Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan

(1)

PERANAN KOMITMEN ORGANISASI

DAN EMPLOYEE ENGAGEMENT TERHADAP KESIAPAN

BERUBAH KARYAWAN

(The Role of Organizational Commitment and Employee Engagement toward Employee Readiness for Change)

TESIS

Digunakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi Dalam Program Pendidikan Magister Psikologi Profesi

Universitas Sumatera Utara

Oleh : Sherry Hadiyani

117029001

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Sherry Hadiyani NIM : 117029001

Kekhususan : Psikologi Industri dan Organisasi

Judul Tesis : Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi pada Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi di Magister Psikologi

Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara pada hari Rabu, 28 Agustus 2013.

DEWAN PENGUJI Pembimbing I/Penguji I :

(Zulkarnain, Ph.D, psikolog) NIP. 197312142000121001 Pembimbing II/Penguji II :

(Eka Danta Jaya Ginting, MA, psikolog) NIP. 197308192001121001

Penguji III :

(Dr. Emmy Mariatin, M.A, PhD, psikolog) NIP. -

Medan, 25 September 2013

Koordinator Program Pasca Sarjana Dekan

Fakultas Psikologi USU Fakultas Psikologi USU

Dr. Wiwik Sulistyaningsih, M.Si, psikolog Prof. Dr. Irmawati, psikolog NIP. 19650112 200003 2 001 NIP. 19530131 198003 2 001


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis saya yang berjudul “Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan” merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan ke perguruan tinggi manapun, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi di Universitas Sumatera Utara.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan tesis ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Medan, 01 Oktober 2013 Yang menyatakan,

Sherry Hadiyani NIM. 117029001


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahi rabbil „alamiin… Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas ridho-Nya saya dapat menyelesaikan tesis ini. Pertama sekali ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya, H. Baharsyah dan Dra. Hj. Zulfawarni, Apt, adik saya dr. Denny Ferdiansyah, putri kecil saya Mysha yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada henti-hentinya kepada saya sampai akhirnya tesis ini selesai. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga saya sampaikan kepada alm. suami saya Achmad Cakra Donya Oemry, SH, MH yang semasa hidupnya telah memberikan dukungan yang luar biasa agar saya dapat segera menyelesaikan program Magister Psikologi Profesi ini.

Tidak lupa juga saya haturkan terima kasih kepada paman saya, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu DTM&H Msc(CTM) SpA(K) yang disela-sela kesibukannya telah meluangkan waktu untuk memberikan dukungan kepada saya agar dapat menyelesaikan program Magister Psikologi Profesi ini tepat waktu.

Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini terlaksana karena arahan, dukungan dan koreksi dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Wiwik Sulistyaningsih, psikolog selaku Ketua Program Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.


(5)

3. Ibu Vivi Gusrini R. Pohan, MA, psikolog selaku Ketua Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Zulkarnain, Ph.D, psikolog selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan telah dengan sabar memberikan bimbingan, arahan dan dorongan kepada saya dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, MA, psikolog selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan kepada saya dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Ibu Emmy Mariatin, Ph.D, psikolog selaku penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan untuk memperkaya penelitian ini.

7. Bapak Kepala Bagian Umum PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) yang telah memberikan izin dan membantu saya untuk memperoleh data penelitian. 8. Seluruh dosen Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan ilmu kepada saya selama menjadi mahasiswa Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh pegawai Sekretariat Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

10.Teman-teman Angkatan VI Kekhususan PIO Magister Psikologi Profesi yang telah sama-sama berjuang dan saling mendukung satu sama lain.

11.Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan pihak yang telah membantu. Semoga thesis membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.


(6)

Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan

Sherry Hadiyani, Zulkarnain, Eka Danta Jaya Ginting

ABSTRAK

Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi. Organisasi yang tidak beradaptasi dengan perubahan akan dikalahkan oleh kompetitor yang akhirnya tidak akan mampu mempertahankan eksistensinya. Kesiapan karyawan merupakan faktor penting dalam kesuksesan perubahan organisasi karena perubahan organisasi terjadi melalui karyawan. Ketika organisasi melakukan perubahan, komitmen organisasi dan employee engagement menjadi elemen paling penting untuk kesuksesan perubahan organisasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan komitmen organisasi dan employee engagement terhadap kesiapan berubah pada karyawan yang bekerja di bidang perkebunan. Pengukuran komitmen organisasi menggunakan skala komitmen organisasi, pengukuran employee engagement menggunakan skala employee engagement dan pengukuran kesiapan berubah menggunakan skala kesiapan berubah. Dalam penelitian ini melibatkan 206 pekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen organisasi dan employee engagement berperan terhadap kesiapan karyawan untuk berubah (R = 0.632, R2 = 0.399 F = 67.413; p<0.01). Artinya komitmen organisasi dan employee engagement, berkontribusi positif terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Lebih lanjut, variabel komitmen organisasi memberikan sumbangan lebih besar terhadap kesiapan berubah dibandingkan variabel employee engagement (r square = 0,348, p<0,01). Hasil tambahan penelitian menunjukkan bahwa ada dua dari tiga aspek komitmen organisasi yang memberikan kontribusi terhadap kesiapan berubah yaitu aspek identification dan aspek involvement. Diantara kedua aspek ini, aspek identification yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kesiapan berubah. Selanjutnya, ada dua dari lima dimensi employee engagement yang memberikan kontribusi terhadap kesiapan berubah, yaitu dimensi individual dan dimensi pekerjaan. Diantara kedua dimensi ini, dimensi individual yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kesiapan berubah. Kata kunci: komitmen organisasi, employee engagement, kesiapan berubah, karyawan perkebunan


(7)

The Role of Organizational Commitment and Employee Engagement toward Employee Readiness for Change

Sherry Hadiyani, Zulkarnain, Eka Danta Jaya Ginting

ABSTRACT

Change has become the primary needs for organization. Organization which is not adapting to change will be defeated by competitors and finally won’t be able to maintain its existence. Employee readiness was an important aspect for the successful organizational change because organizational change happened through employee. When organization makes change, organizational commitment and employee engagement become the most important element for the successful of organizational change. This study was conducted to investigate the role of organizational commitment and employee engagement toward employee readiness for change. Organizational commitment was measured by using organizational commitment scale; employee engagement was measured by using employee engagement scale and readiness for change was measured by using readiness to change scale. There were 206 plantation employees involved in this study. The main results showed that organizational commitment and employee engagement contributed to employee’s readiness for change (R = 0.632, R2 = 0.399 F = 67.413; p<0.01). It means organizational commitment and employee engagement give positive contribution to employee readiness for change. Furthermore, organizational commitment gives higher contribution to employee readiness for change than employee engagement. R2 = 0,348, p<0,01). In additional, this study also showed that there were two aspects of organizational commitment contributed to employees readiness for change, namely identification and involvement. Identification gives the strongest impact to employees readiness for change. Meanwhile, , there were two dimensions of employee engagement contributed to employees readiness for change namely individual dimension and work dimension. Individual dimension gives the biggest impact to employees readiness for change.

Keyword: organizational commitment, employee engagement, readiness for change, plantation employee.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

UCAPAN TERIMA KASIH ……… i

ABSTRAK ………... iii

DAFTAR ISI ……… v

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GRAFIK ………. x

DAFTAR LAMPIRAN ………xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ………... 8

C. Tujuan Penelitian ……….. 9

D. Manfaat Penelitian ……… 9

E. Sistematika Penulisan ……… 10

BAB II : LANDASAN TEORI A. Kesiapan Berubah A.1 Definisi Kesiapan Berubah ……… 11

A.2 Dimensi Kesiapan Berubah ………... 13

A.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Berubah.. 14

B. Komitmen Organisasi B.1 Definisi Komitmen Organisasi ……….. 15

B.2 Bentuk Komitmen Organisasi ……….. 16

B.3 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi ……….. 18

B.4 Aspek Komitmen Organisasi ………. 20

C. Employee Engagement C.1 Definisi Employee Engagement……… 21

C.2 Dimensi Employee Engagement……….. 23

C.3 Keuntungan Dari Karyawan Yang Engaged…………. 26

D. Gambaran PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) ………. 27

E. Hubungan Komitmen Organisasi dengan Kesiapan Berubah.. 29


(9)

G. Hubungan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement

Terhadap Kesiapan Berubah ……….. 34

H. Hipotesis Penelitian ……… 35

BAB III : METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ……… 37

B. Definisi Operasional Variabel B.1 Kesiapan Berubah ……….. 37

B.2 Komitmen Terhadap Organisasi ……… 38

B.3 Employee Engagement ……….. 39

C. Populasi dan Sampel C.1 Populasi……… 41

C.2 Sampel ……… 41

C.3 Metode Pengambilan Sampel ……… 41

C.4 Jumlah Partisipan dalam Sampel Penelitian ………….. 42

D. Metode Pengambilan Data D.1 Metode Skala ………. 42

D.2 Skala Kesiapan Berubah ……… 43

D.3 Skala Komitmen Terhadap Organisasi ……….. 44

D.4 Skala Employee Engagement ……… 45

E.Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur E.1 Uji Validitas ……….. 46

E.2 Uji Daya Beda Item ……….. 48

E.3 Uji Reliabilitas ……….. 48

F. Uji Coba Alat Ukur F.1 Tujuan Uji Coba ……… 49

F.2 Hasil Uji Coba Alat Ukur ……….. 49

F.2.1 Skala Kesiapan Berubah ……….. 50

F.2.2 Skala Komitmen Terhadap Organisasi ……… 51

F.2.3 Skala Employee Engagement ………...52

G. Prosedur Penelitian G.1 Persiapan Penelitian ………54


(10)

H. Metode Analisa Data ………. 55

BAB IV : HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Partisipan A.1 Gambaran Demografis Penyebaran Partisipan Penelitian ……….. 57

B. Uji Asumsi ………58

B.1 Uji Normalitas ……… 59

B.2 Uji Linearitas ………. 59

B.3 Uji Autokorelasi ………. 60

B.4 Uji Multikolinearitas ……….. 61

B.5 Uji Heterokedastisitas ……… 62

C. Hasil Utama Penelitian C.1 Hubungan Antara Komitmen Organisasi, Employee Engagement dan Kesiapan Berubah………. 64

C.2 Hubungan Aspek-Aspek Komitmen Organisasi dengan Kesiapan Karyawan untuk Berubah ………. 68

