Analisa Kualitas Dan Formulasi Alginat Hasil Ekstraksi Sargassum Filipendula Untuk Pembuatan Minuman Suplemen Serat Dalam Bentuk Effervescent

(1)

ANALISA KUALITAS DAN FORMULASI ALGINAT HASIL

EKSTRAKSI Sargassum filipendula UNTUK PEMBUATAN

MINUMAN SUPLEMEN SERAT DALAM BENTUK

EFFERVESCENT

HAERUNNISA

103096029803

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ANALISA KUALITAS DAN FORMULASI ALGINAT HASIL

EKSTRAKSI Sargassum filipendula UNTUK PEMBUATAN

MINUMAN SUPLEMEN SERAT DALAM BENTUK

EFFERVESCENT

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

HAERUNNISA

103096029803

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

ANALISA KUALITAS DAN FORMULASI ALGINAT HASIL

EKSTRAKSI Sargassum filipendula UNTUK PEMBUATAN

MINUMAN SUPLEMEN SERAT DALAM BENTUK

EFFERVESCENT

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh : HAERUNNISA

103096029803

Menyetujui,

Pembimbing I

Ir. Murdinah, MS NIP. 080 062 638

Pembimbing II

S.Hermanto, M.Si NIP. 150 368 747

Mengetahui,

Ketua Program studi kimia

Sri Yadial Chalid, M.Si NIP. 150 326 907


(4)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Analisa Kualitas dan Formulasi Alginat Hasil Ekstraksi

Sargassum Filipendula Untuk Pembuatan Minuman Suplemen Serat Dalam Bentuk

Effervescent ” telah diuji dan dinyatakan lulus pada sidang Munaqosah Fakultas Sains

dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin, 23 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.

Menyetujui, Penguji I

Sri Yadial Chalid, M.Si NIP. 150 326 907

Penguji II

Anna Muawanah, M.Si NIP. 150 293 229

Pembimbing I

Ir. Murdinah, MS NIP. 080 062 638

Pembimbing II

S.Hermanto, M.Si NIP. 150 368 747

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP. 150 317 956

Ketua Program Studi Kimia

Sri Yadial Chalid, M.Si NIP. 150 326 907


(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Jakarta, Juni 2008

Haerunnisa 103096029803


(6)

ABSTRACT

HAERUNNISA, Analysis of Quality and Formulation of Alginate Extracted from

Sargassum fillipendula Used to Effervescent Suplement Fiber Drink. Advisor Ir.

Murdinah, MS and S. Hermanto, M.Si.

Research of quality and formulation of alginate for application on suplement fiber drink have been conducted. The suplement fiber drink was formulated as an

effervescent tablet. Alginate was extracted and purified from Sargassum fillipendula

which took from Binuangen water, with long thalus 51-60 cm. Quality of alginate analysis consist of moisture content, ash content, pH, viscosity, total dietary fiber and percent purity compared with commercial alginate. Formulation of alginate used to

effervescent tablet characterized by Random Device Complete One Way with five

treatment, alginate: 15%, 20%, 25%, 30%, 35% and sucrose: 32,5%, 27,5%, 22,5%, 17,5%, 12,5%. Evaluation of effervescent quality consist of weight quality, soluble time, pH and viscosity. The result of quality analysis showed that alginate which extracted from Sargassum fillipendula has a good quality based on Food Chemical Codex (FCC) standard, except the purity. However, based on FTIR and extracted alginate from this research was pure enough (73,38%), than commercial alginate (50,23%). The result also showed that alginate formulation gives a significant different in soluble time, viscosity and pH (F count > F table). The best formulation is (35% alginate : 12,5% sucrose) which soluble time is 138,5 second, pH 5,69 and viscosity 48,75 cPs.


(7)

ABSTRAK

HAERUNNISA,Analisa Kualitas dan Formulasi Alginat Hasil Ekstraksi Sargassum

filipendula Untuk Pembuatan Minuman Suplemen Serat Dalam Bentuk Effervescent.

Di bawah bimbingan Ir. Murdinah, MS dan S. Hermanto, M.Si.

Telah dilakukan penelitian tentang ekstraksi alginat dari Sargassum

fillipendula dan aplikasinya dalam pembuatan minuman suplemen serat. Minuman

suplemen serat tersebut dibuat dalam bentuk tablet effervescent. Sargassum

fillipendula yang digunakan berasal dari perairan Binuangen, Banten dengan panjang

talus 51-60 cm. Analisa kualitas alginat hasil ekstraksi dan alginat komersial meliputi : Kadar air, kadar abu, pH, viskositas, serat pangan dan persen kemurnian yang diuji menggunakan FTIR. Formulasi tablet effervescent dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan lima perlakuan dan dua kali ulangan. Perlakuan yang digunakan meliputi variasi konsentrasi alginat dan sukrosa dengan variasi alginat: 15%, 20%, 25%, 30%, 35% dan sukrosa: 32,5%, 27,5%, 22,5%, 17,5%, 12,5%. Evaluasi tablet effervescent meliputi : keseragaman bobot, waktu hancur, pH dan viskositas. Dari hasil ekstraksi dengan empat kali pengulangan diperoleh rendemen alginat antara 21%-34% berat kering. Analisa kualitas alginat menunjukkan bahwa baik alginat hasil ekstraksi maupun alginat komersial memenuhi standar mutu Food Chemical Codex (FCC) kecuali kemurniannya. Hasil analisa FTIR menunjukkan bahwa alginat hasil ekstraksi relatif lebih murni (73,38%) dibandingkan dengan alginat komersial (50,23%). Selanjutnya evaluasi tablet effervescent

menunjukkan bahwa formulasi sukrosa dan alginat memberikan perbedaan yang sangat nyata terhadap penurunan waktu hancur, peningkatan viskositas dan nilai pH (Fhitung > Ftabel). Secara umum formula tablet effervescent dengan perbandingan (alginat 35% : sukrosa 12,5%) menghasilkan tablet dengan mutu terbaik dibandingkan dengan formula lainnya. Tablet Effervescent yang dihasilkan memiliki waktu larut 138,5 detik, pH 5,69 dan viskositas 48,75 cPs.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah, dan iradah-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW., keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang Islam yang selalu mengikutinya hingga akhir zaman, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi bidang kimia dengan judul : ” Analisa Kualitas dan Formulasi Alginat Hasil Ekstraksi Sargassum fillipendula untuk Pembuatan Minuman Suplemen Serat dalam Bentuk Effervescent. Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah..

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat yang mendalam, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Sri Yadial Chalid, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ir. Murdinah, MS selaku pembimbing I yang telah membimbing selama proses penelitian berlangsung.

4. Bapak S. Hermanto, M.Si, selaku dosen pembimbing II, yang dengan sabar membimbing, memberi nasehat dan saran yang berguna bagi penulis selama melaksanakan tugas akhir dan penyusunan skripsi.


(9)

5. Ibu Sri Yadial Chalid, M.Si dan ibu Anna Muawanah, M.Si selaku penguji I dan II atas koreksi dan sarannya yang sangat membatu penulis.

6. Yang tercinta, ayahanda Achmad Chotib dan ibunda Iis Denice Komariah, semoga ”modal” paling berharga yang telah diberikan menjadi bakti setiaku pada beliau, juga untuk kakak dan adikku (Eki & Tika) serta keluarga besarku. 7. Kepala Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan

Perikanan Jakarta

8. Seluruh dosen kimia FST UIN, terutama ibu Siti Nurbayti, M.Si Sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.

9. Rekan-rekan analis di Lab. Pengolahan Produk: mba Dina, mba Fatehah, mba Elya, mba Hasta yang telah memberikan masukan dan nasehat yang memotivasi penulis, juga buat pak Sahid dan mas Syukri.

10.Teman-teman prodi kimia Fakultas Sains & Teknologi angkatan 2003 khususnya QQ, Kokom, Adel, Thea, Lala dan Ajeng yang telah membantu dan memberikan semangat selama penulisan.

11.Seluruh keluarga besar TAEKWONDO UIN, khususnya Sari, Didit, Sauqi, Anto, Roni, Mei, Sbm Isma, Sbm Arman dan Sbm Fajar yang telah menghibur dan memotivasi penulis.

12.Semua teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah menemani saya begadang dan mendengarkan cerita saya. Bwt Rijal thx y udah mw minjemin motornya n nganter2in gw.

13.Fatur ”doNky” yang telah memberi suport, perhatian dan waktunya, terima kasih atas semuanya.


(10)

Jakarta, Juni 2008


(11)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... ... i KATA PENGANTAR ... ... ii DAFTAR ISI ... ... v DAFTAR GAMBAR ... ... viii DAFTAR TABEL ... ... ix BAB I PENDAHULUAN... ... 1

1.1. Latar Belakang ... ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... ... 3 1.3. Tujuan Penelitian ... ... 3 1.4. Hipotesis ... ... 3


(12)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... ... 4 2.1. Alginat ... ... 4

2.1.1. Struktur Kimia Alginat... ... 4 2.1.2. Sifat Fisika dan Kimia Alginat... ... 6 2.1.3. Manfaat Alginat ... ... 8 2.1.4. Standar Mutu Alginat... ... 9 2.1.5. Ekstraksi Alginat... ... 10 2.2. Serat Pangan ... ... 17

2.2.1. Manfaat Serat Pangan ... ... 18 2.2.2. Kebutuhan Serat dalam Diet Harian ... ... 20 2.3. Effervescent ... ... 21

2.3.1. Aspek Biofarmasi Tablet Effervescent... ... 23


(13)

2.3.2. Komponen Formula Tablet Effervescent... ... 24 2.3.3. Pembuatan dan Pengemasan Effervescent... ... 28 2.3.4. Nilai Tambah Minuman Effervescent... ... 29 2.3.5. Stabilitas Tablet Effervescent... ... 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN...

... 32 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... ... 32 3.2. Alat dan Bahan ... ... 32 3.3. Prosedur Penelitian ... ... 33

3.3.1. Pengambilan Sampel... ... 33 3.3.2. Ekstraksi Natrium Alginat ... ... 33 3.3.3. Prosedur Analisis Alginat ... ... 34 3.3.4. Pembuatan Tablet Effervescent... ... 40


(14)

3.3.5. Evaluasi Tablet Effervescent... ... 40 3.3.6. Analisis Data ... ... 42 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...

...43 4.1. Rendemen Alginat Hasil Percobaan ... ... 43 4.2. Analisa Kualitas Alginat ... ... 44 4.3. Evaluasi Tablet Effervescent... ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... ... 55 5.1. Kesimpulan ... ... 55 5.2. Saran ... ... 55 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur Alginat...

... 7 Gambar 2. Struktur Kimia Polimer Alginat ... ... 8 Gambar 3. Skema Pembentukan Gel Kalsium Alginat ... ... 9 Gambar 4. Rendemen Na-alginat... ... 47 Gambar 5. Pola Serapan Infra Merah Alginat Percobaan

dan Alginat Komersial ... ... 51 Gambar 6. Waktu Larut Tablet Effervescent... ... 55 Gambar 7. Nilai pH Tablet Effervescent... ... 56 Gambar 8. Viskositas Tablet Effervescent... ... 58


(16)

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Spesifikasi Mutu Natrium Alginat ...

