PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH DENGAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS IVA SD NEGERI 3 KARANG ENDAH LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH DENGAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS IVA SD

NEGERI 3 KARANG ENDAH LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh: MUTIARA

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn siswa kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013 yang diketahui dari hasil observasi. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013 pada mata pelajaran PKn melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam 3 siklus. Masing-masing siklus dilaksanakan melalui 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan tes, dengan menggunakan lembar observasi serta soal-soal tes yang dianalisis menggunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah Lampung Tengah Tahun Pelalajaran 2012/2013. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata aktivitas siswa pada siklus I (53,61) kemudian meningkat sebesar 11,12 menjadi (64,73) pada siklus II, kemudian meningkat kembali sebesar 15,32 menjadi (80,05) pada siklus III. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I (51,6) meningkat sebesar 10,88 menjadi (62,48) pada siklus II, kemudian meningkat kembali sebesar 12,75 menjadi (75,23) pada siklus III. Persentase ketuntasan belajar pada siklus I (54,17%), meningkat sebesar 12,50% menjadi (66,67%) di siklus II dan mengalami peningkatan kembali sebesar 16,66% menjadi (83,33%) pada siklus III.

Kata kunci : Model Cooperative Learning tipe Make A Match, Media Gambar, Aktivitas Belajar, Hasil Belajar, PKn


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan utama bagi setiap individu. Melalui pendidikan, setiap individu dapat mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Pendidikan mampu mengembangkan potensi setiap individu dalam menjalani kehidupannya, sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1.1, tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menghidupkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini sejalan dengan pendapat Taufik, dkk (2009: 1.3) bahwa pendidikan merupakan pembentukan keterampilan meliputi usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan, dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan.

Pendidikan merupakan hal yang bersifat positif bagi setiap individu. Wahyudin, dkk (2008: 3.14) menyatakan bahwa pendidikan merupakan semua pengalaman hidup yang berlangsung di dalam lingkungan dan


(3)

berpengaruh positif bagi perkembangan individu. Pendidikan merupakan aktivitas individu yang terjadi sepanjang hayat.

Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan aktivitas dalam kehidupan setiap individu yang di dalamnya terdapat usaha sadar untuk belajar dan mengembangkan potensi dirinya dengan tujuan memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang bersifat positif. Mengingat pentingnya arti pendidikan sesuai pendapat di atas, maka semua pihak atau seluruh elemen masyarakat bertanggung jawab penuh atas berlangsungnya proses pendidikan.

Bentuk pertanggungjawaban semua pihak atau seluruh elemen masyarakat terhadap sistem pendidikan adalah dengan melaksanakan pendidikan pada tri pusat pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ruminiati (2007: 1.3) yang menyatakan bahwa tri pusat pendidikan adalah tempat anak mendapatkan pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, baik informal, formal maupun non formal yang terdiri atas pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Pendidikan keluarga akan menjadi dasar bagi pendidikan sekolah dan masyarakat. Hasil dari pendidikan keluarga dan sekolah akan diterapkan di lingkungan masyarakat. Komponen penting yang harus diterapkan dalam hidup bermasyarakat adalah keterampilan hidup bermasyarakat. Menurut pendapat Winataputra, dkk (2008: 1.12) nilai, moral, dan budi pekerti mendapat tempat khusus dalam hidup bermasyarakat.

Konsep nilai, moral, dan budi pekerti dapat diperoleh anak dalam pembelajaran di sekolah, baik pada jenjang pendidikan dasar maupun


(4)

pendidikan menengah. Pada pembelajaran di sekolah dasar terdapat beberapa mata pelajaran yang wajib dan perlu dibelajarkan. Salah satu dari mata pelajaran tersebut adalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Melalui mata pelajaran PKn setiap siswa diharapkan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu membentuk warga negara yang cerdas, bertanggung jawab, dan berpartisipasi dalam kehidupan politik. Selain itu, PKn juga bertujuan untuk membentuk individu yang taat pada nilai-nilai, norma-norma, dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia (Winataputra, dkk., 2008: 1.21).

Tujuan mata pelajaran PKn di atas tentu saja bukan hal yang mudah untuk dicapai, khususnya pada jenjang pendidikan sekolah dasar. Hal ini dikarenakan usia anak sekolah dasar masih berada pada taraf berpikir konkret, sehingga anak berpikir berdasarkan manipulasi fisik dari objek-objek yang diamati. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Piaget bahwa anak usia 7 – 12 tahun berada dalam periode operasi konkret, yang menunjukkan kenyataan adanya hubungan pengalaman empirik dengan pengalaman konkret. Aktivitas atau kegiatan belajar dapat dilakukan anak dengan berorentasikan objek-objek atau peristiwa-peristiwa langsung yang dialami anak (Aisyah, dkk., 2007: 2.4). Oleh sebab itu, guru perlu mengadakan variasi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan pencapaian siswa dalam belajar, baik dengan menggunakan strategi, model, metode, atau pun media pembelajaran.

Uraian di atas sejalan dengan pendapat Rakhmat (2006: 213) yang menyatakan bahwa guru harus dapat mengadakan perubahan dari kelas yang


(5)

membosankan menjadi kelas yang menyenangkan dengan pemakaian strategi, model, metode, atau pun media pembelajaran. Teori inilah yang digunakan sebagai dasar untuk mengadakan perubahan dalam pembelajaran PKn yang selama ini dilaksanakan melalui penerapan model dan media pembelajaran.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti di SD Negeri 3 Karang Endah Lampung Tengah pada tanggal 3 dan 10 Oktober 2012 terhadap proses pembelajaran PKn siswa kelas IVA tahun pelajaran 2012/2013, diketahui bahwa selama kegiatan pembelajaran berlangsung yang aktif adalah gurunya saja, sedangkan siswa masih kurang aktif untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, diperoleh informasi bahwa model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar belum pernah diterapkan dalam pembelajaran. Ketika menyampaikan materi pelajaran, guru belum menggunakan variasi model dan media pembelajaran secara maksimal, sehingga konsep pemahaman siswa masih bersifat abstrak dan pembelajaran terkesan monoton. Tidak sedikit diantara siswa kelas IVA yang mengobrol dengan temannya ketika guru menyampaikan materi. Ketika guru mengajukan pertanyaan, siswa kurang antusias bahkan terkesan pasif dalam menjawab pertanyaan. Pertanyaan yang diberikan guru hanya dijawab dan didominasi oleh siswa yang pintar. Hal tersebut merupakan indikasi rendahnya aktivitas belajar siswa. Selain itu, hasil belajar mata pelajaran PKn tergolong rendah, karena belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan, yaitu 60. Hal ini dibuktikan dengan adanya 16 siswa atau 66,7% dari jumlah keseluruhan yaitu 24 siswa di kelas IVA belum mencapai KKM pada ujian mid semester. Untuk mengatasi permasalahan di


(6)

atas, guru perlu mengadakan perbaikan kualitas pembelajaran dengan menggunakan model dan media pembelajaran yang bervariasi dan menarik.

Model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar merupakan salah satu cara yang dianggap efektif untuk mengatasi permasalahan di atas. Menurut Suprijono (2010: 94) make a match merupakan model pembelajaran yang efektif untuk mengenal konsep materi dengan mencari pasangan kartu dalam batas waktu yang ditentukan. Kemudian Ruminiati (2007: 2.23) menyatakan bahwa media gambar merupakan media yang sangat sesuai digunakan untuk siswa SD, karena jenis media pembelajaran ini dapat mengkonkretkan hal-hal yang bersifat abstrak.

Penerapan model dan media pembelajaran di atas, akan lebih memudahkan siswa dalam mengenal dan memahami konsep materi yang diberikan, karena konsep materi yang bersifat abstrak telah dikonkretkan dengan penggunaan media gambar. Ketika penerapan model cooperative learning tipe make a match, siswa akan berusaha menemukan pasangan kartunya yang berarti siswa secara tidak langsung berusaha menjawab pertanyaan. Siswa juga dapat lebih aktif dan antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Kondisi ini dinilai dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IVA pada mata pelajaran PKn.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, dalam penelitian ini peneliti mengangkat judul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Make A Match dengan Media Gambar untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar PKn Siswa Kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah, Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013”.


(7)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diperoleh beberapa identifikasi masalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran yang masih berpusat pada guru (teacher centered).

2. Model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar belum pernah diterapkan dalam pembelajaran.

3. Guru belum maksimal dalam menggunakan variasi model serta media pembelajaran yang kreatif dan menarik.

4. Rendahnya aktivitas belajar siswa yang ditunjukkan dengan adanya banyak siswa yang mengobrol atau tidak memperhatikan ketika guru menyampaikan materi, siswa kurang antusias dan terkesan pasif dalam menjawab pertanyaan yang diajukan guru.

