Rata-rata nilai Afektif Siswa ... 80

4.4Grafik Rekapitulasi Rata-rata Nilai Keterampila Siswa. ... 82


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim disebut sebagai proses humanisasi. Proses humanisasi ini diperoleh melalui berbagai pengalaman dengan pendidikan berkesinambungan dan berlangsung sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip pendidikan yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat (1), yang menjelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Salah satu bentuk perwujudan proses tersebut ialah melalui pembelajaran.

Mutu dan kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh proses dan hasil suatu pendidikan dalam mencapai suatu tujuan yang telah dirumuskan. Hal ini sangat erat kaitannya dengan penerapan kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan suatu pembelajaran dalam rangka mencapai suatu tujuan pendidikan. Seperti yang tertera dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal I Ayat 19 yang menyebutkan bahwa kurikulum adalah

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.


(17)

Dalam perkembangan terakhir Kurikulum di Indonesia, telah lahir kurikulum baru yang disebut Kurikulum 2013. Permendikbud No. 67 tahun 2013, menyatakan bahwa Kurikulum 2013 dikembangkan atas dasar teori pendidikan berdasarkan standar (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum). Beberapa hal yang ditonjolkan dalam Kurikulum ini adalah dengan diterapkannya pendekatan pembelajaran berbasis ilmiah (scientific), penerapan penilaian autentik, serta pembelajaran yang dilakukan berdasarkan proses pembelajaran.

Ketiga hal ini dimaksudkan agar terciptanya pembelajaran yang lebih bermakna serta menciptakan siswa yang berkompeten. Karena kurikulum ini, merupakan kurikulum yang dirancang agar dapat memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak. Sehingga dengan diterapkannya kurikulum ini, diharapkan, siswa mampu untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu, pengembangan kurikulum sebagai salah satu substansi utama dalam pengembangan pendidikan, perlu didesentralisasikan, terutama dalam hal kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi daerah. Dengan demikian, sekolah memiliki kewenangan untuk merancang dan menentukan hal-hal yang akan diajarkan sesuai dengan kebutuhan siswa dan lingkungan. Melihat kebutuhan tersebut, perlu diterapkan pembelajaran bermakna yang dapat menjebatani siswa memperoleh pengalaman belajar yang paling sesuai dengan kebutuhan dirinya dan lingkungan.


(18)

Kurikulum 2013 mengarahkan proses pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar menggunakan pembelajaran tematik. Menurut Prastowo (2013: 117) pada dasarnya pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna. Berdasarkan pernyataan tersebut, penerapan pembelajaran tematik dipandang sebagai pembelajaran berbasis tema yang dapat memberikan pengetahuan dan konsep yang bermakna.

Kurikulum 2013 sebagai inovasi baru dalam dunia pendidikan di Indonesia menjadikan pendekatan scientific sebagai elemen penting dalam proses pembelajaran tematik. Kemendikbud (2013: 208), bahwa langkah-langkah penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran adalah mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), membentuk jaringan (networking).

Pendekatan scientific mengarahkan proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran ini dimaksudkan agar memberikan pengetahuan dan pengalaman bermakna bagi siswa, sebab siswa dituntut berperan aktif dalam membangun konsep pengetahuan melalui langkah-langkah yang sistematis dan melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Selain itu, pendekatan scientific

memberikan relevansi materi ajar dengan konteks dunia nyata siswa, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat menjadi bekal bagi kehidupan nyata siswa.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis di SD N 7 Metro Pusat pada tanggal 21 bulan oktober 2014, diperoleh data bahwa proses pembelajaran belum dilaksanakan secara optimal dan belum merujuk pada tujuan yang telah ditetapkan


(19)

dalam kurikulum 2013. Guru (penulis) masih mendominasi proses pembelajaran sebagai sumber utama (teacher centered). Guru masih memberikan materi ajar secara formal dan terpaku pada buku pelajaran, sehingga penerapan proses konstruktivis belum optimal. Guru mengarahkan siswa untuk memahami sesuatu yang abstrak tanpa proses yang real dan berkaitan dengan konteks dunia nyata. Sebagian besar siswa kurang aktif untuk bertanya dan mengajukan pendapat, sehingga proses pembelajaran tidak komunikatif aktivitas belajar siswa masih rendah, dan berdampak pada rendahnya hasil belajar yang dibuktikan dengan persentase siswa yang mencapai KKM ≥ 66, yaitu 40 % dari 24 siswa. Rendahnya aktivitas tersebut mempengaruhi siswa dalam proses pembelajaran. Sebagian besar siswa kurang aktif untuk bertanya atau mengajukan pendapat, sehingga berdampak pada proses pembelajaran yang tidak interaktif dan komunikatif antara siswa dan guru. Masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tersebut berdampak pada hasil belajar siswa yang belum maksimal. Hal ini dibuktikan dari data hasil ulangan tengah semester tahun pelajaran 2014/2015.

Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Siswa Kelas II A UTS T.P. 2014/2015

KKM Jumlah siswa

Jumlah siswa

yang tuntas

Persentase ketuntasan

(%)

Jumlah siswa yang

tidak tuntas

Persentase ketidaktuntasan

(%)

≥66 24 10 40 14 60

Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu ≥66, hanya 10 siswa yang tuntas dari 24 siswa yang ada di kelas II A. Melihat fakta-fakta yang di dapat, perlu diadakan perbaikan pembelajaran agar aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Upaya


(20)

perbaikan pembelajaran sebaiknya dapat diwujudkan melalui pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. Mengingat kembali teori kognitif yang dipaparkan oleh Jean Piaget (Sumantri, 2007: 1.15), bahwa siswa pada usia 7 – 11 tahun berada pada tahap operasional konkret, sehingga dalam pembelajaran siswa harus dihadapkan dengan permasalahan yang konkret dan relevan dengan kehidupannya.

Berdasarkan masalah tersebut, pendekatan kontekstual merupakan alternatif perbaikan yang tepat. Hal ini didukung oleh pendapat Komalasari (2010: 7) bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Selaras dengan pendapat tersebut, Depdiknas (Supinah, 2008: 9) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi siswa adalah pembelajaran kontekstual.

Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstualakan membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dengan kehidupan mereka. Prinsip pendekatan kontekstual ini selaras dengan prinsip pendekatan scientific yang menjadi elemen tak terpisahkan dalam pembelajaran tematik pada kurikulum 2013. Oleh sebab itu, penerapan konsep pembelajaran

scientific akan mengarahkan pembelajaran menjadi lebih bermakna dan komprehensif, bila dipadukan dengan pendekatan kontekstual.


(21)

Berdasarkan paparan masalah di atas, maka perlu diadakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas, dengan menerapkan pendekatan kontekstual. Oleh sebab itu penulis mengangkat judul penerapan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut.

1. Guru masih mendominasi proses pembelajaran sebagai sumber utama (teacher centered).

2. Guru masih memberikan materi ajar secara formal dan terpaku pada buku pelajaran, sehingga penerapan proses konstruktivis belum optimal.

3. Guru mengarahkan siswa untuk memahami sesuatu yang abstrak tanpa proses yang real dan berkaitan dengan konteks dunia nyata.

4. Sebagian besar siswa kurang aktif untuk bertanya dan mengajukan pendapat, sehingga proses pembelajaran tidak komunikatif.