C.3 Hubungan Dimensi-dimensi Employee Engagement dengan Kesiapan Karyawan Untuk Berubah …………. 71

C.4 Gambaran Skor Variabel Kesiapan Berubah …………..75

C.5 Gambaran Skor Komitmen Organisasi ………. 76

C.6 Gambaran Skor Employee Engagement ……… 78

D. Pembahasan ……… 80

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……… . 87

B. Saran Penelitian B.1 Saran Metodologis ……… 89


(11)

DAFTAR TABEL

1. Definisi Operasional Dimensi Kesiapan Berubah ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 38

2. Definisi Operasional Aspek Komitmen Terhadap Organisasi………… 39

3. Definisi Operasional Dimensi Employee Engagement……… 40

4. Distribusi Item Skala Kesiapan Berubah ………. 44

5. Distribusi Item Skala Komitmen Terhadap Organisasi……….. 45

6. Distribusi Item Skala Employee Engagement………. 46

7. Skala Kesiapan Berubah Setelah Uji Coba………. 51

8. Skala Komitmen Terhadap Organisasi Setelah Uji Coba……… 52

9. Skala Employee Engagement Setelah Uji Coba ………..54

10.Gambaran Demografis Penyebaran Partisipan Penelitian ……….. 58

11.Hasil Uji Normalitas Sebaran One-Sample Kolmogorov-Smirnov…… 59

12.Hasil Uji Linearitas ……… 59

13.Hasil Uji Autokorelasi ……… 60

14.Hasil Uji Multikolinearitas ………. 62

15.Hasil Uji Regresi Komitmen Organisasi dan Employee Engagement Terhadap Kesiapan Berubah ……….. 64

16.Hasil Uji ANOVA ………. 64

17.Tabel Coefficients ……….. 65

18.Hasil Uji Regresi Komitmen Organisasi terhadap Kesiapan Berubah… 66 Hasil Uji Regresi Employee Engagementterhadap Kesiapan Berubah…66 19.Hasil Uji ANOVA……….. 66

20.Tabel Coefficients ………. 67

21.Hasil Uji Sumbangan Variabel Komitmen Organisasi dan Employee EngagementTerhadap Kesiapan Berubah ………. 68

22.Hasil Uji Hubungan Aspek-Aspek Komitmen Organisasi dengan Kesiapan Berubah ……….. 69

23.Tabel ANOVA ………... 70

24.Tabel Coefficients ……….. 70

25.Hasil Uji Sumbangan Aspek Komitmen Organisasi terhadap Kesiapan Berubah ……….. 71


(12)

26.Hubungan Dimensi Employee Engagement dengan Kesiapan Berubah . 72

27.Tabel ANOVA ……….. 73

28.Tabel Coefficients ……… 74 29.Hasil Uji Sumbangan Dimensi Employee Engagement Terhadap

Kesiapan Berubah ………. 74

30.Gambaran Umum Skor Kesiapan Berubah ……… 75 31.Gambaran Skor Hipotetik dan Skor Empirik

Variabel Kesiapan Berubah ………... 76

32.Kategorisasi Data Hipotetik Kesiapan Berubah ………. 76 33.Gambaran Umum Skor Komitmen Organisasi ……….. 77 34.Gambaran Skor Hipotetik dan Skor Empirik

Variabel Komitmen Organisasi ………. 77

35.Kategorisasi Data Hipotetik Komitmen Organisasi ……….. 78 36.Gambaran Umum Skor Employee Engagement……… 79 37.Gambaran Skor Hipotetik dan Skor Empirik

Variabel Employee Engagement……… 79 38.Kategorisasi Data Hipotetik Employee Engagement………. 80


(13)

DAFTAR GRAFIK


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

A. Hasil Uji Coba Skala Kesiapan Berubah Hasil Uji Coba Skala Komitmen Organisasi Hasil Uji Coba Skala Employee Engagement

Skor Mentah Skala Kesiapan Berubah Untuk Uji Coba Skor Mentah Skala Komitmen Organisasi Untuk Uji Coba Skor Mentah Skala Employee Engagement Untuk Uji Coba B. Hasil Uji Asumsi

C. Gambaran Umum Subyek Penelitian D. Data Hasil Penelitian

Skor Skala Kesiapan Berubah (valid) Skor Skala Komitmen Organisasi (valid) Skor Skala Employee Engagement (valid) E. Alat Ukur


(15)

Peranan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement terhadap Kesiapan Berubah Karyawan

Sherry Hadiyani, Zulkarnain, Eka Danta Jaya Ginting

ABSTRAK

Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi. Organisasi yang tidak beradaptasi dengan perubahan akan dikalahkan oleh kompetitor yang akhirnya tidak akan mampu mempertahankan eksistensinya. Kesiapan karyawan merupakan faktor penting dalam kesuksesan perubahan organisasi karena perubahan organisasi terjadi melalui karyawan. Ketika organisasi melakukan perubahan, komitmen organisasi dan employee engagement menjadi elemen paling penting untuk kesuksesan perubahan organisasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan komitmen organisasi dan employee engagement terhadap kesiapan berubah pada karyawan yang bekerja di bidang perkebunan. Pengukuran komitmen organisasi menggunakan skala komitmen organisasi, pengukuran employee engagement menggunakan skala employee engagement dan pengukuran kesiapan berubah menggunakan skala kesiapan berubah. Dalam penelitian ini melibatkan 206 pekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen organisasi dan employee engagement berperan terhadap kesiapan karyawan untuk berubah (R = 0.632, R2 = 0.399 F = 67.413; p<0.01). Artinya komitmen organisasi dan employee engagement, berkontribusi positif terhadap kesiapan karyawan untuk berubah. Lebih lanjut, variabel komitmen organisasi memberikan sumbangan lebih besar terhadap kesiapan berubah dibandingkan variabel employee engagement (r square = 0,348, p<0,01). Hasil tambahan penelitian menunjukkan bahwa ada dua dari tiga aspek komitmen organisasi yang memberikan kontribusi terhadap kesiapan berubah yaitu aspek identification dan aspek involvement. Diantara kedua aspek ini, aspek identification yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kesiapan berubah. Selanjutnya, ada dua dari lima dimensi employee engagement yang memberikan kontribusi terhadap kesiapan berubah, yaitu dimensi individual dan dimensi pekerjaan. Diantara kedua dimensi ini, dimensi individual yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kesiapan berubah. Kata kunci: komitmen organisasi, employee engagement, kesiapan berubah, karyawan perkebunan


(16)

The Role of Organizational Commitment and Employee Engagement toward Employee Readiness for Change

Sherry Hadiyani, Zulkarnain, Eka Danta Jaya Ginting

ABSTRACT

Change has become the primary needs for organization. Organization which is not adapting to change will be defeated by competitors and finally won’t be able to maintain its existence. Employee readiness was an important aspect for the successful organizational change because organizational change happened through employee. When organization makes change, organizational commitment and employee engagement become the most important element for the successful of organizational change. This study was conducted to investigate the role of organizational commitment and employee engagement toward employee readiness for change. Organizational commitment was measured by using organizational commitment scale; employee engagement was measured by using employee engagement scale and readiness for change was measured by using readiness to change scale. There were 206 plantation employees involved in this study. The main results showed that organizational commitment and employee engagement contributed to employee’s readiness for change (R = 0.632, R2 = 0.399 F = 67.413; p<0.01). It means organizational commitment and employee engagement give positive contribution to employee readiness for change. Furthermore, organizational commitment gives higher contribution to employee readiness for change than employee engagement. R2 = 0,348, p<0,01). In additional, this study also showed that there were two aspects of organizational commitment contributed to employees readiness for change, namely identification and involvement. Identification gives the strongest impact to employees readiness for change. Meanwhile, , there were two dimensions of employee engagement contributed to employees readiness for change namely individual dimension and work dimension. Individual dimension gives the biggest impact to employees readiness for change.

Keyword: organizational commitment, employee engagement, readiness for change, plantation employee.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan telah menjadi kebutuhan primer bagi kehidupan organisasi. Hussey (2000) mengemukakan bahwa perubahan merupakan salah satu aspek yang paling kritis untuk menciptakan manajemen yang efektif. Perubahan yang dialami secara terus-menerus oleh organisasi dapat diakibatkan oleh beberapa hal seperti laju perkembangan global yang pesat, resiko bisnis yang baru ditemukan, kesempatan yang menggairahkan, inovasi dan sistem kepemimpinan yang baru (Madsen, Miller & John, 2005). Hussey (2000) menjelaskan beberapa faktor yang mendorong organisasi untuk melakukan perubahan yaitu perubahan teknologi yang terus meningkat, persaingan yang intensif dan global, tuntutan pelanggan, perubahan demografis negara, privatisasi bisnis dan tuntutan dari pemegang saham yang meminta lebih banyak nilai. Organisasi yang tidak beradaptasi dengan perubahan akan dikalahkan oleh kompetitor yang akhirnya tidak akan mampu mempertahankan eksistensinya.

Jones (2007) mengemukakan bahwa perubahan organisasi adalah sebuah proses dimana organisasi berubah dari keadaan saat ini ke keadaan yang diinginkan untuk meningkatkan efektivitasnya. Jika organisasi dapat beroperasi secara lebih efektif maka organisasi akan lebih mampu dalam menghadapi tantangan dan perubahan di lingkungannya. Armenakis, Harris, Mossholder (1993) menyatakan bahwa dengan meningkatnya lingkungan yang dinamis maka organisasi secara terus-menerus dikonfrontasi oleh adanya kebutuhan untuk


(18)

mengimplementasikan perubahan pada strategi, struktur, proses dan budaya. Jones (2007) membagi jenis perubahan organisasi ke dalam dua kelompok besar yaitu perubahan evolusioner dan revolusioner. Perubahan evolusioner adalah perubahan yang memiliki karakteristik bertahap dan fokusnya sempit. Perubahan ini terjadi secara konstan, bertahap dan sedikit demi sedikit. Sedangkan perubahan revolusioner adalah perubahan yang terjadi dengan cepat, dramatis, mempengaruhi organisasi secara keseluruhan dan memerlukan kecepatan dalam mencari cara/strategi baru yang lebih efektif. Perubahan revolusioner merupakan perubahan besar yang menimbulkan situasi menjadi chaos, rumit, penuh ketidakpastian dan tidak menyenangkan bagi karyawan.