5. Rendahnya hasil belajar mata pelajaran PKn, yang ditunjukkan dengan adanya 16 siswa (66,67%) belum mencapai KKM pada mid semester.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar untuk meningkatkan aktivitas belajar PKn siswa kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013?

2. Apakah penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013?


(8)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk:

1. Meningkatkan aktivitas belajar PKn siswa kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013, melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar.

2. Meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013, melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar.

E. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Siswa

Meningkatkan minat belajar siswa, keberanian dalam menjawab pertanyaan, antusias untuk berpartisipasi dalam kegiatan belajar secara individu maupun kelompok. Selain itu, penelitian ini juga dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Guru

Model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar dapat dijadikan salah satu alternatif mengajar dalam pembelajaran PKn, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan profesional guru.


(9)

3. Sekolah

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berguna dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di SD Negeri 3 Karang Endah Lampung Tengah.

4. Peneliti

Peneliti dapat menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman tentang penelitian tindakan kelas. Ketika menjadi seorang guru kelak, maka peneliti mampu menjalankan tugas dan pekerjaannya secara professional khususnya dalam proses pembelajaran.


(10)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. PKn SD

1. Pengertian PKn SD

PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting untuk diajarkan pada jenjang sekolah dasar. Ruminiati (2007: 1.15) menyatakan bahwa pelajaran PKn merupakan salah satu pelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan cenderung pada pendidikan afektif. Tetapi di dalam pelaksanaan pembelajaran, tidak sedikit yang salah menafsirkan bahwa PKN dengan PKn merupakan hal yang sama. Padahal keduanya memiliki definisi dan fungsi yang berbeda dalam pembelajaran.

Hal ini sesuai dengan pendapat Soemantri bahwa PKN adalah pendidikan kewargaan negara, yang merupakan mata pelajaran sosial yang bertujuan membentuk warga negara yang baik yaitu warga negara yang tahu, mau, dan mampu berbuat baik, sedangkan PKn adalah pendidikan kewarganegaraan, pendidikan yang menyangkut status formal warga negara yang berisi tentang diri kewarganegaraan, peraturan naturalisasi atau pemerolehan status sebagai WNI (Ruminiati, 2007: 1 – 25).

Pengertian PKn juga dijelaskan di dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi. Di dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi tertulis bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah


(11)

mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

PKn merupakan pendidikan untuk memberikan bekal awal dalam bela negara yang dilandasi oleh rasa cinta kepada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, berkeyakinan atas kebenaran idiologi pancasila dan UUD 1945 serta kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara (Ittihad, 2007: 1.37).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa PKn merupakan mata pelajaran yang berkaitan erat dengan pendidikan afektif yang berpengetahuan bela negara. PKn juga dikatakan sebagai pendidikan awal bela negara, idiologi pancasila dan UUD 1945, naturalisasi, dan pemerolehan status warga negara.

2. Tujuan PKn

Melalui mata pelajaran PKn, diharapkan kegiatan pembelajaran dapat mencapai tujuan yang diharapkan sebagaimana tercantum pada Permendiknas, No. 22 tahun 2006 tentang standar isi meliputi:

a. Berpikir secara kritis dan rasional dalam menghadapi isu kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara aktif, bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta anti korupsi.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain.

d. Berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan ilmu dan teknologi.


(12)

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa tujuan mata pelajaran PKn terbagi menjadi beberapa aspek. Aspek berpikir merupakan awal dari adanya partisipasi individu, sehingga individu secara positif dapat berkembang dan berinteraksi dengan pihak lain.

3. Ruang Lingkup PKn

Mata pelajaran PKn memiliki klasifikasi materi yang dirangkum dalam ruang lingkup pembelajaran. Ruang lingkup pada materi mata pelajaran PKn sesuai Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi, meliputi:

a. Persatuan dan kesatuan bangsa. b. Norma, hukum, dan peraturan. c. Hak asasi manusia.

d. Kebutuhan warga negara. e. Konstitusi negara.

f. Kekuasan dan Politik. g. Pancasila.

h. Globalisasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa materi pembelajaran pada mata pelajaran PKn terangkum dalam ruang lingkup mata pelajaran PKn yang terdiri dari beberapa aspek, meliputi: ruang lingkup persatuan dan kesatuan bangsa, ruang lingkup norma, hukum, dan peraturan, ruang lingkup HAM (Hak Asasi Manusia), ruang lingkup kebutuhan dan konstitusi negara, ruang lingkup kekuasaan dan politik, ruang lingkup pancasila, serta ruang lingkup globalisasi.


(13)

B. Belajar

Belajar merupakan aktivitas penting dalam kehidupan manusia. Ruminiati (2007: 1.2) menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan belajar apabila di dalam diri orang tersebut terjadi suatu aktivitas yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang diamati relatif lama. Menurut Hernawan (2007: 2) belajar merupakan proses perubahan perilaku dimana perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, yang mencakup dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotor.

Belajar bukan sekedar serangkaian aktivitas kognitif seseorang yang melibatkan stimulus dan respon saja, tetapi juga melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks dan bersifat kontruktivisme. Sebagaimana dijelaskan Rustaman, dkk (2011: 2.6) bahwa belajar merupakan kegiatan konstruktif yang melibatkan pembentukan makna dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar. Kemudian Dahar (Rustaman, dkk., 2011: 2.7) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan belajar kontrukstivisme terdapat kegiatan inti meliputi:

(a) pengetahuan awal, (b) kegiatan pengalaman nyata, (c) interaksi sosial, dan (d) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan.

Pendapat di atas sesuai dengan teori belajar menurut M. Robert Gagne yang menyatakan bahwa belajar terjadi karena dipengaruhi faktor luar dan faktor dari dalam diri orang tersebut, dimana keduanya saling berinteraksi sesuai tahapan yaitu: (a) persiapan untuk belajar dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan, dan mendapatkan kembali informasi, (b) unjuk perbuatan yang digunakan untuk selektif, merespon, dan memberi penguatan, dan (c) memberlakukan secara umum (Ruminiati, 2007: 1.6).


(14)

Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya proses belajar adalah adanya kinerja guru atau tenaga pendidik. Wahyudin (2008: 4.36) menyatakan bahwa guru merupakan fasilitator, mediator, serta pemandu dalam mengkontrusi pengetahuan untuk menentukan keaktifan serta hasil belajar siswa.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan aktivitas yang dapat merubah perilaku dalam waktu yang relatif lama, dipengaruhi faktor internal maupun eksternal setiap individu dan bersifat membangun pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru yang diperoleh dari berbagai tindakan. Pendapat di atas merupakan teori yang dianggap sesuai mendasari penelitian tentang penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn.

1. Aktivitas Belajar

Aktivitas merupakan salah satu indikator adanya proses berpikir dan berbuat atau melakukan tindakan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam KBBI (2005: 23) aktivitas adalah kegiatan. Sehingga aktivitas belajar merupakan kegiatan siswa yang menunjang keberhasilan dalam belajar. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan untuk belajar. Hal ini diperkuat dengan pendapat Kunandar (2010: 227) yang menyatakan bahwa aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, dan perhatian dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.


(15)

Pengertian aktivitas juga dijelaskan dalam bidang-bidang kegiatan tertentu. Sebagaimana Sardiman (2010: 100) yang menyatakan bahwa aktivitas belajar merupakan aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Sedangkan Paul B. Diedrich mengelompokkan 8 aktivitas yang melibatkan fisik dan mental dalam kegiatan belajar, meliputi: (1) visual activities, misalnya memperhatikan gambar, (2) oral activities, misalnya memberikan pendapat, (3) listening activities, misalnya mendengarkan percakapan, (4) writing activities, misalnya menulis, (5) drawing activities, misalnya membuat grafik, (6) motor activities, misalnya melakukan percobaan, (7) mental activities, misalnya mengambil keputusan, dan (8) emotional activities, misalnya berani (Sardiman, 2010: 106 – 108).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala tindakan yang terdapat dalam kegiatan belajar baik berupa kegiatan melihat, berbicara, mendengar, menggambar, menulis, melakukan percobaan, serta kegiatan mental dan emosional yang dapat menunjang terjadinya proses belajar.

2. Hasil Belajar

Setelah melakukan kegiatan belajar, seseorang akan memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari. Kunandar (2010: 276) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Selanjutnya Ruminiati (2007: 1.8) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil interaksi stimulus dari luar dengan schemata siswa.