5. Aktivitas belajar siswa masih rendah.

6. Rendahnya hasil belajar yang dibuktikan dengan persentase siswa yang mencapai KKM ≥ 66, yaitu 40 %.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :


(22)

1. Bagaimanakah penerapan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat?

2. Bagaimanakah penerapan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui penerapan pendekatan

kontekstual dalam pembelajaran siswa kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat.

2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran siswa kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Diharapkan dapat menambah khasanah kepustakaan kependidikan tentang pembelajaran dengan menerapkan pendekatan kontekstual. Selain itu, dapat memberikan kontribusi informasi bagi dunia pendidikan.

2. Manfaat praktis a. Bagi siswa

Melalui pendekatan kontekstual, diharapkan siswa dapat memperoleh pembelajaran bermakna yang berkaitan dengan situasi dunia nyata, dan mampu mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan pengalaman belajar yang dialami.


(23)

b. Bagi guru

Pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam melakukan inovasi pembelajaran, sehingga dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman melaksanakan pembelajaran melalui penerapan pendekatan kontekstual.

c. Bagi sekolah

Menjadi referensi bagi pihak sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di SD Negeri 7 Metro Pusat, khususnya pengalaman pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran. Sehingga, diharapkan sekolah akan lebih meningkatkan mutu pendidikan, berupaya untuk beradaptasi, dan selektif terhadap perubahan serta pembaharuan dalam dunia pendidikan.

d. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat memotivasi peneliti untuk terus belajar, dan menggali pengetahuan mengenai perkembangan dalam dunia pendidikan yang dinamis, guna menambah wawasan dan pengalaman kontekstual. Sehingga, diharapkan memiliki kredibilitas tinggi dalam dunia pendidikan.


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendekatan Kontekstual

1. Pengertian Pendekatan Kontekstual

Secara harfiah, kontekstual berasal dari kata context yang berarti “hubungan, konteks, suasana, dan keadaan konteks”. Sehingga, pembelajaran kontekstual diartikan sebagai pembelajaran yang berhubungan dengan konteks tertentu. Jhonson (2006: 15) mengungkapkan bahwa pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang bertujuan menolong siswa melihat makna di dalam materi akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Hal ini berarti, bahwa pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna.

Sanjaya (2006: 109) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh, untuk dapat memahami materi yang dipelajari, dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Penjelasan lebih lanjut dikemukakan oleh Muchith (2008: 86), bahwa pendekatan kontekstual merupakan pembelajaran yang bermakna dan menganggap tujuan


(25)

pembelajaran adalah situasi yang ada dalam konteks tersebut, konteks itu membantu siswa dalam belajar bermakna dan juga untuk menyatakan hal-hal yang abstrak.

Pernyataan selaras juga diungkapkan oleh Komalasari (2010: 7), bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual merupakan pendekatan dengan konsep belajar mengajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata.

2. Karakteristik Pendekatan Kontekstual

Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa karakteristik yang khas, yang membedakannya dengan pendekatan pembelajaran lain. Karakteristik pendekatan kontekstual menurut Depdiknas (2002: 20) adalah:

(1) kerjasama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan dan tidak membosankan, (4) belajar dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa kritis dan guru kreatif, (10) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa (peta ˗ peta, gambar, artikel), (11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi


(26)

hasil karya siswa, laporan hasil pratikum,nkarangan siswa dan lain ˗ lain.

Sementara itu, Jhonson (2006: 15) mengidentifikasi delapan karakteristik pendekatan kontekstual, yaitu:

a. Making meaningful connections (membuat hubungan penuh makna) b. Doing significant work (melakukan kerja signifikan)

c. Self-regulated learning (belajar mengatur sendiri) d. Collaborating (kerjasama)

e. Critical and creative thinking (berpikir kritis dan kreatif) f. Nurturing the individual (memelihara pribadi)

g. Reaching high standard (mencapai standar yang tinggi) h. Using authentic assessment (penggunaan penilaian autentik)

Sounders (Komalasari, 2010: 8) bahwa pembelajaran kontekstual difokuskan pada REACT (Relating: belajar dalam konteks pengalaman hidup; Experiencing: belajar dalam konteks pencarian dan penemuan;

Applying: belajar ketika pengetahuan diperkenalkan dalam konteks penggunaannya; Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi interpersonal dan saling berbagi; Transfering: belajar penggunaan pengetahuan dalam suatu konteks atau situasi baru). Trianto (2011: 101) menambahkan bahwa karaketristik pendekatan kontekstual, yaitu (1) kerjasama; (2) saling menunjang; (3) menyenangkan, mengasyikkan; (4) tidak membosankan (joyfull, comfortable); (5) belajar dengan bergairah; (6) pembelajaran terintegrasi; dan (7) menggunakan berbagai sumber siswa aktif.

Penjelasan lebih lanjut dikemukakan oleh Komalasari (2010: 13) bahwa karakteristik pembelajaran kontekstual meliputi pembelajaran yang menerapkan konsep keterkaitan (relating), konsep pengalaman langsung (experiencing), konsep aplikasi (applying), konsep kerjasama


(27)

(cooperating), konsep pengaturan diri (self-regulating), dan konsep penilaian autentik (authentic assessment).

Berdasarkan berbagai pendapat para ahli tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual memiliki ciri khusus, yakni pembelajaran yang mengaitkan materi pembelajaran dengan situasi kehidupan nyata, mengarahkan siswa untuk berpikir kritis dengan melakukan eksplorasi terhadap konsep dan informasi yang dipelajari, serta adanya penerapan penilaian autentik untuk menilai pembelajaran secara holistik.

3. Komponen-komponen Pendekatan Kontekstual

Menurut Muslich (2012: 44) pendekatan pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama:

a. Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan filosofis pendekatan pembelajaran kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit melalui sebuah proses. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Menurut pandangan konstruktivisme, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan cara: (a) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa; (b) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan


(28)

(c) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

b. Menemukan (Inquiry)

Menemukan (Inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Menemukan (Inquiry) artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.

c. Bertanya (Questioning)

Bertanya adalah cerminan dalam kondisi berpikir. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya dimaksudkan untuk menggali informasi, mengkomunikasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Bertanya adalah proses dinamis, aktif, dan produktif serta merupakan fondasi dari interaksi belajar mengajar.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual di dalam kelas, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam


(29)

kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen, yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya.

e. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seseorang bisa ditunjuk dengan memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahui.

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan ketika pembelajaran. Refleksi merupakan respons terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru dipelajari. Nilai hakiki dari komponen ini adalah semangat instropeksi untuk perbaikan pada kegiatan pembelajaran berikutnya.

g. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)

Penilaian autentik adalah upaya pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan pembelajaran.


(30)

Selaras dengan paparan tersebut, Depdiknas (2003: 4-8) mengemukakan bahwa pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada hal-hal sebagai berikut.

a. Belajar berbasis masalah (problem-based learning) b. Pengajaran autentik (authentic instruction)

c. Belajar berbasis inkuiri (inquiry-based learning) d. Belajar berbasis proyek (project-based learning) e. Belajar berbasis kerja (work-based learning) f. Belajar jasa layanan (service learning) g. Belajar kooperatif (cooperative learning)

Berdasarkan uraian pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan kontekstual dalam proses pembelajaran memiliki komponen yang komprehensif. Komponen-komponen tersebut mencakup proses konstruktivis, melakukan proses berpikir secara sistematis melalui inkuiri, kegiatan bertanya antara siswa dengan guru maupun sesama siswa, membentuk kerjasama antarsiswa melalui diskusi, adanya peran model untuk membantu proses pembelajaran, melibatkan siswa dalam melakukan refleksi pembelajaran, serta penilaian sebenarnya yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung sampai diperoleh hasil belajar.

