34 sebagai petani penggarap lahan sendiri Wawancara dengan Henri
Sugiman, 28 Januari 2014. Menurut Haryono, yang disebut dengan tanah
Drooge Culture
DC yaitu tanah tanaman kering peninggalan milik
Belanda. Adapun luas dari wilayah Desa Kebonbimo kurang lebih 239 Ha, terdiri dari 119 Ha luas tanah DC dan 120 Ha yang terdiri dari luas
padukuhan dan sawah Wawancara dengan Haryono, 3 Februari 2014.
B. Kondisi Pemerintahan Desa Kebonbimo
Pada masa Agresi Militer Belanda II, pemerintahan Desa Kebonbimo dipimpin oleh Citro Budoyo sebagai Kepala Desa pertama
yang menjabat sampai tahun 1974 dan Mangun Suyoto sebagai Sekretaris Desa atau Carik Wawancara dengan Tarjo Suwito, 27 Januari 2014.
Kantor Balai Desa Kebonbimo bertempat di rumah Citro Budoyo dikarenakan pada waktu itu belum mempunyai kantor Balai Desa sehingga
harus menumpang di rumah Kepala Desa. Padukuhan Desa Kebonbimo pada masa Agresi Militer Belanda II dipimpin oleh 2 Kepala Dusun
Bayan. Kepala Dusun wilayah Barat dipimpin oleh Bandi yang meliputi: Baturan, Kebonbimo, Karang Tengah, Titang, Dukuh, dan Ngablak.
Sedangkan di wilayah Timur dipimpin Suroso meliputi: Wates, Gombol, Tlatar, dan Gatak Wawancara Henri Sugiman, 28 Januari 2014.
Pada tahun 1948 pemerintah Desa Kebonbimo membentuk badan keamanan desa yang disebut dengan Pasukan Gerilya Desa Pager Desa.
Masyarakat Desa Kebonbimo sering melakukan gerilya setiap malam selama masa Agresi Militer Belanda II, hal ini membuat Tentara Belanda
35 menjadikan daerah Kebonbimo terutama Dukuh Tlatar sebagai daerah
pusat para gerilyawan. Melalui mata-matanya yang ditugaskan di Kebonbimo, Tentara Belanda mendapat banyak informasi, diantaranya
seperti kegiatan-kegiatan para gerilyawan. Tentara Belanda sering melakukan patroli di Desa Kebonbimo dengan tujuan untuk mencari dan
menangkap pemimpin Gerilya Desa Kebonbimo. Hal ini dikarenakan seringnya Pager Desa Kebonbimo melakukan kegiatan pengrusakan
Jembatan darurat Kenteng Wawancara dengan Henri Sugiman, 5 Oktober 2013.
Menurut Minto Suwarno, Sekitar tahun 1948-1949 di radio sering di perdengarkan diputarkan lagu yang bersifat nasionalisme dan
patriotisme yang ditujukan kepada para gerilyawan untuk melawan penjajah pasukan Belanda. Berikut salah satu lirik lagu yang masih
diingat oleh Minto Suwarno, “
Ayo marilah pandai bergerilya
”. Sering diputar-putarnya lagu mengenai semangat bergerilya itu dikarenakan
pemerintah Republik Indonesia merasa persenjataan maupun kekuatan pasukan yang dimiliki Tentara atau gerilyawan lainnya tidak bisa
mengimbangi kekuatan musuh pasukan Belanda. Lagu-lagu bertema nasionalisme dan patriotisme tersebut bertujuan supaya rakyat Indonesia
tidak takut menghadapi musuh serta dapat mengobarkan semangat para gerilyawan yang berjuang di medan perang untuk mempertahankan
kemerdekaan Repulik Indonesia Wawancara dengan Minto Suwarno, 13 Oktober 2013.
36 Peran perangkat desa selain sebagai pemimpin pemerintahan desa,
juga sebagai pemimpin gerilya tertinggi di tingkat desa. Karena Tentara Belanda belum menguasai sepenuhnya wilayah Desa Kebonbimo maka
pada saat penyerangan, Belanda sering mengalami kegagalan. Seperti pada saat akan menangkap salah satu pemimpin gerilya Desa Kebonbimo yang
bernama Citro Budoyo, Kepala Desa Kebonbimo pada masa Agresi Militer Belanda II. Tentara Belanda berencana masuk ke dalam rumah
Citro Budoyo namun keliru masuk ke dalam rumah Wiro Kartiko yang pada waktu itu rumahnya berdekatan. Wiro Kartiko diserang dan
ditembaki oleh Tentara Belanda hingga meninggal dunia. Kesalahan tersebut disebabkan karena adanya papan bertuliskan Lurah tanda
penunjuk di pinggir jalan menuju kearah rumah Citro Budoyo maupun Wiro Kartiko, sehingga pasukan Belanda mengira bahwa rumah Wiro
Kartiko sebagai rumah dari Kepala Desa Kebonbimo Wawancara dengan Minto Suwarno, 13 Oktober 2013.
Perangkat Desa Kebonbimo pada masa Agresi Militer Belanda II sangat berpengaruh dalam menggerakkan maupun memimpin masyarakat
untuk berperan aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia Wawancara dengan Henri Sugiman, 28 Januari 2014.
Desa Kebonbimo merupakan desa yang paling aktif diantara desa-desa sekitarnya dalam upaya mengusir Tentara Belanda pada masa Agresi
Militer Belanda II, terutama di Jalan Ampel-Boyolali Kota tepatnya di Jembatan Darurat Kenteng. Sebelum Tentara Pelajar SACSA masuk Desa
37 Kebonbimo, pemerintah desa telah membentuk Pasukan Gerilya Desa
sebagai satuan keamanan tingkat desa karena melihat letak Desa Kebonbimo yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten
Semarang Wawancara dengan Haryono, 3 Februari 2014.
C. Kedatangan Tentara Sekutu dan