(16)

Sadiman, dkk (2006: 2) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku dalam dirinya, baik perubahan yang bersifat pengetahuan, keterampilan, sikap, dan bersifat relatif permanen.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil proses belajar individu akibat interaksi pengetahuan yang dimiliki dengan stimulus dari luar dirinya, berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan bersifat permanen.

C. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Penggunaan model pembelajaran yang tepat merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam pembelajaran yang dilakukan guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Trianto (2010: 51) yang menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial.

Model pembelajaran juga dapat digunakan sebagai dasar melakukan kegiatan pembelajaran. Sebagaimana menurut pendapat Muslikah (2010: 105) yang menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar, digunakan untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran serta para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Model pembelajaran juga dapat diartikan sebagai landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi pada tingkat operasional kelas yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran (Suprijono, 2011: 45 – 46).


(17)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah hal yang penting dalam pelaksanaan pembelajaran. Model pembelajaran merupakan perencanaan, kerangka atau pola yang digunakan sebagai alat mencapai tujuan dan pedoman melaksanakan proses kegiatan pembelajaran.

2. Jenis-jenis Model Pembelajaran

Satu jenis model pembelajaran belum tentu cocok dan efisien dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru berhak memilih jenis-jenis model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Jenis-jenis model pembelajaran yang dapat digunakan meliputi: (a) model pembelajaran berbasis masalah, (b) model pembelajaran berbasis proyek, (c) model pembelajaran berbasis kerja, (d) model pembelajaran berbasis nilai, dan (e) model cooperative learning (Komalasari, 2010: 58 – 87).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran, guru dapat memilih jenis model pembelajaran yang cocok dan efisien untuk diterapkan serta sesuai dengan tujuan pembelajaran. Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan jenis model cooperative learning.

D. Model Cooperative Learning

1. Pengertian Model Cooperative Learning

Cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran yang banyak digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Aqib, dkk (2009: 173) cooperative learning adalah model pembelajaran yang secara


(18)

sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang lebih asah, silih asih, dan silih asuh antar siswa sebagai latihan di dalam masyarakat nyata.

Isjoni (2007: 16) menyatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar. Cooperative learning merupakan model yang berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain serta siswa agresif dan tidak peduli terhadap orang lain.

Definisi lain tentang cooperative learning juga dikemukakan oleh Lie (2004: 29) yang menyatakan bahwa model cooperative learning tidak sama dengan sekedar model belajar kelompok biasa, ada unsur-unsur dasar yang membedakan cooperative learning dengan pembagian kelompok pada umumnya. Cooperative learning memiliki prosedur yang jika dilaksanakan dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa cooperative learning bukanlah model pembelajaran diskusi kelompok biasa. Model ini merupakan pengorganisasian siswa ke dalam kelompok-kelompok yang belajar dan bekerja sama untuk mencapai tujuan.

2. Prinsip-prinsip Model Cooperative Learning

Prinsip dalam penciptaan model pembelajaran merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan. Slavin menyatakan bahwa terdapat tiga prinsip utama dalam model cooperative learning, yaitu:

a. Penghargaan kelompok. b. Tanggung jawab individual.


(19)

Berdasarkan pendapat Slavin di atas, dapat diketahui bahwa pembelajaran berbasis cooperative learning harus berpatokan pada ketiga prinsip di atas. Adanya penghargaan kelompok akan memotivasi tumbuhnya tanggung jawab individu yang menanamkan konsep bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan hasil yang lebih baik pada proses pembelajaran.

3. Langkah-langkah Model Cooperative Learning

Penerapan sebuah model pembelajaran memerlukan langkah-langkah yang sistematis sebagai acuan. Terdapat enam fase dalam penerapan model cooperative learning meliputi: (a) Fase 1, menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, (b) Fase 2, menyajikan informasi, (c) Fase 3, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif, (d) Fase 4, membimbing kelompok bekerja dan belajar, (e) Fase 5, evaluasi, dan (f) Fase 6, memberikan penghargaan (Trianto, 2010: 66 – 67)

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti mengambil langkah-langkah model cooperative learning sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian. Setiap fase dilakukan secara bertahap mulai dari penyampaian tujuan berupa penyampaian target yang ingin dicapai dari materi yang diajarkan, penyajian informasi berupa penyajian materi pelajaran, pengorganisasian kelompok berupa pengorganisasian siswa ke dalam kelompok kerja, membimbing kerja kelompok berupa kegiatan guru mengarahkan sistem kerja dalam kelompok, evaluasi berupa penilaian hasil kerja dari kelompok belajar siswa dan pemberian penghargaan kepada kelompok yang menjadi pemenang.


(20)

4. Tipe-tipe Model Cooperative Learning

Cooperative learning merupakan model pembelajaran yang memiliki banyak tipe untuk diterapkan di dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Tipe-tipe model cooperative learning adalah sebagai berikut. (a) numbered heads together, (b) mind mapping (c) cooperative script, (d) student teams achievement divisions, (d) think pair share, (e) talking stick, (f) snowball throwing, (g) teams games tournament, (h) cooperative integrated reading and composition, (i) two stay two stray, (j) example non example, (k) role playing dan (l) make a match (Komalasari, 2010: 62 – 69).

Berdasarkan tipe-tipe model cooperative learning di atas, terdapat beberapa tipe model yang cocok untuk diterapkan pada mata pelajaran PKn, meliputi: (1) mind mapping, (2) number heads together, (3) think pair share, (4) cooperative integrated reading and composition, (5) snowball throwing, (6) talking stick, (7) example non example, dan (8) make a match (Mastur, dkk 2007: 3 – 9).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model cooperative learning memiliki banyak tipe untuk diterapkan dalam pembelajaran. Make a match merupakan salah satu alternatif model yang peneliti anggap cocok dan efisien untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran PKn.

E. Model Cooperative Learning Tipe Make A Match

1. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe Make A Match

Make a match merupakan salah satu tipe model cooperative learning yang bersifat aktif dan menyenangkan untuk diterapkan. Menurut Isjoni


(21)

(2011: 67) make a match merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Lorna Current pada tahun 1994. Isjoni (2007: 77) menyatakan bahwa make a match merupakan model pembelajaran mencari pasangan sambil belajar konsep dalam suasana yang menyenangkan. Selanjutnya Komalasari (2010: 85) menyatakan bahwa make a match merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan atau pasangan dari suatu konsep melalui suatu permainan kartu pasangan dalam batas waktu yang ditentukan.

Huda (2012: 135) menyatakan bahwa make a match merupakan salah satu pendekatan konseptual yang mengajarkan siswa memahami konsep-konsep secara aktif, kreatif, efektif, interaktif, dan menyenangkan, sehingga konsep mudah dipahami dan bertahan lama dalam struktur kognitif siswa. Kemudian diperjelas dengan pendapat Lie (2004: 18) bahwa make a match merupakan model mencari pasangan sambil mengenal konsep dalam suasana menyenangkan dan dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan semua jenjang kelas.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model cooperative learning tipe make a match merupakan model pembelajaran yang bersifat aktif dan menyenangkan melalui kegiatan mencari pasangan dalam batasan waktu tertentu. Model pembelajaran ini dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan jenjang kelas.

2. Langkah-langkah Model Cooperative Learning Tipe Make A Match Setiap model memiliki langkah-langkah pelaksanaan agar pembelajaran lebih mudah dikelola dan dilaksanakan secara sistematis.


(22)

Menurut Taniredja, dkk (2011: 106) langkah-langkah dalam penerapan model cooperative learning tipe make a match adalah sebagai berikut.

a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa topik yang mungkin cocok untuk sesi review. Satu bagian kartu soal dan satu bagian lainnya merupakan jawaban.

b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu soal atau jawaban.

c. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya dalam batas waktu yang telah ditentukan.

d. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

e. Setelah satu babak selesai kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

f. Kesimpulan

Berdasarkan pendapat Taniredja di atas, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pembelajaran model cooperative learning tipe make a match harus runtut dan sistematis. Pembelajaran diawali dengan tahap persiapan dengan menyiapkan kartu soal atau kartu jawaban yang akan digunakan pada sesi review, kemudian pembagian kartu soal atau kartu jawaban pada masing-masing siswa, selanjutnya tahap mencari pasangan dalam waktu yang telah ditentukan, pemberian penghargaan pada kelompok pemenang yaitu kelompok yang berhasil menemukan pasangan kartu yang cocok sesuai waktu yang ditetapkan serta membuat kesimpulan dari kegiatan mencari pasangan.