4. Langkah-langkah Penerapan Pendekatan Kontekstual

Setiap pendekatan, model, atau teknik pembelajaran memiliki prosedur pelaksanaan yang terstruktur sesuai dengan karakteristiknya. Begitupun dengan pendekatan kontekstual, berikut ini langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran yang dikemukakan oleh Trianto (2010: 111), yaitu:


(31)

a. Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan bertanya.

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok – kelompok).

e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

g. Lakukan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment) dengan berbagai cara.

Pendapat selaras dikemukakan oleh Herry, dkk (2007: 157), bahwa dalam pembelajaran CTL dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar mengajar lebih bermakna, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan terbaru yang harus dimilikinya. 2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua

topik yang diajarkan.

3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan peranyaan-pertanyaan.

4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model bahkan media yang sebenarnya.

6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

7. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.

Berdasarkan paparan pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa langkah-langkah dalam penerapan pendekatan kontekstual, diawali dengan pengonstruksian pengetahuan yang dimiliki siswa dengan materi yang akan dipelajari, dan dikaitkan dengan konteks dunia nyata. Mengembangkan pengetahuan awal siswa dengan bertanya. Adanya model sebagai alat bantu penyampaian materi. Dilanjutkan dengan proses inkuiri melalui kegiatan diskusi antara siswa dengan guru, maupun


(32)

sesama siswa. Hasil dari proses ini dipresentasikan melalui diskusi kelas dan diakhiri dengan refleksi berdasarkan pembelajaran yang telah dilakukan, dan dilakukan penilaian dengan lembar kerja.

5. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual

Kelebihan dan kelemahan selalu terdapat dalam setiap model, strategi, atau metode pembelajaran. Namun, kelebihan dan kelemahan tersebut hendaknya menjadi referensi untuk penekanan-penekanan terhadap hal yang positif dan meminimalisir kelemahan-kelemahannya dalam pelaksanaan pembelajaran. Menurut Sanjaya (2006: 111) kelebihan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut:

a. Menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran.

b. Dalam pembelajaran kontekstual siswa belajar dalam kelompok, kerjasama, diskusi, saling menerima dan memberi.

c. Berkaitan secara riil dengan dunia nyata. d. Kemampuan berdasarkan pengalaman.

e. Dalam pembelajaran kontekstual perilaku dibangun atas kesadaran sendiri.

f. Pengetahuan siswa selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya.

g. Pembelajaran dapat dilakukan dimana saja sesuai dengan kebutuhan.

h. Pembelajaran kontekstual dapat diukur melalui beberapa cara, misalnya evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, observasi, rekaman, wawancara, dll.

Disamping keunggulan seperti yang telah disebutkan di atas, pembelajaran kontekstual juga memiliki kelemahan. Sanjaya (2006:114) mengemukakan kelemahan kontekstual adalah “Penerapan pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang kompleks dan sulit


(33)

dengan menggunakan pendekatan kontekstual juga membutuhkan waktu yang lama”

Berdasarkan kajian yang telah dipaparkan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan kontekstual merupakan pendekatan dengan konsep belajar mengajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata.

Komponen dalam kontekstual meliputi proses konstruktivis, melakukan proses berpikir secara sistematis melalui inkuiri, kegiatan bertanya antara siswa dengan guru maupun sesama siswa, membentuk kerjasama antarsiswa melalui diskusi, adanya peran model untuk membantu proses pembelajaran, melibatkan siswa dalam melakukan refleksi pembelajaran, serta penilaian sebenarnya yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung sampai diperoleh hasil belajar.

Adapun langkah-langkah dalam penerapan pendekatan kontekstual, diawali dengan pengonstruksian pengetahuan yang dimiliki siswa dengan materi yang akan dipelajari, dan dikaitkan dengan konteks dunia nyata. Mengembangkan pengetahuan awal siswa dengan bertanya. Adanya model sebagai alat bantu penyampaian materi. Dilanjutkan dengan proses inkuiri melalui kegiatan diskusi antara siswa dengan guru, maupun sesama siswa. Hasil dari proses ini dipresentasikan melalui diskusi kelas dan diakhiri dengan refleksi berdasarkan pembelajaran yang telah


(34)

dilakukan. Penilaian keseluruhan kegiatan pembelajaran dilakukan menggunakan penilaian autentik.

B. Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar bukanlah istilah baru. Pengertian belajar terkadang diartikan secara common sense atau pendapat umum saja. Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan setelah mengalami belajar. Perubahan itu bersifat intensional, positif-aktif, dan efektif-fungsional. Sifat intensional berarti perubahan itu terjadi karena pengalaman atau praktik yang dilakukan pelajar dengan sengaja dan disadari, bukan kebetulan. Sifat positif berarti perubahan itu bermanfaat sesuai dengan harapan pelajar, di samping menghasilkan sesuatu yang baru yang lebih baik, dibanding yang telah ada sebelumnya. Sifat aktif berarti perubahan itu terjadi karena usaha yang dilakukan pelajar, bukan terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematangan. Sifat efektif berarti perubahan itu memberikan pengaruh dan manfaat bagi pelajar. Adapun sifat fungsional berarti perubahan itu relatif tetap, serta dapat direproduksi atau dimanfaatkan setiap kali dibutuhkan. (Suparta dan Aly, 2008: 27).

Untuk memahami konsep belajar secara utuh, perlu digali terlebih dahulu bagaimana para pakar psikologi dan pakar pendidikan mengartikan konsep belajar. Sebab, perilaku belajar merupakan bidang telaah dari kedua bidang keilmuan tersebut. Pakar psikologis memandang belajar sebagai proses psikologis individu dalam interaksinya dengan


(35)

lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan memandang belajar sebagai proses psikologis pedagogis yang ditandai adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan. Jadi, terdapat penekanan yang berbeda mengenai pengertian belajar, yaitu suatu aktivitas yang akan menghasilkan perubahan (Winataputra, 2008: 1.4 – 1.5). Perubahan ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan melalui proses yang sengaja diciptakan. Pendapat Winataputra sejalan dengan pendapat Hamalik (2005: 27), bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Berdasarkan Uraian tersebut, ada 4 jenis teori belajar yang banyak mempengaruhi pemikiran tentang proses pembelajaran dan pendidikan adalah teori belajar Behaviorisme, Kognitivisme, Konstruktivisme, dan Humanisme. Sesuai dengan penjelasan Thomas B. Roberts (1975:1) dalam Lapono.

1. Teori Belajar Behaviorisme

Kajian konsep dasar belajar dalam Teori Behaviorisme didasarkan pada pemikiran bahwa belajar merupakan salah satu jenis perilaku (behavior) individu atau peserta didik yang dilakukan secara sadar. Individu berperilaku apabila ada rangsangan (stimuli), sehingga dapat dikatakan peserta didik di SD/MI akan belajar apabila menerima rangsangan dari guru. Semakin tepat dan intensif rangsangan yang diberikan oleh guru akan semakin tepat dan intensif pula kegiatan belajar yang dilakukan peserta


(36)

didik. Dalam belajar tersebut kondisi lingkungan berperan sebagai perangsang (stimulator) yang harus direspon individu dengan sejumlah konsekuensi tertentu. Konsekuensi yang dihadapi peserta didik, ada yang bersifat positif (misalnya perasaan puas, gembira, pujian, dan lain-lain sejenisnya) tetapi ada pula yang bersifat negatif (misalnya perasaan gagal, sedih, teguran, dan lain-lain sejenisnya).