... 12 Tabel 2. Formula Tablet Effervescent... ... 44 Tabel 3. Sifat Fisika dan Kimia Alginat ... ... 48 Tabel 4. Keseragaman bobot tablet effervescent... ... 53


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang

Keadaaan alam Indonesia sebagai negara kepulauan dengan perairan yang luas, memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar sebagai sumber devisa negara. Industri pengolahan rumput laut merupakan salah satu cara untuk memanfaatkan sumber daya alam tersebut (Anggadireja, et al, 1996).

Alginat merupakan hasil ekstraksi rumput laut coklat yang berkadar serat tinggi dan mudah larut dalam air. Saat ini alginat banyak digunakan baik dalam industri pangan maupun non pangan secara luas bukan hanya sebagai penambah nilai gizi, tetapi juga digunakan sebagai penguat tekstur atau stabilitas pada produk olahan, seperti es krim, sari buah dan kue (Yunizal, 2004).

Hasil uji farmakologi terhadap alginat menunjukkan bahwa alginat mengandung serat yang mudah larut dalam air (Haryanto, 2005). Serat yang larut dalam air dapat menurunkan kadar kolesterol secara efektif (Yunizal, 2004). Menurut hasil penelitian Wikanta, et al (2002 dan 2003), menyatakan bahwa pemberian senyawa alginat (1 g/Kg BB) menunjukkan penurunan kadar glukosa darah maupun kolesterol pada hewan percobaan.

Hasil penelitian Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), menyatakan bahwa alginat dapat digunakan untuk menambah kandungan serat pada makanan yang banyak mengandung lemak jenuh. Alginat juga dapat memperkuat mucus,

perlindungan alamiah dari dinding usus, dapat memperlambat pencernaan, dan pelepasan gizi di dalam tubuh.


(19)

Seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat yang lebih menyukai makanan cepat saji (fast food) dengan komposisi nutrisi yang tidak seimbang ini mengkhawatirkan para ahli gizi. Masalah malnutrisi, saat ini tidak hanya kekurangan gizi tetapi juga kegemukan akibat pola makan dengan gizi tidak seimbang (Nainggolan dan Adimunca, 2005).

Kesadaran masyarakat yang semakin meningkat akan pentingnya hidup sehat, menyebabkan tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga bergeser. Makanan yang baik harus mengandung serat cukup yang sangat diperlukan untuk membantu proses pencernaan. Menurut Arief (2008), kurangnya serat (fiber) merupakan salah satu kelemahan yang sangat berbahaya, karena serat pangan berperan sangat penting untuk mencegah berbagai penyakit antara lain kanker usus besar, penyakit jantung dan penyakit lain akibat kegemukan.

Untuk mencegah dan menanggulangi masalah malnutrisi akibat kekurangan serat, konsumsi serat menjadi hal penting yang perlu diprioritaskan. Penelitian pembuatan minuman suplemen serat dari alginat menjadi terobosan baru yang dapat dijadikan alternatif. Pembuatan minuman dalam bentuk tablet effervescent yang siap saji dan mempunyai daya simpan yang lebih lama diharapkan dapat diterima dan terjangkau di masyarakat. Tablet effervescent mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan bentuk sediaan oral lainnya. Diantaranya pada saat pelarutan

effervescent memberikan efek sparkle (rasa seperti soda) dan waktu larut yang relatif

singkat (Lachman, 1994). Namun demikian untuk mendapatkan formulasi tablet

effervescent yang berkualitas baik diperlukan alginat yang memiliki standar mutu

yang baik pula.

1.2. Rumusan Masalah


(20)

2. Bagaimanakah kandungan serat pangan alginat hasil ekstraksi Sargassum

filipendula ?

3. Apakah terdapat perbedaan yang nyata formulasi alginat dan sukrosa terhadap mutu tablet effervescent yang dihasilkan?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui kualitas alginat yang dihasilkan dari ekstraksi Sargassum

filipendula sebagai bahan baku pembuatan tablet effervescent.

2. Mengetahui kandungan serat pangan alginat ang dihasilkan dari ekstraksi

Sargassum filipendula.

3. Mengetahui pengaruh komposisi alginat dan sukrosa terhadap standar mutu tablet effervescent yang dihasilkan dan mengetahui formula terbaik dari tablet effervescent yang dihasilkan.

1.3. Hipotesis

1. Terdapat perbedaan yang nyata formulasi alginat dan sukrosa terhadap mutu tablet effervescent (H0).

2. Tidak terdapat perbedaan yang nyata formulasi alginat dan sukrosa terhadap mutu tablet effervescent (H1).


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ALGINAT

Alginat merupakan senyawa polisakarida hasil ekstraksi dari kelompok alga coklat yang disebut Alginophyt, yaitu kelompok dari Phaeophyceae yang menghasilkan alginat, antara lain Macrocystis¸ Ecklonia, Fucus, Lessonia dan

Sargassum (Aslan, 1991). Alginat adalah garam dari asam alginat yang mengandung

ion natrium, kalsium atau kalium (Kadi dan Atmaja, 1988). Alginat yang banyak dikenal, adalah bentuk garam dari asam alginat yang tersusun oleh asam D-mannuronat dan asam L-guluronat.

Alginat adalah istilah umum untuk senyawa dalam bentuk garam dan turunan asam alginat (Glicksman, 1983). Natrium alginat digambarkan sebagai produk karbohidrat yang telah dipurifikasi, diekstraksi dari alga laut coklat dengan garam alkali. Gambaran tersebut di atas sama dengan didefinisikan oleh Food Chemicals

Codex (1981), menurut FCC rumus molekul natrium alginat adalah (C6H7O6Na)n.

Menurut Merck Index (1976), alginat merupakan polisakarida berbentuk gel yang diekstraksi dari alga laut coklat atau dari gulma lumut laut.

2.1.1 Struktur Kimia Alginat

Alginat merupakan poliuronat yang mengandung asam β-D-mannuronat dan asam α-L-guluronat, dan kedua asam tersebut dihubungkan oleh ikatan pada atom C1 dan C4. Selain mengandung asam polimanuronat dan poliguluronat, juga mengandung kopolimer berganti (Gambar 1).


(22)

Gambar 1. (a) β-(1,4)D-Asam Manuronat (M), (b) α-(1,4)L-Asam Guluronat (G) dan (c) Tiga jenis struktur polimer asam alginat

(Anonim, 1976. Glicksman, 1983 dan King, 1983).

Sedangkan Gambar 2 menunjukkan polimer linier tak bercabang yang tersusun dari dua Asam Hexauronat, yaitu β(1,4) D asam Mannuronat (M) dan α (1,4) L Asam Guluronat (G).

O H H OH H H OH COOH O (a) O H H OH H H OH H O (b) COOH O COOH

O OH OH

O

COOH

O OH OH

O

COOH

O OH OH

O

COOH

O OH OH O

O O COOH OH OH O O COOH OH OH O O COOH OH OH O O COOH OH OH O O COOH

O OH OH

O O COOH OH OH O COOH

O OH OH

O O COOH OH OH O asam polimannuronat asam poliguluronat kopolimer berganti n n n (c)


(23)

Gambar 2. Struktur kimia polimer asam alginat (Winarno 1996).

2.1.2 Sifat Fisika dan Kimia Alginat

Natrium alginat berwarna putih sampai dengan kekuningan, berbentuk tepung atau serat, hampir tak berbau dan berasa dengan kadar abu yang tinggi, disebabkan adanya unsur natrium. Kandungan air yang tinggi disebabkan oleh pengaruh garam yang bersifat higroskopis. Kandungan air dalam alginat bervariasi bergantung pada kelembaban relatif dari lingkungannya (Yunizal, 2004).

a. Kelarutan

Natrium alginat larut dalam air dan mengental (larutan koloid), tidak larut dalam alkohol dan larutan hidroalkoloid dengan kandungan alkohol lebih dari 30 %, dan tidak larut dalam khloroform, eter dan asam dengan pH kurang dari 3 (Food Chemical Codex, 1981).

b. Pembentukan gel

Alginat yang larut dalam air membentuk gel pada larutan asam karena adanya ion kalsium atau kation logam polivalen lainnya. Penggantian kation Na+ lebih dari 35% dengan kation Ca2+ akan menghentikan pergeseran molekul dan terbentuk struktur gel yang stabil. Secara kasar penambahan kation Ca2+ pada konsentrasi rendah tidak menimbulkan perubahan shear


(24)

dan membentuk gel, sedangkan jumlah Ca2+ yang tinggi menyebabkan perubahan shear yang tinggi dan membentuk gel kasium alginat.

Gambar 3. Skema pembentukan gel kalsium alginat (Glicksman, 1983)

c. Viskositas

Viskositas dari larutan alginat dipengaruhi oleh konsentrasi, pH, bobot molekul, suhu dan adanya kation logam polivalen. Semakin tinggi konsentrasi atau bobot molekul maka semakin tinggi viskositasnya. (Chapman, 1970). Viskositas larutan alginat akan menurun dengan pemanasan, meningkat lagi bila didinginkan kembali, kecuali dengan pemanasan pada suhu tinggi dan waktu relatif lama akan mengakibatkan degradasi molekul dan menyebabkan penurunan viskositas (Klose dan Glicksman, 1972). Larutan garam alginat menunjukkan sedikit perubahan viskositas pada kisaran pH 4-10, oleh karena itu alginat dengan kisaran pH tersebut biasa digunakan untuk industri makanan (Glicksman, 1983).

2.1.3 Manfaat Alginat

Berdasarkan sifat fisika dan kimia alginat, maka alginat dapat berfungsi sebagai suspending agent, emulsifier, stabilizer, binder, thickened, film former,


(25)

encapsulating agent (Anggadireja, 1993). Alginat banyak digunakan dalam industri pangan secara luas, bukan sebagai penambah nilai gizi, tetapi menghasilkan dan memperkuat tekstur atau stabilitas pada produk olahan, seperti es krim, sari buah dan kue (Pervical,1970). Dalam bidang industri farmasi alginat digunakan dalam pembuatan salep, kapsul, tablet, plester, filter, sedangkan dalam industri kosmetik alginat digunakan sebagai bahan untuk

lotion, sampo, cat rambut dan produk lainnya berupa jeli serta krem.

Pada produk minuman, alginat merupakan sumber serat yang mudah larut dalam air. Saat larut dalam air, natrium alginat membentuk kisi-kisi seperti jala yang mampu mengikat kuat banyak molekul air.

Larutan alginat dapat menurunkan kadar kolesterol secara efektif (Yunizal, 2004), menurunkan tekanan darah, kadar gula darah serta meningkatkan penyerapan kalsium (Astawan, 2003)

2.1.4 Standar Mutu Alginat

Spesifikasi alginat yang didapat secara komersial berbeda-beda tergantung pada pemakaian dalam bidang industri. Alginat yang dipakai dalam industri makanan dan farmasi harus memenuhi persyaratan bebas dari selulosa dan warnanya sudah dipucatkan sehingga berwarna putih atau terang.

Pharmaceutical grade, biasanya juga bebas dari selulosa dan dipucatkan

sehingga warnanya putih bersih. Disamping Grade tersebut, adapula yang disebut Industrial grade yang biasanya masih mengijinkan adanya beberapa bagian dari selulosa, dengan warna granula yang bervariasi dari coklat sampai putih. Sifat fisik lainnya juga bervariasi tergantung pada metode pembuatan dan bahan bakunya, namun secara umum harus memenuhi ketentuan sebagai berikut


(26)

: pH = 3,5 – 10; viskositas 1% berat dalam larutannya antara 10 – 5000 cPs; kadar air 5 – 20%; ukuran partikel 10 – 200 standar mesh. Harga dari alginat tergantung dari grade dan komposisi yang dikandungnya (Winarno, 1996).