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Learning Tipe Make a Match

Setiap model memiliki kelebihan dan kekurangan ketika diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran. Menurut Tarmizi (2008) kelebihan dan kekurangan model cooperative learning tipe make a match ketika diterapkan dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut.


(23)

a. Kelebihan model cooperative learning tipe make a match. 1) Mampu menciptakan suasana aktif dan menyenangkan.

2) Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa.

3) Mampu meningkatkan hasil belajar siswa secara klasikal. b. Kekurangan model cooperative learning tipe make a match

1) Diperlukan bimbingan guru untuk melakukan kegiatan.

2) Waktu yang tersedia perlu dibatasi agar siswa tidak terlalu banyak bermain-main dalam kegiatan proses pembelajaran. 3) Guru memerlukan persiapan dan alat bantu yang memadai. Berdasarkan pendapat Tarmizi di atas, dapat diketahui bahwa model cooperative learning tipe make a match merupakan pembelajaran aktif, menarik, dan menyenangkan untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Tetapi guru perlu memaksimalkan peran sebagai pembimbing serta tegas dalam memberikan batasan waktu ketika menerapkan model, sehingga tidak ada waktu yang terbuang percuma. Selain itu untuk menunjang keberhasilan penerapan model pembelajaran di atas, guru perlu menyiapkan komponen pembelajaran secara maksimal, baik perangkat maupun media pembelajaran.

F. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kegiatan pembelajaran adalah media pembelajaran. Fathurrohman (2010: 65) menyatakan bahwa media berasal dari bahasa latin medium yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Kemudian menurut Sumiati (2009: 160) media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar.


(24)

Sejalan dengan pendapat di atas, Hernawan (2007: 54) mengemukakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, minat, serta perhatian siswa sehingga proses belajar terjadi. Sedangkan Winataputra, dkk (2005: 5.3) menyatakan bahwa media merupakan wahana penyampaian pesan atau informasi yang berasal dari sumber pesan (guru) dan ingin diteruskan kepada penerima pesan (siswa).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan atau informasi dari komunikan (guru) ke penerima pesan (siswa) dengan tujuan untuk merangsang pikiran, perasaan, minat, dan perhatian siswa terhadap proses kegiatan pembelajaran.

2. Fungsi Media dalam Pembelajaran

Penggunaan media memiliki fungsi penting dalam pelaksanaan pembelajaran. Fathurrohman (2010: 67) menyatakan bahwa fungsi media dalam proses kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.

a. Menarik perhatian siswa.

b. Membantu untuk mempercepat pemahaman dalam proses pembelajaran.

c. Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalitas. d. Mengatasi keterbatasan ruang.

e. Pembelajaran lebih komunikatif dan produktif. f. Waktu pembelajaran bisa dikondisikan.

g. Menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar.

h. Meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari sesuatu atau menimbulkan gairah belajar.

i. Melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam.

j. Meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.


(25)

Berbeda dengan pendapat di atas, fungsi media pembelajaran juga dikemukakan oleh Ruminiati (2007: 2.11) yaitu sebagai alat bantu dan sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini kedudukan media lebih dominan sebagai alat yang memudahkan siswa dan guru pada saat pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran membantu guru memudahkan penyampaian materi kepada siswa agar tidak bersifat verbalistik. Kondisi pembelajaran yang aktif dan kondusif dapat diciptakan dengan penggunaan berbagai jenis media pembelajaran.

3. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Jenis media pembelajaran yang satu berbeda dengan jenis media yang lainnya. Setiap jenis media digolongkan berdasarkan kriteria tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Hairuddin, dkk (2007: 7.7) yang membagi media menjadi media audio seperti tape recorder, media visual seperti media gambar dan media audiovisual seperti video. Media pembelajaran juga dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri tertentu, meliputi:

a. Berdasarkan jenisnya yaitu media audio seperti tape recorder, media visual seperti gambar, dan media audiovisual seperti vidio.

b. Berdasarkan daya atau kemampuan liputan yaitu media dengan kemampuan liputannya luas seperti radio dan liputan terbatas seperti papan tulis.

c. Berdasarkan pengguna media yaitu media massal seperti televisi dan media individu seperti modul atau buku.


(26)

d. Berdasarkan kekomplekan yaitu big media seperti film dan little media seperti slide power point.

e. Berdasarkan pembuatan yaitu media by design seperti alat peraga sederhana yang dibuat guru dan media by utilization seperti torso. f. Berdasarkan dimensinya yaitu media dua dimensi seperti media

gambar dan media tiga dimensi seperti media realia.

g. Berdasarkan proyeksinya yaitu media proyeksi seperti OHP dan media tidak diproyeksikan seperti papan flanel (Sumiati, 2009: 161).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media diklasifikasikan berdasarkan jenisnya, kemampuan liputannya, penggunanya, tingkat kekompleksitasnya, pembuatannya, dimensinya dan proyeksinya. Terdapat berbagai jenis media yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran, akan tetapi media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah media gambar yang termasuk dalam klasifikasi media berdasarkan jenisnya yaitu media visual dan klasifikasi media berdasarkan dimensinya yaitu media dua dimensi. Hal ini dikarenakan media gambar merupakan jenis media yang mengandalkan indra penglihatan dalam penggunaannya serta bentuknya hanya memiliki dua dimensi, yaitu dimensi panjang dan dimensi lebar.

G. Media Gambar

1. Pengertian Media Gambar

Media gambar merupakan salah satu jenis media grafis yang sering digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Media gambar juga dapat diartikan sebagai jenis media yang paling umum digunakan, tergolong


(27)

bahasa yang umum dan mudah dimengerti oleh peserta didik, karena bersifat visual konkret menampilkan objek sesuai dengan bentuk dan wujud aslinya sehingga tidak bersifat verbalistik (Asra, 2007: 5.20).

Selanjutnya Sadiman, dkk (2006: 29) menyatakan bahwa media gambar merupakan bahasa yang umum, dapat dimengerti dan dinikmati di mana-mana. Bahkan terdapat sebuah pepatah yang berbunyi bahwa, “sebuah gambar dapat berbicara lebih banyak daripada seribu kata”.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media yang digunakan yaitu media gambar merupakan jenis media visual yang banyak digunakan dalam pembelajaran. Media gambar bersifat umum, mudah dimengerti, dan bersifat konkret karena menampilkan objek sesuai bentuk aslinya sehingga pemahaman siswa tidak bersifat verbalistik.

2. Fungsi Media Gambar dalam Pembelajaran

Setiap jenis media memiliki fungsi khusus untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Asra (2007: 5.22) fungsi media gambar dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.

a. Mengkonkretkan dan memperjelas hal-hal yang bersifat abstrak. b. Mendekatkan dengan objek yang sebenarnya.

c. Melatih siswa berpikir konkret.

Kemudian Resmini (2007: 147) menyatakan bahwa fungsi media gambar dalam pembelajaran meliputi:

a. Mengembangkan kemampuan visual dan imajinasi anak. b. Mengembangkan penguasaan anak terhadap hal-hal abstrak.


(28)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media gambar berfungsi untuk memudahkan penerimaan siswa terhadap materi yang dijelaskan. Melalui penggunaan media gambar konsep materi atau masalah yang bersifat verbalistik disajikan menjadi lebih konkret.

3. Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar

Setiap jenis media pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing jika digunakan dalam pembelajaran. Kelebihan dan kelemahan media gambar ketika digunakan dalam kegiatan pembelajaran yaitu:

a. Kelebihan media gambar

1. Sifatnya konkret, lebih realistik dibandingkan dengan media verbal. 2. Gambar dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.

3. Gambar dapat mengamati keterbatasan pengamatan kita.

4. Memperjelas masalah di bidang apa saja baik usia muda maupun tua. 5. Murah harganya dan tidak memerlukan peralatan khusus dalam

penyampaiannya. b. Kelemahan media gambar

1. Gambar/foto hanya menekankan persepsi indera mata.

2. Gambar yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran.

3. Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar (Asra, 2007: 5.22). Berdasarkan pendapat Asra di atas, dapat diketahui bahwa media gambar merupakan media yang praktis dan efisien untuk digunakan. Tetapi gambar tidak selalu baik untuk digunakan sebagai media dalam


(29)

pembelajaran. Kekurangan yang ada pada media gambar dapat diminimalisir dengan memaksimalkan peran guru dalam mengelola strategi dan memilih media gambar yang baik untuk digunakan.

