40 demikian semakin jelas bahwa Inggris telah diperalat oleh NICA-Belanda
dalam usahanya menguasai kembali wilayah Republik Indonesia Wiyono dkk, 1991:90.
E. Tentara Pelajar SACSA
Pada tahun 1946 sampai 1947 terjadi proses konsolidasi diantara Laskar-Laskar Pelajar untuk dihimpun dalam satu kesatuan khusus yang
terdiri dari Para Pelajar di Solo. Laskar Alap-alap berganti nama menjadi pasukan
Sturm Abteilung
SA dan Corps Sukarela Angkatan CSA, dalam penggantian nama tersebut, atas gagasan dari para pimpinan
Pasukan Pelajar diantaranya Achmadi, Prakoso, dan Soemitro yang menyebutkan bahwa adanya pasukan khusus di Jerman selama perang
dunia II yaitu
Sturm Abteilung
Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, 1985:23. Pembentukan pasukan
Sturm Abteilung
SA pada akhir tahun 1946 digunakan sebagai pasukan inti dari Tentara Pelajar Solo dengan
harapan bahwa kedisiplinan, semangat maupun ketrampilan dalam bertempur dapat menyamai dengan pasukan SA di Jerman. Pada awal
terbentuk pasukan SA dipimpin oleh Gajah Suranto dan Muktio sebagai wakilnya. Karena dengan alasan Gajah Suranto kurang aktif dalam
memimpin pasukan SA, maka jabatan pimpinan pasukan SA diambil alih oleh Muktio. Kurang aktifnya Gajah Suranto dikarenakan selain sudah
diberi tanggung jawab sebagai pimpinan SA dia juga menjabat sebagai komandan Tentara Genie Pelajar TGP Keluarga Besar SACSA,
T.T.:58-59. Dalam proses konsolidasi antara laskar-laskar pelajar Solo
41 menghasilkan terbentuknya Markas Pertahanan Pelajar MPP dengan
sebagai ketuanya Sulaiman dan wakilnya Prakoso. Akibat dari terbentuknya MPP, Pasukan Pelajar tersusun dalam bentuk Regu, Seksi,
dan Kompi. Setelah berjalan selama satu tahun susunan pasukan pelajar kurang efektif sehingga mengakibatkan ada perubahan dengan
dibentuknya satu Batalyon yang dikenal dengan nama Batalyon 100 Julius Paur, 2008:118-119. Pasca setelah perjanjian Renville pada
tanggal 17 Januari 1948, pada bulan Februari tahun 1948 pasukan Divisi Siliwangi yang berkekuatan kurang lebih 4 Brigade dari Jawa Barat
melakukan hijrah ke Jawa Tengah. Kedatangan Divisi Siliwangi dari Jawa Barat yang menuju ke Jawa Tengah merupakan sebagai kekuatan
tambahan untuk mempertahankan daerah Republik Indonesia Bulletin SACSA, edisi No 91995:16.
Pada saat bangsa Indonesia sedang bersiap-siap untuk menghadapi serangan Pasukan Belanda yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda II
untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Bangsa Indonesia terlebih dahulu menghadapi gerakan pemberontakan PKI di
Madiun yang mana pada masa penumpasan pemberontakan PKI dari kesatuan TNI menugaskan Divisi Siliwangi yang dibantu oleh Tentara
Pelajar TP Solo pimpinan Achmadi untuk menumpas gerakan tersebut. Dalam penumpasan gerakan Muso kekuatan utama yang digunakan yaitu
pasukan Siliwangi dari Jawa Barat yang mendapat tugas sampai di Madiun. Pasukan TP Solo pimpinan Achmadi dan pasukan Siliwangi
42 mengadakan penumpasan pemberontakan dan melucuti senjata dari Front
Demokrasi Rakyat FDR yang dianggap sebagai PKI dibawah pimpinan Muso dan pengikut beraliran kiri yang lainnya seperti Pesindo dan
Angkatan Laut Republik Indonesia ALRI yang dipimpin Ahmad Yadau, serta TNI resmi yang dianggap berpihak pada Muso. Masa penumpasan
pada tahun 1948 ini lebih dikenal dengan seruan “ Pilih Karno atau Muso”
Wawancara dengan Sardijono, 6 Februari 2014. Tentang seruan pilih Karno atau Muso yang disampaikan oleh
Sardijono memang benar terjadi dibuktikan dengan pidato Presiden Soekarno di Yogyakarta melalui Radio Republik Indonesia RRI Warta
SACSA edisi No.172012:8 : “
Beberapa hari yang lalu, Partai Komunis Indonesia pimpinan Muso telah memproklamasikan berdirinya negara Soviet Republik Indonesia dan tidak
mengakui negara Republik Indonesia. Proklamasi itu diumumkan di kota Madiun. Dengan ini saya Presiden Republik Indonesia memerintahkan kepada
seluruh rakyat Indonesia untuk memilih sekarang juga, memilih saya Soekarno
atau Muso”
Setelah mengetahui adanya pemberitaan tentang mengenai seruan untuk memilih Soekarno atau Muso, Para Tentara Pelajar Solo dari Kompi
I yang dipimpin Prakoso, Wiryawan dan Hartomo mengambil keputusan untuk memilih Soekarno yang dipertegas dengan adanya laporan hasil
keputusan ke Markas Detasemen II dan Markas Komando Militer Kota KMK. Pasukan TP Solo bersama 2 Pasukan Batalyon Siliwangi yang
berada di Solo terdiri dari Batalyon Kosasih dan Kemal Idris dengan ditambah satu kompi Mobiele Brigade Mobrig polisi negara yang
43 ditugaskan untuk menumpas pemberontakan PKI yang dipimpin Muso
Warta SACSA Edisi No.172012:8. Pasukan TP Solo yang masuk dalam Sub Wehrkreise SWK
106PPS 106 Arjuno pimpinan Achmadi yang diperbantukan dalam penumpasan FDR terutama dari kelompok Tentara Pelajar
Sturm Abteilung
TP SA yang dipimpin oleh Mashuri sebagai Komandan Seksi. Selama melakukan tugas dalam penumpasan pemberontakan PKI di
Madiun, Kelompok TP SA berhasil mendapat banyak senjata dari hasil rampasan senjata pemberontak pengikut muso dan yang beraliran kiri
lainnya sehingga TP SA menjadi pasukan yang kuat. Setelah gerakan penumpasan PKI selesai pada bulan November 1948, TP SA yang
awalnya dikomando Seksi Mashuri dan sebagai komandan Kompi oleh Muktio mengambil jalan untuk keluar dari TP Solo yang dipimpin
Achmadi yang mana sebelumnya menjadi induk dari TP SA. Seiring dengan
berjalannya waktu
terjadi perselisihan,
karena adanya
ketidakpuasan dari kelompok TP Solo yang masih menjadi kesatuan pimpinan Achmadi. Meskipun memisahkan diri dari kesatuan TP Solo
yang dipimpin Achmadi, TP kelompok Muktio tetap menggunakan nama TP SA Wawancara dengan Sardijono, 4 Februari 2014.