Konsekuensi positif dan negatif tersebut berfungsi sebagai penguat (reinforce) dalam kegiatan belajar peserta didik. Seringkali guru mengaplikasikan konsep belajar menurut teori behaviorisme secara tidak tepat, karena setiap kali peserta didik merespon secara tidak tepat atau tidak benar suatu tugas, guru memarahi atau menghukum peserta didik tersebut. Tindakan guru seperti ini (memarahi atau menghukum setiap kali peserta didik merespon secara tidak tepat) dapat disebut salah atau tidak profesional apabila hukuman (negative consequence) tidak difungsikan sebagai penguat atau reinforce.Peserta didik seringkali melakukan perilaku tertentu karena meniru apa yang dilihatnya dilakukan orang lain di sekitarnya seperti saudara kandungnya, orangtuanya, teman sekolahnya, bahkan oleh gurunya. Oleh sebab itu dapat dikatakan, apabila lingkungan sosial di mana peserta didik berada sehari-hari merupakan lingkungan yang mengkondisikan secara efektif memungkinkan suasana belajar, maka peserta didik akan melakukan kegiatan atau perilaku belajar yang efektif.


(37)

2. Teori Belajar Kognitivisme

Teori belajar kognitivisme mengacu pada wacana psikologi kognitif, yang didasarkan pada kegiatan kognitif dalam belajar. Para ahli teori belajar ini berupaya menganalisis secara ilmiah proses mental dan struktur ingatan atau cognition dalam aktifitas belajar. Cognition diartikan sebagai aktifitas mengetahui, memperoleh, mengorganisasikan, dan menggunakan pengetahuan (Lefrancois, 1985). Tekanan utama psikologi kognitif adalah struktur kognitif, yaitu perbendaharaan pengetahuan pribadi individu yang mencakup ingatan jangka panjangnya (long-term memory). Psikologi kognitif memandang manusia sebagai makhluk yang selalu aktif mencari dan menyeleksi informasi untuk diproses. Perkatian utama psikologi kognitif adalah upaya memahami proses individu mencari, menyeleksi, mengorganisasikan, dan menyimpan informasi. Belajar kognitif berlangsung berdasar schemata atau struktur mental individu yang mengorganisasikan hasil pengamatannya.Struktur mental individu tersebut berkembangan sesuai dengan tingkatan perkembangan kognitif seseorang. Semakin tinggi tingkat perkembangan kognitif seseorang semakin tinggi pula kemampuan dan keterampilannya dalam memproses berbagai informasi atau pengetahuan yang diterimanya dari lingkungan, baik lingkungan phisik maupun lingkungan sosial. Itulah sebabnya, teori belajar


(38)

kognitivisme dapat disebut sebagai (1) teori perkembangan kognitif, (2) teori kognisi sosial, dan (3) teori pemrosesan informasi.

3. Teori Belajar Konstruktivisme

Pendekatan konstruktivisme dalam proses pembelajaran didasari oleh kenyataan bahwa tiap individu memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi kembali pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa pembelajaran konstruktivisme merupakan satu teknik pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk membina sendiri secara aktif pengetahuan dengan menggunakan pengetahuan yang telah ada dalam diri mereka masing-masing. Peserta didik akan mengaitkan materi pembelajaran baru dengan materi pembelajaran lama yang telah ada.

4. Teori Belajar Humanisme

Kajian konsep dasar belajar dalam Teori Humanisme didasarkan pada pemikiran bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang dalam upayanya memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Dalam proses pembelajaran, kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu diperhatikan agar peserta didik tidak merasa dikecewakan. Apabila peserta didik merasa upaya pemenuhan kebutuhannya terabaikan maka besar kemungkinan di dalam dirinya tidak akan tumbuh motivasi berprestasi dalam belajarnya.


(39)

Berdasarkan uraian tersebut, teori belajar yang sesuai dengan konsep belajar dengan pendekatan kontekstual adalah teori belajar konstruktivisme. Menurut Budiningsih (2005: 59), konstruktivisme menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Konstruktivisme beraksentuasi belajar sebagai proses operatif, menekankan pada belajar autentik, dan proses sosial. Belajar operatif merupakan prinsip belajar yang tidak hanya menekankan pada pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang apa), namun pengetahuan struktural (pengetahuan tentang mengapa), serta pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang bagaimana). Sedangkan, belajar autentik adalah proses interaksi seseorang dengan objek yang dipelajari secara nyata. Belajar operatif dan belajar autentik dapat berlangsung dalam proses sosial melalui belajar kolaboratif dan kooperatif (Suprijono, 2009: 39 – 40).

Teori belajar konstruktivisme merupakan teori yang tepat untuk melandasi penelitian ini. Sebab, prinsip belajar operatif, kolaboratif, dan autentik terdapat dalam penerapan pendekatan kontekstual. Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar ialah proses perubahan melalui interaksi individu dengan lingkungan yang terjadi dalam suatu aktivitas. Aktivitas ini dapat bersifat psiko, fisik, dan sosio. Proses belajar tidak hanya menekankan pada pengetahuan deklaratif, namun lebih luas hingga pengetahuan struktural dan prosedural yang diperoleh melalui proses sosial.


(40)

2. Pengertian Aktivitas Belajar

Proses belajar erat kaitannya dengan aktivitas, sebab aktivitas berlangsung dalam proses belajar. Keterkaitan tersebut dikemukakan oleh Poerwanti (2008: 7.4) bahwa selama proses belajar berlangsung dapat terlihat aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran, seperti aktif bekerjasama dalam kelompok, memiliki keberanian untuk bertanya, atau mengungkapkan pendapat.

Menurut Sardiman (2010: 100) aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Sejalan dengan pendapat Sardiman, Kunandar (2010: 277) mengemukakan bahwa aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran, guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.

Dierich (Hamalik, 2011: 90-91) membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, yaitu: 1) kegiatan-kegiatan visual, 2) kegiatan-kegiatan lisan (oral), 3) kegiatan-kegiatan mendengarkan, 4) kegiatan-kegiatan menulis, 5) kegiatan-kegiatan menggambar, 6) kegiatan-kegiatan metrik, 7) kegiatan-kegiatan mental, dan 8) kegiatan-kegiatan emosional.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, maka yang dimaksud dengan aktivitas belajar dalam penelitian ini ialah seluruh rangkaian kegiatan secara sadar yang dilakukan siswa, untuk memperoleh berbagai konsep sebagai hasil belajar siswa, baik secara fisik maupun mental. Adapun indikator aktivitas yang ingin dikembangkan dalam penelitian ini adalah (1) Kemampuan menjawab


(41)

pertanyaan yang diberikan guru, (2) Kemampuan membuat kesimpulan dari teks, (3) Volume suara saat mengemukakan pendapat

3. Pengertian Hasil Belajar

Proses belajar secara tidak langsung akan memberikan perubahan bagi siswa. Hal ini menunjukkan bahwa belajar tidak hanya berkaitan dengan aktivitas belajar, melainkan juga dengan hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran, umumnya hasil belajar berupa nilai, baik berupa nilai mentah ataupun nilai yang sudah diakumulasikan. Namun, tidak menutup kemungkinan hasil belajar ini bukan hanya berupa nilai, melainkan perubahan perilaku yang terjadi pada siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Sukmadinata (2007: 103) bahwa hasil belajar (achievement) merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir, maupun keterampilan motorik.