4. Syarat Media Gambar yang Baik untuk Digunakan

Tidak semua jenis gambar baik untuk digunakan sebagai media dalam pembelajaran. Terdapat enam syarat yang harus dipenuhi sehingga gambar dikatakan baik untuk digunakan sebagai media pembelajaran, meliputi: a. Autentik, yaitu gambar harus secara jujur melukiskan situasi. b. Sederhana, yaitu jelas menunjukkan poin-poin pokok gambar.

c. Ukuran relatif, yaitu gambar dapat memperbesar atau memperkecil benda sebenarnya.

d. Bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran (Sadiman, dkk., 2006: 31).

Berdasarkan pendapat Sadiman di atas, dapat diketahui bahwa media gambar dikatakan baik untuk digunakan jika memenuhi syarat tertentu. Gambar yang baik adalah gambar yang secara jujur melukiskan situasi dan poin-poin tertentu secara jelas. Kemudian dapat menggambarkan ukuran benda sebenarnya, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, serta memiliki unsur estetika atau keindahan seni di dalamnya, sehingga mampu menarik perhatian siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

5. Kedudukan Media Gambar dalam Pembelajaran

Kualitas pembelajaran yang dilakukan sangat dipengaruhi beberapa komponen penting baik yang bersifat internal maupun eksternal. Hal ini


(30)

sebagaimana telah dijelaskan Muslikah (2010: 87) bahwa hakikat pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan sumber belajar, dan peserta didik dengan pendidik.

Media dan strategi pembelajaran merupakan faktor eksternal yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi belajar. Menurut Musfiqon (2012: 37) antara materi, strategi, dan media pembelajaran menjadi rangkaian mutualisme yang saling mempengaruhi sesuai dengan kedudukannya masing-masing di dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

Penggunaan media gambar dalam pembelajaran PKn dinilai merupakan cara yang tepat. Hal ini dikarenakan materi kelas IV pada mata pelajaran PKn semester genap sebagaimana terdapat dalam Bestari, dkk (2008: 53 – 102) adalah konsep materi tentang sistem pemerintahan pusat dan globalisasi. Materi di atas akan sulit dipahami dan terkesan abstrak jika tidak didukung oleh penggunaan media gambar.

Widodo (2009) menyatakan bahwa media gambar akan membantu menjelaskan penyampaian konsep materi dalam pelaksanaan pembelajaran. Melalui penggunaan media gambar siswa akan lebih mudah mengenal dan menerima konsep dari materi yang disampaikan, karena materi yang bersifat abstrak atau verbalistik dikonkretkan dengan penggunaan media gambar. Sebagaimana menurut Daryanto (2010: 7) yang menyatakan bahwa media gambar dapat mengkomunikasikan konsep yang ada di dalamnya. Edgar Dale (Sumiati, 2009: 175) menyatakan


(31)

bahwa nilai media dalam proses kegiatan pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan nilai pengalaman belajar pada gambar di bawah ini.

Yang kita ingat Modus

10% verbal

20%

30% visual

40%

70%

90% berbuat

Gambar. 1 Kerucut pengalaman (Adopsi dari Sumiati, 2009: 175)

Muslikah (2010: 89), menyatakan bahwa berdasarkan diagram kerucut pengalaman di atas maka diperoleh keterangan sebagai berikut.

a. Jika kita membaca maka kita mengingat 10% dari apa yang kita baca.

b. Jika kita mendengar maka kita mengingat 20% dari apa yang kita dengar.

c. Jika kita melihat maka kita mengingat 30% dari apa yang kita lihat.

d. Jika kita melihat dan mendengar, maka kita mengingat 50% dari apa yang kita lihat dan dengar.

e. Jika kita mengatakan, maka kita mengingat 70% dari apa yang kita katakan.

f. Jika kita mengatakan dan melakukan, maka kita mengingat 90% dari apa yang kita katakan dan kita lakukan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media gambar akan lebih memudahkan siswa dalam menerima konsep atau materi yang diberikan. Penggunaan media gambar dapat membuat

Baca

Dengar

Lihat

Lihat dan Dengar

Katakan


(32)

materi semakin mendekati tingkat konkret yang akan menjamin tingkat keberhasilan belajar baik segi aktivitas maupun hasil belajar siswa.

H. Hipotesis Tindakan

Menurut Wardhani (2007: 3.15) hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian. Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. “Apabila dalam pembelajaran PKn menerapkan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar sesuai langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013”. 2. “Apabila dalam pembelajaran PKn menerapkan model cooperative

learning tipe make a match dengan media gambar sesuai langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013”.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan memperbaiki kinerja sehingga hasil belajar siswa meningkat (Wardhani, 2007: 1.15).

Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus. Takari (2008: 13) menyatakan bahwa setiap siklus dalam penelitian tindakan kelas lazimnya terdiri dari empat tahapan pokok yang saling terkait dan berkesinambungan, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Pada tahap perencanaan, peneliti berkolaborasi dengan guru kelas IVA untuk menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Setelah perencanaan tersusun maka kegiatan selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar. Bersamaan dilakukannya tahap pelaksanaan peneliti melakukan pengamatan dengan menggunakan lembar observasi terhadap kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Tahap terakhir adalah merespon kegiatan yang dilakukan melalui kegiatan refleksi. Adapun prosedur tindakan kelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


(34)

Siklus 1

Siklus 2

Gambar. 2 Prosedur penelitian tindakan kelas (Arikunto, dkk 2007: 74)

B.Setting Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa dan guru kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa 24 orang terdiri dari 15 laki-laki dan 9 perempuan, serta 1 orang guru. 2. Lokasi Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah yang beralamat di Jalan Merapi, Desa Karang Endah, Kec. Terbanggi Besar, Kab. Lampung Tengah.

Pengamatan dan pengumpulan data II

Pelaksanaan tindakan II Perencanaan

tindakan II Permasalahan

baru hasil refleksi

Refleksi I Pengamatan dan pengumpulan data I

Pelaksanaan tindakan I Perencanaan

tindakan I Permasalahan

Refleksi II

Apabila permasalahan

belum terselesaikan

Dilanjutkan ke siklus berikutnya


(35)

3. Waktu Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan selama 5 bulan (dari bulan Desember - April) pada semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik non tes (observasi) dan tes.

1. Teknik Non Tes

Mulyati (2006: 8.11), menyatakan bahwa teknik non tes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik minat, sikap, dan kepribadian. Teknik non tes dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data melalui kegiatan observasi.

2. Teknik Tes

Menurut Poerwanti, dkk (2008: 2.26), teknik tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan sehingga dapat ditarik kesimpulan tentang aspek tertentu. Teknik tes dalam penelitian ini dilakukan dengan tes formatif untuk memperoleh data hasil belajar.

D. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi:

a. Lembar observasi untuk mengukur kinerja guru dan aktivitas belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran.


(36)

E. Teknik Analisis Data 1. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis kinerja guru dan aktivitas belajar siswa selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. a. Nilai kinerja guru diperoleh dengan rumus:

NP = x 100

Keterangan :

NP = nilai yang dicari/diharapkan R = skor mentah yang diperoleh SM = skor maksimum

100 = bilangan tetap

(Adaptasi dari Purwanto, 2008: 102)

Tabel 1. Kategori kinerja guru berdasarkan perolehan nilai.

No Rentang nilai Kategori

1 N > 80 Sangat baik

2 60 < N ≤ 80 Baik 3 40 < N ≤ 60 Cukup baik 4 20 < N ≤ 40 Kurang baik

5 N ≤ 20 Sangat kurang

(Adaptasi dari Poerwanti, 2008: 7.8)

b. Nilai aktivitas setiap siswa diperoleh dengan rumus: NP = x100

Keterangan:

NP = nilai yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh siswa SM = skor maksimum

100 = bilangan tetap


(37)

Tabel 2. Kategori aktivitas siswa per individu berdasarkan nilai.

No Rentang nilai Kategori

1 ≥ 80 Sangat aktif

2 60 < N ≤ 79 Aktif

3 40 < N ≤ 59 Cukup aktif 4 20 < N ≤ 39 Kurang aktif

5 N ≤ 20 Pasif

(Modifikasi dari Poerwanti, 2008: 7.8)

c. Nilai aktivitas belajar siswa secara klasikal diperoleh dengan rumus: NP = x100

Keterangan:

NP = nilai yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh siswa SM = skor maksimum

100 = bilangan tetap

(Adaptasi dari Purwanto, 2008: 102)

Tabel 3. Kriteria aktivitas belajar siswa secara klasikal.