Indonesia pernah menjadi negara nomor satu penghasil berbagai komoditas perkebunan. Namun dalam perjalanan pembangunan nasionalnya, bangsa Indonesia mengalami kegagalan karena menomorsatukan industri-industri yang tidak langsung berbasis sumber daya alam (Muluk, Diponegoro, Lubis, 2007). Oleh karena itu, sektor perkebunan dianggap sebagai salah satu pilar kekuatan ekonomi nasional dan BUMN perkebunan diperkirakan mampu berperan dalam mengembalikan kejayaan masa lalu tersebut untuk menjelma kembali menjadi kejayaan di masa yang akan datang. BUMN perkebunan memiliki potensi pertumbuhan yang sangat besar mengingat total lahan yang dikelola sangat luas (±875.289 ha) dengan lokasi dan kualitas lahan yang relative cocok untuk berbagai komoditas perkebunan, memiliki sumber daya yang cukup baik, berpotensi untuk melakukan pengembangan usaha serta didukung oleh pasar baik domestik maupun luar negeri yang relative terus berkembang (Muluk, Diponegoro, Lubis, 2007).


(19)

Berdasarkan potensi tersebut maka diperlukan optimalisasi pemberdayaan atau sinergi antar BUMN perkebunan di berbagai bidang seperti produksi, operasi, pemasaran, keuangan, penelitian, organisasi dan sumber daya. Keinginan untuk mensinergikan perusahaan dalam lingkup BUMN perkebunan dapat dicapai dalam organisasi berbentuk holding company (Muluk, Diponegoro, Lubis, 2007). Sejak bulan Januari 2011, menteri BUMN selaku pemegang saham terhadap BUMN perkebunan telah mengambil kebijakan untuk membentuk holding company terhadap 14 PTPN dan PT. RNI yang diperkirakan sudah dapat terlaksana pada tahun 2012 (Antara & Choir, 2012).

Pola holding merupakan alternative paling tepat untuk diterapkan pada BUMN perkebunan mengingat karakteristik bisnis perkebunan berupa pengendalian areal yang cukup luas sehingga membutuhkan manajemen yang lebih fokus dengan rentang kendali yang tidak terlalu meluas, pertimbangan kondisi BUMN perkebunan dewasa ini yang membutuhkan kemampuan menghimpun dana luar yang cukup besar untuk pembiayaan program konsolidasi dan pertumbuhan, membangun cross fertilization antar BUMN perkebunan dengan melakukan sentralisasi penghimpunan dana luar pada perusahaan induk dan mendistribusikan dana sesuai kebutuhan dan beban bunga pinjaman secara proporsional sesuai kemampuan earning power masing-masing BUMN perkebunan serta dapat meminimalisasi dampak social dari proses restrukturisasi dengan mempertahankan eksistensi PTPN dan PT. RNI (Muluk, Diponegoro, Lubis, 2007). Dengan pola manajemen holding company yang benar, diharapkan tatanan hubungan antara perusahaan induk dan anak perusahaan akan memberi


(20)

keuntungan sinergis dalam berbagai aspek, seperti aspek SDM, keuangan dan perpajakan, pemasaran dan berbagai aspek lainnya.

Kementrian BUMN telah memilih PTPN III sebagai kepala holding ke-14 PTPN dan PT. RNI karena dianggap unggul dalam penanganan bisnis dan pengalaman mengurus anak usaha (Desyani, 2012). Tolak ukurnya dapat dilihat dari keuntungan yang dicapai PTPN III pada tahun 2011 yakni sebesar 1,2 triliun (Jay, 2012). Perubahan yang dialami oleh PTPN III sebagai holding company ini termasuk dalam perubahan revolusioner. Perubahan revolusioner bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilaksanakan. Organisasi harus cermat dalam melaksanakan implementasi perubahan karena jika gagal akan memberikan dampak negative terhadap organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Petterson, 2009). Dampak negatif yang terjadi dan dirasakan karyawan dalam jangka pendek antara lain terbuangnya uang, waktu dan tenaga, tidak tercapainya tujuan yang direncanakan, penderitaan moral dan timbulnya job insecurity. Dalam jangka panjang, akibat buruk yang dapat ditimbulkan yaitu tidak tercapainya rencana strategi perusahaan, menurunnya kepercayaan diri dalam kepemimpinan, meningkatnya resistansi untuk berubah dan adanya keyakinan bahwa perubahan selanjutnya yang ingin dilakukan akan gagal (Petterson, 2009).

Ashford (1988) mengemukakan bahwa perubahan adalah sumber dari perasaan terancam, ketidakpastian, frustasi, alienasi dan kecemasan. Demikian halnya dengan yang dirasakan oleh sejumlah karyawan PTPN III (Persero) mengenai rencana holding PTPN. Mereka bahkan tidak mengetahui bahwa rencana holding tersebut bukan lagi sebatas wacana tetapi sudah mulai masuk ke


(21)

pembahasan yang serius ditingkat DPR RI. Beberapa karyawan mengaku khawatir rencana holding PTPN tersebut akan memberikan dampak terhadap berkurangnya penghasilan mereka (Jay, 2012). Lebih lanjut, pada tanggal 28 September 2012, semua serikat pekerja perkebunan tingkat perusahaan (SPBUN) PTPN I s/d XIV (Persero) yang di wakili Ketua dan Sekretaris Umum masing-masing SPBUN membuat pernyataan sikap menolak rencana pemerintah untuk menerapkan holding BUMN perkebunan. Tindakan ini dilakukan karena rencana penerapan holding BUMN perkebunan dalam bentuk holding company dengan menjadikan PTPN III (Persero) sebagai leader champion dan PTPN I s/d XIV menjadi anak perusahaan dikhawatirkan akan merubah/menurunkan status karyawan menjadi swasta juga hak kepemilikan asset berupa HGU yang semula milik negara menjadi milik swasta. Oleh karena itu, SPBUN meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana penerapan holding BUMN perkebunan (Irsut, 2012). Kondisi-kondisi tersebut menunjukkan bahwa karyawan PTPN III (Persero) belum menunjukkan kesiapan untuk berubah.

Menurut Berneth (2004), kesiapan karyawan merupakan faktor penting dalam kesuksesan perubahan organisasi karena perubahan organisasi terjadi melalui karyawan (Armenakis et al, 1993). Karyawan merupakan elemen paling penting untuk kesuksesan organisasi. Hal ini disebabkan karyawan adalah pelaku yang menjalankan aktivitas organisasi sehari-hari (Mangundjaya, 2012). Organisasi yang akan melakukan perubahan sangat membutuhkan dukungan karyawan yang terbuka, mempersiapkan diri dengan baik dan siap untuk berubah (Eby, Adams, Russel & Gaby, 2000). Dengan pentingnya peran karyawan dalam proses perubahan, maka karyawan perlu dipersiapkan agar lebih terbuka terhadap


(22)

perubahan yang akan dilakukan dan lebih siap untuk berubah. Jika karyawan tidak siap untuk berubah maka mereka tidak akan dapat mengikuti dan akan merasa kesulitan dengan kecepatan perubahan organisasi yang sedang terjadi (Hanpachern, Morgan & Griego, 1998).

Untuk mempersiapkan karyawan agar siap berubah, diperlukan pemahaman mengenai cara-cara yang dapat digunakan dalam menumbuhkan kesiapan untuk berubah. Dalam hal ini, organisasi perlu melakukan dua hal yaitu membentuk kesiapan karyawan untuk berubah dan menyelesaikan masalah resistansi untuk berubah (Cummings & Worley, 1997). Agar kedua cara tersebut berhasil dilakukan maka faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan karyawan untuk berubah harus diketahui dan dianalisis terlebih dahulu sehingga dapat memilih strategi yang tepat untuk diterapkan (Mangundjaya, 2012).

Ketika organisasi melakukan perubahan, komitmen organisasi dan employee engagement menjadi elemen paling penting untuk kesuksesan perubahan organisasi (Echols, 2005; Crabtree, 2005; Gubman, 2004). Hasil penelitian Mangundjaya (2012) menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara komitmen organisasi, employee engagement dan kesiapan individu untuk berubah dimana korelasi komitmen organisasi dengan kesiapan individu untuk berubah lebih kuat dibandingkan korelasi employee engagement dengan kesiapan individu untuk berubah. Hasil penelitian Ciliana & Mansur (2008) menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan dari kepuasan kerja, keterlibatan kerja, stress kerja dan komitmen organisasi terhadap kesiapan untuk berubah.

Steyn (2011) mengungkapkan bahwa komitmen organisasi dapat mempengaruhi kesiapan untuk berubah. Komitmen organisasi merupakan


(23)

keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, kepercayaan dan penerimaan akan nilai-nilai dan tujuan organisasi serta kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi (Mowday, 1982). Menurut Iverson (1996), komitmen organisasi merupakan prediktor terbaik dalam perubahan dibandingkan dengan kepuasan kerja. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi akan mengerahkan usaha lebih dalam proyek perubahan guna membangun sikap positif terhadap perubahan (Julita & Rafaei, 2010). Hasil penelitian Pramadani (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara komitmen organisasi khususnya komitmen afektif dan komitmen normative dengan kesiapan untuk berubah.

Hasil penelitian yang dilakukan Vidal (2007) menemukan bahwa employee engagement berdampak pada keberhasilan implementasi perubahan organisasi, terutama yang berskala besar yang melibatkan seluruh elemen dari organisasi. Karyawan yang engaged akan cenderung mendukung jalannya perubahan organisasi dan siap untuk berubah (Shaw, 2005). Hasil yang serupa juga ditemukan oleh Hewitts (2004) dimana karyawan yang engaged memiliki kesiapan untuk berubah yang lebih besar dari karyawan lainnya. Schaufeli (2002) menyebutkan bahwa karyawan yang engaged akan memiliki dedikasi kuat kepada organisasi yang ditandai oleh adanya keterlibatan tinggi dalam usaha-usaha kemajuan organisasi. Mereka juga memiliki ketangguhan dalam melaksanakan pekerjaannya. Karakteristik tersebut merupakan karakteristik yang sama dengan yang dibutuhkan oleh organisasi saat akan melakukan perubahan, yaitu partisipasi yang aktif dalam usaha perubahan. Karyawan yang engaged selain akan


(24)

berdedikasi tinggi dalam usaha perubahan organisasi, juga memiliki ketangguhan dalam melaksanakan perubahan tersebut.

Penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan pada perusahaan yang berbeda dengan perusahaan tempat peneliti akan mengambil data. Penelitian Mangundjaya (2012), Ciliana & Mansur (2008) dilakukan pada perusahaan perbankan, penelitian Vidal (2007) dilakukan pada perusahaan yang bergerak di bidang produksi, penelitian Pramadani (2012) dan Megani (2012) dilakukan pada perusahaan telekomunikasi.

Berdasarkan data-data yang telah dikemukakan diatas, peneliti tertarik untuk melihat pengaruh komitmen organisasi dan employee engagement terhadap kesiapan untuk berubah pada karyawan PTPN III (Persero) yang organisasinya akan mengalami perubahan menjadi holding company (perusahaan induk).

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang pemikiran yang telah diuraikan diatas, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh komitmen organisasi dan employee engagement terhadap kesiapan berubah karyawan PTPN III (Persero)?

2. Bagaimana pengaruh aspek-aspek komitmen organisasi terhadap kesiapan berubah karyawan PTPN III (Persero)?

3. Bagaimana pengaruh dimensi-dimensi employee engagement terhadap kesiapan berubah karyawan PTPN III (Persero)?

4. Bagaiman gambaran kesiapan berubah karyawan PTPN III (Persero)? 5. Bagaimana gambaran komitmen organisasi karyawan PTPN III (Persero)? 6. Bagaimana gambaran employee engagement karyawan PTPN III (Persero)?


(25)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh komitmen organisasi dan employee engagement terhadap kesiapan berubah karyawan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh masing-masing aspek komitmen organisasi terhadap kesiapan berubah karyawan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) dan pengaruh masing-masing dimensi employee engagement terhadap kesiapan berubah karyawan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Selain itu, ingin diketahui pula gambaran kesiapan berubah, gambaran komitmen organisasi dan gambaran employee engagement karyawan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).

D. Manfaat Penelitian Manfaat teoretis :

1. Memberikan wacana mengenai perubahan organisasi dan kajian lebih lanjut mengenai komitmen organisasi, employee engagement dan kesiapan karyawan untuk berubah.

2. Meningkatkan pemahaman mengenai komitmen organisasi, employee engagement dan kesiapan karyawan untuk berubah.

Manfaat praktis :

Hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh perusahaan yang sedang mengalami perubahan revolusioner untuk mengetahui tingkat komitmen

organisasi, employee engagement dan kesiapan berubah pada karyawan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).


(26)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut :

Bab I. Pendahuluan. Dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

Bab II. Landasan Teori. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai definisi kesiapan berubah, dimensi kesiapan berubah, faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan berubah, definisi komitmen organisasi, bentuk komitmen organisasi, proses terjadinya komitmen organisasi, aspek komitmen organisasi, definisi employee engagement, dimensi employee engagement, keuntungan dari karyawan yang engaged, gambaran PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), hubungan kesiapan berubah dengan komitmen organisasi, hubungan kesiapan berubah dengan employee engagement dan hipotesis penelitian.

Bab III. Metode Penelitian. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel kesiapan berubah, komitmen terhadap organisasi dan employee engagement, populasi dan sampel, metode pengambilan data, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, hasil uji coba alat ukur, prosedur penelitiandanmetode analisa data.

Bab IV. Hasil Analisis dan Pembahasan, yang berisikan gambaran umum partisipan, uji asumsi, hasil penelitian dan pembahasan.

Bab V. Kesimpulan dan Saran. Berisikan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, saran teoritis dan saran praktis.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kesiapan Berubah

Organisasi yang akan melakukan perubahan sangat memerlukan dukungan karyawan yang terbuka, mempersiapkan diri dengan baik dan siap untuk berubah (Eby, Adams, Russel, & Gaby, 2000). Apabila karyawan tidak siap, maka mereka tidak mampu mengikuti dan merasa kewalahan dengan perubahan organisasi yang terjadi (Hanpachern, 1998).

A.1 Definisi Kesiapan Berubah

Kesiapan individu untuk berubah diartikan sebagai kesediaan individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang dilaksanakan organisasi setelah perubahan berlangsung dalam organisasi tersebut (Huy, 1999). Selanjutnya, Holt (2007) mendefinisikan kesiapan sebagai kepercayaan karyawan bahwa mereka mampu melaksanakan perubahan yang diusulkan (self efficacy), perubahan yang diusulkan tepat untuk dilakukan organisasi (appropriateness), pemimpin berkomitmen dalam perubahan yang diusulkan (management support) dan perubahan yang diusulkan akan memberikan keuntungan bagi anggota organisasi (personal benefit). Dari penjelasan Holt (2007), seorang karyawan yang dinyatakan siap untuk berubah akan menunjukkan perilaku menerima, merangkul dan mengadopsi rencana perubahan yang dilakukan. Sebelum karyawan berada pada posisi siap, karyawan merefleksikan konten, konteks, proses dan atribut individu untuk mempersepsikan dan meyakini perubahan yang akan dilakukan organisasi.


(28)

Berneth (2004) menjelaskan bahwa kesiapan adalah lebih dari pemahaman akan perubahan, kesiapan adalah lebih dari keyakinan pada perubahan tersebut, kesiapan adalah kumpulan dari pemikiran dan intensi pada usaha perubahan yang spesifik.

“Individual beliefs, attitudes and intentions regarding the extent to which changes are needed and the organization’s capacity to successfully undertake those changes” (Armenakis, 1993).

Armenakis (1993) mendefinisikan kesiapan untuk berubah sebagai kepercayaan, sikap dan intensi karyawan bahwa perubahan memang dibutuhkan dan kapasitas organisasi untuk melakukan perubahan tersebut dengan sukses. Karyawan yang siap untuk berubah akan percaya bahwa organisasi akan mengalami kemajuan apabila melakukan perubahan, selain itu mereka memiliki sikap positif terhadap perubahan organisasi dan memiliki keinginan untuk terlibat dalam pelaksanaan perubahan organisasi.

Hanpachern (1997) menyatakan bahwa kesiapan karyawan untuk berubah adalah sejauh mana karyawan siap secara mental, psikologis atau fisik, dan sedia untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan organisasi. Terutama lebih merujuk pada kondisi dimana karyawan akan memiliki skor yang tinggi dalam mempromosikan atau berpartisipasi dalam perubahan.

Backer (1995) juga menjabarkan bahwa kesiapan karyawan untuk berubah melibatkan kepercayaan, sikap dan intensi karyawan terhadap sejauh mana perubahan dibutuhkan dan persepsi karyawan serta kapasitas organisasi untuk melaksanakan perubahan tersebut dengan sukses. Kesiapan adalah keadaan pikiran mengenai kebutuhan dan merupakan pelopor perilaku karyawan yang bersifat kognitif, baik itu berupa penerimaan atau penolakan terhadap perubahan.


(29)

Kesiapan untuk berubah yang dimiliki oleh karyawan bisa berbeda-beda disebabkan oleh perubahan lingkungan eksternal dan internal, tipe/jenis perubahan yang diperkenalkan atau karakteristik dari agen perubahan yang potensial.

Berdasarkan uraian diatas maka kesiapan berubah adalah keyakinan karyawan bahwa perubahan memang dibutuhkan oleh organisasi dan kesiapan karyawan secara fisik, mental dan psikologis untuk berpartisipasi dalam kegiatan perubahan tersebut.

A.2 Dimensi Kesiapan Berubah

Holt (2003) mengemukakan bahwa kesiapan untuk berubah merupakan suatu konstruk multidimensional, yang terdiri dari 4 dimensi yaitu :

1. Appropriateness

Dimensi ini menjelaskan tentang aspek keyakinan individu bahwa perubahan yang diajukan akan tepat bagi organisasi dan organisasi akan mendapatkan keuntungan dari penerapan perubahan. Individu akan meyakini adanya alasan dan kebutuhan yang dapat melegitimasi perubahan dan perubahan merupakan tindakan yang tepat untuk menangani gap antara kondisi aktual dengan kondisi ideal.

2. Change specific efficacy

Dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan individu tentang kemampuan mereka untuk menerapkan perubahan yang diinginkan, dimana mereka merasa memiliki keterampilan dan sanggup untuk melakukan tugas yang berkaitan dengan perubahan. Dimensi ini juga menjelaskan tentang tingkat kepercayaan diri individu dan kelompok untuk dapat mensukseskan perubahan yang direncanakan.


(30)

3. Management support

Dimensi ini menjelaskan aspek keyakinan atau persepsi individu bahwa para pemimpin dan pihak manajemen akan mendukung dan berkomitmen terhadap perubahan yang direncanakan.

4. Personal valance

Dimensi ini menjelaskan keuntungan yang dirasakan individu secara personal yang akan didapatkan apabila perubahan tersebut diimplementasikan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dimensi kesiapan berubah terdiri dari appropriateness, change specific efficacy, management support dan personal valance.

A.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapan Berubah

Menurut Armenakis & Holt (2007), kesiapan karyawan untuk berubah dapat dipengaruhi oleh 3 hal utama yakni change content, change process dan organizational context. Change content merujuk pada apa yang akan dirubah oleh organisasi. Perubahan yang dilakukan dapat berupa perubahan sistem administrative, prosedur kerja, teknologi atau struktur. The change process meliputi bagaimana proses implementasi perubahan yang telah direncanakan sebelumnya. Sedangkan organizational context terkait dengan kondisi atau lingkungan kerja saat perubahan terjadi.

