commit to user
46 c. Penggelapan dalam jabatan, meliputi Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a,
huruf b, dan huruf c. d. Pemerasan, meliputi Pasal 12 huruf e, g, dan f.
e. Perbuatan curang, meliputi Pasal 7 ayat 1 huruf a, b, c, dan d, Pasal 7 ayat 2, Pasal 12 huruf h.
f. Benturan kepentingan dalam pengadaan, meliputi Pasal 12 huruf i.
g. Gratifikasi, meliputi Pasal 12 B jo. Pasal 12 C. Pembedaan pengelompokkan tersebut hanya sekedar pembedaan
penamaan saja, penggolongannya pun sama sekali tidak bersifat substantif. Jenis tindak pidana korupsi mengenai suap-menyuap seperti diatas dapat
diuraikan masing-masing sebagai berikut:
a. Tindak Pidana Korupsi Penyuapan Aktif atau Memberi Suap
Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
Tindak pidana suap aktif ini terdiri atas 2 dua bentuk seperti yang diatur dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b yang berasal dari Pasal
209 ayat 1 angka 1 dan 2 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat 1 huruf c UU No. 3 Tahun 1971 dan Pasal 5 UU No. 31 Tahun 1999,
dimana rumusannya sebagai berikut:
a. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling
sedikit Rp.50.000.000,00 lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp.250.000.000,00 dua ratus lima puluh juta rupiah
setiap orang yang: a Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b Memberi sesuatu
kepada pegawai
negeri atau
penyelenggara negarakarena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan
atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Rumusan Pasal 5 tersebut tidak lagi sama atau berbeda dengan Pasal 209 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dimana Pasal 209 unsur
commit to user
47 maksud dari perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu ditujukan
untuk menggerakkan bewegen yakni mendorong atau mempengaruhi batin orang lain in casu pegawai negeri tidak dimuat. Akan tetapi, dalam
Pasal 5 maksud bukan lagi ditujukan untuk menggerakkan pegawai negeri, tetapi ditujukan agar pegawai negeri berbuatatau tidak berbuat
sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban jabatannya. Unsur-unsur dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a adalah sebagai berikut:
1 Setiap orang; 2 Memberi atau menjanjikan sesuatu;
3 Kepada pegawai negeri; 4 Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Sedangkan unsur Pasal 5 ayat 1 huruf b adalah sebagai berikut: 1 Setiap orang;
2 Memberi sesuatu; 3 Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara;
4 Karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatan pegawai
negeri atau penyelenggara negara. Pengertian pegawai negeri hanya bersifat definitif yang diatur
dalam Pasal 1 angka 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang didefinisikan sebagai berikut:
1 Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kepegawaian;
2 Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana;
3 Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
4 Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau
commit to user
48 5 Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang
mempergunakan modal dan fasilitas dari negara atau masyarakat. Sedangan pengertian penyelenggara negara dikemukakan dalam
penjelasan Pasal 5 ayat 2 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan penyelnggara negara adalah penyelenggara negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme. Penyelenggara negara meliputi: 1 Pejabat negara pada lembaga tertinggi negara;
2 Pejabat negara pada lembaga tinggi negara; 3 Menteri;
4 Gubernur; 5 Hakim;
6 Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
7 Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Tindak Pidana Korupsi Penyuapan Aktif atau Memberi Suap