Proses Interaksi sosial Pasangan suami istri Pengidap HIVAIDS dengan masyarakat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Menurut interaksi simbolik, manusia belajar memainkan berbagai peran dan mengasumsikan identitas yang relevan dengan peran-peran ini, terlibat dalam kegiatan yang menunjukkan kepada satu sama lainnya siapa dan apa mereka. Dalam konteks demikian, mereka menandai satu sama lain dan situasi yang mereka masuki, dan perilaku berlangsung dalam konteks identitas sosial, makna dan definisi situasi. Presentasi diri yang ditunjukkan Mead, bertujuan memproduksi definisi situasi dan identitas sosial bagi para aktor, dan definisi sosial tersebut mempengaruhi beragam interaksi yang layak bagi para aktor dalam situasi yang ada. Menurut Goffman, kebanyakan atribut, milik atau aktivitas manusia digunakan untuk presentasi diri, termasuk busana yang digunakan, tempat ia tinggal, rumah yang dihuni berikut cara kita melengkapinya furniture dan perabot rumah, cara mereka berjalan dan berbicara, pekerjaan yang mereka lakukan dan cara mereka menghabiskan waktu luang. Lebih jauh lagi, dengan mengelola informasi yang kita berikan kepada orang lain, maka mereka akan mengendalikan pemaknaan orang lain terhadap dirinya. Hal itu digunakan untuk memberitahu kepada orang lain mengenai siapa mereka. Selain itu, Goffman menyebut aktivitas untuk mempengaruhi orang lain itu sebagai pertunjukkan, yakni presentasi diri yang dilakukan individu pada ungkapan yang tersirat, suatu ungkapan yang lebih tersirat, kontekstual, non verbal, dan tidak bersifat intensional. 39 Seseorang akan berusaha memahami makna untuk mendapatkan kesan dari berbagai tindakan orang lain, baik yang dipancarkan dari mimik wajah, isyarat, dan kualitas tindakan. Menurut Mead, perilaku orang dalam interaksi sosial selalu melakukan permainan informasi agar orang lain mempunyai kesan yang lebih baik. Kesan non verbal inilah yang menurutnya harus dicek keasliannya. Kecaman dari berbagai pihak menghalangi mereika untuk segera coming out, membuat penderita HIVAIDS ini mengalami dilema dengan keadaan. Perlakuan diskriminasi yang sering dihadapi membuat pasangan suami istri pengidap HIVAIDS ini enggan untuk melanjutkan hidup mereka. Karena rasa kurang percaya diri, minder dan kurangnya dukungan dari orang 39 Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, hal. 112-113. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id terdekat membuat mereka sulit untuk menemukan jalan bagi kehidupannya. Sehingga dalam proses pencarian kerja juga mengalami hambatan karena stigma yang mereka peroleh itu membuat masyarakat luas takut bila berada dekat dengan dengan mereka bahkan tidak mau untuk berkomunikasi dengan mereka. Oleh karena itu sikap tertutup yang kerap kali mereka lakukan sebagai cara ampuh untuk bertahan ditengah masyarakat yang tidak mengidap penyakit tersebut. Karena mereka termasuk kaum minoritas yang sering dianggap sebagai “ sampah masyarakat” oleh sebagian kaum mayoritas di tengah desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun. Masih kuatnya fakta sosial yang meyakini benar akan stigma masyarakat sekitar bahwa ODHA adalah orang hina dan termarjinalkan, serupa dengan pandangan Mead yang mana stigma dibagi menjadi dua yang sudah dijelaskan diatas. Maka tidak semua penderita HIVAIDS dapat dengan mudah memperoleh kesempatan yang sama dalam bersaing mendapatkan pekerjaan di seluruh lapisan bidang profesi. Dalam realita kehidupan bermasyarakat, kita menyadari bahwa terdapat berbagai macam masyarakat dengan berbagai latar belakang kehidupan sosialnya. Termasuk didalamnya kelompok sosial masyarakat yang dianggap menyimpang, salah satunya adalah penyakit virus HIVAIDS. ”….. Di dalam masyarakat dan sebagian hasil dari proses sosial, individu menjadi pribadi, ia mendapat dan berpegang pada sebuah identitas, dan melaksanakan berbagai proyek di bagian kehidupan. Manusia tidak bisa eksis ketika terpisah dari masyarakat ….” 40 Masyarakat dilahirkan oleh manusia dan manusia dilahirkan oleh masyarakat. Semua kegiatan manusia bisa mengalami proses pembiasaan tiap tindakan yang sering diulang pada akhirnya akan menjadi suatu pola yang kemudian bisa diproduksi dengan upaya sekecil mungkin, pembiasaan selanjutnya berarti bahwa tindakan yang bersangkutan bisa dilakukan 40 Peter. L. Berger, terj. Hartono, ” La git Su i Aga a se agai Realitas Sosial,” Jakarta : PT. Pustaka LP3S hlm. 3-4 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id kembali di masa yang akan datang dengan cara yang sama. Ini berlaku bagi aktivitas sosial maupun non-sosial. 41 “…Pada saat ini kita mengenal sosial masyarakat yang modern, dengan berjalannya waktu dan tumbuh lagi yang supra modern, terlepas secara revolusi dan evolusi …” 42 Demikian juga pasca modern tanpa disadari masyarakat itu dan berkembang dimana ia dengan lingkungannya pada saat itu, cipta, karsa, dan rasa manusia disekeliling kita mencatri penyesuaian lingkungan menyangkut masalah martabat dan lain sebagainya. “Setiap masyarakat yang terus berjalan dalam sejarah akan menghadapi masalah pengalihan makna-makna terobjektivasinya suatu generasi ke generasi berikutnya. Masalah ini diselesaikan dengan cara sosialisasi, yaitu proses yang dipakai mendidik generasi baru untuk hidup sesuai dengan program-program kelembagaan masyarakat tersebut ”. 