Armenakis & Harris (2009) mengidentifikasi lima faktor utama yang dapat

merubah keyakinan diri karyawan untuk mendukung perubahan yakni 1) discrepancy, yaitu keyakinan bahwa perubahan itu diperlukan oleh organisasi,

2) appropriateness yaitu adanya keyakinan bahwa perubahan spesifik yang dilakukan merupakan cara yang tepat untuk mengatasi masalah yang dihadapi,


(31)

3) efficacy yaitu rasa percaya bahwa karyawan dan organisasi mampu mengimplementasikan perubahan, 4) principal support yaitu persepsi bahwa organisasi memberikan dukungan dan berkomitmen dalam pelaksanaan perubahan dan mensukseskan perubahan organisasi, 5) personal valance yaitu keyakinan bahwa perubahan akan memberikan keuntungan personal bagi karyawan. Adarnya kelima keyakinan diatas tidak semata-mata hanya mempengaruhi kesiapan untuk berubah namun juga mempengaruhi bagaimana karyawan akan mengadopsi dan berkomitmen terhadap perubahan organisasi.

Hanpachern (1998) menyatakan bahwa kesiapan untuk berubah secara signifikan berhubungan dengan jabatan dan lama kerja. Dalam penelitiannya juga ditemukan bahwa kesiapan untuk berubah tidak berhubungan dengan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status pernikahan.

B. Komitmen Organisasi

B.1 Definisi Komitmen Organisasi

Hall & Schneider (1972) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kuatnya keterlibatan seseorang dengan organisasinya. Definisi ini memiliki 3 aspek utama yaitu keyakinan dan penerimaan akan tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan untuk memberikan usaha-usaha untuk mencapai tujuan organisasi dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi (Mowday, 1979; Morrow, 1983).

Menurut Meyer & Allen (1990), komitmen organisasi dapat diartikan sebagai sejauh mana seorang karyawan mengalami rasa kesatuan dengan organisasi mereka. Mowday (1982) juga menyatakan bahwa komitmen organisasi


(32)

merupakan keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, kepercayaan dan penerimaan akan nilai-nilai dan tujuan organisasi serta kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi.

Mowday, Steers & Porter (1979) mengemukakan bahwa komitmen organisasi adalah suatu bentuk komitmen yang muncul bukan hanya bersifat loyalitas yang pasif tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan. Lebih lanjut, Steers (1979) menjelaskan bahwa komitmen organisasi adalah rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang karyawan terhadap perusahaannya.

Berdasarkan uraian di atas maka komitmen organisasi adalah keyakinan dan penerimaan karyawan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, kesediaan karyawan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi dan keinginan karyawan untuk tetap menjadi anggota organisasi.

B.2 Bentuk Komitmen Organisasi

Menurut Meyer & Allen (1990), ada 3 komponen komitmen organisasi yaitu :

1. Affective Commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional.


(33)

2. Continuance Commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.

3. Normative Commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.

Karyawan yang memilki komitmen terhadap organisasinya akan tetap tinggal dalam organisasi, bekerja secara rutin dan full day, melindungi aset-aset organisasi dan mempercayai tujuan organisasi yang akan diraih.

Kanter (dalam Sopiah, 2008) mengemukakan bahwa ada 3 bentuk komitmen organisasi yaitu :

1. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi.

2. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan social dengan anggota lain di dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa norma-norma yang dianut oleh organisasi adalah norma-norma yang bermanfaat.

3. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada norma organisasi yang memberikan perilaku kearah yang diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.


(34)

B.3 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi

Bashaw & Grant (dalam Amstrong, 1994) menyatakan bahwa komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan proses yang berkesinambungan dan timbul secara bertahap dalam diri karyawan. Menurut Wursanto (2005), rasa memiliki dari para anggota (karyawan) terhadap kelompoknya dapat dilihat dari hal-hal berikut :

1. Adanya loyalitas dari para anggota terhadap anggota lainnya. 2. Adanya loyalitas para anggota terhadap kelompoknya.

3. Kesediaan berkorban secara ikhlas dari para anggota baik moril maupun materil bagi kelangsungan hidup kelompoknya.

4. Adanya rasa bangga dari para anggota kelompok apabila kelompok tersebut mendapat nama baik dari masyarakat.

5. Adanya letupan emosional/amarah dari para anggota apabila kelompoknya mendapat celaan, baik itu dilakukan oleh individu ataupun kelompok lain. 6. Adanya niat baik (goodwill) dari para anggota kelompok untuk tetap menjaga

nama baik kelompoknya dalam keadaan apapun.

Setelah rasa memiliki dari setiap anggota kelompok mulai tumbuh dan berkembang selanjutnya tumbuh suatu kesepakatan bersama yang merupakan komitmen dari para anggota organisasi/kelompok yang harus ditaati oleh setiap anggota (karyawan). Kesepakatan bersama yang merupakan komitmen dari anggota/karyawan ini meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Kesepakatan bersama terhadap tujuan yang akan dicapai.

2. Kesepakatan bersama dalam hal menetapkan berbagai jenis kegiatan yang harus dilakukan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.


(35)

3. Kesepakatan bersama dalam hal menetapkan ketentuan-ketentuan atau norma-norma yang harus ditaati oleh setiap anggota kelompok. Aturan-aturan tersebut dapat bersifat tertulis maupun tidak tertulis.

4. Kesepakatan bersama dalam hal menetapkan berbagai sarana yang diperlukan dalam usaha mencapai tujuan tersebut.

5. Kesepakatan bersama para anggota dalam hal menetapkan cara atau metode yang paling baik untuk mencapai tujuan tersebut.

Minner (dalam Sopiah, 2008) mengemukakan bahwa proses terjadinya komitmen karyawan terhadap organisasi berbeda. Pada fase awal (initial commitment), faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi adalah karakteristik individu, harapan-harapan karyawan terhadap organisasi dan karakteristik pekerjaan. Fase kedua disebut dengan commitment during early employment. Pada fase ini karyawan sudah bekerja selama beberapa tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi adalah pengalaman kerja yang ia rasakan pada tahap awal ia bekerja, bagaimana pekerjaan, bagaimana sistem penggajiannya, bagaimana supervisinya, bagaimana hubungan dengan teman sejawat atau hubungan dengan pimpinan. Semua faktor ini akan membentuk komitmen awal dan tanggung jawab karyawan pada organisasi yang pada akhirnya akan bermuara pada komitmen karyawan pada awal memasuki dunia kerja. Tahap ketiga disebut dengan commitment during later career. Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen pada fase ini berkaitan dengan investasi, mobilitas kerja, hubungan social yang tercipta di organisasi dan pengalaman-pengalaman selama ia bekerja.


(36)

B.4 Aspek Komitmen Organisasi

Menurut Mowday, Porter & Steers (1982), komitmen organisasi memiliki ciri-ciri keyakinan (belief) yang kuat, penerimaan tujuan dan nilai organisasi, kesiapan untuk bekerja keras dan keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi.

Komitmen ini tergolong komitmen sikap atau afektif karena berkaitan dengan sejauhmana individu merasa nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan nilai dan tujuan organisasi. Semakin besar kongruensi antara nilai dan tujuan individu dengan nilai dan tujuan organisasi maka semakin tinggi pula komitmen karyawan kepada organisasi.

Selanjutnya, Mowday et al (1982) mengemukakan bahwa komitmen organisasi terbangun apabila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi, antara lain :

1. Identifikasi (identification) yaitu pemahaman atau penghayatan terhadap tujuan organisasi.

2. Keterlibatan (involvement) yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaan tersebut adalah menyenangkan.

3. Loyalitas (loyality) yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempatnya bekerja dan tinggal.

Berdasarkan uraian diatas, maka aspek komitmen organisasi terdiri dari identifikasi, keterlibatan dan loyalitas.


(37)

C. Employee Engagement (Keterikatan Karyawan) C.1 Definisi Employee Engagement

Employee engagement memiliki arti yang berbeda untuk organisasi atau lingkungan kerja yang berbeda (Garber, 2007). Zigarmi, Kim, Dobie, David & Jim (2009) menyimpulkan bahwa employee engagement merupakan konsep yang multidimensional.

Corporate Leadership Council (dalam Zigarmi, Kim, Dobie, David & Jim,

2009) mendefinisikan employee engagement atau yang disebut juga employee work passion sebagai tingkatan ketika karyawan committed dengan sesuatu atau seseorang dalam perusahaan dan seberapa keras karyawan bekerja, serta seberapa lama karyawan bertahan sebagai hasil dari komitmen tersebut. Komitmen dan employee engagement sangat penting dalam penelitian organisasi mengingat hubungan positifnya dengan perilaku karyawan yang mendorong retensi dan kinerja perusahaan (Chalofsky & Krishna, 2009).

Cook (2008) menjelaskan bahwa employee engagement adalah segala hal tentang keinginan dan kemampuan karyawan untuk memberikan usaha terbaiknya secara terus menerus dalam rangka membantu perusahaan mencapai sukses. Engagament dikarakteristikkan dengan hasrat dan energi yang dimiliki karyawan untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan dengan memberikan pelayanan kepada pelanggan. Engagement juga dikarakteristikkan dengan karyawan yang berkomitmen pada perusahaan, percaya akan tujuannya dan bersiap sedia untuk melakukan yang lebih dari yang diharapkan untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada pelanggan. Engagement lebih bersifat psikologis daripada fisik. Engagement dapat disimpulkan dengan tingkat seberapa positif karyawan


(38)

memandang perusahaan serta seberapa proaktif karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan yang berkaitan dengan pelanggan, rekan kerja dan stakeholder lainnya. Karyawan yang engaged merasa terinspirasi oleh pekerjaannya, pendekatannya berorientasi kepada pelanggan, peduli akan masa depan perusahaan dan bersedia memberikan usahanya sendiri untuk melihat kemajuan perusahaan.

“Employee engagement is about getting the absolute best effort from your

employees by making them feel good about the work they do” (Finney, 2008, h.14).

Finney (2008) menjelaskan bahwa employee engagement berkaitan dengan cara untuk mendapatkan usaha terbaik dari karyawan dengan membuat karyawan merasa senang dengan pekerjaan yang mereka lakukan.

“Employee engagement is a heightened emotional and intellectual connection that an employee has for his/her job, organization, manager or coworkers that in turn influences his/her work (Marciano, 2010, h.57).

