Dasar Hukum Pengaturan Merger Vertikal

12 yang membeli perusahaan ban yang menjadi supplier-nya merupakan contoh backward vertical merger, merger vertikal ini bisa membawa akibat merugikan bagi persaingan dalam hal merger ini membuat pelaku usaha kesulitan untuk mendapatkan komponen bagi produknya, karena perusuhaan distributor komponen itu telahh di gabungkan dengan perusahaan pesaingnya. Jika merger bersifat maju forward vertical merger akibat buruk yang dikhawatirkan adalah bahwa suatu perusahaan lantas tidak mendapat akses kepada perusahaan distributor yang secara vertikal telah di gabungkan dengan perushaan pesaingnya. Arie Siswanto, 2002 : 38.

B. Dasar Hukum Pengaturan Merger Vertikal

Pengaturan hukum tentang Merger baik itu merger vertikal, horizontal, ataupun konglomerat terdapat dalam : 1. Undang-undang N,omor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas Ditinjau dari aspek hukum pelaksanaan merger harus sesuai dengan prosedur hukum yang ditetapkan yaitu seperti yang tercantum dalam Pasal 102, Pasal 104 sampai dengan Pasal 109 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. 2. Undang-undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Yaitu apabila merger dilakukan oleh perusahaan yang sudah go public tbk, maka Peraturan Perundang-undangan di Pasar Modal harus juga diperhatikan 13 yaitu Undang-undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan peraturan terkait lainnya terutama mengenai keterbukaan informasi di bidang Pasar Modal. Pasal 84 menyebutkan Emiten atau perusahaan public yang melakukanpenggabungan, peleburan atau pengambilalihan perusahaan lain wajib mengikuti kententuan mengenai keterbukaan, kewajaran, dan pelaporan yang ditetapkan oleh BAPEPAM dan Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berlaku. 3. Undang-undang No. 5 Than 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pengaturan hukum tentang merger dalam Undang-undang anti monopoli diatur dalam pasal 28 dan 29. Tindakan merger perusahaan dilarang oleh Undang-undang Anti Monopoli manakala tindakan tersebut dapat mengakibatkan praktek monopoli dan atau persaingan curang. Dengan semua bentuk merger dapat terkena larangan baik itu merger horizontal, vertikal, konglomerat. 4. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. 5. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal No. Kep-52PM1997 Tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha Perusahan Publik atau Emiten. Pasal 1nya menyebutkan ketentuan mengenai penggabungan usaha atau peleburan usaha perusahaan publik atau emiten diatur dalam peraturan No. IX.G.I 14 Secara khusus Indonesia tidak ada mengatur mengenai merger vertikal akan tetapi merger vertikal diatur dalam undang-undang Amerika Serikat. Dalam Antiturs Amerika Serikat ketentuan yang mengatur mengenai merger vertikal telah mengalami perkembangan. Ketentuan mengenai merger diatur dalam Pasal 1 Sherman Act dan Pasal 7 Clayton Act. Ketentuan-ketentuan tersebut tmidak secara jelas mengetur mengenai merger vertikal. Baru pada tahun 1950 Pasal 7 Clayton Act diamandemenkan oleh Celler Kefauver Act yang menegaskan bahwa Pasal 7 Clayton Act mencakup juga merger vertikal, seperti merger-merger lainnya yaitu jika efeknya akan dapat mengurangi persaingan secara substansial atau mengarah pada praktek menopoli. Pada tahun 1984 United States Departemen of Justice mengeluarkan The 1984 Justice Departemen Guidelines yang merupakan pedoman yang mengatur kebijaksanaan mengenai merger yang merupakan pedoman yang mengatur kebijaksanaan mengenai merger pedoman tersebut mengatur tiga hal yang dapat membahayakan persaingan yang mungkin merupakan akibat dari merger vertikal yaitu jika terjadi : a. Peningkatan halangan untuk masuk ketentuan dalam pasar b. Terjadinya kolusi c. Penghindaran terhadap peraturan perpajakan. 15

C. Syarat-syarat Merger Vertikal