Larangan Perkawinan Adat Sistem Perkawinan Adat

19 Syarat-syarat tersebut diatas pada umumnya berlaku di berbagai daerah Indonesia namun tetap pada syarat-syarat yang unik setiap daerah yang masih kuat hukum adatnya. Hal ini disebabkan karena hukum adat setempat sudah menyatu dengan pribadi-pribadi tradisi dari masing-masing daerah dalam anggota masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian maka syarat-syarat perkawinan menurut hukum adat tetap harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh sebagian besar anggota masyarakat kita di berbagai pelosok daerah sesuai dengan adat-istiadat dan kepentingannya. Dalam kaitannya dengan penjelasan diatas bangsa Indonesia dalam berbagai daerah dan adat suku bangsa terdapat syarat-syarat yang berbeda-beda yang harus dipenuhi karena banyak tergantung pada agama dan hukum adat setempat.

2.1.1.6 Larangan Perkawinan Adat

Menurut Hilman Hadikusuma 1990 : 63 dimana Segala sesuatu yang dapat menjadi sebab perkawinan tidak dapat dilakukan, atau jika dilakukan maka keseimbangan masyarakat akan terganggu. Maka dari situlah ada larangan perkawinan bagi hukum adat Karena hubungan kekerabatan dimana melarang terjadinya perkawinan antara pria dan wanita yang mana satu keturunan “marga”, dan seorang pria dilarang melakukan perkawinan dengan anak saudara lelaki ibunya, atau larangan antara pria dan wanita yang besaudara kandung ayahnya, begitu pula dilarang jika bersaudara misan. 20

2.1.1.7 Sistem Perkawinan Adat

Dalam sistem perkawinan adat yang dikemukakan Yulies Tiena Masriani 2004: 137 dikenal ada tiga sistem, yaitu sebagai berikut : 1. Sistem Endogami Dalam sistem ini seorang hanya diperbolehkan kawin dengan seseorang dari suku keluarganya sendiri. Menurut Van Vollenhoven hanya ada satu daerah saja yang secara praktis mengenal sistem endogami ini, yaitu daerah Toraja. 2. Sistem Exogami Dalam sistem ini seseorang diharuskan kawin dengan orang luar suku keluarganya. Sistem ini demikian terdapat misalnya di daerah Gayo, Alas, Tapanuli, Minangkabau, Sumatra Selatan, Buru, dan Seram. 3. Sistem Eleutherogami Sistem ini tidak mengenal larangan-larangan atau keharusan-keharusan seperti halnya dengan sistem endogami dan exogami. Larangan yang terdapat dalam sistem ini menurut Soerojo Wignjodipuro 1983 : 132 adalah larangan-larangan yang bertalian dengan ikatan kekeluargaan yakni larangan karena : a Nasabturunan yang berdekatan, seperti kawin dengan ibu, nenek, anak kandung, cucu keturunan garis lurus keatas dan kebawah juga dengan saudara kandung, saudara bapak atau ibu. b Musyaharahper-iparan, seperti kawin dengan ibu tiri, menantu, mertua, anak tiri. 21 Sistem eleutherogami paling banyak terjadi di Indonesia misalnya di Aceh, Sumatra Timur, Bangka Belitung, Kalimantan, Minahasa, Selawesi selatan, Ternate, Irian Barat, Bali, Lombok, dan seluruh Jawa Madura. Sistem perkawinan tidak dapat dipisahkan dengn sifat kekeluargaan yang ada. Di Indonesia terdapat tiga sistem kekeluargaan, dalam garis besarnya sistem kekeluargaan dibedakan menjadi tiga sistem yaitu . 1. Sistem Patrilinealkebapaan Sistem Patrilineal adalah suatu sistem kekeluargaan dimana keturunan diperhitungkan menurut garis bapak yang berarti melalui Ayah menghubungkan diri kepada keturunan-keturunan leluhurnya sehingga menimbulkan clanmarga, maka sistem ini disebut kebapaan. Dalam sistem kekeluargaan kebapaan bentuk perkawinan yang dijunjung tinggi adalah perkawinan jujur. 2. Sistem Matrilinealkeibuan Sistem Matrilineal adalah suatu sistem kekeluargaan dimana keturunan di tarik dari garis ketunggalan leluhur ibu, sehingga disebut sistem keibuan. Dalam kekeluargaan yang bersistem keibuan ada perkawinan yng disebut kawin “Bertandang” dan kawin “Berkunjung” atau kawin “Bertamu”. 3. Sistem ParentalBilateralkeibuan – kebapaan Sistem ParentalBilateral adalah suatu sistem kekeluargaan dimana garis keturunan ditarik menurut garis ibu dan bapak sehingga disebut sistem keibuaan-kebapaan. 22

2.1.1.8 Cara Terjadinya Perkawinan Menurut Hukum Adat

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis Pakondona (Kawin Lari) Menurut Hukum Adat Suku Waijewa di Desa Buru Kaghu Kabupaten Sumba Barat Daya T1 312012709 BAB I

0 1 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis Pakondona (Kawin Lari) Menurut Hukum Adat Suku Waijewa di Desa Buru Kaghu Kabupaten Sumba Barat Daya T1 312012709 BAB II

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Yuridis Pakondona (Kawin Lari) Menurut Hukum Adat Suku Waijewa di Desa Buru Kaghu Kabupaten Sumba Barat Daya T1 312012709 BAB IV

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyelesaian Kawin Lari dalam Hukum Adat di Desa Wab Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara (Studi Kasus)

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyelesaian Kawin Lari dalam Hukum Adat di Desa Wab Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara (Studi Kasus) T1 172009023 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyelesaian Kawin Lari dalam Hukum Adat di Desa Wab Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara (Studi Kasus) T1 172009023 BAB IV

2 14 61

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyelesaian Kawin Lari dalam Hukum Adat di Desa Wab Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara (Studi Kasus) T1 172009023 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyelesaian Kawin Lari dalam Hukum Adat di Desa Wab Kepulauan Kei Kabupaten Maluku Tenggara (Studi Kasus)

0 2 6

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Jejaring Aktor dalam Praktik Kawin Kontrak: Studi Kasus Kawin Kontrak di Cisarua Kabupaten Bogor T1 BAB II

0 0 11

Hukum Kawin Lari dalam perspektif adat s

0 0 6