Marciano (2010) mendefinisikan employee engagement sebagai ikatan emosi dan intelektual yang dimiliki karyawan terhadap pekerjaan, organisasi, atasan dan rekan kerja yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Berdasarkan definisi tersebut maka target employee engagement dibedakan menjadi empat area yang berbeda yaitu pekerjaan, perusahaan, manager dan rekan kerja.

Kahn (1990) mendefinisikan employee engagement sebagai keadaan dimana anggota dari sebuah organisasi mengidentifikasi diri dengan pekerjaannya. Dalam engagement, seseorang akan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama menunjukkan kinerja (performance) mereka. Aspek kognitif dalam employee engagement mencakup keyakinan yang dimiliki oleh


(39)

karyawan mengenai organisasi tersebut, para pemimpinnya dan kondisi kerja. Aspek emosional meliputi bagaimana perasaan karyawan terhadap organisasi dan pemimpinnya. Sedangkan aspek fisik meliputi energi fisik yang dikeluarkan oleh karyawan dalam melaksanakan tugas/peran yang dimiliki dalam organisasi. Engagement meliputi kehadiran baik secara fisik maupun psikologis saat melaksanakan peran organisasional.

Schaufeli (2002) mendefinisikan employee engagement sebagai keadaan pikiran yang positif dengan karakteristik vigor, dedication dan absorption. Vigor adalah level energi dan resiliensi yang tinggi, adanya kemauan untuk investasi tenaga, presistensi dan tidak mudah lelah. Dedication adalah keterlibatan yang kuat ditandai dengan antusiasme, rasa bangga dan inspirasi. Absorption adalah keadaan terjun total (total immersion) karyawan yang dikarakteristikkan dengan cepatnya waktu berlalu dan sulitnya memisahkan seseorang dari pekerjaannya (Saks, 2006).

Berdasarkan uraian diatas, maka employee engagement dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana karyawan bersedia untuk melibatkan diri dan mengerahkan seluruh kemampuan dalam melakukan pekerjaannya untuk mencapai hasil yang maksimal.

C.2 Dimensi Employee Engagement

Berdasarkan penelitiannya tentang employee engagement, Marciano (2010) mengidentifikasi lima dimensi dimana seorang karyawan dapat memperoleh penghargaan (respect) yang pada gilirannya akan meningkatkan employee engagement. Kelima dimensi tersebut adalah :


(40)

Perasaan memiliki organisasi yang terpandang memberikan dampak yang dahsyat terhadap human capital dan employee engagement, bahkan akan muncul group engagement. Perasaan ini dapat menjadi penyangga timbulnya burnout pada karyawan. Karyawan akan memiliki rasa bangga terhadap perusahaan tempat mereka bekerja dan menghormati/menghargai sesama pekerja. Visi, misi, nilai-nilai, tujuan, kebijakan dan tindakan organisasi menggambarkan kepeduliannya terhadap karyawan. Karyawan akan bangga mengatakan “Saya bekerja di organisasi ini”.

2. Dimensi Kepemimpinan

Kepemimpinan dalam hal ini khususnya menyangkut atasan langsung, keyakinan bahwa atasannya kompeten dan bertindak etis, mampu mengambil keputusan yang baik dan memperlakukan bawahan secara adil. Marciano (2010) menyatakan bahwa semakin karyawan itu hormat terhadap atasannya, maka semakin engaged pula karyawan itu dalam pekerjaannya. Karyawan akan bekerja keras jika atasan kompeten dan bekerja keras. Atasan yang dipromosi secara internal seringkali lebih dihargai/dihormati dan kredibel karena mereka pernah melaksanakan tugas-tugas bawahannya. Dengan demikian mereka mampu memberikan bantuan ketika diperlukan dan akan lebih mengena pada saat memberikan corrective feedback dan melakukan penilaian kinerja bawahannya. Atasan demikian akan lebih mampu menangani hal penting secara benar bila terjadi oposisi. Karyawan juga merasakan bahwa atasannya siap sedia untuk menghadapi pimpinan tertinggi demi kebaikan tim dan organisasi dan mampu melakukan advokasi terhadap bawahan. Dalam kesulitan, atasan tetap menyatukan tim dan fokus untuk terus bekerja sama


(41)

mencapai tujuan. Atasan yang adil, dapat dipercaya, jujur, commit, memiliki keterampilan komunikasi dan mampu membangun hubungan positif dengan karyawan, menguatkan employee engagement.

3. Dimensi Anggota Tim

Tim yang sangat produktif selalu memiliki semboyan saling menghormati dan menghargai diantara anggota tim. Produktivitas merupakan hasil kerjasama antar anggota kelompok secara kohesif dan sinergik. Bila karyawan dapat menghargai rekan kerja, mereka juga akan meningkatkan usahanya. Kehilangan kehormatan dan penghargaan akan menciptakan frustrasi dan disengagement, disamping itu muncul disfungsi dan penurunan produktivitas. 4. Dimensi Pekerjaan

Karyawan yang merasa diminta melakukan pekerjaan yang tidak bermakna dan jauh dibawah keterampilan yang dimilikinya, tentu akan melemahkan engagement. Karyawan hendaknya mendapatkan pekerjaan yang menantang, bermakna dan memberikan hasil. Semakin tinggi pekerjaan menuntut karyawan menggunakan keterampilannya, semakin menantang dan meningkatkan engagement terhadap pekerjaan tersebut. Keberhasilan menyelesaikan tugas yang menantang memberikan perasaan bangga. Di pihak lain, merekrut karyawan yang overqualified juga tidak menguntungkan karena karyawan akan merasa melakukan tugas dibawah kemampuannya, segera merasa bosan dan secepatnya meningglkan perusahaan apabila mendapatkan kesempatan. Semakin sejalan tugas seorang karyawan dengan tujuan perusahaan, semakin memberikan makna. Karyawan perlu mengetahui bahwa


(42)

apa yang dikerjakannya memang berarti terhadap pencapaian tujuan organisasi dan relevan terhadap misi organisasi.

5. Dimensi Individual

Semakin karyawan merasa dihargai, dihormati dan dianggap penting maka semakin tinggi pula tingkat employee engagement. Karyawan ingin bekerja pada organisasi yang jujur, yang memperlakukan karyawan secara adil, hormat dan penuh pertimbangan. Sebagai akibatnya, organisasi akan mendapatkan karyawan yang loyal dengan tingkat engagement yang tinggi. Dalam kondisi sulit, terdapat kata-kata yang menyakitkan bagi karyawan seperti “Kamu seharusnya merasa beruntung karena mendapatkan pekerjaan ini”. Marciano (2010) mencontohkan perusahaan Mannington yang menguatkan employee engagement dalam visi, misi dan nilai yang dianutnya. Nilai yang diutamakan adalah saling memberikan perhatian, menghargai dan menghormati hak setiap orang dan selalu menciptakan suasana yang adil. Bekerja dengan benar demi kepentingan bersama dan tidak memutarbalikkan kebenaran.

C.3 Keuntungan Dari Karyawan Yang Engaged

Marciano (2010) menemukan beberapa faktor yang diasosiasikan dengan level engagement yang tinggi, antara lain :

a. Produktivitas yang meningkat b. Profit yang meningkat

c. Kualitas kerja yang lebih tinggi d. Efektivitas yang tinggi


(43)

f. Berkurangnya tingkat ketidakhadiran (absensi) g. Berkurangnya pencurian dan penipuan

h. Tingkat kepuasan pelanggan yang lebih tinggi i. Tingkat kepuasan kerja karyawan yang lebih tinggi j. Menurunnya tingkat kecelakaan kerja

k. Menurunnya keluhan Equal Employment Opportunity (EEO). EEO adalah perlakuan terhadap karyawan dalam segala aspek ketenagakerjaan seperti perekrutan, promosi, pelatihan, dll dalam cara yang adil dan tidak melihat latar belakang.

Karyawan yang memiliki engagement merasa bersemangat, secara efektif terlibat dalam kegiatan kerjanya dan melihat dirinya mampu memenuhi tuntutan pekerjaannya (Schaufeli, dalam Babcock-Roberson & Strickland, 2010). Karyawan yang engaged dengan pekerjaannya selain produktif juga dapat membuat perusahaan berfungsi dengan baik (Babcock-Roberson & Strickland, 2010). Hasil penelitian Engelbrecht (2006) menunjukkan bahwa karyawan yang engaged mampu membangkitkan energi dan tetap mempertahankan semangatnya meskipun berada ditengah-tengah lingkungan kerja yang memiliki moral rendah dan menyebabkan frustasi, ia akan mengerjakan apa yang harus dikerjakan, memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya dan merasa bahagia atas apa yang ia kerjakan.

D. Gambaran PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)

PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) merupakan salah satu dari 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan yang bergerak dalam bidang


(44)

usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Kegiatan usaha Perseroan mencakup usaha budidaya dan pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet. Produk utama Perseroan adalah Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit (Kernel) dan produk hilir karet.

Sejarah Perseroan diawali dengan proses pengambil alihan perusahaan-perusahaan perkebunan milik Belanda oleh Pemerintah RI pada tahun 1958 yang dikenal sebagai proses nasionalisasi perusahaan perkebunan asing menjadi Perseroan Perkebunan Negara (PPN). Tahun 1968, PPN direstrukturisasi menjadi beberapa kesatuan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) yang selajutnya pada tahun 1974, bentuk badan hukumnya diubah menjadi PT. Perkebunan (Persero). Guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan usaha perusahaan BUMN, Pemerintah merestrukturisasi BUMN subsektor perkebunan dengan melakukan penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi dan perampingan struktur organisasi. Diawali dengan langkah penggabungan manajemen pada tahun 1994, 3 (tiga) BUMN Perkebunan disatukan pengelolaannya ke dalam manajemen PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Selanjutnya melalui Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996, ketiga perseroan tersebut digabung dan diberi nama PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) yang berkedudukan di Medan, Sumatera Utara.

PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) memiliki 32 unit usaha kebun sebagai berikut : Sei Mangkei, Aek Nabara Utara, Merbau Selatan, Gunung Pamela, Sei Meranti, Rantau Prapat, Labuhan Haji, Sei Baruhur, Sei Daun, Torgamba, Aek Torop, Ambalutu, Bandar Selamat, Membang Muda, Gunung Monako, Gunung para, Bangun, Bandar Betsy, Aek Nabara Selatan, Sisumut,


(45)

Batang Toru, Hapesong, Pulau Mandi, Sei Dadap/Hessa, Huta Padang, Sungai Silau, Sungai Putih, Tanah raja, Sarang Ginting, Silau Dunia, Rambutan/Sei bamban, Bukit Tujuh.

