Pengertian Hukum Adat Perkawinan Menurut Hukum Adat

10

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Perkawinan Menurut Hukum Adat

2.1.1.1 Pengertian Hukum Adat

Sebagai orang pertama yang menimbulkan hukum adat sebagai ilmu pengetahuan dan menempatkan hukum adat berkedudukan sejajar dengan hukum lainnya, Van Vollenhoven dalam Hilman Hadikusuma 1980 : 26 memberikan pengertian tentang hukum adat sebagai “ aturan-aturan kelakuan yang berlaku bagi orang-orang pribumi dan orang-orang timur asing, yang disatu pihak mempunyai sanksi maka dikatakan hukum dan lain pihak tidak dikodifikasi maka dikatakan adat. Selanjutnya maka dikatakan hukum dikarenakan yang dimaksudkan adalah adat yang mempunyai sanksi, yaitu adat yang mengandung perintah dan larangan dan apabila dilanggar maka sipelanggar akan mendapat ancaman dari masyarakat adat. Kemudian maka dikatakan adat dikarenakan tidak dikodifikasikan artinya tidak dihimpun dalam suatu kitab perundang- undangan yang teratur menurut hukum barat. Hukum adat menurut Soerjono Soekanto 2006 : 18 adalah keseluruhan adat yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan, dan kelaziman yang mempunyai akibat hukum. Dan menurut Ter Haar dalam Sri Harini D, 2006 : 18 hukum adat merupakan 11 keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan para perangkat hukum yang mempunyai wibawa serta pengaruh dan yang dalam pelaksanaanya berlaku secara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati. Sedangkan menurut Yulies Tiena Masriani 2004 : 134 hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasikan. Dengan kata lain, Hukum adat adalah adat kebiasaan yang mempunyai akibat hukum. Hukum adat tumbuh, dianut dan dipertahankan sebagai aturan penjaga tata tertib sosial dan tata tertib hukun diantara manusia atau orang dalam pergaulan didalam suatu masyarakat, supaya dengan demikian dapat dihindarkan segala bencana dan bahaya yang mungkin atau telah mengancam. Ketertiban yang dipertahankan oleh hukum adat itu bersifat batiniah dan jasmaniah, kelihatan dan tidak kelihatan, tetapi diyakini dan dipercaya sejak turun-temurun atau bahkan sejak kecil sampai meninggalnya seseorang. Dimana ada masyarakat, disitu ada Hukum adat dan Hukum Adat itu senantiasa timbul dari suatu kebutuhan hidup yang nyata, cara dan pandangan hidup yang keseluruhanya merupakan kebudayaan masyarakat dimana tempat hukum adat itu berlaku. F.D Holleman dalam Iman Sudiyat 1978 : 30, pidato pelantikanpengukuha n menjadi Guru Besar yang berjudul “ De Commune Trek in het Indonesische Rechtleven “ Corak Kegotong- royong didalam kehidupan hukum Indonesia, menyimpulkan adanya empat sifat umum hukum adat Indonesia yang hendaknya dipandang sebagai kesatuan : 12 1 Sifat Komun commuun Sifat komun adalah sifat yang mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan diri sendiri. Hal kedua dari dasar alam pikiran dalam hukun adat adalah suatu segi atau corak yang khas dari suatu masyarakat yang masih sangat tergantung kepada tanah atau alam pada umumnya. Dalam masyarakat semacam itu selalu terdapat sifat yang lebih mementingkan keseluruhan, lebih diutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan individual. Masyarakat, desadusun yang senantiasa memegang peranan yang menentukan, yang pertimbangan dan keputusannya tidak boleh dapat di sia-siakan, keputusan desa adalah berat, berlaku terus dan dalam keadaan apapun juga harus dipatuhi dengan hormat dan khidmat. 2 Sifat konkrit Visual Hukum adat bercorak serba konkrit, serba jelas, artinya hubungan-hubungan hukum yang dilakukan tidak serba tersembunyi atau samar-samar, antara kata dan perbuatan berjalan serasi, jelas dan nyata. Misalnya dalam perjanjian jual beli, perjanjian itu baru terjadi jika jelas dan nyata pembeli telah membayar harganya dan penjual telah menyerakan barang yang dijualnya. Hukum adat tidak membenarkan berlakunya hubungan-hubungan hukum yang samar-samar, yang tidak nyata abstrak seperti hukum barat, misalnya suatu jual beli sudah terjadi walaupun barang belum 13 diserahkan dan harganya belum dibayar, begitu pula dalam hukum adat hubungan pria dan wanita sebelum terjadi perkawinan pria dan wanita tidak boleh campur sebagai suami isteri sebagaimana dikalangan orang- orang barat. 3. Sifat Contant tunai Biasanya dalam masyarakat Indonesia transaksi itu bersifat tunai contant, yaitu prestasi dan kontra prestasi dilakukan sekaligus bersama-sama pada waktu itu juga. Sifat tunai mengandung pengertian bahwa dalam suatu perbuatan nyata, suatu perbuatan simbolis atau pengucapan, tindakan hukum yang dimaksud telah selesai seketika itu juga, dengan serentak bersamaan waktunya tatkala berbuat atau mengucapkan yang diharuskan oleh adat. Dengan demikian dalam hukum adat segala sesuatu yang terjadi sebelum dan sesudah timbang-terima secara contant itu adalah diluar akibat-akibat hukum dan memang tidak bersangkut-paut atau bersebab-akibat menurut hukum. Perbuatan hukum yang dimaksud yang telah selesai seketika itu juga adalah suatu perbuatan hukum yang dalam arti yuridis berdiri sendiri. Dalam arti urutan kenyataan-kenyataan, tindakan-tindakan sebelum dan sesudah perbuatan yang bersifat contant itu mempunyai arti logis terhadap satu sama lain. Contohnya dalam hukum adat adalah jual beli lepas, perkawinan jujur. 14 4 Sifat Religio- Magis magis-religius Sifat Religio- Magis magis-religius adalah pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur beberapa sifat atau cara berfikir seperti pralogika, animisme, pantangan, ilmu gaib dan lain-lain. Kuntjaraningrat dalam Soleman Biasane T 1981 : 44, alam pikiran religio-magis itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : a. Kepercayaan kepada makluk –makluk halus, roh-roh, dan hantu- hantu yang menempati seluruh alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, tubuh manusia dan benda-benda. b. Kepercayaan kepada kekuatan sakti yang meliputi seluruh alam semesta dan khusus terdapar dalam peristiwa-peristiwa luar biasa, tumbuh-tumbuhan yang luar biasa dan suara yang luar biasa. c. Anggapan kekuatan sakti yang pasif itu dipergunakan sebagai “ magische kracth” dalam berbagai perbuatan ilmu gaib untuk mencapai kemauan manusia atau untuk menolak bahaya gaib. d. Anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti dalam alam menyebabkan keadaan krisis, menyebabkan timbulnya berbagai macam bahaya gaib yang hanya dapat dihindari atau dihindarkan dengan berbagai macam pantangan.