43 Maka dari itu perlu ada kegiatan atau program untuk sosialisasikan virus HIVAIDS tersebut kepada semua masyarakat luas. Agar sikap toleransi masyarakat luas terhadap ODHA dapat berjalan dengan baik, sehingga ODHA tidak lagi mengalami depresi atau minder melainkan dukungan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan dukungan secara batiniah. Hal-hal yang dijelaskan senantiasa ada dalam setiap masyarakat sehingga penyimpangan memang merupakan suatu gejala yang selalu timbul dalam masyarakat. Masalahnya adalah sampai sejauh mana masyarakat dapat memberikan toleransi terhadap penyimpangan- penyimpangan tersebut. Lagipula, tolok ukur toleransi itu pun tidak statis, tetapi senantiasa bergerak. Misalnya adanya ODHA yang menjadi kelompok minoritas yang tinggal di tengah masyarakat bebas dari infeksi virus HIVAIDS yang menjadi kelompok mayoritas, maka ODHA di muka umum sama sekali tidak diterima. Hal ini disebabkan, karena adanya keyakinan bahwa moralitas tidak memberikan kesempatan kepada pribadi untuk membentuk kepribadiannya sendiri atau setidak tidaknya ikut berperan membentuk kepribadian itu. Kadang-kadang hal itu disebabkan oleh ketegangan- 41 Peter. L. Berge dan Tomas Luckman ,” Tafsir Sosial asas ke yataa ”, Jakarta: PT.Pustaka,LP3S hlm.75-76 42 Masyur, M. Cholil, ” Sosiologi Masyarakat Kota da Desa,” Usaha Nasional Surabaya. Hlm. 32-33 43 Peter. L. Berger,” La git Su i Aga a se agai Realitas Sosial,” Jakarta : PT.Pustaka LP3S anggota IKAPI hlm. 19 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id ketegangan yang timbul sebagai akibat pertentangan antara berbagai kelas sosial dalam masyarakat yang terbentuk dalam proses pelapisan sosial. Oleh karena itu, ODHA melakukan kegiatan-kegiatannya secara sembunyi-sembunyi untuk menghindarkan diri dari kritik-kritik yang pedas. Salah satu akibatnya adalah dewasa ini ODHA menjadi semakin lemah, tidak ada semangat hidup, dan kualitas hidupnya menurun. Dengan timbulnya gejala itu, masyarakat luas secara perlahan lebih bersikap lunak terhadap mereka, serta mana yang diperbolehkan dan yang dilarang. Menurut A.G Keller, “ berubah dan berkembangnya suatu kebudayaan berjalan menurut kebutuhan dari masyarakat yang bersangkutan dengan proses coba-coba. Karena perubahan yang berjalan penyesuaian diri dengan kebutuhan, maka kebudayaan sifat adaptif, karena masayarakat yang heterogen ”. 44 Suatu perubahan atau pergeseran dapat terjadi karena faktor yang berasal dari masyarakat itu sendiri baik faktor dari luar maupun dari dalam. Faktor yang menyebabkan terjadinya itu tidak selalu menghasilkan akibat yang sama. Ada kalanya faktor itu hanya mengakibatkan terjadinya perubahan yang kecil, karena perubahan yang diharapkan secara maksimal akan memakan waktu yang sangat lama. Berdasarkan pada kerangka teoritik, yang dimana dalam penelitian ini berdasar pada prespektif dramaturgi yang mana mempelajari proses perilaku bukan hasil perilaku. Maka, disini peneliti mencoba memberikan gambaran dari proses Interaksi sosial pasangan suami istri pengidap HIVAIDS dengan masyarakat Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun Jawa Timur sebagai berikut dijelaskan pada Gambar 2.1 : 44 Soedjitto,” Aspek Budaya dala Pe a gu a Pedesaa ”, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1987 , hlm 3-4 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Dampak Sosial Komunikasi Intensitas Berkunjung ke Rumah KeluargaKerabat Intensitas Menghadiri Undangan Adat Intensitas Gotong Royong Intensitas dengan Keluarga Di li ngkunga n mas ya ra ka t Orang Dengan HIVAIDS Di li ngkunga n ke luar ga stress Dampak Psikologis Frustasi Penyangkala Rasa malu Berduka Kemarahan kecemasan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 1 Di lingkungan Masyarakat Bagi seorang pengidap HIVAIDS dalam penelitian ini adalah ketika ia mencoba berinteraksi dengan masyarakat di Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun dan mengikuti kegiatan rutin yang diadakan oleh masyarakat setempat. Di panggung inilah seorang aktor memainkan perannya sesuai dengan situasi yang dihadapinya, dan ia menggunakan atribut untuk melengkapi pementasan tersebut agar para warga tidak mengetahui sosok aslinya. Di panggung ini ODHA menjalankan peran dengan cara berinteraksi layaknya masyarakat lain yang tidak mengidap HIVAIDS dan menutupi rasa cemas dan mindernya meski sulit baginya untuk menutupi hal tersebut. Dan disinilah aktor bekerja keras untuk memberikan tampilan yang terbaik, agar sang penonton tidak merasa kecewa. Karena jika sang aktor melakukan kesalahan ia tidak akan bisa sama sekali diterima oleh masyarakat bahkan untuk berinteraksi saja dengan menutupi segala sifat aslinya sudah membuatnya kesulitan untuk interaksi dengan masyarakat. Meski ada respon yang kurang enak dari masyarakat, ia tidak menyerah untuk berusaha mendekat karena ia ingin juga hidup normal tanpa terbebani oleh penyakit yang diderita. 2 Di lingkungan Keluarga Di sinilah sang aktor cenderung menunjukkan sifat aslinya, berbeda dengan sifat yang ditunjukkan ketika ia berada di lingkungan masyarakat. Aktor atau pasangan suami istri pengidap HIVAIDS ini adalah individu yang sangat tertekan dengan beban penyakit yang dideritanya. Karena penyakit yang diderita merupakan salah satu penyakit kotor atau yang dianggap masyarakat sebagai sampah masyarakat. Disini panggung ini nampak rasa cemas, khawatir, tertekan, rasa malu dan kurangnya semangat hidup. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 46