Karena ketegangan diantara TP pihak Achmadi dengan TP SA yang dipimpin Muktio diketahui oleh Letkol Slamet Riyadi, akhirnya TP
SA diakui dan dimasukkan dalam kesatuan pimpinan LetKol Slamet Riyadi. Laskar Alap-Alap dan rakyat pejuang lainnya yang belum
44 mempunyai wadah kesatuan maka atas inisiatif dari Letkol Slamet Riyadi,
dilebur menjadi satu wadah yang bernama Corps Sukarela Angkatan CSA. Sehingga kesatuan TP SA dengan CSA digabung menjadi satu
dengan nama Tentara Pelajar SACSA yang di pimpin Muktio di bawah komando Letkol Slamet Riyadi yang sekaligus menjabat komandan
kesatuan resmi TNI dan memimpin kesatuan diluar TNI Wawancara dengan Sardijono, 4 Februari 2014
Dalam perkembangannya setelah TP SA dengan CSA digabung menjadi satu kesatuan dengan nama TP SACSA selama masa Agresi
Militer II yang mana berkembang menjadi 4 kompi yaitu 1 Kompi SA dan 3 Kompi CSA yang terdiri dari :
a. Kompi I dipimpin oleh Muktio
b. Kompi 2 dipimpin oleh Robikhan
c. Kompi 3 dipimpin Kenyung Sardijono
d. Kompi 4 dipimpin Suryo Soelarto
Kemudian TP SACSA masuk dibawah kesatuan Batalyon 55 Brigadir V Wawancara dengan Sardijino, 6 Februari 2014. Pernyataan dari
Sardijono sama dengan apa yang dijelaskan oleh pengurus pusat keluarga besar SACSA di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1993 dengan nomor
64BPKB.SACSA1993 mengenai kesatuan pada masa Agresi Militer II atas balasan surat dari pengurus Keluarga Besar SACSA perwakilan
wilayah Surakarta-Daerah Istimewa Yogyakarta DIY di Solo. Salah satu bagian isi surat balasan tersebut menjelaskan bahwa formasi Batalyon 55
45 Brigade V tentang pasukan CSA adalah Kompi Muktio, Kompi Robikan,
Kompi Kenyung Sardijono dan Kompi Suryosoelarto. Sedangkan pasukan Corps Sukarela lainnya tidak masuk formasi Batalyon 55 Brigade V.
Setelah selesai dalam penumpasan pemberontakan PKI, kesatuan kelompok Tentara Pelajar Solo dalam perkembangannya menjadi 2
kelompok pasukan Tentara Pelajar yaitu TP Solo dipimpin Achmadi dan TP SACSA dipimpin Muktio Wawancara dengan Sardijono, 4 Februari
2014. TP SA awalnya hanya berjumlah beberapa puluh orang kemudian berkembang menjadi satu kompi. Dalam proses masa gerilya pasukan TP
SA pimpinan Muktio melakukan perang gerilya ke luar kota Solo dari bulan Desember 1948 - Agustus 1949 dengan ditugaskan oleh Letkol
Slamet Riyadi di wilayah Kabupaten Boyolali untuk menghambat jalur logistik Belanda baik yang dari Solo maupun Salatiga atau sebaliknya
Wawancara dengan Sardijono, 6 Februari 2014. Hal ini juga di benarkan oleh Sudarman Wongsoguna bahwa Tentara Pelajar SACSA Kompi I
pimpinan Muktio ditugaskan di daerah Boyolali, berada di Tlatar dan sekitar Wawancara dengan Sudarman Wongsoguno, 4 Februari 2014.
Dalam buku
Ign. Slamet Rijadi Dari
Mengusir Kempetai Sampai
Menumpas RMS 2008
, Batalyon II yang dipimpin Letkol Slamet Rijadi mendapat tugas untuk menguasai daerah Kabupaten Boyolali, khususnya
wilayah perbatasan Karesidenan Semarang dengan Karesidenan Surakarta yang tugas intinya untuk menghadapi pasukan Belanda yang sudah
menduduki daerah Kopeng di luar Salatiga. Markas Batalyon II berada di
46 Desa Paras, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali Julius Paur, 2008:
61.
F. Agresi Militer Belanda II Di Boyolali