Gagne (Yulmaiyer, 2007: 5) menyatakan bahwa hasil belajar yang diperoleh seseorang setelah belajar berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai. Sejalan dengan pendapat Gagne, Bloom (Sudjana, 2011: 22) menjelaskan bahwa hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Terdapat enam tingkatan ranah kognitif, yaitu dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian. Pada afektif, terdapat lima tingkatan ranah, yaitu menerima,


(42)

menanggapi, menilai, mengelola, dan menghayati, sedangkan pada ranah psikomotor, terdapat empat tingkatan yaitu peniruan, manipulasi, pengalamiahan, dan artikulasi.

Penjelasan lebih lanjut dikemukakan oleh Hamalik (2005: 30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan motoris. Unsur subjektif adalah rohaniah, sedangkan motoris adalah jasmaniah. Hasil belajar akan tampak pada pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apersepsi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, dan sikap.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pengertian hasil belajar dalam penelitian ini adalah perubahan perilaku siswa setelah mengikuti pembelajaran secara keseluruhan. Perubahan ini tidak dilihat secara parsial, melainkan terhubung secara komprehensif, baik dari domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapun indikator hasil belajar yang ingin dicapai dalam penelitian ini dari aspek kognitif, meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, dan analisis. Untuk aspek afektif meliputi penerimaan, penanggapan atau

responding, dan sikap atau valuing, sedangkan dari ranah psikomotor adalah peniruan, manipulasi, pengalamiahan, dan artikulasi.

Penerapan pendekatan scientific dikemukakan oleh Kemendikbud 1 (2013: 208-209), bahwa langkah-langkah penerapan pendekatan


(43)

(questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), membentuk jaringan (networking). Proses pembelajaran menggunakan pendekatan scientific harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang “mengapa”. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang “bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang “apa”. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Berdasarkan paparan tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pendekatan scientific merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk merangsang kemampuan berfikir siswa dalam memperoleh pengetahuan bermakna melalui pembelajaran berbasis kaidah ilmiah. Pendekatan ini mencakup tiga ranah, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor melalui langkah-langkah sistematis yang meliputi kegiatan mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), membentuk jaringan (networking).


(44)

Adapun langkah-langkah perbaikan dalam pembelajaran berkenaan dengan penerapan pendekatan kontekstual dan scientific, yakni (1) memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan melalui kegiatan mengamati, (2) mengarahkan siswa untuk menemukan pengetahuan awal melalui proses menalar, (3) melakukan kegiatan pemodelan dengan melibatkan siswa secara langsung, (4) mengarahkan siswa untuk bertanya berdasarkan kegiatan mengamati, menalar, dan pemodelan, (5) membagi siswa ke dalam beberapa kelompok untuk melakukan diskusi, (6) melakukan refleksi pembelajaran dengan melibatkan siswa, dan (7) melakukan penilaian secara autentik.

C. Penilaian Autentik (Authentic Assessment)

Penilaian autentik memiliki hubungan yang kuat terhadap pendekatan ilimiah (scientific approach), seperti yang dijelaskan dalam Permendikbud 2 No. 66 tahun 2013. Sementara itu, Nurgiyantoro (2011: 22) mengatakan bahwa Penilaian merupakan proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan seberapa jauh seorang siswa dapat mencapai tujuan pendidikan.

Sedangkan Poerwanti, dkk (2009: 9) Penilaian adalah penerpaan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau keterampilan kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Ditambahkan oleh Prastowo (2013: 401) dalam pembelajaran tematik, penilaian pembelajaran adalah usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, serta menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan maupun perkembangan yang telah dicapai, baik berkaitan


(45)

dengan proses maupun hasil pembelajaran. Oleh karena itu, penilaian tidak hanya menekankan pada hasil, namun proses dan hasil dari suatu pembelajaran.

Selanjutnya, Kunandar (2013: 35) mengatakan bahwa penilaian autentik adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di Kompetensi Inti (KI) dan kompetensi Dasar (KD). Penilaian autentik (authentic assesment) menekankan kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian autentik adalah proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan keberhasilan tujuan pendidikan yang penerapannya lebih mengedepankan kepada penilian yang menunjukkan kinerja secara bermakna yang merupakan penerapan dari pengetahuan dan keterampilan yang terkait dalam aktivitas pembelajaran.

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Berikut ini hasil penelitian yang relevan dengan penelitian tindakan kelas dalam proposal ini.

1. Komalasari (2010) dalam disertasinya membuktikan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kompetensi siswa SMP di Jawa Barat pada mata pelajaran PKn.

2. Septiyani (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA pada Siswa Kelas VA SDN 8 Metro Barat”, membuktikan bahwa


(46)

penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.

3. Widiyawati (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Pendekatan

Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Keterampilan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas VA SD Negeri 02 Metro Selatan T.P. 2011/2012”, membuktikan bahwa melalui pendekatan CTL dapat meningkatkan aktivitas dan keterampilan menulis karangan narasi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.

4. Rimbawati Hesti H dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Tematik Siswa Kelas IV A SD Negeri 05 Metro Timur T.P 2013/2014” membuktikan bahwa penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik.

E. Kerangka Pikir

Kurikulum 2013 mengarahkan proses pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar menggunakan pembelajaran tematik berbasis pendekatan

scientific

.

Observasi yang dilakukan peneliti menghasilkan data fakta yang mendasari dilakukannya penelitian ini. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan, peneliti melakukan identifikasi masalah untuk menemukan alternatif perbaikan yang dapat dilakukan. Sehingga, upaya perbaikan yang dilakukan dapat mengubah kondisi pembelajaran lebih baik dari sebelum dilakukan perbaikan. Adapun kerangka pikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.


(47)

INPUT PROSES OUTPUT

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, diperoleh hasil yakni guru masih mendominasi proses pembelajaran sebagai sumber utama (teacher centered), guru masih memberikan materi ajar secara formal dan terpaku pada buku pelajaran. Guru mengarahkan siswa untuk memahami sesuatu yang abstrak tanpa proses yang real dan berkaitan dengan konteks dunia nyata. Proses pembelajaran kurang bervariasi, sehingga suasana pembelajaran terkesan membosankan bagi siswa. Sebagian besar siswa cenderung pasif untuk bertanya atau mengajukan pendapat, sehingga berdampak pada proses pembelajaran yang kurang interaktif dan komunikatif antara siswa dan guru. Rendahnya hasil belajar ulangan tengah semester yang dibuktikan dengan persentase siswa yang mencapai KKM ≥ 66, yaitu 40%.

Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan dengan konsep belajar mengajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi

Kurikulum 2013 dan landasan empiris

Pendekatan kontekstual dan

scientific

Aktivitas dan hasil belajar memenuhi

indikator

Konstruktivis dan mengamati Inkuiri dan menalar Pemodelan dan mencoba

Bertanya

Diskusi dan membentuk jaringan Refleksi


(48)

dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata. Sedangkan pendekatan scientific merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk merangsang kemampuan berfikir siswa dalam memperoleh pengetahuan bermakna melalui pembelajaran berbasis kaidah ilmiah. Pendekatan ini mencakup tiga ranah, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor melalui langkah-langkah sistematis yang meliputi kegiatan mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), membentuk jaringan (networking). Oleh karena itu, penerapan pendekatan kontekstual dan scientific secara kolaboratif dapat memperbaiki proses dan hasil pembelajaran, sebab penerapan kedua pendekatan tersebut dapat memfasilitasi pembelajaran yang bermakna bagi siswa serta pencapaian kompetensi dalam tiga domain.

Hasil yang diharapkan melalui penerapan pendekatan kontekstual dan

scientific dalam pembelajaran adalah meningkatnya aktivitas dan hasil belajar siswa yang mencakup domain kognitif, afektif, dan psikomotor sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Adapun indikator hasil belajar yang ingin dicapai dalam penelitian ini dari aspek kognitif, meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, dan analisis. Untuk aspek afektif meliputi penerimaan, penanggapan, atau responding, dan sikap atau valuing, sedangkan dari ranah psikomotor adalah keterampilan menganalisis.

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas ini adalah “Apabila dalam proses pembelajaran menerapkan


(49)

pendekatan kontekstual sesuai konsep dan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat.


(50)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Classroom Action Research atau yang lebih familiar disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Agung (2012: 63) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan jenis penelitian untuk menyelesaikan masalah pembelajaran di kelas secara cermat dan sistematis untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam meningkatkan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar (Arikunto, 2007: 60).

Penjelasan lebih lanjut diungkapkan oleh Muslich (2012: 9) yang mendefinisikan penelitian tindakan kelas sebagai penelitian yang bersifat reflektif, yang dilakukan oleh guru secara kolaboratif dan partisipatif untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya subjektivitas dalam pelaksanaan penelitian.

PTK ini dilaksanakan melalui dua siklus, dengan 4 tahapan dalam setiap siklusnya. yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (act), pengamatan (observe), dan refleksi (reflect). Hal ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui penerapan pendekatan kontekstual.


(51)

Gambar 3.1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) diadopsi dari Arikunto, dkk (2007: 74)

B. Setting Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 7 Metro Pusat, tepatnya di Jalan Hasanudin No. 91 Yosomulyo Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap, dengan lama penelitian 3 bulan terhitung dari bulan Januari 2015 sampai dengan bulan Maret 2015

Permasalahan Perecanaan

tindakan I

Pelaksanaan tindakan I

Siklus I

Pengamatan/ pengumpulan

data I Refleksi I

Permasalahan baru hasil

refleksi

Perencanaan tindakan II

Pelaksanaan tindakan II

Siklus II

Pengamatan/ pengumpulan

data II Refleksi II


(52)

C. Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian tindakan kelas ini adalah siswa dan guru kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat. Jumlah siswa dalam kelas tersebut adalah 24 siswa, yang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

a. Teknik non tes

Teknik non tes digunakan untuk mengukur variabel berupa aktivitas siswa, kinerja guru, hasil belajar afektif, dan hasil belajar psikomotor melalui lembar observasi.

b. Teknik Tes

Teknik tes digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa melalui tes formatif.

2. Alat Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2007: 101) instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya untuk mengumpulkan data, agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrumen penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lengkap, valid, serta reliabel yang dapat mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan penelitian ini. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen sebagai berikut:


(53)

a) Lembar observasi

Instrumen ini dirancang oleh peneliti yang berkolaborasi dengan guru kelas untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan aktivitas siswa, kinerja guru, hasil belajar afektif, dan psikomotor selama pembelajaran sedang berlangsung. Setiap data yang diamati selama berlangsungnya proses pembelajaran dicatat dalam lembar observasi yang telah disediakan.

Adapun instrumen yang digunakan untuk memperoleh data kinerja guru dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Kinerja Guru

No. Indikator Kinerja Guru Berkenaan dengan Pendekatan Kontekstual dan Scientific

1 Memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan melalui kegiatan mengamati

2 Mengarahkan siswa untuk menemukan pengetahuan awal melalui proses menalar

3 Melakukan kegiatan pemodelan dengan melibatkan siswa secara langsung

4 Mengarahkan siswa untuk bertanya berdasarkan kegiatan mengamati, menalar, dan pemodelan

5 Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok untuk melakukan diskusi

6 Melakukan refleksi pembelajaran dengan melibatkan siswa 7 Melakukan penilaian secara autentik


(54)

Tabel 3.2. Instrumen Penilaian Kinerja Guru

Aspek yang diamati Skor

Kegiatan pendahuluan Apersepsi dan motivasi

1. Mengaitkan materi pembelajaran dengan pengalaman peserta didik atau pembelajaran sebelumnya

1 2 3 4 5 2. Mengajukan pertanyaan menantang 1 2 3 4 5 3. Menyampaikan manfaat dan tujuan pembelajaran 1 2 3 4 5 4. Mendemonstrasikan sesuatu yang berkaitan dengan tema 1 2 3 4 5 5. Menyampaikan kemampuan yang akan dicapai siswa 1 2 3 4 5 6. Menyampaikan rencana kegiatan, misalnya individual, kerja

kelompok, dan melakukan observasi

1 2 3 4 5 Kegiatan Inti

Penguasaan Materi Pelajaran

1. Kemampuan menyesuaikan materi dengan tujuan pembelajaran

1 2 3 4 5 2. Kemampuan mengaitkan materi dengan pengetahuan lain

yang relevan, perkembangan iptek, dan kehidupan nyata

1 2 3 4 5 3. Menyajikan pembahasan materi pembelajaran dengan tepat 1 2 3 4 5 4. Menyajikan materi secara sistematis (mudah ke sulit, dari

konkret ke abstrak)

1 2 3 4 5 Penerapan pendekatan kontekstual dan scientific

1. Memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan melalui kegiatan mengamati

1 2 3 4 5 2. Mengarahkan siswa untuk menemukan pengetahuan awal

melalui proses menalar

1 2 3 4 5 3. Melakukan kegiatan pemodelan dengan melibatkan siswa

secara langsung

1 2 3 4 5 4. Mengarahkan siswa untuk bertanya berdasarkan kegiatan

mengamati, menalar, dan pemodelan.

1 2 3 4 5 5. Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok untuk

melakukan diskusi

1 2 3 4 5 6. Melakukan refleksi pembelajaran dengan melibatkan siswa 1 2 3 4 5 7. Melakukan penilaian secara autentik 1 2 3 4 5 Pemanfaatan Sumber Belajar / Media dalam pembelajaran

1. Menunjukan keterampilan dalam penggunaan sumber belajar 1 2 3 4 5 2. Menunjukan keterampilan dalam penggunaan media

pembelajaran

1 2 3 4 5 3. Menghasilkan pesan yang menarik 1 2 3 4 5 4. Melibatkan peserta didik dalam pemanfaatan sumber belajar

pembelajaran

1 2 3 4 5 5. Melibatkan peserta didik dalam pemanfaatan media

pembelajaran

1 2 3 4 5 Pelibatan Peserta Didik dalam Pembelajaran

1. Menumbuhkan partisipasi aktif peserta didik dalam diskusi kelompok


(55)

Aspek yang diamati Skor 2. Merespon positif partisipasi peserta didik 1 2 3 4 5 3. Menunjukan sikap terbuka terhadap respon peserta didik 1 2 3 4 5 4. Menunjukan hubungan antar pribadi yang kondusif 1 2 3 4 5 5. Menumbuhkan keceriaan atau antusiasme peserta didik dalam

belajar

1 2 3 4 5 Penggunaan Bahasa yang Benar dan Tepat dalam Pembelajaran

1. Menggunakan bahasa lisan secara jelas dan lancar 1 2 3 4 5 2. Menggunakan bahasa tulis yang baik dan benar 1 2 3 4 5 Kegiatan Penutup

1. Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa

1 2 3 4 5 2. Memberikan tes lisan atau tertulis 1 2 3 4 5 3. Mengoreksi dan mengumpulkan hasil kerja 1 2 3 4 5 4. Melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan arahan

kegiatan berikutnya dan tugas di rumah.