2.1.1.2 Pengertian Perkawinan Adat

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis Pakondona (Kawin Lari) Menurut Hukum Adat Suku Waijewa di Desa Buru Kaghu Kabupaten Sumba Barat Daya T1 312012709 BAB I

0 1 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis Pakondona (Kawin Lari) Menurut Hukum Adat Suku Waijewa di Desa Buru Kaghu Kabupaten Sumba Barat Daya T1 312012709 BAB II

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis Pakondona (Kawin Lari) Menurut Hukum Adat Suku Waijewa di Desa Buru Kaghu Kabupaten Sumba Barat Daya T1 312012709 BAB IV

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyelesaian Kawin Lari dalam Hukum Adat di Desa Wab Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara (Studi Kasus)

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyelesaian Kawin Lari dalam Hukum Adat di Desa Wab Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara (Studi Kasus) T1 172009023 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyelesaian Kawin Lari dalam Hukum Adat di Desa Wab Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara (Studi Kasus) T1 172009023 BAB IV

2 14 61

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyelesaian Kawin Lari dalam Hukum Adat di Desa Wab Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara (Studi Kasus) T1 172009023 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyelesaian Kawin Lari dalam Hukum Adat di Desa Wab Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara (Studi Kasus)

0 2 6

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Jejaring Aktor dalam Praktik Kawin Kontrak: Studi Kasus Kawin Kontrak di Cisarua Kabupaten Bogor T1 BAB II

0 0 11

Hukum Kawin Lari dalam perspektif adat s

0 0 6