17 Bertolak dari berbagai pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
perkawinan adat adalah suatu peristiwa yang penting di mana seorang pria dan seorang wanita untuk mejalankan kehidupan bersama yang
mewujudkan kesatuan rumah tangga masing-masing dalam kehidupan sebagai suami isteri. Dengan demikian, maka suatu perkawinan tanggung
jawabnya berat sebab suami dan isteri selain bertanggung jawab terhadap kelangsungan keluarganya, juga terhadap orang banyak masyarakat dan
Tuhan.
2.1.1.3 Tujuan Perkawinan Adat
Hilman Hadikusuma 1990 : 23 mengemukakan tujuan perkawinan bagi masyarakat hukum adat salah satunya adalah melanjutkan keturunaan
dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Disamping itu juga untuk mempersatukan dua keluarga besar dari pihak pria dan wanita. Dengan
adanya perkawinan tersebut maka diharapkan kelanjutan hidup umat manusia dimuka bumi akan berkembang terus dan juga melalui perkawinan
dua kelompok yang tadinya tidak merupakan satu keluarga menjadi akrab, karena sudah satu melalui perkawinan diantara salah satu dari
keluarganya.Tujuan perkawinan menurut adat adalah untuk dapat melanjutkan keturunan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan
kekal serta berguna bagi kehidupan kekerabatan yang rukun dan damai. Dengan demikian maka perkawinan bukan semata-mata urusan dan
kepentingan orang tua dan kekerabatan ”.
18
2.1.1.4 Sahnya Perkawinan Adat
Sahnya perkawinan yang dikemukakan oleh Hilman Hadikusuma 1990: 27 menurut hukum adat Indonesia pada umumnya bagi penganut
agama tergantung pada agama yang dianut masyarakat adat bersangkutan. Dan suatu perkawinan baru diakui sah oleh anggota masyarakat entah itu
masyarakat tradisonal maupun masyarakat modern apabila pelaksanaan perkawinan tersebut sah menurut pandangan mereka. Hal ini disebabkan
karena pelaksanaan perkawinan yang tidak sah oleh masyarakat dianggap sebagai suatu aib dalam keluarga. Maksudnya jika telah dilaksanakan
menurut tata tertib adat atau agama mereka itu adalah sah menurut hukum adat setempat.
2.1.1.5 Syarat Perkawinan Adat
Menurut hukum adat yang walaupun sudah dewasa tidak bebas menyatakan kehendaknya untuk melakukan perkawinan, tanpa persetujuan
orang tua atau kerabatnya. Maka persetujuan para pihaklah yang sangat berperan. Hukum adat pada umumnya tidak mengatur tentang batas usia
untuk melangsungkan perkawinan Hilman Hadikusuma, 1990 : 46. Sedangkan Iman Sudiyat, 1981 : 1 mengemukakan syarat perkawinan
apabila wanita sudah menstruasi dan pria sudah kuat gawe, pemberian mas kawin dari pihak pria serta bersedia membantu orang tua.
19 Syarat-syarat tersebut diatas pada umumnya berlaku di berbagai daerah
Indonesia namun tetap pada syarat-syarat yang unik setiap daerah yang masih kuat hukum adatnya. Hal ini disebabkan karena hukum adat setempat
sudah menyatu dengan pribadi-pribadi tradisi dari masing-masing daerah dalam anggota masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian maka
syarat-syarat perkawinan menurut hukum adat tetap harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh sebagian besar anggota masyarakat kita di berbagai
pelosok daerah sesuai dengan adat-istiadat dan kepentingannya. Dalam kaitannya dengan penjelasan diatas bangsa Indonesia dalam berbagai daerah
dan adat suku bangsa terdapat syarat-syarat yang berbeda-beda yang harus dipenuhi karena banyak tergantung pada agama dan hukum adat setempat.
2.1.1.6 Larangan Perkawinan Adat