BAB III INTERAKSI SOSIAL PASANGAN SUAMI ISTRI PENGIDAP HIVAIDS DENGAN

MASYARAKAT DESA WONOASRI KECAMATAN WONOASRI KABUPATEN MADIUN JAWA TIMUR

A. Deskripsi Umum Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun

1. Geografi Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun

Penderita HIVAIDS di Badan Koordinator Wilayah Bakorwil Madiun, terus peningkatan setiap tahunnya. Hingga akhir tahun 2013, jumlahnya mencapai 717 orang. Jumlah tersebut berasal dari Klinik Voulentary Conseling Test VCT Rumah Sakit Umum Provinsi RSUP dr. Soedono Madiun, sepanjang tahun 2013 saja ada 187 penderita HIVAIDS baru. Sedangkan 717 itu tercatat dalam kurun waktu 6 tahun terakhir, terhitung sejak 2007. Bayu Juniarto, Kepala Klinik VCT RSUP dr. Soedono Madiun, merinci tahun 2007 hanya ada 25 pasien. Kemudian pada tahun 2008 ada 35 pasien, tahun 2009 ada 55 pasien, tahun 2010 ada 89 pasien, tahun 2011 sebanyak 160 pasien dan tahun 2012 ada 166 pasien. Obat penghambat virus HIVAIDS di RSUP dr. Soedono Madiun di drop dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan Kementrian Kesehatan RI, dan obat ini diberikan pada pasien secara gratis. Akan tetapi, sebagian besar penderita terlambat memeriksakan kesehatannya ke VCT. Hal itu diketahui dari penyerta penyakit atau adanya Infeksi Oportunistik OI, yang ditandai dengan gejala Tuberkolosis,diare maupun sariawan. Para penderita yang tercatat di RSUP dr. Soedono ini sebagian besar berasal dari KotaKabupaten Madiun. Sebagian lagi dirujuk dari Kabupaten Ngawi, Magetan, digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Ponorogo, dan Pacitan. Ironisnya dari data di klinik VCT, penderita didominasi ibu rumah tangga, dengan usia minimal 25 tahun. Selebihnya, dari kalangan pekerja seks, waria, dan gay. 47 Wonoasri adalah sebuah desa di Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun dan merupakan desa yang terletak di ujung timur kota Madiun. Kecamatan ini memiliki 9 Sembilan desa, antara lain : Desa Wonoasri, Plumpungrejo, Sidomulyo, Pucung, Banyukambang, Bancong, Klitik, Ngadirejo dan Njatirejo. Desa Wonoasri terletak di sebelah timur kantor pusat pemerintahan Kecamatan Wonoasri. Jarak tempuh dari balai Desa menuju Kecamatan hanya membutuhkan waktu 0,05 jam dengan menggunakan transportasi sepeda bermotor di jalan sepanjang 0,50 km. Dan jarak tempuh untuk menuju Kecamatan dengan menggunakan kendaraan non motor atau berjalan kaki selama 0,15 jam. Kecamatan Wonoasri terdiri dari 9 desa dengan luas masing-masing 267,00 Ha dibagi menjadi 12 RT dan 6 Rw. Adapun luas wilayah Desa Wonoasri adalah 267,00 Ha dengan batas Desa : a. Batas sebelah utara adalah Desa Klitik dan Desa Bancong. b. Batas sebelah selatan adalah Desa Sidomulyo. c. Batas sebelah timur adalah Desa Plumpungrejo d. Batas sebelah barat adalah Desa Banyukambang. Table 3.1 Luas Wilayah Desa Wonoasri Menurut Jenis Pemanfaatan Tanah No Pemanfaatan tanah Luas Ha 1. Tanah sawah 110,44 47 www.lensiaindonesia.com20140116 Diakses pada tanggal 14 September 2015 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 2. Tanah kering 156,56 Jumlah 267,00 Sumber : Buku Profil Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri, 2014 Kondisi geografi Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun memiliki ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut. Dengan luas Desa 267,00 Ha. Banyaknya curah hujan 200,00 mmtahun dan suhu udara rata-rata 30 ◦C

