Penegakan perda DKI nomor 8 Tahun 2007 tentang prostitusi di mangga besar Jakarta Barat (analisis Hukum Islam)
PENEGAKAN PERDA DKI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG
PROSTITUSI DI MANGGA BESAR JAKARTA BARAT
( ANALISIS HUKUM ISLAM )
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
M. SOFYAN HADI
NIM: 106043201345
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
(2)
( ANALISIS HUKUM ISLAM )
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
MUHAMMAD SOFYAN HADI
106043201345
Pembimbing
Dr. JM. MUSLIMIN
150295489
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM
PRODI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(3)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
y
n
r
Penegakan Perda DKI Nomor 8 tahun 2007 Tentang
Prostitusi Di Mangga Besar Jakarta Barat ( Analisis Hukum Islam )
t
n
n
qasyah Fakultas Syariah dan
Hukum
UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tan
Jun
i 20
g
g
al 2
t
t
r
tu
sy
r
t u
n
t
r
r
r
n
y
r
(
y
)
P
r
r
t
P
e
r
n
n
zhab dan Hukum.
Jakarta, 23 Agustus 2011
Mengesahkan,
Dekan,
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 195505051982031012
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua
: Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag
(...)
NIP. 196511191998031002
Sekretaris
: Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si
(...)
NIP. 197412132003121002
Pembimbing : Dr.JM. Muslimin
(...)
NIP. 150295489
Penguji I
: Fahmi Muhammad Ahamdi, S.Ag,M.Si
(...)
NIP. 197412132003121002
Penguji II
: Dedy Nursamsi, SH, M.Hum
(...)
NIP. 19611011993031002
(4)
#$% &'%( %()'
y
'* $%' + ', '%y
-'./ '012 3, 4( 5) ( ( %( * $46 5', '% . ') (, , '4
y
' ') 7( )''y
y
'% & 8('96, '% 6 %+6, * $*$ %6 .( )'7'. )'+6 5$4)y
'4'+'% * $*5$4:7 $. &$7'4 ) 4'+' ; 8( < %( = $4) ( + ' ) ;) 7'* > $ &$4((
< ;>)
3?'4( @A( 8' ?'+677' .B', '4+'.
2.
3 $*6 ' )6 * -$4 ?' % & ) '?' &6 %', '% 8'7 '* 5$%6 7( )'% +$7'. ) '?' C '%+6 * , '%)$) 6 '( 8$%&'% , $+$%+6 ' % ?'% & - $47 ',6 8( < %(= $4) ( + ') ;) 7 '* >$ &$4(
(
< ;>)
3 ?'4( @A( 8'?'+67 7 '.B', '4+ '
.
3.
B(, ' 8(, $*6 8('% . '4( +$4-6, +( -'./' , '4 ?' ( %( -6, '% .') (7 , '4?' )' ?' '+'6*$46 5', '%.') (79 ( 57', '%8'4(,' 4?': 4'% &7 '(%D*', ') ' ?'- $4) $8( '*$%$ 4( * '
)'%,) ( ?' % & -$47',6 8( < %( = $4) ( + ') ;) 7 '* >$ &$4(
(
<;>)
3?' 4(@ A(8' ?'+677 '.B', '4+ '
.
B', '4+ '
, 23