No Siswa aktif Kategori

1 ≥ 80 Sangat aktif

2 60-79 Aktif

3 40-59 Cukup aktif

4 20-39 Kurang aktif

5 <20 Pasif

(Adaptasi dari Aqib, dkk, 2009: 41)

2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan berbagai hasil penguasaan siswa terhadap materi-materi yang dipelajari.

a. Nilai individual diperoleh menggunakan rumus: S = x 100

Keterangan :


(38)

R = skor yang diperoleh N = skor maksimum dari tes 100 = bilangan tetap

(Adopsi dari Purwanto, 2008: 112)

b. Nilai rata-rata hasil belajar siswa dihitung dengan rumus:

X = ∑ Keterangan :

X = nilai rata-rata yang dicari ∑x = jumlah nilai

n = aspek yang dinilai (diadopsi dari Muncarno, 2009: 15)

c. Untuk menghitung persentasi ketuntasan belajar siswa secara klasikal, digunakan rumus sebagai berikut.

P = ∑

∑ x 100

Tabel 4. Kriteria ketuntasan belajar klasikal dalam satuan persen

No Rentang Nilai Kategori

1 ≥ 80 % Sangat tinggi

2 60 % - 79 % Tinggi

3 40 % - 59 % Sedang

4 20 % - 39 % Rendah

5 < 20 % Sangat rendah

(adaptasi dari Aqib, dkk 2009: 41)

F. Prosedur Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 3 siklus penelitian. Setiap satu siklus terdiri dari dua pertemuan meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.


(39)

1. Siklus I

Siklus I pada penelitian tindakan kelas ini terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi sebagai berikut. a. Perencanaan

1. Peneliti bersama guru mengadakan diskusi untuk membuat kesepakatan tentang kegiatan pembelajaran yang dilakukan. 2. Menyusun perangkat pembelajaran berupa pemetaan, silabus, dan

RPP sesuai dengan kurikulum KTSP melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar. 3. Menyiapkan media gambar dan kartu berisi soal/jawaban.

4. Menyiapkan instrumen pengamatan yang akan digunakan dalam penelitian (lembar observasi kinerja guru dan aktivitas siswa). 5. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.

6. Menyiapkan kamera sebagai alat dokumentasi. b. Pelaksanaan

Pelaksanaan rencana pembelajaran yang dilaksanakan dalam penelitian adalah sebagai berikut.

1. Kegiatan awal

a. Membuka pelajaran dengan mengucap salam b. Mengkondisikan siswa

c. Absensi d. Apersepsi

e. Menyampaikan tujuan pembelajaran. 2. Kegiatan inti


(40)

a. Melalui metode ceramah dengan bantuan media gambar guru menjelaskan materi.

b. Siswa diajak berpartisipasi dalam penggunaan media gambar. c. Guru menginformasikan kepada siswa bahwa kegiatan pembelajaran akan dilakukan dengan menerapkan model cooperative learning tipe make a match.

d. Guru menjelaskan langkah-langkah model cooperative learning tipe make a match.

e. Setiap siswa diberi satu kartu, pertanyaan atau jawaban. f. Setiap siswa diminta membuka kartu secara bersamaan dan

memikirkan jawaban atau soal yang sesuai dengan kartu soal yang dimilikinya.

g. Siswa diminta mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang dimilikinya dalam waktu 3 menit.

h. Setiap pasangan berdiskusi serta mengecek kebenaran soal dan jawaban dari kartu yang dianggap cocok sebelum ditunjukkan kepada guru.

i. Siswa yang berhasil menemukan pasangan kartunya dengan jawaban benar sesuai waktu maka memperoleh poin.

j. Setelah satu babak selesai, maka kartu diputar kembali agar setiap siswa memiliki kesempatan untuk memperoleh kartu yang berbeda.

k. Guru bersama siswa membuat kesimpulan tentang soal dan jawaban pada penerapan model


(41)

l. Pemberian penghargaan berupa bingkisan kepada kelompok yang menjadi pemenang ketika penerapan model.

m. Siswa mengerjakan soal tes formatif siklus I. 3. Kegiatan penutup

a. Guru bersama siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan secara global.

b. Pemberian motivasi belajar pada siswa c. Salam

c. Pengamatan

Peneliti melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses pembelajaran. Peneliti berperan sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran, sedangkan guru berperan sebagai observer. Kegiatan observasi dilakukan dengan mengamati kinerja guru dan aktivitas belajar siswa dengan memberikan nilai pada tiap aspek.

d. Refleksi

Refleksi dilakukan untuk melihat kelebihan dan kekurangan pada kegiatan pembelajaran di siklus I. Kekurangan-kekurangan yang ada pada pembelajaran baik kinerja guru, aktivitas belajar siswa, serta hasil belajar siswa dari hasil refleksi siklus I digunakan untuk menentukan tindakan pada siklus II.

2. Siklus II

Siklus II dilaksanakan berdasarkan refleksi dan perbaikan siklus I yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.


(42)

a. Perencanaan

1. Peneliti bersama guru mengadakan diskusi untuk membuat kesepakatan tentang pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan. 2. Menyusun perangkat perbaikan pembelajaran berupa pemetaan,

silabus dan RPP berdasarkan kegiatan refleksi pada siklus I. 3. Menyiapkan media gambar dan kartu berisi soal/jawaban.

4. Menyiapkan instrumen pengamatan yang digunakan dalam penelitian (lembar observasi kinerja guru dan aktivitas siswa). 5. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.

6. Menyiapkan kamera sebagai alat dokumentasi. b. Pelaksanaan

Pelaksanaan rencana pembelajaran yang dilaksanakan dalam penelitian adalah sebagai berikut.

1. Kegiatan awal

a. Membuka pelajaran dengan mengucap salam b. Mengkondisikan siswa

c. Absensi d. Apersepsi

e. Menyampaikan tujuan pembelajaran. 2. Kegiatan inti

a. Melalui metode ceramah dengan bantuan media gambar guru menjelaskan materi.

b. Siswa diajak berpartisipasi dalam penggunaan media gambar.


(43)

c. Setiap siswa memperoleh satu kartu, pertanyaan atau jawaban.

d. Setiap siswa diminta membuka kartu secara bersamaan dan memikirkan jawaban atau soal yang sesuai dengan kartu soal yang dimilikinya.

e. Siswa diminta mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang dimilikinya dalam waktu 3 menit.

f. Setiap pasangan berdiskusi serta mengecek kebenaran soal dan jawaban dari kartu yang dianggap cocok sebelum ditunjukkan kepada guru.

g. Siswa yang berhasil menemukan pasangan kartunya dengan jawaban benar sesuai waktu yang ditentukan memperoleh poin.

h. Setelah satu babak selesai, maka kartu dikocok kembali agar setiap siswa memiliki kesempatan untuk memperoleh kartu yang berbeda.

i. Guru bersama siswa membuat kesimpulan tentang soal dan jawaban pada penerapan model.

j. Pemberian penghargaan berupa bingkisan kepada kelompok yang menjadi pemenang ketika penerapan model.

k. Siswa mengerjakan soal tes formatif siklus II. 3. Kegiatan penutup

a. Guru bersama siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan secara global.


(44)

b. Pemberian motivasi belajar pada siswa c. Salam

c. Pengamatan

Peneliti melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses pembelajaran. Peneliti berperan sebagai pelaksana pembelajaran, sedangkan guru berperan sebagai observer. Kegiatan observasi dilakukan dengan mengamati kinerja guru dan siswa pada saat pembelajaran dengan memberikan nilai pada tiap aspek.

d. Refleksi

Refleksi dilakukan untuk melihat kelebihan dan kekurangan pembelajaran di siklus II. Kekurangan-kekurangan yang ada pada pembelajaran baik kinerja guru, aktivitas belajar siswa, serta hasil belajar siswa dari hasil refleksi siklus II digunakan untuk menentukan tindakan siklus III.

3. Siklus III

Siklus III dilaksanakan berdasarkan refleksi dan perbaikan siklus II yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. a. Perencanaan

1. Peneliti bersama guru mengadakan diskusi untuk membuat kesepakatan tentang pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan. 2. Menyusun perangkat perbaikan pembelajaran berupa pemetaan,

silabus dan RPP hasil kegiatan refleksi pada siklus II. 3. Menyiapkan media gambar dan karu berisi soal/jawaban.


(45)

4. Menyiapkan instrumen pengamatan yang akan digunakan dalam penelitian (lembar observasi kinerja guru dan aktivitas siswa ). 5. Menyusun alat evaluasi pembelajaran.

6. Menyiapkan kamera sebagai alat dokumentasi. b. Pelaksanaan

Pelaksanaan rencana pembelajaran yang dilaksanakan dalam penelitian adalah sebagai berikut.