1 2 3 4 5 Jumlah

Nilai Kategori Keterangan:

1 = sangat kurang 2 = kurang 3 = cukup baik 4 = baik 5 = sangat baik

( Adaptasi dari Poerwanti, 2009: 7.8)

Tabel Pedoman Penskoran Kinerja Guru

Skor Kategori Indikator

5 Sangat baik Aspek yang diamati dilaksanakan oleh guru dengan sangat baik, guru melakukannya dengan sempurna dan tanpa kesalahan

4 Baik Aspek yang diamati dilaksanakan oleh guru dengan baik, guru melakukan dengan dua kesalahan

3 Cukup baik Aspek yang diamati dilaksanakan oleh guru dengan cukup baik, guru melakukan dengan tiga kesalahan

2 Kurang Aspek yang diamati dilaksanakan oleh guru dengan kurang baik, guru melakukan lebih dari lima kesalahan


(56)

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data aktivitas siswa adalah sebagai berikut.

Tabel 3.3. Instrumen Aktivitas Siswa

No Kriteri Yang Diamati

1. Kemampuan menjawab pertanyaan yang diberikan guru 2. Kemampuan membuat kesimpulan dari teks

3. Volume suara saat mengemukakan pendapat

Tabel 3.4. Rubrik Aktivitas Siswa

No Kriteria Skor

4 3 2 1

1. Kemampua n menjawab pertanyaan yang diberikan guru Seluruh pertanyaan dijawab dengan benar

Ada 1 pertanyaan yang dijawab dengan tidak tepat

Lebih dari 1 pertanyaan yang dijawab dengan tidak tepat Tidak mampu menjawab semua pertanyaan 2. Kemampua n membuat kesimpulan dari teks Simpulan singkat dan mewakili isi teks Simpulan agak panjang dan mewakili isi teks

Simpulan kurang mewakili isi teks Simpulan tidak sesuai dengan teks 3. Volume suara saat mengemuka kan pendapat Terdengar sampai seluruh ruangan Terdengar sampai setengah ruang kelas Terdengar hanya bagian depan ruang kelas Suara sangat pelan atau tidak terdengar

Instrumen untuk memperoleh data hasil belajar afektif siswa adalah sebagai berikut.


(57)

Tabel 3.5. Instrumen Afektif Siswa

Aspek yang diamati Indikator

Percaya diri

1. Berani mengemukakan pendapat 2. Berani mengajukan pertanyaan

3. Berani memadukan berbagai pendapat menjadi kesimpulan suatu konsep

Disiplin

1. Kehadiran ke sekolah tepat waktu 2. Senantiasa menjalankan tugas piket

3. Menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang disepakati

Tabel 3.6. Rubrik Afektif Siswa Aspek

yang diamati

Skor Kategori Indikator

Percaya Diri

4 Sudah

Membudidaya (SM)

Apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran dan mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas sudah tumbuh kematangan moral (tahap autonomi).

3 Mulai

Berkembang (MB)

Apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten, karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran juga mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas (Tahap

Sosionomi). (Terlihat Ragu Ragu) 2 Mulai terlihat

(MT)

Apabila peserta didik sudah mulai

memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten karena sudah ada pemahaman dan mendapat penguatan lingkungan terdekat (tahap heteronomi). (Memerlukan bantuan guru)

1 Belum Terlihat (BT)

Apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator karena belum memahami makna dari nilai itu (tahap anomi).

Disiplin 4 Sudah

Membudidaya (SM)

Apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran dan mendapat penguatan lingkungan terdekat dan


(58)

lingkungan yang lebih luas sudah tumbuh kematangan moral (tahap autonomi).

3 Mulai

Berkembang (MB)

Apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten, karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran juga mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas (Tahap

Sosionomi). (Terlihat Ragu Ragu) 2 Mulai terlihat

(MT)

Apabila peserta didik sudah mulai

memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten karena sudah ada pemahaman dan mendapat penguatan lingkungan terdekat (tahap heteronomi). (Memerlukan bantuan guru)

1 Belum Terlihat (BT)

Apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator karena belum memahami makna dari nilai itu (tahap anomi). Adaptasi : (Kemendiknas, 2010)

Instrumen untuk memperoleh data hasil belajar psikomotor adalah sebagai berikut.

Tabel 3.7. Instrumen Psikomotor Siswa

No Kriteri Yang Diamati

1. Kemampuan menjawab pertanyaan yang diberikan guru 2. Kemampuan membuat kesimpulan dari teks


(59)

Tabel 3.8. Rubrik Psikomotor Siswa

No Kriteria Skor

4 3 2 1

1. Kemampuan menjawab pertanyaan yang diberikan guru Seluruh pertanyaan dijawab dengan benar Ada 1 pertanyaan yang dijawab dengan tidak tepat

Lebih dari 1 pertanyaan yang dijawab dengan tidak tepat Tidak mampu menjawab semua pertanyaan 2. Kemampuan

membuat kesimpulan dari teks Simpulan singkat dan mewakili isi teks Simpulan agak panjang dan mewakili isi teks Simpulan kurang mewakili isi teks Simpulan tidak sesuai dengan teks 3. Volume suara

saat mengemukakan pendapat Terdengar sampai seluruh ruangan Terdengar sampai setengah ruang kelas Terdengar hanya bagian depan ruang kelas Suara sangat pelan atau tidak terdengar

b) Tes hasil belajar

Instrumen tes hasil belajar digunakan untuk memperoleh data mengenai peningkatan hasil belajar kognitif siswa. Melalui tes ini, pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran, dan ketercapaian indikator pembelajaran dapat diketahui. Untuk mengetahui validitas tes, peneliti membuat kisi-kisi soal sebagai pedoman dalam membuat soal tanpa melakukan uji soal sebelum pelaksanaan tes.

E. Teknik Analisis Data

Data-data yang telah diperoleh melalui alat pengumpul data tersebut, perlu dianalisis sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian. Analisis data dilakukan dengan menyeleksi dan mengelompokkan data, memaparkan atau mendeskripsikan data dalam bentuk narasi, tabel, dan atau grafik (Aqib, 2009: 11).


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab IV, maka dapat disimpulkan, bahwa hasil penelitian tindakan kelas yang diterapkan di kelas II A SD Negeri 7 Metro Pusat, tahun pelajaran 2014/2015, dalam

pembelajaran tema “Hidup Bersih dan Sehat” subtema “Hidup Bersih dan

Sehat di Rumah” dan “Hidup Bersih dan Sehat di Sekolah”, adalah sebagai berikut.