Pengelolaan BUMN terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejalan dengan tujuan BUMN sebagai perusahaan yang memiliki daya saing dan daya cipta tinggi sehingga diharapkan akan mampu unggul di pasar global dengan selalu mempertimbangkan peluang dan tantangan yang dihadapi pada saat ini. Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah untuk optimalisasi pemberdayaan atau sinergi antar BUMN perkebunan adalah dengan menjadikan PTPN III sebagai holding company untuk ke-14 PTPN dan PT. RNI yang diperkirakan sudah dapat terlaksana pada tahun 2012. PTPN III dipilih sebagai holding company karena dianggap unggul dalam penanganan bisnis dan pengalaman mengurus anak usaha (Desyani, 2012). Tolak ukurnya dapat dilihat dari keuntungan yang dicapai PTPN III pada tahun 2011 yakni sebesar 1,2 triliun (Jay, 2012). Perubahan yang dialami oleh PTPN III ini termasuk dalam perubahan revolusioner karena diharapkan dapat terealisasi secepatnya dan mempengaruhi seluruh level dalam organisasi yang meliputi perusahaan, divisi, fungsi kelompok kerja dan individu.

E. Hubungan Komitmen Organisasi dengan Kesiapan Berubah

Penelitian Ahmad (2000), Armstrong-Stassen (1997), Olson & Tetrick (1988) tentang dampak dari perubahan organisasi menemukan bahwa karyawan (diluar level supervisor) mengalami ambiguitas peran (role ambiguity) dan overload kerja yang lebih tinggi, kecilnya dukungan dari atasan, memiliki


(46)

komitmen dan kepuasan kerja yang lebih rendah, memiliki persepsi negative terhadap job security dan menunjukkan rendahnya penerimaan terhadap perubahan organisasi.

Conner & Patterson (1982) menyebutkan bahwa faktor paling penting yang mengakibatkan tidak suksesnya perubahan organisasi adalah kurangnya komitmen dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa komitmen organisasi memainkan peranan penting dalam penerimaan karyawan terhadap perubahan (Yousef, 2000). Yousef (2000) menemukan bahwa dimensi tertentu dari komitmen organisasi secara langsung mempengaruhi sikap terhadap perubahan organisasi dan kepuasan kerja.

Selanjutnya, Iverson (1996) mengemukakan bahwa komitmen organisasi adalah determinan kedua paling penting bagi perubahan organisasi setelah keanggotaan kelompok. Karyawan dengan tingkat komitmen organisasi yang tinggi lebih mau menunjukkan usaha dalam proyek perubahan dan lebih bersedia mengembangkan sikap positif terhadap perubahan organisasi (Iverson, 1996).

Peneliti lain juga menyatakan bahwa karyawan dengan komitmen yang tinggi terhadap organisasi dapat menunjukkan resistensi terhadap perubahan jika mereka menganggap bahwa perubahan merupakan ancaman terhadap keuntungan pribadinya (Vakola & Nikolau, 2005). Lebih lanjut, Vakola & Nikolau (2005) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara komitmen organisasi dan sikap positif terhadap perubahan.

Topolnitsky & Meyer (2002) menemukan bahwa komitmen karyawan memiliki korelasi dengan intensi untuk menetap di organisasi dan level dukungan terhadap inisiatif perubahan. Komitmen karyawan terhadap organisasi


(47)

diperlakukan sebagai perilaku dan sikap yang aktif dan positif. Kondisi seperti ini dapat mendukung pengembangan persepsi positif terhadap perubahan (Shah, 2009).

Menurut Visagle & Steyn (2011), komitmen organisasi dapat mempengaruhi kesiapan karyawan untuk berubah, yang didukung oleh hasil penemuan Julita & Rafaei (2010) bahwa locus of control dan komitmen organisasi memainkan peranan penting terhadap kesiapan berubah. Lebih lanjut, Aube, Rousseau & Morin (2007) menemukan bahwa locus of control akan menengahi hubungan antara komitmen organisasi dan kesiapan untuk berubah karena locus of control memperkuat (reinforce) perasaan akan control dan mengakibatkan karyawan merasa siap untuk mengalami perubahan organisasi tanpa perlu bergantung kepada dukungan yang disediakan oleh organisasi.

Hasil penelitian Pramadani (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara komitmen organisasi, khususnya komitmen afektif dan komitmen normative dengan kesiapan untuk berubah pada karyawan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Noordin (2008) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara normative dan continuance commitment dengan kesiapan karyawan untuk berubah.

F. Hubungan Employee Engagement dengan Kesiapan Berubah

Menurut Guy & Beauman (2005), kunci bagi manajemen perubahan yang sukses adalah kompetensi organisasi (organizational competency), alignment & engagement dan tekanan kompetitif (competitive pressure). Guy & Beauman


(48)

(2005) menekankan alignment dan engagement sebagai salah satu dari tiga kategori utama untuk menghasilkan manajemen perubahan yang sukses.

Berbagai sumber penelitian menyebutkan bahwa employee engagement merupakan anteseden utama yang mempengaruhi suksesnya inisiasi perubahan organisasi (Saks, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan Lucey (2005) menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara employee engagement dan lean sustainability. Lean sustainability adalah usaha untuk meningkatkan keuntungan perusahaan dengan mengurangi aktivitas-aktivitas yang tidak berguna dan meningkatkan keterlibatan karyawan dari semua level untuk mengembangkan inisiatif-inisiatif yang berguna demi mencapai tujuan. Lean sustainability merupakan salah satu strategi perubahan organisasi berskala besar yang sudah banyak dilakukan oleh organisasi. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Vidal (2007) yang menemukan bahwa employee engagement berkorelasi kuat dan mempengaruhi berhasilnya implementasi perubahan organisasi, terutama yang berskala besar yang melibatkan seluruh elemen dari organisasi.

Selanjutnya, Post & Altman (1994) mengidentifikasi bahwa salah satu hambatan organisasi dalam melakukan perubahan adalah disengagement dan kurang adanya minat dari staff dan top management terhadap isu-isu lingkungan. Hewitts (2004) menemukan bahwa karyawan yang engaged memiliki kesiapan untuk berubah yang lebih besar dari karyawan lainnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Piderit (2000) yang menyebutkan bahwa karyawan yang engaged akan lebih siap untuk berubah. Selanjutnya, Schaufeli (2002) mengemukakan bahwa karyawan yang engaged akan memiliki dedikasi kuat terhadap organisasi


(49)

yang ditandai dengan adanya keterlibatan tinggi dalam usaha-usaha kemajuan organisasi. Mereka juga memiliki ketangguhan dalam melaksanakan pekerjaannya. Karakteristik tersebut merupakan karakteristik yang sama dengan yang dibutuhkan oleh organisasi saat akan melakukan perubahan yaitu partisipasi aktif dalam usaha perubahan. Karyawan yang engaged, selain akan berdedikasi tinggi dalam usaha perubahan organisasi, juga memiliki ketangguhan dalam melaksanakan perubahan tersebut.

Lebih lanjut, Schaufeli & Bakker (2004) menjelaskan bahwa employee engagement memiliki 3 dimensi yaitu vigor, dedication dan absorption. Vigor adalah level energi dan resiliensi yang tinggi, adanya keinginan untuk investasi tenaga, tidak mudah lelah ketika individu melaksanakan pekerjaannya, keinginan untuk tetap semangat dalam bekerja, yang ditunjukkan dengan sikap persistent ketika menghadapi kesulitan dan tantangan dalam bekerja. Dedication adalah identifikasi yang kuat dengan pekerjaan, yang meliputi perasaan seperti antusiasme, inspirasi, kebanggaan dan tantangan. Absorption adalah konsentrasi penuh dan perasaan bahagia yang dirasakan oleh indivdu ketika sedang melakukan pekerjaannya, ia merasa waktu berjalan cepat dan sulit untuk meninggalkan pekerjaan. Seluruh dimensi dari employee engagement ini akan mempengaruhi kesiapan indivdu untuk berubah. Semakin tinggi employee engagement, semakin tinggi kesiapan berubah.

Shaw (2005) mengemukakan bahwa banyak penelitian yang menunjukkan bahwa employee engagement adalah anteseden utama dalam mengimplementasikan inisiatif perubahan organisasi yang sukses. Meningkatnya employee engagement atau mengerahkan potensi karyawan dalam performance


(50)

dan kesuksesan bisnis merupakan hal penting bagi kesuksesan manajemen perubahan. Karyawan yang engaged akan mendukung jalannya perubahan organisasi dan siap untuk berubah (Shaw, 2005 dalam Dicke, 2007).

Megani (2012) mengemukakan bahwa karyawan yang engaged akan siap untuk berubah dikarenakan karakteristiknya yang memiliki keterlibatan yang kuat ditandai oleh adanya antusiasme, rasa bangga dan inspirasi. Karyawan yang engaged akan dengan senang hati untuk terlibat dalam proses perubahan organisasi yang menandakan adanya faktor partisipasi. Selain berpartisipasi dalam proses perubahan organisasi, karyawan yang engaged akan menunjukkan level energi dan resiliensi yang tinggi tidak mudah lelah dan rela menginvestasikan tenaganya di dalam proses perubahan organisasi. Sedangkan karyawan yang tidak engaged tidak tidak memiliki semua itu, ia tidak tertarik untuk memajukan organisasi dan tidak berdedikasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Hasil penelitian Megani (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara employee engagement dan kesiapan karyawan untuk berubah.