Standar mutu internasional natrium alginat yang telah ditetapkan sesuai dengan Food Chemical Codex (FCC) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Spesifikasi mutu natrium alginat

Spesifikasi Food Chemical Codex Kemurnian (%Berat Kering) 90,8 - 106

Kadar Air (%) <15

Kadar Abu (%) 18 - 27

Sumber : Food Chemical Codex (1981) 2.1.5 Ekstraksi Alginat

Ekstraksi adalah cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah dengan menggunakan pelarut yang memiliki sifat kimia dan polaritas yang sama dengan senyawa yang akan dipisahkan. Jenis ekstraksi terdiri dari ekstraksi padat-cair dan cair-cair. Ekstraksi padat-cair dapat dilakukan dengan dua cara yaitu aqueus phase dan

organic phase. Cara aqueus phase dilakukan dengan menggunakan pelarut air,

sedangkan dalam organic phase digunakan pelarut organik. Sebagian besar proses ekstraksi rumput laut untuk menghasilkan garam natrium alginat menggunakan cara aqueus phase (Winarno, et al, 1973).

Prinsip ekstrasi alginat dari rumput laut untuk menghasilkan alginat adalah dengan memasak rumput laut tersebut dalam suasana basa dengan menggunakan larutan Na2CO3 atau NaOH. Kemudian larutan alginat kasar yang


(27)

diperoleh ditambahkan dengan asam mineral kuat sehinggga akan membentuk endapan asam alginat. Proses pemurnian produk ini meliputi beberapa proses seperti proses penjernihan, pemucatan dan pengendapan kalsium alginat. Pada umumnya produk akhir yang dihasilkan berupa garam alginat yang dapat larut dalam air terutama dalam bentuk natrium alginat (Chapman & Chapman, 1980).

Proses utama ekstraksi alga coklat menjadi natrium alginat dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama merupakan tahap pra ekstraksi yaitu tahap perendaman. Tahap ini dilakukan dengan dua perlakuan yaitu perendaman dalam larutan alkali dan larutan asam. Tahap kedua merupakan tahap ekstraksi dalam suasana basa dengan cara perebusan menggunakan larutan pengekstrak. Tahap ketiga adalah tahap pemucatan dan tahap keempat adalah tahap pemurnian. Tahap keempat dibagi menjadi tiga bagian yaitu pembentukan asam alginat, pembentukan natrium alginat dan penarikan natrium alginat murni (Yunizal, 2004).

Berikut tahapan dalam proses ekstraksi alginat : 1. Sortasi bahan baku

Sortasi adalah proses pemilihan dan proses penyeleksian rumput laut yang dilakukan atas dasar ukuran, bentuk dan jenisnya. Sortasi bahan baku juga bertujuan untuk memisahkan alga coklat dari kotoran yang ikut tercampur bersama alga pada saat pengambilan sampel. Kotoran yang biasa tercampur dalam bahan baku adalah pasir, sampah, lumpur dan batu-batuan (Winarno, 1996). Pada tahap ini juga dilakukan proses pencucian dengan tujuan untuk membersihkan bahan baku dari berbagai kotoran yang terdapat dalam bahan.


(28)

2. Perendaman dalam air

Perendaman dalam air adalah proses pengembalian air ke dalam bahan, sering dikenal rehidrasi, yang merupakan kebalikan dari proses pengeringan. Cara yang dilakukan biasanya dengan merendam bahan yang telah dikeringkan (Winarno, 1996). Selain untuk menghilangkan bau dan rasa amis, proses ini juga memberi kesempatan berlangsungnya proses rehidrasi sehingga tekstur rumput laut kembali seperti semula (Yunizal, 2004).

3. Pemotongan

Setelah dilakukan seleksi terhadap bahan baku, dilakukan pemotongan rumput laut coklat sebagai bahan baku menjadi ukuran yang lebih kecil dari semula kurang lebih 1-2 cm. Tujuan perlakuan terhadap tahap ini adalah untuk mempermudah proses ekstraksi, karena ukuran alga coklat sudah lebih kecil dari semula, sehingga memudahkan alginat terekstrak dari dinding sel alga coklat (Winarno, 1996).

4. Perendaman

Perendaman rumput laut dalam larutan asam bertujuan untuk melarutkan garam-garam, laminarin, manitol dan zat warna. Selain itu perlakuan asam juga berfungsi sebagai pelarut partikel-partikel pengotor yang masih tersisa dari pencucian rumput laut sehingga rumput laut menjadi bersih. Sedangkan perendaman dalam larutan alkali bertujuan untuk penetralan dari kondisi asam.

Selulosa yang terdapat pada dinding sel merupakan serat yang tidak larut dalam air. Selulosa ini dapat dihidrolisis oleh asam kuat, sehingga adanya proses perendaman HCl pada alga coklat sebelum ekstraksi dapat memecah dinding sel dan selulosa. Apabila dinding sel telah pecah, maka akan memudahkan proses ekstraksi selanjutnya (Fengel dan Wegener, 1995). Tekstur alga coklat pada


(29)

tahap ini lebih lunak dari pada tahap perendaman awal, hal ini terjadi karena dinding sel alga sudah terpecah karena adanya asam.

5. Ekstraksi

Proses ekstraksi alga coklat yang bertujuan untuk memisahkan selulosa dari alginat dilakukan dalam suasana basa. Bahan pengekstrak yang dapat digunakan adalah Na2CO3 atau NaOH. Chou dan Chiang (1976), menyatakan bahwa konsentrasi Na2CO3 yang tinggi yaitu 3 sampai 5% dapat menurunkan rendemen dan viskositas produk. Hal ini disebabkan larutan basa tersebut dapat mendegradasi asam alginat dengan memotong rantai polimer menjadi oligosakarida dengan terdegradasi lebih lanjut menjadi asam 4 deoksi 5 ketouronat. Hal ini dipertegas oleh Wikanta, et al (1996), yang menyatakan dalam ekstraksi alginat, dengan semakin besar penggunaan konsentrasi Na2CO3 seharusnya rendemen semakin tinggi. Sebagai garam basa, Na2CO3 banyak melarutkan alginat. Tetapi jika konsentrasi Na2CO3 terlalu tinggi, polimer alginat akan terdegradasi. Proses pemanasan selama ekstraksi tidak hanya membuat proses ekstraksi lebih cepat tetapi dapat juga mengekstrak bobot molekul alginat yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan rendemen dan viskositas produk.

Selain selulosa dan hemiselulosa, dinding sel alga coklat juga tersusun atas pektin. Pektin tersusun atas satuan-satuan gula dan asam. Senyawa pektin ini berfungsi sebagai bahan perekat antara dinding sel yang satu dengan yang lainnya. Senyawa ini bersifat tidak stabil dalam suasana basa, untuk itu fungsi penambahan Na2CO3 dalam ekstraksi alginat ini adalah untuk memecah pektin dalam dinding sel alga coklat sehingga dapat melarutkan alginat yang terdapat


(30)

dalam dinding selnya, karena alginat larut dengan baik pada larutan basa (Winarno, 1996).

6. Pemisahan atau filtrasi

Hasil yang diperoleh dari hasil ekstraksi berupa natrium alginat yang kemungkinan besar masih tercampur dengan benda-benda asing atau kotoran-kotoran yang masih melekat. Untuk itu dilakukan proses filtrasi untuk memisahkan natrium alginat dengan kotoran yang mungkin masih ada. Proses ini dilakukan dengan cara menyaring natrium alginat hingga diperoleh filtrat dan residu.

7. Pemucatan

Proses pemucatan bertujuan untuk melarutkan zat warna yang terkandung dalam larutan alginat kasar yaitu senyawa fenolik yang terdapat dalam ikatan polimer alginat sehingga dapat diperoleh larutan yang lebih jernih. Bahan pemucat yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi rumput laut adalah NaOCl dan H2O2. Proses pemucatan dengan NaOCl tidak menimbulkan busa dan berlangsung relatif cepat (Yani, 1988). Persamaan reaksi proses pemucatan dengan menggunakan NaOCl adalah sebagai berikut :

NaOCl + X NaCl + XO Pigmen Pigmen teroksidasi (Cokelat) (Putih) 8. Pemurnian

a. Pembentukan asam alginat

Untuk mengikat alginat dalam filtrat yang telah dipucatkan maka perlu ditambahkan asam seperti HCl atau H2SO4 sedikit demi sedikit. Pengikatan ion H+ dengan alginat selama proses pembentukan asam alginat berjalan cukup cepat, tetapi tidak mudah untuk mencapai pengikatan asam alginat


(31)

yang sempurna karena rantai polimer dalam asam alginat sangat rentan terhadap panambahan asam kuat. Hal ini tergantung bagaimana asam dapat melakukan penetrasi terhadap partikel alginat yang terkandung dalam filtrat hasil ekstraksi (McHugh, 1987)

Filtrat yang diperoleh setelah penyaringan dan dipucatkan kemudian ditambahkan HCl sedikit demi sedikit agar asam dapat mengendapkan alginat, sambil diaduk sampai terbentuk endapan asam alginat (Yunizal, 2004). Endapan asam alginat selanjutnya dipisahkan dari larutannya melalui penyaringan.

b. Pembentukan natrium alginat

Untuk pembentukan natrium alginat, asam alginat yang telah terbentuk ditambahkan larutan alkali yang mengandung ion Na+ seperti NaOH. Tujuan dari pembentukan natrium alginat adalah mendapatkan alginat dalam bentuk yang stabil. Pertukaran ion H+ dengan ion Na+ berjalan lambat. Proses penetralan homogen ini tidak mudah karena tergantung bagaimana alkali dapat melakukan penetrasi terhadap partikel asam alginat dengan baik. c. Penarikan natrium alginat

Penarikan natrium alginat yang berasal dari larutan natrium alginat yang telah terbentuk dapat dilakukan dengan menggunakan alkohol. Alkohol yang biasa digunakan adalah metanol atau isopropanol. Natrium alginat 1% mulai menunjukkan pemisahan dalam larutan 10% isopropanol.

9. Pengeringan

Pengeringan dilakukan dengan mengeringkan natrium alginat dalam oven pada suhu 40-50oC sampai berat kering natrium alginat stabil. Pengeringan


(32)

adalah suatu metode untuk mengurangi kandungan air dalam bahan pangan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengeringan yaitu sifat fisik-kimia produk, media perantara panas atau wadah, sifat fisik alat pengering dan karakteristik alat pengering. Produk makanan mengalami periode kecepatan pengeringan konstan dengan awal yang cepat diikuti oleh periode kecepatan pengeringan menurun yang lebih lamban. Selama periode konstan, air menguap dari permukaan dengan kecepatan yang tergantung pada kondisi pengeringan, tetapi setelah keadaan kritis tercapai, air yang menguap akan berdifusi dari dalam bahan pangan (Santosa, 1988).

Setelah kandungan air yang terdapat dalam larutan natrium alginat tertarik keluar kemudian natrium alginat digiling sehingga membentuk tepung (Sekarasih, 2000).

2.2. SERAT PANGAN

Serat adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Serat tersusun dari polisakarida non-pati seperti selulosa dan berbagai komponen tumbuhan seperti dekstrin, inulin, lignin, malam, kitin, pektin, beta-glukan, dan oligosakarida. Sedangkan definisi serat pangan menurut the

American Association of Cereal Chemist (AACC, 2001), merupakan bagian yang

dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial pada usus besar. Serat pangan tersebut meliputi pati, polisakharida, oligosakharida, lignin dan bagian tanaman lainnya.