E &6) +6)2011
(5)
v
KA
GHIE
JGA
JGH KL MNO PMQ MR
y
PST UTu
VOW UXN Ut
Q UX Q S YUVOR Ut
ZTTUY [ \ ]y
UX^t
STUY_ST O_W UYQ UX R UY_U
t,
YO V UUYy
V UX QSXO Q_Ut
U X `ay
U,
PSYOX^^ U W SXu
y
PMX V UW Ut
_SX
y
STSP UOQ UX PQ ROW POy
UX^ bSRN MV MT cd ed f g hg e cd i j g j hk e l ml i nogp q e rsst od e ogef cil u okoq uk jk mgeffg vdu gi w ghg iog
vg igo
(
gegxkuk u p qhq m kux gm)
y [ Y UTUw
Ut
V UX P UT U_ P S_ z^U PSTUTu
t
SR{
u
R UYQ UX Q SW UVU RSv
zTMPOzXSR P SNUt
O aUbO |MY U_ _UV [ Z\y bSPSRt
U P STMR MYQ ST MUR ^U
,
PUY UbU
t
VUXW UR UW SX^OQ M} X
y
UyL SX
y
MPMXUX PQ RO W PO O XOt
OV UQ _MX^QO X bO P Ut
SR PST SP UOQUX UW UbOTUt
UXW UbUX}MUX V URO bSRbU^ UO WOY UQy ~SRQU
t
W SX^zRbUX UX,
W SRY Ut
O UX P SRt
U _ z}OUPO _SR SQ U,
bUOQ P S{UR U T UX^P MX^ _UMW MX
t
OV UQ T UX^P MX^,
P QROW PO OXO V UW Ut t
SR PSTSP UOQ UXy T SYQ URSXU O
tu
,
W SXy
MPMX _SX^u
{UWQ UXu
{UW UXt
SRO_ U Q UPO Y V UX W SX^YUR^UUX U X^y
P S
t
O X^^O`t
OX^^O Xy
UQ SWUVUy LRzy Ryy |MY U_ _UV Z_OX[M_U
,
[,
|Z,
||y SQ UXUQ MTt
UP[
y
UROUYV UX MQ M_ a [
y
URO O V UUy
t
MT T UY UQ URt
U UX ^y
t
ST UY _S_O_WOX UQ MTt
UP[
y
UROUYV UXMQ M_V SX^ UXP UX^Ut
bUOQNu
^U bUXy
UQ_S_bSRO Q UXX UP SY Ut
VUXbO_ bO X^UX
Q SWUV U
_UYUPO PUUQ MT
t
UP[
y
UROUYV U XMQ M_ y
y Ry y |MY U_ _UV ] U MOQO
,
|yZ^y St
MU LRz^RU_ [t
MVO L SRbUXVO X^UX|UVY Ub V UX MQ M_
(
L|)
V UX UY_O |MY U_ _UV ZY_UVO,
[yZ^,
|yPOy[SQR S
t
UROPLRz^RU_
[
t
MVOy
UX^t
STUYt
MT MP V UX OQYTUP_STMUX^Q U X
w
UQ } MXUy
(6)
£ ¢ £
t
y
¥ ¥ £ ¢ ¤ ¥§ ¨ ¢ ©
t
ª ¥ y
w
« ¥t
©y
¦¢ ¬ ¥ y
t
¦ ¤ u
¤ ¥ ¢ ¦¢¥ ® ¢ £
u
y
¥£ ¯ ° ° £ ¥ « ¥
t
© ¦y
¢ ¬u
¥ ,
£ ° £ ¥ ±
t
y
t
¦ z
¥ ¥ ¡ ¤ ¥²¤ ¥y
¢¤ ¦ ¥ ¢ £
y
¥£ ³ ´ ¢ ¨
t
,
µ £ ¥ ¬ © ª ¢ ¢ ¶¤ ¬¡ · y
t
¦ ¤ ¥ ®
u
¦ ® , w
¥u
¢ t
¦ £ y
¢ £t
y
¥ ¢¢ t
¢¥ £ ¢ ¥t
® · ´¨ ¦¢ ¸¦®,
t
¦
t
¥ ® y
¥ £¢ ° ¥t
® © ¦ ¨y
,
© °¢y
t
¦ ¤ ¥ ¨ ¢ t
y
¹ ©
t
²t
°¬ ¥t
º»» ³ ±¶¼ ©ªy
¢y
t
¦ ¥t
,
¥¦
y
t
²t
´ ¨ ° ¤ ¢ ¬ ¥
(
°¬) y
¡ ¢
t
£ £ ¡u
¢ u
t
u
¥¦¥
t
t
¢ ¥¢¢y
t
¥t
¥ £ u
y
y
¢¤¦½ ¢ £
y
¥ £ ¦ t
¡ ¦¢ ¥ £ ¾ ¦ ¥ tu
,
¢ ¥
t
¥ y
¥¨ ¥ ª¢ ¤ ¤ £¦¥ t
¢ ¦ £¥ ° y
¤ ¦ £ ¨¥ £ ¢ £
t
¤ ªt
¥¦ y
¤ £ y
¢,
¢ y
¤ £ ¡
y
¤ ¥ £ ¥
t
,
º º»¿¿(7)
DA
ÂÃ ÄÅÆ Ç ÆÈÄÉÄÊÄËÌÍÎ ÍÉ
...
ÁÉ ÏÊÐÄÅÑÏËÒÏÇÄÈÄËÑÏÊ ÐÆÊ ÐÆË Ò
...
ÁÁÉ ÏÊÐÄÅÑÏËÒÏÇÄÈÄËÑÄËÆÃ Æ ÄÑÏËÒÍÌÆÇÓÅÆÑÇ Æ
...
ÁÁ ÁÉ ÏÊÐÄÅÑÏÅÔÄÃ ÄÄË
...
Áv
ÓÄÃ ÄÑÏËÒÄËÃ ÄÅ
...
v
ÎÄ ÂÃ ÄÅÆ Ç Æ
...
ÀÁÁ ÐÄÐÆ Õ ÑÏË ÎÄÈ ÍÉÍÄË Ö.
×Øt
Ør
ÙÚÛØ ÜØ Ý ÞßØàØÛ Øá...
1
Ù
.
âãÚÝä ÁåÁÜØàÁßØà ØÛ Ø á...