1. Penerapan pendekatan kontekstual dengan langkah-langkah yang tepat dalam proses pembelajaran dapat meningkatakan kinerja guru. Pada siklus I nilai rata-rata kinerja guru sebesar 60 (kategori Cukup), pada siklus II nilai rata-rata kinerja guru sebesar 75,75 (kategori Baik) terjadi peningkatan sebesar 15,75.

2. Pembelajaran melalui penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Pada siklus I, nilai rata-rata aktivitas siswa sebesar 43,75% (kategori cukup aktif). Pada siklus II, nilai rata-rata aktivitas siswa sebesar 56,25% (kategori aktif) terjadi peningkatan 12,5%.

3. Penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu sebagai berikut.


(2)

90

a. Terjadi peningkatan rata-rata secara klasikal pada hasil belajar siswa berupa sikap sosial (afektif) percaya diri dan disiplin dengan rata-rata nilai 53,38 dengan kategori “Mulai Berkembang (MB)” pada siklus I menjadi 70,05 dengan kategori “Mulai Berkembang

(MB)” pada siklus II. Peningkatan terhitung dari siklus I ke siklus II

sebesar 16,67.

b. Hasil belajar psikomotor (ketrampilan) siswa juga mengalami peningkatan. Nilai rata-rata sebesar 53,38 dengan kategori

“Terampil” pada siklus I menjadi 70,10 dengan kategori “Terampil”

pada siklus II. Terjadi peningkatan sebesar 16,72.

c. Peningkatan juga terjadi secara klasikal pada persentase ketuntasan hasil belajar kognitif siswa dari 49,91% pada siklus I menjadi 74,99% pada siklus II. Terjadi peningkatan sebesar 25,08%. B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan tersebut, peneliti memberikan saran dalam memperbaiki aktivitas dan hasil belajar melalui pendekatan kontekstual, antara lain:

1. Bagi siswa

Siswa harus mempersiapkan bahan materi terlebih dahulu sebelum materi disampaikan oleh guru. Proses mengkonstruksi dan menemukan konsep materi, hendaknya melibatkan pengetahuan dan pengalaman kontekstual siswa. Pengetahuan yang dibangun hendaknya diperluas dengan berbagai pengetahuan dari berbagai sumber belajar dan pengalaman, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat memberikan


(3)

kebermanfaatan secara kontekstual. Selain itu, siswa harus berani berpartisipasi aktif dalam kegiatan diskusi, sebab diskusi dapat membantu siswa lebih memahami konsep.

2. Bagi guru

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru, sebagai pelaksana pembelajaran melalui penerapan pendekatan kontekstual. Secara umum, hal-hal yang harus dipersiapkan antara lain kelengkapan perangkat pembelajaran (pemetaan kompetensi, silabus, RPP, kisi-kisi soal, dan soal tes), penunjang pelaksanaan pembelajaran (LKPD, bahan ajar, dan media), dan pemberian tindak lanjut baik pengulangan terhadap materi yang telah dipelajari, maupun dasar-dasar untuk materi selanjutnya. Selain itu, pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran, hendaknya perlu dioptimalkan oleh guru.

Secara khusus, dalam penerapan pendekatan kontekstual perlu diperhatikan beberapa hal, diantaranya yaitu pemilihan masalah kontekstual, perlunya bimbingan bagi siswa untuk mengkonstruksi dan menemukan pengetahuannya sendiri, melakukan pemodelan yang melibatkan siswa secara langsung, mengoptimalkan kegiatan diskusi sebagai bentuk kerjasama memecahkan masalah kontekstual, melakukan refleksi di setiap akhir kegiatan pembelajaran, serta penerapan penilaian autentik dalam kegiatan pembelajaran.


(4)

92

3. Bagi sekolah

Dinamisasi dunia pendidikan menuntut adanya inovasi, salah satunya adalah inovasi pembelajaran. Bentuk inovasi pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, seperti penggunaan media dan LKPD dalam pembelajaran, serta implementasi pendekatan, strategi, atau model pembelajaran. Secara khusus, hendaknya sekolah mendukung dan memfasilitasi penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran, sehingga proses belajar mengajar tidak hanya berfokus pada apa yang harus diperoleh siswa, melainkan bagaimana memberikan pengetahuan dan pengalaman bermakna bagi siswa.

4. Bagi peneliti

Berdasarkan hasil penelitian, penulis merekomendasikan bagi peneliti lain untuk dapat menerapkan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran dengan materi yang berbeda. Selain itu, pendekatan kontekstual dapat diterapkan melalui kolaborasi dengan pendekatan, strategi, dan model pembelajaran yang lain, sesuai dengan kebutuhan siswa.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Iskandar. 2012. Panduan Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru. Bestari Buana Murni. Jakarta.

Aqib, Zainal, dkk,. 2009. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk Guru SD, SLB, TK. CV Yrama Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta

Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL). Ditjen Dikdasmen. Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar Mengajar. PT Bumi Aksara. Jakarta. Hesti, Rimbawati. 2014. Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran

Tematik Siswa Kelas IV A SD Negeri 05 Metro Timur (skripsi).

Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It Is Here to Stay. Corwin Press Inc. California USA.

Kemendikbud. 2013. Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Tema 5 Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta.

Kemendikbud 1. 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta. Kemendiknas. 2013. PP No. 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. PT Indeks. Jakarta Muchith, MS. 2008. Pembelajaran Kontekstual. Media Group. Semarang.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Muslich, Masnur. 2012. Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Bumi Aksara. Jakarta.


(6)

94

Permendikbud. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi. Jakarta.

Permendikbud 1. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses. Jakarta.

Permendikbud 2. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 66 Tahun 2013 Tentang Penilaian. Jakarta.

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Assesmen Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.

Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Prenada Media Group. Jakarta.

Septiyani, Rizky. 2014. Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA pada Siswa Kelas VA SDN 8 Metro Barat (skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. PT

Remaja Rosdakarya. Jakarta.

Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Suparta, HM., dan Ali, Herry Noer. 2008. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Amissco. Jakarta.

Supinah, dkk. 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP. Depdiknas. Yogyakarta.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana

Prenada Media Group. Jakarta.

Widyawati, Ayu Eka. 2012. Penggunaan Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Kelas VA SDN 02 Metro Selatan T.P. 2011/2012 (skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Yulmaiyer. 2007. Penggunaan Kamus Bahasa Indonesia untuk Memperkaya Perbendaharaan Kata dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Universitas Lampung. Lampung.


Dokumen yang terkait

PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IVA SD NEGERI 11

0 11 46

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MELALUI CONCEPT MAPPING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V B SD NEGERI 11 METRO PUSAT

7 55 75

PENERAPAN METODE PERMAINAN EDUKATIF UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS I A SD NEGERI 12 METRO PUSAT

6 12 75

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 ADIREJO PEKALONGAN LAMPUNG TIMUR

1 20 65

PENERAPAN MEDIA REALIA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IA SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

7 93 76

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL SISWA KELAS IV SD NEGERI 7 METRO BARAT

0 4 76

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas IV Di SD Negeri 2 Barukan Manisrenggo K

0 1 17

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas IV Di SD Negeri 2 Barukan Manisrenggo K

0 2 16

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR.

0 0 17

PENERAPAN PENDEKATAN TEMATIK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS II SD NEGERI TUGUREJO 03 SEMARANG.

0 0 1