(33)

Serat pangan biasa dibedakan menjadi serat larut dan serat tidak larut (serat kasar). Kandungan keduanya tergantung bahan pangan serta umur panen dari bahan pangan tersebut. Menurut Harland and Oberleas (2001), mutu serat pangan dapat dilihat dari komposisi komponen serat pangan, dimana komponen serat pangan terdiri dari komponen yang larut (Soluble Dietary Fiber, SDF) dan komponen yang tidak larut (Insoluble Dietary Fiber, IDF). Serat pangan yang tidak dapat larut (IDF) merupakan komponen terbesar (sekitar 70%) penyusun serat pangan total (Total

Dietary Fiber, TDF) dan sisanya (sekitar 30%) adalah komponen yang serat pangan

yang dapat larut (SDF) (Arief, 2008).

Serat yang tidak larut dalam air ada tiga macam yaitu sellulosa, hemisellulosa dan lignin membantu penyerapan air pasif, membuat feses lebih menggumpal dan mempersingkat perjalanannya di usus besar. Serat tersebut banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan. Sedangkan serat yang larut dalam air adalah pektin, musilase dan gum akan mengalami fermentasi di usus dan menghasilkan produk akhir yang biasanya memiliki efek yang baik bagi kesehatan. Serat ini juga banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran dan sereal sedang gum banyak terdapat pada aksia (Joseph, 2002).

2.2.1 Manfaat Serat pangan

Pada masa lalu, serat pangan hanya dianggap sebagai sumber energi yang tidak terpakai (non-available energi source) dan hanya mempunyai efek pencuci perut. Namun berbagai penelitian mutakhir melaporkan terdapat hubungan antara konsumsi serat dan insiden timbulnya berbagai macam penyakit diantaranya kanker usus besar, kadiovaskular dan kegemukkan


(34)

membantu mencegah sembelit, kanker, sakit pada usus besar, membantu menurunkan kadar kolesterol, mengontrol kadar gula dalam darah, mencegah wasir, membantu menurunkan berat badan dan lain-lain.

Peran utama serat dalam makanan ialah pada kemampuannya mengikat air, sellulosa dan pektin. Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk diekskresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa rendahnya kadar kolesterol dalam darah ada hubungannya dengan tingginya kandungan serat dalam makanan. Secara fisiologis, serat pangan yang larut (SDF) lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu Low Density Lipoprotein (LDL), serta meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).

Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi juga dilaporkan dapat mengurangi bobot badan. Serat pangan akan tinggal dalam saluran pencernaan dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan berkurang. Selain itu makanan yang mengandung serat yang relatif tinggi akan memberikan rasa kenyang karena komposisi karbohidrat komplek yang menghentikan nafsu makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi makanan. Makanan dengan kandungan serat kasar relatif tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung.

Singkatnya waktu transit makanan dengan kandungan serat kasar yang relatif tinggi juga dilaporkan mencegah penyakit divertikulosis karena


(35)

berkurangnya tekanan pada dinding saluran pencernaan. Serat pangan tidak larut (IDF) sangat penting peranannya dalam pencegahan disfungsi alat pencernaan seperti konstipasi (susah buang air besar), ambeien, kanker usus besar dan infeksi usus buntu (Prosky and De Vries, 1992).

2.2.2 Kebutuhan Serat Dalam Diet Harian

Pada saat ini informasi tentang konsumsi serat di Indonesia masih sangat terbatas antara lain karena daftar komposisi bahan makanan Indonesia belum mencantumkan kandungan serat. Dalam upaya memperoleh informasi tingkat konsumsi serat di Indonesia, telah dilakukan analisis tingkat konsumsi serat dengan data survei Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) yang dikumpulkan Direktorat Gizi Masyarakat, Depkes, RI (2000). Rata-rata tingkat konsumsi serat penduduk Indonesia secara umum yaitu sebesar 10.5 gram/orang/hari, baru mencapai sekitar separuh dari kecukupan serat yang dianjurkan. Kecukupan serat untuk orang dewasa berkisar antara 20 - 35 gram/hari atau 10-13 gram serat untuk setiap 1000 kal.

Belum ada patokan baku atas konsumsi serat untuk setiap orang. Anjuran biasanya ditujukan untuk kelompok tertentu. US FDA menganjurkan Total

Dietary Fiber (TDF) 25 g/2000 kalori atau 30 g/2500 kalori. The American

Cancer Society, The American Heart Association dan The American Diabetic

Association menyarankan 25-35 g fiber/hari dari berbagai bahan makanan.

Konsensus nasional pengelolaan diabetes di Indonesia menyarankan 25 g/hari bagi orang yang berisiko menderita diabetes melitus. American Academy of

Pediatrics menyarankan kebutuhan TDF sehari untuk anak adalah jumlah umur


(36)

Suplemen serat (dari minuman atau makanan serat instan) dapat dikonsumsi bila kita tidak dapat memenuhi kebutuhan serat dari makanan kita, misalnya bila kita kurang makan sayur dan buah dalam kondisi tertentu.

2.3. EFFERVESCENT

Effervescent didefinisikan sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan

gelembung gas sebagai hasil reaksi kimia dalam larutan (Mohrle, 1989). Gas yang dihasilkan pada umumnya adalah karbondioksida meskipun pada beberapa formulasi, gas yang dihasilkan adalah oksigen. Gas yang dihasilkan pada saat pelarutan

effervescent memberikan efek sparkle (rasa seperti soda). Definisi lain menyebutkan

bahwa tablet effervescent merupakan tablet yang mengandung unsur obat dalam campuran yang kering, biasanya terdiri dari natrium karbonat, asam sitrat dan asam tartrat, yang apabila ditambahkan air maka akan bereaksi dengan membebaskan gas karbondioksida sehingga menghasilkan buih (Ansel,1989).

Reaksi asam basa antara logam basa bikarbonat dan asam sitrat maupun dengan asam tartrat telah lama digunakan untuk menghasilkan sediaan farmasetika yang berbuih segera setelah dilarutkan dalam air (Ansel, 1989). Sebaiknya tablet

effervescent dilarutkan dalam air dingin agar menghasilkan CO2 yang lebih banyak.

Adapun reaksi effervescent yang terjadi antara komponen asam dan natrium bikarbonat adalah sebagai berikut :

H3C6H5O7.H2O + 3 NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4 H2O + 3 CO2

H2C4H4O6 + 2 NaHCO3 Na2C4H4O6 + 2H2O + 2CO2

Reaksi di atas menunjukkan bahwa diperlukan 3 molekul natrium bikarbonat untuk menetralkan 1 molekul asam sitrat dan 2 molekul natrium bikarbonat untuk


(37)

menetralkan 1 molekul asam tartrat. Perbandingan tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan jumlah masing-masing komponen tersebut dalam suatu formula tablet effervescent (Ansel, 1989).

Reaksi effervescent ini merupakan mekanisme desintegrasi tablet effervescent. Reaksi ini terjadi secara spontan begitu tablet effervescent dilarutkan dalam air. Reaksi effervescent ini pun dapat terjadi karena adanya sedikit air, baik yang terikat maupun yang terabsorpsi. Sebagian besar produk effervescent bersifat higroskopik dan tidak stabil dalam keadaan lembab sehingga dapat menyebabkan terjadinya reaksi

effervescent prematur yaitu reaksi effervescent yang terjadi sebelum tablet disajikan

dalam air maupun ketika tablet berada dalam kemasannya. Hal ini terjadi karena kelembaban dapat mengkatalisis terjadinya reaksi effervescent prematur yang tidak diharapkan meskipun dalam keadaan dikemas rapat (Amela, 1996).

Oleh karena itu bahan baku yang dipilih adalah dalam bentuk anhidrat atau dalam bentuk hidrat yang stabil. Penggunaan bahan baku dalam bentuk anhidrat memiliki kelebihan daripada bentuk hidrat yang stabil karena dapat berperan sebagai penyerap uap air (internal dessicant). Begitu pula kondisi pembuatan sampai pengemasannya haruslah dengan kelembaban yang rendah (Amela,1996).

Disamping kendala yang disebutkan di atas, tablet effervescent memiliki beberapa keuntungan diantaranya :

1. Lebih praktis dan mudah dibawa.

2. Cara penyajiannya lebih menarik dibandingkan tablet konvensional yaitu dengan melarutkannya dalam air dingin lalu akan timbul buih yang merupakan reaksi pelepasan CO2.

3. Dapat diberikan kepada pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan tablet atau kapsul.


(38)

4. Lebih cepat diabsorpsi.

5. Berguna untuk obat-obat yang tidak stabil jika disimpan berupa larutan, jadi dapat dibuat dalam bentuk sediaan tablet effervescent agar stabil.

6. Larutan dengan karbonasi yang dihasilkan dapat memberikan efek kesegaran dan dapat menutupi rasa lain yang tidak diinginkan.

2.3.1 Aspek Biofarmasi Tablet effervescent

Obat akan lebih cepat diabsorpsi bila diberikan dalam bentuk larutan. Meskipun cairan dari larutan obat dalam cairan lambung kadang-kadang menghasilkan endapan, namun serbuk halus dari endapan tersebut dapat larut juga dengan cepat. Kecepatan absorpsi dari suatu larutan merupakan suatu keinginan yang mendorong dibuatnya suatu produk effervescent.

Tablet effervescent lebih cepat diabsorpsi dibanding tablet konvensional dengan konsentrasi plasma yang mencapai puncak setelah 45 menit. Zat dapar sendiri tidak mempengaruhi kecepatan absorpsi tersebut. Sedangkan tablet konvensional, mempunyai kecepatan absorpsi yang lebih lambat, yaitu baru dapat mencapai konsentrasi plasma puncak setelah 90 menit.

2.3.2 Komponen Formula Tablet Effervescent

Formula suatu tablet effervescent biasanya terdiri dari : a. Zat aktif

Zat aktif yang digunakan biasanya berupa vitamin dan mineral, namun ada juga yang menggunakan parasetamol, aspirin dan obat-obatan lainnya sebagai zat aktif. Dalam penelitian ini zat aktif yang digunakan adalah alginat.


(39)

b. Komponen dasar

Komponen dasar dari suatu tablet effervescent meliputi komponen asam dan basa. Komponen asam yang diperlukan dalam reaksi

effervescent dapat diperoleh dari tiga sumber utama yaitu asam makanan,

asam anhidrida dan garam asam. Asam makanan merupakan asam yang umum digunakan pada makanan dan seringkali secara alami terdapat dalam makanan, seperti asam sitrat, asam tartarat, asam malat, asam fumarat, asam adipat dan asam suksinat. Asam anhidrida adalah bentuk anhidrida dari asam makanan (asam sitrat anhidrat). Sedangkan garam asam adalah bentuk asam yang sebagian atom hidrogennya disubtitusi oleh atom logam seperti sodium dihidrogen phosphate, garam sitrat dan NaH2PO4 (Mohrle, 1989).