7
æ
.
ç Úè éØt
Øà Ø ÝãØÝ ç Úr
êèu
s
Ø ÝßØàØÛ Øá...
8
ë
.
ìê íêØÝãØ ÝÜÚ Þê ÝØ Ø Ýç Ú ÝÚÛÁt
ÁØ Ý...
9
îï ðÚÀÁ Ú
w
ñê ãÁt
ìÚr
ãØáêÛu
... 10
ò
.
ßÚt
ó ãÚç ÚÝÚÛÁt
ÁØ Ý... 11
ô
.
ìÚÜÝÁÜçÚÝêÛÁà Ø Ý... 15
õ
.
ñ Ást
ÚèØt
Á ÜØç ÚÝêÛÁà Ø Ý... 16
ÐÄÐÆ ÆÕ ÑÏËÏ ÒÄÓÄËÑÅ öÇ Ã ÆÃÍÇ ÆÎÄÉÄÊÈ ÍÓÍ ÊÆÇÉÄÊ Ö
.
÷øØy
Øç ÚÝÚ ÞØÜØ Ýõê Üê èâàÛ ØèßÚè Á ÝÁè ØÛÁà Ár
ç Úrz
Á ÝØ áØÝ... 21
(8)
3.
qr
ÿr (
ýÿ ÿ)
... 27
4.
ÿr
ûÿ û) ... 29
.
ÿ ÿy
ÿ ýu
u
r
ÿ ÿ... 30
.
ÿ ýÿ ûÿ ÿ ÿ þ ÿ... 30
1.
ÿûÿ ý ý û ÿ ÿÿ) y
ÿ ýrz
ûÿ... 31
2.
ÿûÿy
ÿþ ÿý û ÿ þ... 33
BAB
E
E
A
A
E
!"# " $ % & #' ( )**+ & , & # !$- & & (- " .##/,-#! 0.
ýt
ÿ 1ý 2ÿ3ûs
ÿÿ ýþÿr
4 ÿ ÿrt
ÿÿr
ÿt
... 39
.
þ ÿ þ û ýr
ÿ û.
5 67 8ÿ2007
8ý ÿr
þ ût
þû... 40
1.
ý ýÿy
ÿt
ýr
ÿ ût
ýÿ ÿ ûr
þ ût
þû... 41
2.
9:ÿy
ÿ ýr
ÿ ü 5 6 ;t
ÿ2007
ýû û ÿ û þûr
r
þ ût
þû... 42
3.
üý ÿ8ÿs
: ÿ< þ û=ýÿ û ût
ÿþ û... 43
.
=ÿû :t
û ÿ :ûÿÿr
þ ût
þû... 45
1.
ýr
ÿ û5 7ÿ >?07 ... 46
2.
99 2 2ÿ3û... 47
(9)
i
x
BAB
@ A B CD EDFGHGE CDI J G J H@ EK BL MGN O E PQQR MD E MG E FCIK SM@MOS @GEG T@S GN O HO U@ STGU
V
.
VWXYZ [Zs
\]^]_ `[Y X_ a XbX `_ c Yd_dWe X[Z a dW df X^ XW a dr
bXg^Zh ijkXl] Wmnnok dWeXWfa
r
ie Zt
] [Z... 57
p
.
qirXYZt
Xs
Vc Xr
Xt
g XY X_ a dWdfX^XW ai[eZr
t
] [Z gZ qXWff X pd[ Xr... 59
s
.
tud^eZuZt
Xs
a dWdfX^XWa dr
bX gv` h i8 t
Xl] W2007 t
dWe XWf ar
i[e Zt
] [ZgZ_ XWffXp ds
Xr
XWXYZ[Zs
li^]_Z[Y X_... 60
wGwA B CD E OMOC V
.
v d[Z_ c] YXW... 63
p
.
x Xr
XW y[ Xr
XW... 66
JGzMG ICOSMG HG
... 68
(10)
1
A. Latar Belakang
Masyarakat adalah suatu bentuk dari komunitas yang mempunyai suatu
nilai-nilai yang mereka jaga dan tanam dalam bentuk suatu kehidupan, yang mana
seseorang harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku di dalamnya. Berbagai
macam bentuk masyarakat memang sering terwujud, terkadang suatu indikator
-indikator yang mempengaruhi pada aturan-aturan sosial. Dalam perkembangan
masyarakat ini tentu akan timbul pula berbagai masalah baru, kesusilaan serta
kaedah-kaedah sosial lainya, salah satu masalah yang sangat menghawatirkan bagi
generasi penerus adalah, meningkatnya praktik
trafficking
dan prostitusi. Bahwa
prostitusi dapat menghancurkan tatanan nilai sistem sosial, ia juga dapat membuat
bobrok moral bangsa, hal ini harus kita atasi demi kepentingan moral dan tata
susila.