1. Kegiatan awal

a. Membuka pelajaran dengan mengucap salam b. Mengkondisikan siswa

c. Absensi d. Apersepsi

e. Menyampaikan tujuan pembelajaran. 2. Kegiatan inti

a. Melalui metode ceramah dengan bantuan media gambar guru menjelaskan materi.

b. Siswa diajak berpartisipasi dalam penggunaan media gambar.

c. Setiap siswa memperoleh satu kartu, pertanyaan atau jawaban.

d. Setiap siswa diminta membuka kartu secara bersamaan dan memikirkan jawaban atau soal yang sesuai dengan kartu soal yang dimilikinya.


(46)

e. Siswa diminta mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang dimilikinya dalam waktu 3 menit.

f. Setiap pasangan berdiskusi serta mengecek kebenaran soal dan jawaban dari kartu yang dianggap cocok sebelum ditunjukkan kepada guru.

g. Siswa yang berhasil menemukan pasangan kartunya dengan jawaban benar sesuai waktu yang ditentukan memperoleh poin.

h. Setelah satu babak selesai, maka kartu dikocok kembali agar setiap siswa memiliki kesempatan untuk memperoleh kartu yang berbeda.

i. Guru bersama siswa membuat kesimpulan tentang soal dan jawaban yang digunakan pada penerapan model.

j. Pemberian penghargaan berupa bingkisan kepada kelompok yang menjadi pemenang ketika penerapan model.

k. Siswa mengerjakan soal tes formatif pada siklus III. 3. Kegiatan penutup

a. Guru bersama siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

b. Pemberian motivasi belajar pada siswa c. Salam

c. Pengamatan

Peneliti melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses pembelajaran. Peneliti berperan sebagai pelaksana pembelajaran,


(47)

sedangkan guru berperan sebagai observer. Kegiatan observasi dilakukan dengan mengamati kinerja guru dan siswa pada saat pembelajaran dengan memberikan nilai pada tiap aspek.

d. Refleksi

Peneliti melakukan refleksi dan analisis terhadap pelaksanaan siklus III untuk membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar dalam meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar pada mata pelajaran PKn siswa kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah, Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013.

G. Kriteria Keberhasilan

Menurut pendapat Sumiati (2009: 112) kriteria ketuntasan minimal yang ideal adalah 75%. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PKn dalam penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila:

a. Terdapat peningkatan aktivitas belajar siswa kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah Lampung Tengah pada proses pembelajaran di setiap siklusnya.

b. Adanya peningkatan hasil belajar siswa berupa peningkatan nilai rata-rata serta persentase ketuntasan hasil belajar siswa yaitu ≥75% dari jumlah siswa yang mencapai KKM.


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar siswa kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah, Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat disimpulkan bahwa:

1. Penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran PKn. Pada siklus I nilai rata-rata aktivitas belajar siswa adalah 53,61, kemudian meningkat sebesar 11,12 menjadi 64,73 pada siklus II. Selanjutnya meningkat kembali sebesar 15,32 menjadi 80,05 pada siklus III.

2. Penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn. Pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 51,6. Kemudian meningkat sebesar 10,88 menjadi 62,48 pada siklus II. Kemudian meningkat kembali sebesar 12,75 menjadi 75,23 pada siklus III. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I adalah 54,17%, kemudian meningkat sebesar 12,50% menjadi 66,67% pada siklus II. Selanjutnya meningkat kembali sebesar 16,66% menjadi 83,33% pada siklus III.


(49)

B. Saran 1. Siswa

Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Diharapkan siswa dapat mempertahankan serta meningkatkan aktivitasnya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga hasil yang akan diperoleh siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Selain itu, siswa hendaknya lebih menunjukkan antusias dalam memperhatikan penjelasan guru, berani bertanya, berani menjawab pertanyaan dan mengemukakan pendapat serta mampu bekerja dan belajar dalam lingkup individu dan kelompok belajar.

2. Guru

Berdasarkan hasil penelitian, terbukti bahwa penerapan variasi pembelajaran berupa penerapan model dan penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Oleh sebab itu, hendaknya guru lebih kreatif dalam melakukan berbagai inovasi ketika melaksanakan kegiatan pembelajaran. Guru juga hendaknya memiliki antusias untuk menerapkan dan menggunakan model serta media pembelajaran yang kreatif dan menarik serta bersifat menyenangkan sehingga dapat menghasilkan proses dan produk pembelajaran yang berkualitas.

3. Sekolah

Perlu dilakukan pengembangan proses pembelajaran dengan menerapkan variasi pembelajaran yang kreatif dan menarik untuk menambah wawasan dan keterampilan guru dalam melaksanakan kegiatan


(50)

pembelajaran. Penyediaan fasilitas penunjang yang mampu mendukung usaha pelaksanaan pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan. Sekolah harus berani mengubah prinsip klasik bahwa pembelajaran yang berkualitas hanya dapat diwujudkan di sekolah-sekolah yang lengkap fasilitasnya serta didukung tenaga pengajar berkualifikasi pendidikan serta keterampilan yang tinggi.

4. Peneliti berikutnya.

Penelitian ini dilakukan melalui penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media gambar pada mata pelajaran PKn dengan materi yang berbeda pada setiap siklusnya. Diharapkan peneliti berikutnya dapat mengembangkan dan melaksanakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model dan media pembelajaran sejenis pada mata pelajaran serta materi laian yang bervariasi


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Nyimas, dkk., 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 308 hlm

Andayani. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka, Jakarta. 108 hlm

Aqib, Zainal, dkk., 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK. Yrama Widya, Bandung. 258 hlm

Arikunto, Suharsimi, dkk., 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara, Jakarta. 152 hlm

Asra, dkk. 2007. Computer dan Media Pembelajaran SD. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 290 hlm Bestari, dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan, Menjadi Warga Negara yang

Baik, untuk Kelas IV SD/MI. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 114 hlm

Daryanto. 2010. Media Pembelajaran, Peranannya Sangat Penting dalam Mencapai Tujuan Pembelajaran. Gava Media, Yogyakarta. 191 hlm

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 185 hlm

_________. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta. 1386 hlm

Fathurrohman, Pupuh. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Referika Aditama, Bandung. 213 hlm

Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 425 hlm Hernawan, Asep Herry. 2007. Media Pembelajaran Sekolah Dasar. Upi Press,


(52)

Huda, Miftahul. 2012. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 430 hlm

Isjoni. 2007. Cooperative Learning. Alfabeta, Bandung. 112 hlm

_____. 2011. Pembelajaran Kooperatif. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 150 hlm Ittihad, Zainul Amin. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Universitas Terbuka,

Jakarta. 446 hlm

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika aditama, Bandung. 321 hlm

Kunandar. 2010. Layanan Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. Rajawali Pers, Jakarta. 311 hlm

Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning Memparaktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Grassindo, Jakarta. 93 hlm

Mastur, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Aneka Ilmu, Jakarta. 65 hlm Mulyati, Yati. 2006. Pendidikan Bahasa Indonesia Kelas Tinggi. Universitas

Terbuka, Jakarta. 212 hlm

Muncarno. 2009. Bahan Ajar Statistik Pendidikan. PGSD, Metro. 112 hlm

Musfiqon. 2012. Pengembangan Media & Sumber Pembelajaran. Prestasi Pustaka, Jakarta. 206 hlm

Muslikah. 2010. Sukses Profesi Guru dengan Penelitian Tindakan Kelas. Interprebook, Yogyakarta. 133 hlm

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 430 hlm Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. .

Rosdakarya, Bandung. 165 hlm

Rakhmat, Cece. 2006. Psikologi Pendidikan. Upi Press. Bandung. 248 hlm

Resmini, Novi. 2007. Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. UPI PRESS, Bandung. 285 hlm

Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 424 hlm

Rustaman, Nuryani, dkk., 2011. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Universitas Terbuka, Jakarta. 561 hlm


(53)

Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers, Jakarta. 236 hlm

Sadiman, dkk. 2006. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Rajawali Pers, Jakarta. 212 hlm

Sumiati. 2009. Metode Pembelajaran. CV Wacana Prima, Bandung. 254 hlm Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Pustaka

Pelajar, Yogyakarta. 189 hlm

Takari, Enjah. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Genesindo, Bandung. 188 hlm Taniredja, dkk. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif. Alfabeta, Jakarta. 120

hlm

Tarmizi. 2008. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Make A Match. http//tarmizi.wordpress.com. diakses pada tanggal 3 November 2012@ 07.00 wib

Taufik, Agus, dkk. 2009. Pendidikan Anak di SD. Universitas Terbuka, Jakarta. 556 hlm

Tim Penyusun. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas, Jakarta. 14 PP

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam KTSP. Bumi Aksara, Jakarta. 300 hlm

UU No. 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Rineka Cipta, Jakarta. 227 hlm

Wahyudin, Dinn, dkk. 2008. Pengantar Pendidikan. Universitas Terbuka, Jakarta. 384 hlm

Wardhani, IGAK, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka, Jakarta. 296 hlm

Widodo, Rachmad. 2009. Keterkaitan Make A Match dengan Media Gambar. http//wyw1d.wordpress.com. diakses pada tanggal 7 November 2012@ 20.22.