Asam sitrat (H3C6H5O7) adalah asam tribasik hidroksi yang berbentuk granula atau bubuk putih, tidak berbau dan berfungsi sebagai pemberi rasa asam dan cepat larut dalam air. Asam sitrat termasuk ke dalam kelompok asidulan (senyawa asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan) yang dapat digunakan sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai (Winarno, 1992). Tujuan dari penambahan asam sitrat adalah untuk memperbaiki dan mempertahankan keasaman makanan sehingga mempunyai rasa yang diinginkan atau meningkatkan kestabilan makanan. Asam sitrat lebih banyak digunakan dalam serbuk atau tablet

effervescent karena tersedia berlimpah di alam, bentuk granula atau

serbuknya dapat diperoleh secara komersial dan harganya relatif murah dibandingkan asam makanan lainnya. Ada dua bentuk sediaan asam


(40)

sitrat di pasaran yaitu bentuk anhidrida dan bentuk monohidrida (Mohrle, 1989). Penanganan dan penyimpanan asam sitrat memerlukan perhatian khusus karena bersifat sangat higroskopis.

Sedangkan komponen basa (karbonat) yang banyak digunakan dalam formulasi effervescent baik karbonat kering maupun garam padatnya karena merupakan penghasil CO2. Contoh garam karbonat adalah NaHCO3, Na2CO3, KHCO3, K2CO3, Na-seskuikarbonat, Na-glisin karbonat, L-lisin karbonat, arginin karbonat dan CaCO3 amorf (Mohrle, 1989).

c. Pengisi

Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan untuk memperbesar volume atau meningkatkan jumlah total padatan. Biasanya pengisi yang diperlukan dalam tablet effervescent hanya sedikit karena komponen dasarnya sendiri terdapat dalam jumlah yang besar. Kebanyakan bahan pengisi merupakan bahan yang mengandung karbohidat. Pengisi yang umum digunakan antara lain : sakarum album, sorbitol instan, manitol, laktosa, dektosa dan sukrosa (Amela, 1996)

d. Pengikat

Pengikat merupakan bahan yang membantu menyatukan satu bahan dengan bahan lainnya. Bila dibandingkan dengan tablet konvensional, penggunaan pengikat dalam tablet effervescent memiliki keterbatasan. Hal tersebut bukan berarti pengikat tidak diperlukan, namun hal tersebut diakibatkan aksi pengikat itu sendiri. Beberapa pengikat, walaupun larut dalam air, namun dapat memperlambat waktu hancur tablet effervescent. Pengikat seperti gum selulosa, gelatin, pasta amilum, tidak dapat


(41)

digunakan karena kelarutannya yang rendah dan memiliki kadar air yang tinggi. Pengikat kering seperti laktosa, dekstrosa dan manitol dapat digunakan namun biasanya tidak efektif dalam kadar yang rendah yang diperbolehkan dalam tablet effervescent karena dikaitkan dengan waktu hancur tablet. Polyvinylpirolidone (PVP) merupakan pengikat yang efektif, biasanya dibasahi dengan cairan granulasi seperti isopropanol atau etanol. Air pun digunakan selain sebagai pelarut, dapat juga digunakan sebagai pengikat. Namun penggunaannya harus hati-hati dan dikontrol agar tidak terjadi reaksi effervescent prematur (Mohrle, 1989). e. Pelincir

Beberapa pelincir dapat efektif pada konsentrasi tertentu namun pada konsentrasi yang sama dapat juga menghambat desintegrasi tablet

effervescent (Mohrle, 1989). NaCl pun dapat digunakan sebagai pelincir.

Walaupun higroskopik, namun NaCl dapat mempertegas rasa dalam formula tablet effervescent dan dapat menurunkan pH apabila zat aktif yang digunakan bersifat asam.

f. Pemanis

Tujuan penggunaan pemanis adalah untuk memperbaiki rasa

(Flavor), memperbaiki tekstur bahan, meningkatkan mouth feell (Dewi,

1987). Penggunaan pemanis dibatasi dengan adanya peraturan kesehatan, oleh karena itu perlu pemilihan pemanis dan konsentrasi penggunaanya yang diperbolehkan sehingga benar-benar aman bagi kesehatan. Pemanis yang dapat digunakan yaitu sorbitol, aspartam dan sukrosa.


(42)

Pengharum yang digunakan dalam tablet sebaiknya berbentuk serbuk kering dan harus larut air (Swarbrick and Boylan, 1992).

h. Pewarna

Pewarna yang digunakan juga harus larut dalam air, namun warna tersebut dapat berubah dengan adanya perubahan pH (Swarbrick and Boylan, 1992).

2.3.3 Pembuatan dan Pengemasan Effervescent

Pembuatan effervescent memerlukan kondisi lingkungan yang khusus, yaitu ruangan ber-RH (relative humidity) maksimal 25% dan bertemperatur maksimal 250C yang dimaksudkan untuk menjaga kestabilan produk

effervescent. Namun ada juga pabrik yang melakukan produksinya dalam area

dengan kelembaban normal namun campuran akhirnya disimpan dalam area dengan kelembaban rendah, begitu pula pencetakan dan pengemasannya (Swarbrick dan Boylan, 1992). Pada RH dan temperatur yang lebih tinggi, sediaan effervescent bersifat kurang stabil karena dapat menyerap uap air dari lingkungan sehingga dapat memicu terjadinya reaksi effervescing yang tidak dikehendaki (Mohrle, 1989).

Semua bahan kering yang akan digunakan dilewati ayakan 50 mesh untuk memantapkan keseragaman atau meratakan pencampuran. Setelah proses pencampuran selesai, produk serbuk effervescent segera dikemas primer dengan kemasan yang hermetis (kedap uap air dan gas), misalnya dengan alumunium foil berlapis polietilen supaya dapat dikelim (sealing). Setelah dikemas primer, penyimpanan produk effervescent dapat dilakukan pada ruangan bertemperatur dan ber-RH rendah (Mohrle, 1989).


(43)

Metode cetak langsung merupakan cara pembuatan tablet yang paling sederhana dibandingkan cara pembuatan lainnya. Metode ini yang banyak digunakan dalam produksi tablet effervescent. Namun keberhasilan metode cetak langsung ini tergantung pada karakteristik zat aktif tablet dan zat pembantu dalam formula. Pemilihan bahan baku yang cocok sangat penting dalam metode ini (Mohrle, 1989).

Tablet effervescent harus memiliki kelarutan yang baik, yaitu satu sampai dua menit. Oleh karena itu bahan-bahan pembuat tablet harus bersifat sangat larut air. Hal lain yang juga penting adalah kekerasan tablet. Semakin keras tablet maka waktu larut akan semakin lama, hal ini disebabkan karena tekanan kompresi yang terlalu besar sehinggga tablet terlalu padat.

2.3.4 Nilai Tambah Minuman Effervescent

Bentuk minuman instant dalam bentuk sediaan effervescent mempunyai kelebihan dibandingkan dengan bentuk minuman ringan lainnya diantaranya adalah dari segi kepraktisan dan kemudahan dalam penanganannya. Hal ini tentu saja harus ditunjang dengan desain kemasan yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menjaga produk minuman instant effervescent agar tidak mudah kontak dengan uap air. Kadar air produk harus dijaga tetap rendah sehingga reaksi effervescing tidak terjadi sebelum produk dilarutkan. Desain kemasan yang tepat akan memberikan nilai tambah lainnya yaitu umur simpan yang lebih lama sehingga memungkinkan untuk melakukan penyimpanan dalam jumlah besar untuk distribusi jangka panjang.


(44)

Masalah utama produk tablet effervescent yaitu hilangnya reaktivitas seiring dengan waktu yang disebabkan terjadinya reaksi prematur. Produk

effervescent tidak stabil dalam keadaan lembab. Sebagian besar produk

effervescent bersifat higroskopik. Oleh karena itulah maka produk ini dapat

dengan mudah mengabsorpsi uap lembab yang dapat mengkatalisis terjadinya reaksi effervescent prematur yang tidak diharapkan jika produk ini tidak dikemas dengan baik.

Tablet effervescent dapat stabil bila sebagian natrium bikarbonat berubah menjadi bentuk karbonatnya. Kestabilan tersebut dapat dicapai apabila 2-10% bobot bikarbonatnya berubah menjadi karbonat. Hal tersebut dapat dicapai dengan memanaskan NaHCO3 selama 45 menit pada suhu 100oC (Amela, 1996). Temperatur maksimum untuk pengeringan harus diperhatikan karena pengeringan yang terlalu lama pada temperatur yang tinggi akan menyebabkan terjadinya peruraian nartium bikarbonat sehingga akan terjadi kehilangan CO2.

2NaHCO3 Na2CO3 + H2O + CO2

Sedangkan penambahan natrium karbonatnya sendiri belum tentu dapat menstabilkan tablet effervescent. Pemanasan bikarbonat dapat memberikan efek penstabil karena pemanasan tersebut menyebabkan distribusi karbonat yang homogen pada permukaan bikarbonat, dengan demikian efisiensi air akan lebih besar. Pembentukan bikarbonat yang berasal dari pemutusan kristal bikarbonat akan lebih halus dibandingkan dengan penambahan kristal natrium karbonatnya sendiri.

Pengukuran susut pengeringan dan kadar CO2, menunjukkan bahwa RH < 30% pada 20oC – 30oC merupakan kondisi yang aman bagi kestabilan tablet


(45)

disolusi tablet pun tidak akan terpengaruh selama tablet disimpan pada RH 15% dan temperatur 20oC. Sedangkan semakin tinggi kelembaban dan temperatur maka semakin lama pula kekuatan hancur dan waktu disolusinya. Tekanan pencetakan dan kondisi pembuatan bukanlah merupakan faktor penentu apabila bahan-bahan yang digunakan dalam tablet effervescent bersifat non higroskopik. (Swarbrick and Boylan, 1992).


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Produk Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jalan K.S Tubun, Petamburan VI, Slipi, Jakarta. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2007 hingga Januari 2008. Untuk analisa kandungan serat pangan dilakukan di Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan yang digunakan untuk ekstraksi, yaitu: kompor, dandang double jaket, wadah plastik besar, pengaduk kayu, penyaring vibrator, oven, termometer, blender, grinding

mill dan alumunium foil. Peralatan untuk analisa kualitas alginat dan evaluasi

mutu tablet, yaitu: alat-alat gelas, oven, tanur, penangas air, stopwatch, saringan dan desikator. Sedangkan instrumen yang digunakan antara lain timbangan analitik Adventurer, pH meter Thermo orion 420 atau kertas pH, Brookfield

viscometer, Spektrofotometer Infra Merah Perkin Elmer spectrum one.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku dan bahan pembantu. Bahan baku adalah alga coklat spesies Sargassum


(47)

filipendula yang diperoleh dari perairan Binuangen, Banten dengan panjang talus 51 – 60 cm. Alginat komersial digunakan sebagai pembanding diperoleh dari toko kimia Setiaguna, Bogor. Sedangkan bahan tambahan yang digunakan untuk ekstraksi alginat adalah asam klorida 1% dan 10%, natrium karbonat, natrium hipoklorida, natrium hidroksida 10%, isopropil alkohol 95%. Bahan pembuat tablet effervescent adalah sukrosa, NaHCO3, asam sitrat, asam tartrat, tartrazine, orange essence dan NaCl, sedangkan bahan untuk analisa kualitas alginat dan mutu tablet effervescent adalah buffer Na2PO4, enzim Termamyl, pepsin, pankreatin, etanol 78% dan 95%, aseton dan serbuk KBr.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengambilan sampel

Rumput laut coklat ( Sargassum filipendula ) diperoleh dari perairan Binuangen, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dengan ukuran panjang talus (51-60 cm). Rumput laut dibersihkan dari pasir, batu dan kotoran lain, dicuci dan dijemur sampai kering.