G. Hubungan Komitmen Organisasi dan Employee Engagement Terhadap Kesiapan Berubah

Manusia adalah elemen terpenting untuk kesuksesan organisasi. Hal ini disebabkan manusia adalah pelaku yang menjalankan kegiatan organisasi sehari-hari. Investasi dan sumber daya yang dihabiskan organisasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi sesuatu yang dianggap penting. Dalam istilah human capital, variabel komitmen organisasi dan employee engagement


(51)

menjadi dua elemen penting. Banyak organisasi menggunakan komitmen organisasi dan employee engagement sebagai model untuk menciptakan organisasi yang efektif dan efisien. Ketika sebuah organisasi melakukan perubahan fundamental, komitmen organisasi dan employee engagement menjadi elemen paling penting bagi kesuksesan perubahan organisasi (Echols, 2005; Crabtree, 2005; Gubman, 2004).

Selanjutnya Schaufeli (2002) mengemukakan bahwa karyawan yang engaged akan memiliki dedikasi kuat terhadap organisasi yang ditandai dengan adanya keterlibatan tinggi dalam usaha-usaha kemajuan organisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian lainnya yang telah dilakukan dan menunjukkan bahwa komitmen, identifikasi dengan organisasi, loyalitas dan keterlibatan karyawan berkorelasi positif dengan kesiapan individu untuk berubah (Madsen, 2011).

Lebih lanjut, hasil penelitian Mangundjaya (2012) juga menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara komitmen organisasi, employee engagement dan kesiapan individu untuk berubah.

H. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan diatas, peneliti mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Hipotesis alternatif :

H1 : Ada pengaruh positif yang signifikan antara komitmen organisasi dan employee engagement terhadap kesiapan berubah. Komitmen dan employee engagement berperan terhadap kesiapan karyawan untuk berubah.


(1)

39 Pihak manajemen mendukung perubahan yang

dilakukan organisasi. SS S N TS STS

40 Saya mampu menerapkan perubahan yang

diinginkan organisasi. SS S N TS STS

SKALA II

NO PERNYATAAN PILIHAN

1 Saya menyenangi pekerjaan saya. SS S N TS STS 2 Saya memahami cara-cara untuk mencapai

tujuan organisasi. SS S N TS STS

3 Saya berusaha mengerahkan usaha maksimal

dalam bekerja. SS S N TS STS

4 Rekan kerja lebih banyak berperan dalam

melakukan pekerjaan saya. SS S N TS STS

5 Besar kemungkinan bagi saya untuk pindah ke

perusahaan yang lain SS S N TS STS

6 Saya memahami visi, misi dan tujuan

organisasi. SS S N TS STS

7 Saya berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan

saya sendiri. SS S N TS STS

8 Saya kurang menyenangi pekerjaan yang harus

saya lakukan setiap harinya. SS S N TS STS

9 Saya tidak berminat untuk pindah jika ada perusahaan lain yang menawarkan gaji lebih besar.

SS S N TS STS

10 Saya berusaha bekerja sesuai dengan harapan

agar tujuan organisasi tercapai. SS S N TS STS 11 Saya membutuhkan bantuan orang lain untuk

melakukan pekerjaan saya. SS S N TS STS


(2)

sejalan dengan nilai-nilai pribadi saya.

13 Saya berusaha melibatkan diri sepenuhnya

dalam bekerja. SS S N TS STS

14 Saya kurang menyenangi pekerjaan saya karena

tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan. SS S N TS STS 15 Saya tidak punya keinginan untuk pindah ke

perusahaan yang lain. SS S N TS STS

16 Saya merasa nyaman bekerja di perusahaan ini. SS S N TS STS 17 Visi, misi dan tujuan organisasi disosialisasikan

dengan jelas oleh organisasi. SS S N TS STS 18 Saya kurang setuju dengan beberapa kebijakan

perusahaan yang berkaitan dengan karyawan. SS S N TS STS 19 Saya akan pindah jika ada perusahaan lain yang

menawarkan jabatan lebih tinggi dari jabatan saat ini.

SS S N TS STS

20 Saya tidak memahami visi, misi dan tujuan

organisasi. SS S N TS STS

21 Saya bosan dengan tugas-tugas yang harus saya selesaikan setiap harinya karena cenderung monoton.

SS S N TS STS

22 Saya ingin terus bekerja di organisasi sampai

masa pensiun. SS S N TS STS

23 Saya berusaha menginternalisasikan nilai-nilai organisasi dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.

SS S N TS STS

24 Saya tidak mengetahui tujuan yang ingin

dicapai organisasi. SS S N TS STS

25 Saya telah mengambil keputusan yang tepat

dengan bergabung di perusahaan ini. SS S N TS STS 26 Saya tidak mempertimbangkan nilai-nilai yang

dianut organisasi dalam bekerja. SS S N TS STS 27 Saya ingin mencari pekerjaan lain. SS S N TS STS


(3)

28 Saya berniat untuk pindah kerja jika ada tawaran yang lebih menguntungkan dari perusahaan lain.

SS S N TS STS

29 Saya tidak mengetahui bagaimana cara

organisasi untuk mencapai tujuan. SS S N TS STS 30 Saya ingin pindah ke perusahaan lain yang

menawarkan penghasilan lebih besar dari yang saya terima saat ini.

SS S N TS STS

SKALA III

NO PERNYATAAN PILIHAN

1 Saya tidak diberi kesempatan untuk mengambil

keputusan yang menjadi wewenang saya. SS S N TS STS 2 Atasan mampu menyatukan tim untuk

bersama-sama mencapai tujuan organisasi. SS S N TS STS 3 Perusahaan kurang menghargai hasil kerja saya. SS S N TS STS 4 Atasan saya mampu mengambil keputusan yang

tepat walaupun dalam kondisi sulit. SS S N TS STS 5 Saya dan rekan kerja saling menghormati satu

sama lain. SS S N TS STS

6 Saya jarang dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan

yang diadakan oleh perusahaan. SS S N TS STS 7 Saya bangga menjadi karyawan di perusahaan

ini. SS S N TS STS

8 Perusahaan cukup menghargai prestasi yang

saya capai dalam bekerja. SS S N TS STS

9 Atasan saya kurang bersedia memberikan bantuan ketika bawahannya sedang mengalami kesulitan.

SS S N TS STS

10 Perusahaan cukup peka terhadap kebutuhan


(4)

11 Atasan saya mampu menjalin hubungan

harmonis dengan bawahannya. SS S N TS STS

12 Perusahaan kurang peka terhadap kebutuhan

saya. SS S N TS STS

13 Saya bangga bekerja di perusahaan yang

dikenal masyarakat. SS S N TS STS

14 Saya merasa pekerjaan yang saya lakukan

kurang dihargai oleh perusahaan SS S N TS STS 15 Kebijakan-kebijakan perusahaan menunjukkan

kepeduliannya kepada karyawan. SS S N TS STS 16 Atasan saya kurang menghargai hasil kerja

bawahannya. SS S N TS STS

17 Hubungan saya dengan rekan kerja kurang

harmonis. SS S N TS STS

18 Produktivitas tim hanya merupakan hasil kerja

sebagian anggota tim saja. SS S N TS STS

19 Pekerjaan saya sesuai dengan keterampilan

yang saya miliki. SS S N TS STS

20 Atasan tidak mampu memberikan penilaian

kerja yang adil terhadap bawahannya. SS S N TS STS 21 Perusahaan cukup memperhatikan kebutuhan

saya. SS S N TS STS

22 Atasan tidak mau bekerja keras untuk membantu tim dalam mencapai tujuan organisasi.

SS S N TS STS

23 Saya ikut dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan

penting yang dilakukan perusahaan. SS S N TS STS 24 Pekerjaan menuntut saya untuk terus belajar

mengenai hal-hal yang baru. SS S N TS STS

25 Dalam menetapkan suatu kebijakan, karyawan kurang mempertimbangkan keinginan karyawan.


(5)

26 Atasan saya memperlakukan seluruh

bawahannya secara adil dan bijaksana. SS S N TS STS 27 Atasan tidak mau mendengarkan pendapat

bawahannya. SS S N TS STS

28 Saya tidak merasa bangga menjadi bagian dari

perusahaan ini. SS S N TS STS

29 Saya menyukai pekerjaan kelompok karena

ide-ide yang dihasilkan lebih bervariasi. SS S N TS STS 30 Atasan saya cukup kompeten dalam melakukan

tugas-tugasnya. SS S N TS STS

31 Rekan kerja senior kurang menghargai

pendapat karyawan lain. SS S N TS STS

32 Pekerjaan saya tidak membutuhkan

keterampilan khusus. SS S N TS STS

33 Saya dan sesama rekan kerja kurang mampu

menghargai perbedaan pendapat satu sama lain. SS S N TS STS 34 Rekan kerja senior tidak mau membantu

pekerjaan karyawan lain. SS S N TS STS

35 Pekerjaan saya cukup menantang. SS S N TS STS 36 Saya tidak punya rasa memiliki terhadap

perusahaan. SS S N TS STS

37 Hasil kerja saya memberikan kontribusi positif

bagi pencapaian tujuan organisasi. SS S N TS STS 38 Pekerjaan saya kurang bervariasi. SS S N TS STS 39 Saya mampu melakukan koordinasi dengan

rekan dalam pekerjaan yang membutuhkan kerjasama.

SS S N TS STS

40 Anggota tim kurang mampu menyatukan

perbedaan pendapat dalam kelompok. SS S N TS STS 41 Saya bangga ketika berhasil menyelesaikan


(6)

42 Pekerjaan saya kurang menantang. SS S N TS STS 43 Saya menyukai pekerjaan yang membutuhkan

kerjasama. SS S N TS STS

44 Hasil kerja saya tidak memberikan kontribusi

terhadap pencapaian tujuan organisasi. SS S N TS STS 45 Rekan kerja senior kurang mau mendengarkan

pendapat karyawan baru. SS S N TS STS

46 Pekerjaan yang diberikan kepada saya masih jauh berada dibawah keterampilan yang saya miliki.

SS S N TS STS

47 Saya menganggap perbedaan pendapat dalam

kelompok adalah sesuatu yang wajar. SS S N TS STS 48 Jumlah penghasilan yang saya terima

menunjukkan penghargaan yang diberikan perusahaan kepada saya.

SS S N TS STS

49 Saya dan rekan mampu menyatukan perbedaan

pendapat dalam tugas kelompok. SS S N TS STS 50 Saya merasa diperlakukan secara adil oleh

perusahaan. SS S N TS STS

Periksa kembali jawaban Anda dan

Pastikan tidak ada jawaban yang kosong