Winatapura, S. Udin, dkk., 2005. Strategi Belajar Mengajar. Universitas Terbuka, Jakarta. 236 hlm

_________. 2008. Materi dan Pembelajaran PKn SD. Universitas Terbuka, Jakarta. 424 hlm


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas melalui penerapan model

cooperative learning tipe make a match dengan media gambar siswa kelas IVA SD Negeri 3 Karang Endah, Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat disimpulkan bahwa:

1. Penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media

gambar dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran PKn. Pada siklus I nilai rata-rata aktivitas belajar siswa adalah 53,61, kemudian meningkat sebesar 11,12 menjadi 64,73 pada siklus II. Selanjutnya meningkat kembali sebesar 15,32 menjadi 80,05 pada siklus III.

2. Penerapan model cooperative learning tipe make a match dengan media

gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn. Pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 51,6. Kemudian meningkat sebesar 10,88 menjadi 62,48 pada siklus II. Kemudian meningkat kembali sebesar 12,75 menjadi 75,23 pada siklus III. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I adalah 54,17%, kemudian meningkat sebesar 12,50% menjadi 66,67% pada siklus II. Selanjutnya meningkat kembali sebesar 16,66% menjadi 83,33% pada siklus III.


(2)

B. Saran

1. Siswa

Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Diharapkan siswa dapat mempertahankan serta meningkatkan aktivitasnya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga hasil yang akan diperoleh siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Selain itu, siswa hendaknya lebih menunjukkan antusias dalam memperhatikan penjelasan guru, berani bertanya, berani menjawab pertanyaan dan mengemukakan pendapat serta mampu bekerja dan belajar dalam lingkup individu dan kelompok belajar.

2. Guru

Berdasarkan hasil penelitian, terbukti bahwa penerapan variasi pembelajaran berupa penerapan model dan penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Oleh sebab itu, hendaknya guru lebih kreatif dalam melakukan berbagai inovasi ketika melaksanakan kegiatan pembelajaran. Guru juga hendaknya memiliki antusias untuk menerapkan dan menggunakan model serta media pembelajaran yang kreatif dan menarik serta bersifat menyenangkan sehingga dapat menghasilkan proses dan produk pembelajaran yang berkualitas.

3. Sekolah

Perlu dilakukan pengembangan proses pembelajaran dengan menerapkan variasi pembelajaran yang kreatif dan menarik untuk menambah wawasan dan keterampilan guru dalam melaksanakan kegiatan


(3)

99

pembelajaran. Penyediaan fasilitas penunjang yang mampu mendukung usaha pelaksanaan pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan. Sekolah harus berani mengubah prinsip klasik bahwa pembelajaran yang berkualitas hanya dapat diwujudkan di sekolah-sekolah yang lengkap fasilitasnya serta didukung tenaga pengajar berkualifikasi pendidikan serta keterampilan yang tinggi.

4. Peneliti berikutnya.

Penelitian ini dilakukan melalui penerapan model cooperative

learning tipe make a match dengan media gambar pada mata pelajaran PKn dengan materi yang berbeda pada setiap siklusnya. Diharapkan peneliti berikutnya dapat mengembangkan dan melaksanakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model dan media pembelajaran sejenis pada mata pelajaran serta materi laian yang bervariasi


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Nyimas, dkk., 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD.

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 308 hlm

Andayani. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka,

Jakarta. 108 hlm

Aqib, Zainal, dkk., 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan

TK. Yrama Widya, Bandung. 258 hlm

Arikunto, Suharsimi, dkk., 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara,

Jakarta. 152 hlm

Asra, dkk. 2007. Computer dan Media Pembelajaran SD. Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 290 hlm

Bestari, dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan, Menjadi Warga Negara yang

Baik, untuk Kelas IV SD/MI. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 114 hlm

Daryanto. 2010. Media Pembelajaran, Peranannya Sangat Penting dalam

Mencapai Tujuan Pembelajaran. Gava Media, Yogyakarta. 191 hlm

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 185 hlm

_________. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.

1386 hlm

Fathurrohman, Pupuh. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Referika Aditama,

Bandung. 213 hlm

Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 425 hlm

Hernawan, Asep Herry. 2007. Media Pembelajaran Sekolah Dasar. Upi Press,


(5)

101

Huda, Miftahul. 2012. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model

Penerapan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 430 hlm

Isjoni. 2007. Cooperative Learning. Alfabeta, Bandung. 112 hlm

_____. 2011. Pembelajaran Kooperatif. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 150 hlm

Ittihad, Zainul Amin. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Universitas Terbuka, Jakarta. 446 hlm

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.

Refika aditama, Bandung. 321 hlm

Kunandar. 2010. Layanan Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai

Pengembangan Profesi Guru. Rajawali Pers, Jakarta. 311 hlm

Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning Memparaktikkan Cooperative Learning

di Ruang-ruang Kelas. Grassindo, Jakarta. 93 hlm

Mastur, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Aneka Ilmu, Jakarta. 65 hlm

Mulyati, Yati. 2006. Pendidikan Bahasa Indonesia Kelas Tinggi. Universitas

Terbuka, Jakarta. 212 hlm

Muncarno. 2009. Bahan Ajar Statistik Pendidikan. PGSD, Metro. 112 hlm

Musfiqon. 2012. Pengembangan Media & Sumber Pembelajaran. Prestasi

Pustaka, Jakarta. 206 hlm

Muslikah. 2010. Sukses Profesi Guru dengan Penelitian Tindakan Kelas.

Interprebook, Yogyakarta. 133 hlm

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 430 hlm

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. .

Rosdakarya, Bandung. 165 hlm

Rakhmat, Cece. 2006. Psikologi Pendidikan. Upi Press. Bandung. 248 hlm

Resmini, Novi. 2007. Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia di Kelas Tinggi.

UPI PRESS, Bandung. 285 hlm

Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Direktorat

Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. 424 hlm

Rustaman, Nuryani, dkk., 2011. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Universitas


(6)

Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers, Jakarta. 236 hlm

Sadiman, dkk. 2006. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan

Pemanfaatannya. Rajawali Pers, Jakarta. 212 hlm

Sumiati. 2009. Metode Pembelajaran. CV Wacana Prima, Bandung. 254 hlm

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Pustaka

Pelajar, Yogyakarta. 189 hlm

Takari, Enjah. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Genesindo, Bandung. 188 hlm

Taniredja, dkk. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif. Alfabeta, Jakarta. 120

hlm

Tarmizi. 2008. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Make A Match.

http//tarmizi.wordpress.com. diakses pada tanggal 3 November 2012@ 07.00 wib

Taufik, Agus, dkk. 2009. Pendidikan Anak di SD. Universitas Terbuka, Jakarta.

556 hlm

Tim Penyusun. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

No. 22 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Depdiknas, Jakarta. 14 PP

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi dan

Implementasinya dalam KTSP. Bumi Aksara, Jakarta. 300 hlm

UU No. 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Rineka Cipta, Jakarta. 227

hlm

Wahyudin, Dinn, dkk. 2008. Pengantar Pendidikan. Universitas Terbuka, Jakarta.

384 hlm

Wardhani, IGAK, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka,

Jakarta. 296 hlm

Widodo, Rachmad. 2009. Keterkaitan Make A Match dengan Media Gambar.

http//wyw1d.wordpress.com. diakses pada tanggal 7 November 2012@ 20.22.

Winatapura, S. Udin, dkk., 2005. Strategi Belajar Mengajar. Universitas Terbuka,

Jakarta. 236 hlm

_________. 2008. Materi dan Pembelajaran PKn SD. Universitas Terbuka,


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V SD NEGERI 1 SENDANG AGUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 19 50

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IVB SD NEGERI 3 KARANG ENDAH LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 11 61

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH DENGAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS IVA SD NEGERI 3 KARANG ENDAH LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 10 53

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH SISWA KELAS IV SD NEGERI 02 SINDANG AGUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 5 47

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V SD NEGERI 4 METRO SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 54

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS IVA SD NEGERI 1 PANJANG SELATAN BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 2 53

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN PKn KELAS V B SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 112

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS IVA SD NEGERI 2 METRO UTARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 7 53

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 4 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 9 101

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS IVB SD NEGERI 2 BUMIHARJO

2 9 80