3.3.2 Ekstraksi Natrium Alginat (Metode Murdinah et al, 2005)

Rumput laut coklat yang telah dikeringkan ditimbang + 2 Kg, lalu direndam dalam air ± 30 menit, dicuci untuk menghilangkan kotoran dan konstituen lain seperti garam, manitol dan laminar. Kemudian direndam dalam larutan HCl 1% selama 1 jam pada suhu kamar (30-350C) untuk membebaskan garam mineral, kemudian dicuci kembali. Ekstraksi natrium alginat dilakukan dengan merebus rumput laut dalam Na2CO3 2%, dihancurkan, dipanaskan selama 2 jam pada suhu 60 - 700C. Setelah perebusan kemudian disaring dengan saringan bergetar (vibrator). Filtrat yang diperoleh dipucatkan dengan


(48)

menggunakan NaOCl sambil diaduk. Pembentukan asam alginat dilakukan dengan menggunakan HCl 10% (pH< 3) dan kemudian dicuci. Pembentukan natrium alginat dilakukan dengan menambah larutan natrium hidroksida 10% (pH < 9). Pemurnian natrium alginat dilakukan dengan menggunakan isopropanol 95%. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 400C dan digiling menggunakan grinding mill untuk mendapatkan tepung natrium alginat.

3.3.3 Prosedur Analisis Alginat a. Rendemen

Rendemen natrium alginat dihitung berdasarkan berat kering rumput laut.

Rendemen = berat kering natrium alginat X 100% berat kering rumput laut

b. Kadar air (AOAC, 1999).

Penetapan kadar air dilakukan secara gravimetri. Prinsip dari metode ini adalah menguapkan air dalam natrium alginat pada suhu 1050C dalam oven sampai bobot konstan.

Sebanyak satu gram contoh alginat dimasukkan ke dalam cawan porselin yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 103± 2 oC sampai beratnya konstan. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar air alginat dihitung dengan menggunakan persamaan :

100% W

W W (%) Air Kadar

1 2 1− ×

=

Keterangan: W1 = Berat contoh (gram)


(49)

c. Kadar abu (AOAC, 1999).

Cawan porselin yang berisi sampel alginat dari penentuan kadar air digunakan untuk menetapkan kadar abu. Cawan dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu ± 750 oC selama 6 jam. Kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu sampel alginat dihitung dengan menggunakan persamaan:

100% (g)

Contoh Berat

(g) Abu Berat (%)

Abu

Kadar = ×

d. Viskositas (Cottrel & Kovacs, 1980)

Sampel alginat dibuat dalam bentuk larutan 1,5% kemudian dipanaskan pada suhu 800C sambil di aduk menggunakan stirer hingga larutan homogen. Kemudian pengukuran viskositas dilakukan pada suhu 250C menggunakan viscometer Brookfield dengan menggunakan spindel nomor 2 dan kecepatan 60 rpm. Angka yang terbaca dikalikan dengan 5 (faktor koreksi). Viskositas larutan dihitung dalam satuan centripoise

(Cps).

e. pH Larutan Alginat

Dibuat larutan tepung alginat 1,5% kemudian dipanaskan pada suhu 800C sambil di aduk menggunakan stirer hingga larutan homogen. kemudian didinginkan dan dibaca pH larutan menggunakan pH meter.

f. Analisis Kadar Serat Pangan Metode Enzimatik (Asp et al, 1984)


(50)

Analisis serat pangan meliputi homogenisasi dan liofilisasi. Prosedur analisisnya antara lain; sampel digiling dengan penambahan petroleum eter pada suhu kamar selama 15 menit (40 ml petroleum eter per gram sampel). Lalu ditimbang 1 g sampel dan dimasukan ke dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 25 ml 0.1 M buffer Na2PO4 pH 6 dan diaduk merata. Enzim Termamyl ditambahkan 0.1 ml dan erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil. Lalu diinkubasi di dalam penangas air pada suhu 1000C selama 15 menit. Campuran dibiarkan dingin dan ditambahkan 20 ml air destilata, diatur pH menjadi 1.5 menggunakan HCl. Kemudian ditambahkan 100 mg Pepsin, erlenmeyer ditutup dan diinkubasi di dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama 60 menit. Setelah itu 20 ml air destilata ditambahkan dan atur pH menjadi 6.8 menggunakan NaOH. Sebanyak 100mg Pankreatin ditambahkan, erlenmeyer ditutup dan diinkubasi di dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama 60 menit. Lalu pH diatur menggunakan HCl. Campuran kemudian disaring menggunakan crucible (porosity 2) yang telah diketahui beratnya dan mengandung 0.5 celite kering, lalu dibilas dengan 2x10 ml air destilata.

ƒ Residu (serat yang tidak larut)

Dari prosedur di atas, selanjutnya residu (serat yang tidak larut) dibilas dengan 2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml aseton. Kemudian dikeringkan pada suhu 1050C sampai mencapai berat konstan (semalam). Lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D1). Selanjutnya diabukan pada suhu 5500C selama 5 jam. Lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (I1).


(51)

Volume filtrat diatur menjadi 100 ml. Selanjutnya 400 ml etanol 95% hangat (600C) ditambahkan dan dibiarkan mengendap selama 1 jam. Larutan disaring menggunakan crucible (porosity 2) yang telah diketahui beratnya dan mengandung 0.5 celite kering. Serat yang larut dibilas dengan 2x10 ml etanol 78%, 2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml aseton. Kemudian dikeringkan pada suhu 1050C selama semalam. Lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2). Selanjutnya diabukan pada suhu 5500C selama 5 jam. Lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (I2).

Blanko untuk serat yang tidak larut dan serat larut diperoleh melalui cara yang sama dengan prosedur untuk sampel, tapi tanpa sampel (B1 dan B2).

Perhitungan:

% serat pangan tidak larut = D1 − I1 − B1 x 100

W

% serat pangan larut = D2 − I2 − B2 x 100 W

% serat pangan total = D − I − B x 100 W

Keterangan:

W = berat sampel (g)

D = berat setelah pengeringan (g) I = berat setelah pengabuan (g) B = berat blanko bebas abu (g)

g. Analisis Kadar Kemurnian Alginat dengan teknik cakram KBr (Santos, 1983).

Kemurnian natrium alginat dianalisis dengan menggunakan FTIR dengan teknik cakram KBr. Prosedur analisisnya adalah sebagai berikut : 2 mg sampel digerus dan dicampurkan dengan 200 mg serbuk KBr kering


(52)

dengan lumping agate atau ”vibrating ball mill” hingga benar-benar homogen. Setelah itu campuran tersebut dimasukkan ke dalam pencetak khusus menggunakan spatula mikro, pencetak dihubungkan dengan pompa vakum selama 10 menit kemudian dipress dengan berat tekan hingga 7000 ton selama 15 menit. Tekanan dan vakum dilepaskan lalu cakram KBr dikeluarkan. Cakram KBr dimasukkan kedalam dick holder kemudian direkam spektrum dari natrium alginat dengan Spekrophotometer Infra

Merah.

Spectrophotometer yang digunakan adalah Spektrophotometer Infra Merah IR-408, dengan frekuensi berkisar antara 4000 cm-1 sampai 400 cm -1

. Perhitungan derajat deasetilasi dilakukan berdasarkan metode base line

yang ditemukan oleh Moore dan Robert (1980) (Bastaman,1989). Perhitungan nilai absorbansi dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

A = Log ( 1/T ) A = Nilai absorban T = Nilai Transmitasi

Nilai derajat deasetilasi ditentukan berdasarkan perbandingan nilai absorban pada 1655 cm-1 dengan nilai absorban pada 3450 cm-1:

% N deasetilasi = 1 – ( A1655 x 1 ) A3450 1.33

Kadar kemurnian dihitung berdasarkan perbandingan nilai derajat deasetilasi natrium alginat yang dihasilkan dengan derajat deasetilasi natrium alginat standar (Bastaman,1989).


(53)

3.3.4 Pembuatan Tablet Effervescent

Perlakuan yang digunakan dalam formulasi tablet effervescent adalah kombinasi dari konsentrasi alginat dengan sukrosa, yang terdiri atas lima formulasi, dengan perbandingan komposisi bahan sebagai berikut :

Tabel 2. Formula Tablet Effervescent

* Variabel bebas formula tablet effervescent

3.3.5 Evaluasi tablet Effervescent

1. Keseragaman bobot (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)

20 tablet ditimbang satu per satu kemudian ditentukan bobot rata-ratanya. Tidak boleh lebih dari 2 tablet yang mempunyai penyimpangan bobot lebih besar dari 5% dari bobot tablet rata-rata dan tidak boleh terdapat 1 tablet pun yang mempunyai penyimpangan bobot lebih besar dari 10% dari bobot rata-rata.

Formula Bahan

F1 F2 F3 F4 F5

Alginat (%) * 15 20 25 30 35

Sukrosa (%) * 32,5 27,5 22,5 17,5 12,5

Natrium bikarbonat (%) 25,5 25,5 25,5 25,5 25,5

Asam Tartarat (%) 9,14 9,14 9,14 9,14 9,14

Asam Sitrat (%) 13,47 13,47 13,47 13,47 13,47

Magnesium Stearat (%) 1 1 1 1 1

Aerosil (%) 1 1 1 1 1

Tartrazine (%) 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19

Flavor Orange (%) 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20


(54)

2. Waktu larut tablet (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995)

Waktu larut effervescent merupakan mekanisme desintergasi tablet

effervescent. Waktu larut effervescent ditentukan dengan

mencelupkan satu tablet effervescent dalam gelas beker yang berisi 200 mL air. Waktu larut effervescent dihitung dengan stopwatch mulai dari tablet dijatuhkan sampai tablet larut membentuk larutan yang jernih tanpa partikel kecil apapun. Waktu larut effervescent

biasanya berlangsung selama 1-2 menit. 3. pH larutan

Tablet effervescent dimasukkan ke dalam 200 mL air suling. Setelah larutan tersebut jernih pada akhir reaksi effervescent, kemudian pH larutan diukur dengan menggunakan pH meter. 4. Viskositas (Cottrel & Kovacs, 1980)

Tablet effervescent dimasukkan ke dalam 200 mL air suling. setelah itu larutan tersebut dibaca viskositasnya menggunakan

viscometer Brookfield dengan menggunakan spindel nomor 2 dan

kecepatan 60 rpm. Angka yang terbaca dikalikan dengan 5 (faktor koreksi). Viskositas larutan dihitung dalam satuan centripoise

(Cps).


(55)

Analisis data secara statistik dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap satu arah dengan dua kali ulangan (Hanafiah, 2003).


(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rendemen Alginat Hasil Percobaan

Hasil ekstraksi alginat dari Sargassum fillipendula dengan panjang talus (51-60 cm) dengan empat kali pengulangan menghasilkan nilai rata-rata rendemen natrium alginat berkisar antara 21% sampai 34% (Gambar 4). Rendemen natrium alginat menunjukkan jumlah alginat yang terekstrak dari alga cokelat yang berikatan dengan ion natrium.

15 25 35

1 2 3 4

Pengulangan Ekstraksi

%

r

en

d

em

en

Gambar 4. Rendemen Na-alginat

Rendahnya rendemen alginat ulangan kedua dan keempat dapat disebabkan oleh tingkat kekentalan filtrat dari hasil penyaringan yang tidak sempurna dan Isopropanol yang tidak dapat menarik alginat dengan baik karena teknik pengadukan yang kurang sempurna.