1. Demografi Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri Kabupaten Madiun

a. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Desa Wonoasri pada akhir bulan Mei 2014 adalah 2635 jiwa terdiri dari 866 kepala keluarga KK dengan perincian laki-laki sebanyak 1316 jiwa dan perempuan sebanyak 1319 jiwa.

b. Agama

Agama penduduk Desa Wonoasri tidak jauh berbeda dari Desa lain di Kabupaten Madiun yaitu rata-rata penduduk menganut agama Islam dengan di tandai tidak satupun di Desa Wonoasri ditemui gereja atau kuil. Di setiap desa di Kecamatan Wonoasri terdapat masjid dan beberapa mushola, sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk Desa Wonoasri memeluk agama Islam. Namun demikian perkembangan zaman dan adanya akulturasi melalui proses pernikahan timbullah agama lain seperti Kristen dan Hindhu. Ada salah satu dari masyarakat Desa Wonoasri yang memeluk agama Kristen dan Hindhu. Dengan adanya agama lain di tengah mereka tidak merubah sikap saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Dan keharmonisan desa semakin baik karena adanya sikap toleransi antar pemeluk agama yang berbeda. Table 3.2 Pemeluk Agama Penduduk Desa Wonoasri No Pemeluk Agama Jumlah 1. Islam 2619 jiwa digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 2. Kristen 14 jiwa 3. Hindhu 2 jiwa Total 2635 jiwa Sumber : Buku Profil Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri, 2014

c. Pendidikan

Sarana pendidikan di Desa Wonoasri tergolong cukup memadai untuk ukuran tingkat pedesaan, SDN 01 Wonoasri adalah salah satu sekolah yang mencatat sejarah hidup peneliti. Dimana 10 tahun yang lalu peneliti masih menempuh pendidikan di gedung tua tersebut, SD yang tertdiri dari 5 ruang bangunan yang menampung kelas 1-6 mengharuskan penggabungan antara kelas 1 dan 2, sehingga bagi kelas 2 dua memulai jam pelajaran di siang hari yakni jam 10 karena menunggu murid kelas 1 satu selesai pelajaran. Bangunan tua ini sudah retak diberbagai dinding dan langit- langit ruangan yang masih belum ada plafonnya. Untuk mengenyam pendidikan kami bersama teman-teman harus menempuh jarak 50 m dari rumah dengan berjalan kaki karena itu merupakan jarak yang sangat dekat tidak perlu menggunakan kendaraan. Disela kisah masa kecil di sekolah itu ada kegembiraan di setiap jalan yang peneliti lalui. Berjalan sambil bermain dan bercanda ria bersama teman-teman sudah menghilangkan penat dan lelah. Berikut lembaga pendidikan yang terdapat di Desa Wonoasri: Table 3.3 Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Wonoasri No Tingkat Pendidikan Jumlah Keterangan 1 2 3 4 TK Play group SD SMPMTS SMA 5 4 1 5 TK 2 SD dan 2 MI 1 MTs Jumlah 10 Sumber : Buku Profil Desa Wonoasri Kecamatan Wonoasri, 2014