80
3. Bidang Komunikasi
Perang gerilya Tentara Pelajar SACSA berhasil karena dukungan penuh dari rakyat yang berjuang tanpa pamrih, tanpa
imbalan uang, malah seringkali mengalami resiko balas dendam dari Tentara Belanda berupa penyiksaan, pembakaran rumah-rumah desa
serta perampasan harta benda mereka. Dalam bidang komunikasi peranan masyarakat Desa Kebonbimo sangatlah penting, salah satunya
ialah menjadi mata-mata untuk para Tentara Pelajar SACSA atau “Cenguk”. Masyarakat Desa Kebonbimo ada yang yang bertugas
menjadi mata-mata dengan cara memanjat pohon tinggi dan mengamati dari atas pohon. Tujuannya agar jika ada patroli Belanda
yang akan masuk Desa Kebonbimo dapat diketahui dan segera memberitahu kepada masyarakat maupun Tentara Pelajar SACSA
dengan cara memberi kode berupa suara atau memanfaatkan bambu dengan cara meletakkan potongan di samping pohon. Jika masih
berdiri berarti tidak ada pasukan Belanda yang datang, sedangkan jika potongan bambu dijatuhkan atau dirobohkan pertanda pasukan
Belanda datang. Peran Pager Desa Kebonbimo sangat penting. Mereka membantu dalam bidang tenaga seperti memasang ranjau bom atau
trekbom, membongkar jembatan, pemotong kabel-kabel telfon, penunjuk jalan pada saat gerilya, dan sebagai pengantar Tentara
Pelajar SACSA yang sakit ke rumah sakit Wawancara dengan Henri Sugiman, 5 Oktober 2013.
81 Sebelum melakukan beberapa aksi gerilya di wilayah Desa
Kebonbimo maupun diluar Desa Kebonbimo, Pager Desa sepakat untuk menggunakan kode khusus seperti tiruan suara binatang demi
keamanan dari anggota Pager Desa Kebonbimo itu sendiri. Setiap kelompok Pager Desa memiliki kode yang berbeda dan hanya berlaku
semalam saja, misalnya kelompok Pager Desa dari Tarjo Suwito sepakat menggunakan kode suara Kucing. Caranya yaitu apabila salah
satu anggota dari kelompok berbicara menirukan suara kucing, yang benar adalah menjawab dengan suara hewan selain Kucing. Jika sandi
itu menjawabnya sama maka dianggap musuh jadi perlu konsentrasi pada saat bergerilya Wawancara dengan Tarjo Suwito, 18 Maret
2014. Masyarakat merupakan bagian yang mengetahui keadaan
situasi kondisi tempat dan geografis desa. Seperti tokoh agama dalam bahasa Jawa disebut
Modin
di Dukuh Tlatar seperti Iman Gozhali, belum begitu sangat berperan secara maksimal untuk mempengaruhi
masyarakat di lingkup desa hanya baru bisa berperan dalam membantu logistik dan perlindungan masih sama dengan masyarakat pada
umumnya. Sebagai tokoh Agama media yang bisa untuk dimaksimalkan seperti melalui media dakwah di
Langgar
atau Mushola karena pada masa Agresi Militer Belanda II, masyarakat di
Desa Kebonbimo masih bersifat “
Abangan
” beragama Islam tetapi tidak menjalankan ibadah sesuai kewajiban syariat Islam. Berbeda
82 dengan Desa Pager yang sejak dulu sampai sekarang masyarakatnya
dikenal sangat religius dalam menjalankan kehidupan beragama Islam yang taat sehingga sangat mudah jika tokoh agama berperan secara
maksimal dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Mata-mata untuk Belanda, dalam masyarakat dikenal
dengan istilah “lurahe Londo”. Di Kebonbimo sering kedatangan
mata-mata dari pihak Belanda yaitu warga dari Desa Kiringan, Kecamatan Boyolali yang bernama Kardimun. Karso Diharjo
mengatakan bahwa mata-mata tersebut bertugas mencari informasi di Desa Kebonbimo untuk melaporkan ke pihak Belanda di Tangsi
Boyolali Kota yaitu kegiatan apa saja yang akan dilakukan atau gerak- gerik para Tentara Pelajar SACSA maupun masyarakat pejuang yang
berada di Desa Kebonbimo Wawancara dengan Karso Diharjo, 27 Januari 2014.
Sedangkan mata-mata dari Desa Kebonbimo untuk para gerilyawan bernama Singo yang merupakan warga Dukuh Ngablak
Wawancara dengan Karso Diharjo, 18 Maret 2014. Jika Tentara Belanda tidak berhasil menangkap masyarakat pejuang maupun
Tentara Pelajar SACSA pada saat melakukan patroli di Desa Kebonbimo, mereka melakukan penjarahan hewan peliharaan
masyarakat seperti diantaranya Kuda, Sapi, Kerbau dan Kambing. Hal ini dilakukan oleh Belanda untuk bahan makanan di pos-pos atau
83 Tangsi Belanda di Boyolali Kota Wawancara dengan Tarjo Suwito,
27 Januari 2014.
4. Bidang Kesehatan