Keempat hasil ulangan ekstraksi alginat yang telah dihomogenkan kemudian dilakukan pengujian kualitas alginat dan dibandingkan dengan kualitas alginat komersial yang meliputi kadar air, kadar abu, viskositas, pH, kadar serat pangan dan kemurnian alginat.


(57)

4.2 Analisa Kualitas Alginat

Analisa kualitas alginat percobaan dan alginat komersial yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, viskositas, pH, kadar serat pangan dan kemurnian.

a. Sifat Fisika dan Kimia Alginat

Tabel 3. Sifat fisika dan kimia alginat percobaan dan alginat komersial Parameter Alginat

percobaan

Alginat komersial

Food Chemical Codex (FCC)

Kadar Air (%) 12,45 9,19 < 15

Kadar Abu (%) 23,27 22,60 18 - 27

Viskositas (cPs) 670,67 4260

pH 7,28 5,78

Serat pangan

a. Serat pangan larut (%) b. Serat pangan

tidak larut (%)

9,38 59,20

Kemurnian (%) 73,38 50,23 90,8 - 106

Berdasarkan hasil analisa kualitas alginat seperti pada Tabel 3, terlihat bahwa nilai kadar air dan kadar abu masih memenuhi standar Food Chemical Codex (FCC), kecuali untuk kemurniannya tidak memenuhi standar Food Chemical Codex (FCC). Kadar air suatu produk sangat penting karena terkait dengan daya simpan produk dan kualitasnya. Kadar air hidrokoloid rata-rata diinginkan di bawah 20% untuk standar pasar internasional. Sama halnya dengan kadar air, kadar abu juga penting diketahui karena menentukan tingkat kemurnian produk dari komponen yang tidak dikehendaki.

Perbedaan nilai viskositas yang dihasilkan dari alginat percobaan dengan viskositas alginat komersial dapat disebabkan oleh perbedaan jenis


(58)

rumput laut yang diekstrak, dimana bila sebagian besar alginat yang terekstrak berbobot molekul tinggi (berantai panjang) maka natrium alginat yang dihasilkan akan mempunyai viskositas yang lebih tinggi, dan sebaliknya (Karsini,1993). Viskositas alginat percobaan yang cenderung rendah dibandingkan dengan alginat komersial juga diduga dipengaruhi oleh nilai pH, nilai pH alginat hasil percobaan adalah sebesar 7,28 sedangkan nilai pH alginat komersial sebesar 5,78. Hal ini diperkuat oleh Cottrel dan Kovacs (1980) yang mengamati hubungan pH terhadap viskositas alginat. Alginat viskositasnya meningkat pada pH < 6 dan tidak stabil pada pH sekitar 10.

Viskositas merupakan salah satu sifat yang sangat penting dari alginat. Sifat ini pula yang sering dijadikan sebagai ukuran kualitas alginat yang ditawarkan dalam dunia perdagangan, karena pada umumnya alginat digunakan sebagai bahan pengental dan penstabil. Standar viskositas alginat menurut Winarno (1996) adalah 10-5000 cPs (dalam 1% larutan alginat, 250C), sehingga alginat hasil percobaan maupun alginat komersial memenuhi standar perdagangan yang dapat diperjual belikan.

Serat pangan termasuk dalam golongan karbohidrat yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin dan gum. Analisa kandungan serat yang dilakukan pada alginat percobaan menunjukkan kadar serat pangan yang larut adalah sebesar 9,38% dan serat pangan yang tidak larut sebesar 59,20%. Menurut Arief (2008) serat pangan yang tidak dapat larut (IDF) merupakan komponen terbesar (sekitar 70%) penyusun serat pangan total (Total Dietary

Fiber, TDF) dan sisanya (sekitar 30%) adalah komponen yang serat pangan

yang dapat larut (SDF). Serat larut air yang terdapat dalam alginat dapat berupa pektin yang merupakan turunan dari gula yang biasa terdapat pada


(59)

tanaman, namun jumlahnya kecil dibandingkan dengan karbohidrat lain. Pektin dibentuk oleh satuan-satuan gula dan asam galakturonat yang lebih banyak dari pada gula sederhana, larut dalam air terutama air panas, sedangkan dalam bentuk larutan koloid akan berbentuk pasta. Sedangkan serat yang tidak larut dimungkinkan berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin.

Serat alginat ketika larut dalam air membentuk kisi-kisi seperti jala yang mampu mengikat banyak molekul air. Hal ini menyebabkan larutan alginat sangat baik digunakan untuk minuman kesehatan, diantaranya dapat membantu mencegah sembelit, kanker, sakit pada usus besar, menurunkan kadar kolesterol secara efektif, mengontrol kadar gula dalam darah, mencegah wasir, membantu menurunkan berat badan dan lain-lain (Yunizal, 2004)

b. Kemurnian alginat

Gambar 5. Pola serapan infra merah alginat percobaan dan alginat komersial

Ket : Alginat Komersial Alginat Percobaan

Untuk menentukan tingkat kemurnian alginat dilakukan analisa Spektroscopy Infra Merah dengan alat FTIR dengan teknik cakram KBr.

4000,0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450,0

22,2 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 76,1 cm-1 3455,87;33,81 1637,18;55,65 1384,65;61,47 1111,20;40,70 618,65;48,68 3433,34;25,20 2926,31;50,17 1614,23;29,93 1417,08;35,97 1317,85;46,32 1095,11;32,74 1031,00;28,78 947,51;46,15 903,54;51,99 816,61;45,60 %T


(60)

Tingkat kemurnian alginat percobaan dan alginat komersial didapat dari perbandingan nilai derajat deasetilasi alginat sampel dengan nilai derajat deasetilasi alginat standar (Bastaman,1989). Nilai derajat deasetilasi ditentukan berdasarkan perbandingan nilai absorban pada 1655 cm-1 dengan nilai absorban pada 3450 cm-1.

Berdasarkan hasil analisis FTIR untuk sampel alginat percobaan menunjukkan adanya gugus fungsi OH (H-bonded) pada bilangan gelombang 3433.34 cm-1, CH alifatik pada 2926.31 cm-1, C=O karboksilik pada bilangan gelombang 1614 cm-1, CH pada 1417.08 cm-1, CH pada 1317.85 cm-1 dan pada bilangan gelombang dari 650 – 1200 cm-1 terdapat alifatik siklik C, C-O, C-O-C seperti (CH3) pada metil pada 947.51 cm-1 dan (CH3) pada etil pada bilangan gelombang 903.54 cm-1. Pada alginat komersial, gugus fungsi yang ditemukan tidak selengkap alginat percobaan dimana gugus fungsi yang terdapat hanya OH pada bilangan gelombang 3455.87 cm-1, C=O karboksilik pada 1637.18 cm-1, CH pada 1384.65 cm-1 dan C-O pada 1111.20 cm-1.

Kadar kemurnian dihitung berdasarkan perbandingan nilai derajat deasetilasi natrium alginat yang dihasilkan dengan derajat deasetilasi natrium alginat standar (Bastaman,1989). Kadar kemurnian sampel alginat yang dihasilkan dengan menggunakan standar Cina yaitu sebesar 73.38 % untuk alginat percobaan sedangkan untuk alginat komersial sebesar 50.23%. Perbedaan kadar kemurnian alginat percobaan dengan alginat komersial disebabkan oleh pemucatan pigmen-pigmen yang teroksidasi dan terdegradasi sehingga produk yang dihasilkan semakin murni maka kadar alginat akan semakin tinggi (Yunizal, 2004). Namun demikian, baik alginat percobaan


(61)

maupun alginat komersial tidak memenuhi standar kemurnian FCC yaitu sebesar 90.8 – 106%.

4.3 Evaluasi tablet effervescent

a. Keseragaman bobot

Volume bahan yang diisikan ke dalam cetakan yang akan ditekan menentukan berat tablet yang dihasilkan. Volume bahan yang diisikan (granul atau serbuk) yang masuk ke dalam cetakan harus disesuaikan dengan beberapa tablet yang telah lebih dahulu dicetak agar tercapai berat tablet yang seragam. Penyesuaian diperlukan karena formula tablet tergantung pada berat tablet yang akan dibuat.

Tablet yang diuji dalam keseragaman bobot sebanyak 20 tablet untuk setiap formulasi, diperoleh nilai rata-rata antara 4,5921 ± 0,005 g – 4.5977 ± 0,018 g , sedangkan bobot teoritis yang dikehendaki adalah 4,600 g.

Tabel 4. Keseragaman bobot tablet effervescent

Formula Keseragaman bobot

F1 4,5937 + 0,0053 g

F2 4,5921 + 0,0050 g

F3 4,5957 + 0,0039 g

F4 4,5977 + 0,0180 g

F5 4,5969 + 0,0040 g

Persyaratan keseragaman bobot yang terdapat pada Farmakope Indonesia yaitu tidak boleh lebih dari 2 tablet yang mempunyai penyimpangan bobot lebih besar dari 5% dari bobot rata-rata dan tidak boleh terdapat 1 tablet pun yang mempunyai penyimpangan bobot lebih dari 10 % dari bobot rata-rata. Jadi penyimpangan bobot yang masih diperbolehkan yaitu tidak kurang dari


(62)

4,1329 g dan tidak lebih dari 5,0513 g. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa hasil keseragaman bobot untuk semua formula masih memenuhi persyaratan tersebut.

b. Waktu larut

Waktu larut tablet effervescent merupakan parameter yang paling penting karena dalam sistem effervescent hal yang utama adalah efek visual pada saat peleburan dan munculnya proses karbonasi tablet di dalam larutan. Waktu larut dari produk diamati dengan mengukur waktu yang diperlukan oleh tablet mulai saat dimasukkan ke dalam air sampai reaksi effervescing selesai.

Hasil pemeriksaan waktu larut pada kelima formulasi menunjukkan bahwa waktu larut masih diatas rata-rata (138.5 – 239 detik). Berdasarkan hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa formulasi alginat : sukrosa dalam tablet effervescent memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap waktu larut tablet effervescent, yaitu nilai F hitung lebih besar dari F tabel.

Waktu larut tablet meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sukrosa. Hal ini dipertegas oleh Hartanto (1992), yang menyatakan bahwa sukrosa yang digunakan dalam formula tablet effervescent berfungsi sebagai pengikat dalam tablet, maka akan memperlambat daya larut tablet. Jadi waktu larut tablet effervescent yang dibuat belum memiliki rentang waktu larut yang memenuhi suatu sediaan effervescent yaitu 60 sampai 120 detik.

Untuk hasil uji lanjutan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan bahwa setiap formulasi berbeda sangat nyata, sedangkan F4-F5


(63)

0 50 100 150 200 250

F1 F2 F3 F4 F5

Formulasi Wa k tu H a nc ur ( de tik )

tidak berbeda nyata. Dari kelima formulasi dapat dipilih formula F5 dengan waktu larut tercepat.

Hal ini mungkin disebabkan oleh kepadatan tablet, karena semakin padat tablet yang dibuat, maka semakin lama waktu larut yang diperlukan. Sebaliknya bila tekanan yang digunakan kurang, maka tablet yang dihasilkan kurang kompak dan pada saat dilarutkan tidak tenggelam tetapi mengapung dipermukaan. Hal ini menyebabkan banyaknya gas yang terbuang ke udara pada saat pelarutan, sehingga mengurangi derajat karbonasi yang dihasilkan. Selain itu penampakan tablet yang dihasilkan juga rapuh dan mudah patah. Hal ini diperkuat oleh Lieberman et al., (1992), bahwa hal yang mempengaruhi kecepatan waktu larut adalah tekanan pembuatan tablet. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah kadar air bahan, apabila bahan sudah menyerap air dan reaksi efeervescent telah terjadi sebelum tablet dilarutkan, maka tablet akan sulit untuk larut. Waktu larut yang terlalu lama ini dapat diatasi dengan membuat bentuk alternatif, yaitu dalam bentuk serbuk.

.

Gambar 6. Waktu larut Tablet effervescent

c. pH larutan

pH adalah salah satu sifat fisik yang menentukan kadar keasaman dari suatu produk. Semakin rendah pH menunjukkan tingginya keasaman dari

Alginat : Sukrosa F1= 15% : 32,5% F2= 20% : 27,5% F3= 25% : 22,5% F4= 30% : 17,5% F5= 35% : 12,5%


(64)

5.60 5.70 5.80 5.90

F1 F2 F3 F4 F5

Formulasi

Ni

la

i p

H

suatu produk. Nilai pH dari suatu produk tergantung dari zat-zat yang terkandung di dalamnya selain itu konsentrasi zat juga dapat mempengaruhi nilai pH. Nilai pH akan turun apabila dalam zat-zat yang terkandung dari suatu produk bersifat asam.

Gambar 7. Nilai pH Tablet Effervescent

Hasil pemeriksaan pH larutan menunjukkan bahwa pH larutan tablet

effervescent yang dibuat memiliki pH antara 5.69 - 5.84. Hal ini sesuai

dengan rentang pH sediaan effervescent yaitu <6. Jika dilihat dari nilai pH-nya, produk minuman alginat effervescent ini termasuk dalam produk pangan berasam rendah karena nilai pH diatas 4,5.

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pada semua formulasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pH tablet

effervescent. Hasil uji lanjutan menggunakan uji BNJ menunjukkan pada

semua formulasi tidak ada perbedaan nyata kecuali pada F3-F5 dan F1-F5 berbeda nyata. Hal ini membuktikan bahwa perbedaan formula alginat : sukrosa terdapat perbedaan yang tidak signifikan, karena keasaman produk ini diakibatkan dari penambahan asam sitrat, faktor lain yang dapat

Alginat : Sukrosa F1= 15% : 32,5% F2= 20% : 27,5% F3= 25% : 22,5% F4= 30% : 17,5% F5= 35% : 12,5%


(1)

DAFTAR PUSTAKA

AACC. 2001. The Definition of Dietary Fiber. Cereal Fds. World

Anggadiredja, J., Zatnika A, Wisnu, S., Istini S dan Noor Z. 1993. Potensi dan Pemanfaatan Mikro Algae Laut. Makalah Stadium General Teknologi dan Alternetif Produk Perikanan Dalam Industri Farmasi. HIMASILKAN. Fakultas Perikanan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Anggadiredja, Setyaning Irawati, Kusniyati. 1996. Rumput Laut dalam Industri Farmasi. Jakarta : Dalam: Risalah Seminar Nasional Industri Rumput Laut Indonesia.

Anonim. 1976. Kelco Algin, Hidrophilic Derivation of Alginic Acid for Scientific Water Control, 2nd ed. New York : Kelco Division of Merk and Co

Amela, J. 1996. Effervescent tablets of ascorbic acid. Drug development and industrial pharmacy. No.22.page. 407

Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ed 5. Jakarta: UI-Press

AOAC. 1999. Official Methods of Analysis. Arlington, Virginia : Association of official Analytical Chemist, Inc.

Arief, I. 2008. Arti Penting Serat Makanan Bagi Tubuh Manusia. Artikel Nation Cardiovaskular center Harapan Kita.

Aslan. 1991. buBdi Daya Rumput Laut. Karnisius. Jakarta Aslan. 1998. Budi Daya Rumput Laut. Jakarta : Kanisius

Asp, N.G., L. Prosky., Furda L., De Vries J.W., Schweizer T.F,. and Harland B.F. 1984. Determination of total Dietary Fiber in Food and Food Product and Total Diets : Interlaboratory study. J.A.O.A.C. 67

Astawan, M. 2003. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. Artikel pada Kompas 23 Maret 2003.

Bastaman. S. 1989. Studies on Degradation and Extraction of Chittin and Chitosan from Prawn Shells. Thesis. The Departemen of Mechanical Manufacturing. Aeronautiocal and Chemical Engineering. Belfast : The Queen’s university.

Chapman, V. J and Chapman, D. J. 1980. Seaweeds and Their Uses. Ed 3. London : Chapman and Hall.


(2)

Chou, H. N and Chiang Y.M. 1976. Studies on Algin from Brown Algae of Taiwan I, Estimation Dalam Yunizal. 2004. Teknologi Ekstraksi Alginat. Jakarta : Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan.

Cottrel dan Kovacs, P. 1980. Alginates. In Davidson, R.L. (ed). Hand Book of Water Solube Gums and Resin. New York : McGraw-Hill Book Co

Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2006. Alginat yang Menyehatkan. Artikel. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.

Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dewi, S.L.S. 1987. Pemanis Nutritif dan non Nutritif. Dalam : S. Fardiaz, R. Dewanti dan S. Budijanto. Bahan Tambahan Kimia (food Additives). Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia. Gabungan Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia. Bogor : PAU, IPB

Direktorat Gizi Masyarakat. 2000. Pedoman Pemantauan Konsumsi Gizi. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Gizi Masyarakat. 1996. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Laaboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Bogor : Institut Pertanian Bogor

FAO. 1984. Food and Nutrition Paper: Spesification for Identify and Purity Thickening Agent, Anti Cacking Agent, Antimikrobial, Antioxsidants, Emulsifier. FAO Uno Rome, p: 45-47

FCC. 1981. Food Chemical Codex. Washington DC: National Academy Press

Fengel, D and Wegener, G. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Alih Bahasa : Sastoamidjodjo, H. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloids Vol II. Florida: CRC Press, Inc

Hanafiah, K.A. 2003. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT. Persada.

Harlan, B.F. and Oberleas D. 2001. Effects of Dietary Fiber and Phytate on the Homeostatis and Bioavailability of Minerals. CRC Handbook of Dietary Fiber in Human Nutrition, 3rd Ed, G.A. Spiller, edCRC Press, Boca Raton.

Hartanto, I. 1992. Pembuatan Flavored Beverage Effervescent. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Joseph, G. 2002. Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita. Makalah falsafah sains (PPS 702), Program Pasca Sarjana. Bogor : IPB


(3)

Kadi, A., dan Atmadja, W.S. 1988. Rumput Laut, Jenis, Reproduksi, Budidaya dan Pasca Panen. Seri Sumber Daya Alam No.141. Jakarta: Puslitbang Oceonologi LIPI

Karsini. 1993. Ekstraksi Natrium Alginat dari Algae Coklat Jenis Hormophysa triquetra. Majalah Kimia.

King, A.H. 1983. Brown Seaweed Extracts (Alginates). In: M. Glickman. Food Hydrocolloids. Vol II. CRC Press Inc; Bocaaraton Florida. Hal. 115-182.

Klose, R.E., and M. Glicksman. 1972. Gums. Dalam Furia T.E. (Ed) Handbook of Food Additives, 2nd ed. Volume 1 .Dalam Yunizal. 2004. Teknologi Ekstraksi Alginat. Jakarta : Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan.

Lanchman, L. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. jilid II. Jakarta : UI-Press Lieberman, H.A., L.Lachman, J.B. Schwartz. 1992. Pharmaceutical Dosage Forms

Vol I. New York : Marcel Dekker Inc

Littlecoltt, G.W. 1982. Food Gels the Role of Alginates. Food Tech. in Australia McHugh, D.J. 1987. Production, Properties and uses of Alginates. Dalam D.J

Mchugh (ed). Production and Utilization of Produc form Commercial Seaweed. FAO Fisheries Technical Paper. Food and Agriculture organization of The United Nation. Rome

Merck Index. 1976. An Encyclopedia of Chemical and Drugs. Rodway, USA: Merck and Co. Inc

Mohrle, R. 1989. Effervescent Tablets. Dalam Pharmaceutical Dossage Forms: Tablets, Vol.1,2nd. H.A.Lieberman, L Lachman dan J.B.Schwartz. New York : Marcel Dekker Inc

Murdinah. Sri, A. Hari, E.I. Rosmawaty, P. Subaryono. Darmawan M,. Sinurat, E. Dina, F . 2005. Laporan Teknis Pemanfaatan Mikro dan Makroalgae. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Nainggolan, O,. dan Adimunca, C. 2005. Diet Sehat untuk Serat. Jurnal Cermin

Kedokteran No.147

Onsoyen, E. 1992. Alginates. In: Thickening and Gelling Agent for Food. 2nd ed. Gaithersburg, Maryland : Aspen Publishers, Inc

Pervical, E. 1970. Algae Polysaccharide. Dalam Yunizal. 2004. Teknologi Ekstraksi Alginat. Jakarta : Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan.


(4)

Prosky, L and J.W. De Vries. 1992. Controlling Dietary Fiber in Food Product. New York : Van Nostrand Reinhold.

Pulungan, M.H., Suprayogi, beni Yudha. 2004. MembuatEffervescent Tanaman Obat. Surabaya : Trubus Agrisarana

Santos, G.A. 1983. Infra-red determination for carragenan. Journal Marine Agronomi. Hawai University

Santosa, H. 1988. Operasi Teknik Kimia Ekstraksi. Staf pengajar jurusan teknik kimia Undip. Semarang

Sekarasih, Y. 2000. Pengaruh Konsentrasi Bahan Pemucat dan Jenis Bahan Pengendap Pada Proses Ekstraksi Rumput Laut Coklat (Sargassum Filipendula c. Agarth) Terhadap Rendemen dan Mutu Natrium Alginat. Skripsi. Bogor : Fakultas Pertanian, IPB.

Swarbricck, J and Boylan, J.C. 1992. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology Vol 6. New York : Marcel Dekker, Inc.

Taja. 1998. Menjaga Kesehatan Tubuh. Intisari

Wikanta, T. Rejeki, D.S. dan. Rahayu, L. 1996. The Content and The Physicochemical Characteristics of Alginate Extracted From Three Species of Bromn Algae. Research Institute for Marine Fisheries. Faculty of Pharmacy. Pancasila University

Wikanta, T. Khaeroni dan. Rahayu, L. 2002. Pengaruh Pemberian Natrium Alginat Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Volume 8 Nomor 6.

Wikanta, T. Nasution, R dan Rahayu, L. 2003. Pengaruh Pemberian Natrium Alginat Terhadap Penurunan Kadar Kolesterol Total Darah dan Bobot Badan Tikus. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Volume 9 Nomor 5.

Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Pustaka sinar harapan.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia.

Winarno, F.G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka sinar harapan.

Winarno, F.G., Fardiaz dan Fardiaz, D. 1973. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta : PT. Gramedia.

Yani, M. 1988. Modifikasi dan Optimasi Proses Ekstraksi dalam Rancang Bangun Proses Tepung Alginat dari Jenis Turbinia ornata. Skripsi. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.


(5)

Yunizal. 1998. Prosedur Analisa Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-hasil Perikanan. Balai Penelitian Perikanan Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta

Yunizal. 1999. Teknologi ekstraksi alginat dari rumput laut cokelat (phaeophyceae). Edisi kedua, Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.

Yunizal. 2004. Teknologi Ekstraksi Alginat. Jakarta : Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan.


(6)