1
Mula-mula seseorang melakukan suatu penyimpangan dengan perilakunya
yang melanggar norma-norma sosial, penyimpangan ini oleh Lemert dinamakan
penyimpangan primer (
primary deviation
). Akibat yang dilakukan oleh
penyimpangan tersebut, misalnya pencurian, penipuan, pelanggaran pelanggaran
susila, atau berperilaku aneh. Kemudian si penyimpang lalu di beri cap pencuri,
1
A.S. Adam,
Tinjauan tentang Zinah dalam Rangka Delik Susila pada KUHP
(Jakarta :
Swada, 2005).
(11)
2
penipu, pemerkosa, perempuan nakal atau orang gila. Sebagai respon balik
terhadap pemberian cap oleh orang lain tersebut, si pelaku penyimpang primer
kemudian mendefinisikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi perbuatan
itu lagi. Untuk selanjutnya pelaku penyimpangan demikian, disebut dengan pelaku
penyimpangan sekunder (
secondary deviation
), sehingga pelaku tersebut, mulai
menganut suatu gaya hidup menyimpang (
deviant life style
).
2
Prostitusi adalah salah satu bentuk penyakit masyarakat, yang telah ada
sejak manusia mengenal adanya perkawinan, sebab suatu penyimpangan dari
norma-norma perkawinan yang sah, bisa dikategorikan sebagai prostitusi. Karena
itulah masalah prostitusi ini merupakan masalah sosial yang tertua sebagaimana
halnya kemiskinan dan kemelaratan. Dengan adanya perkembangan masyarakat
dewasa ini, maka perwujudan dari pelacuran pun semakin sulit untuk dapat di
kendalikan. Oleh karena, disamping bertambah banyaknya jumlah pelaku
prostitusi, juga sangat sulit untuk mencari alternatif profesi bagi wanita pelacur
yang menjual dirinya kepada laki
laki hidung belang, Prostitusi dapat di
definisikan sebagai penyerahan diri wanita kepada laki-laki dengan pembayaran
atau kompensasi tertentu.
3
Di dalam ilmu hukum di kenal dengan adanya beberapa pendapat tentang
kesadaran hukum. Di antara sekian banyak pendapat tersebut, terdapat suatu
rumusan yang menyatakan, sumber suatu hukum dan kekuatan yang mengikat
2
Kamanto Sunarto,
Pengantar Sosiologi ,
jakarta
:
(Pt. Bumi Aksara
,
1988)
,
h .185-187.
3
(12)
adalah suatu kesadaran hukum masyarakat. Di katakan bahwa perasaan dan
keyakinan hukum individu, merupakan pangkal dari pada kesadaran hukum pada
masyarakat. Hal tersebut menyebabkan kehidupan masyarakat selalu mengundang
berbagai persoalan.
4
Di sadari atau tidak, bahwa dalam kehidupan masyarakat pasti memiliki
suatu norma atau tatanan kehidupan yang harus di junjung tinggi. Dalam artian
bahwa naluri setiap manusia yang bermasyarakat tentu mempunyai tujuan untuk
hidup tenang nan damai dan selalu berusaha mencapai tujuan, dan akan mengatasi
masalah-masalah yang menghalangi tujuan tersebut. Diantara masalah itu adalah
masalah penyakit sosial, yang salah satunya adalah praktik pelacuran, karena
bagaimana pun dalam kenyataan di tengah-tengah masyarakat parktek pelacuran
atau prostitusi dapat menimbulkan berbagai akibat negatif yang membahayakan
dan meresahkan masyarakat, seperti hancurnya rumah tangga, dan terjadinya
tindak pidana kejahatan lain sebagainya. Pelacuran bukan hanya sebuah gejala
individual, akan tetapi sudah menjadi gejala sosial dari penyimpangan seksualitas
yang normal dan sesuai menurut aturan agama.
5
Dalam hal ini, berbagai teori sosial banyak menjelaskan tentang posisi
penting individu dan masyarakat, apakah individu lebih utama dari yang lain
ataupun sebaliknya. Teori pertama menjelaskan bahwa individulah sebagai
subtansi dan objek, karena itu kondisi masyarakat tergantung pada tiap tiap
4
Soerjono Soekanto,
Pokok - Pokok Sosiologi Hukum,
(Jakarta : PT Raja Grafindo, 2005).
5
(13)
4
individu, Teori kedua menyebutkan individu berperan penting melalui hubungan
satu sama lain. Saling memberi dan menerima karena satu sama lain saling
membutuhkan dan mengasihi. Perbuatan individu juga di hubungkan dengan
masyarakat atau sebuah generasi sebelum dan sesudahnya.
6
Dalam masyarakat kota yang sistem solidaritasnya lemah, tidak saja
karena pengaruh kondisi nyaman dan damai, tetapi dipengaruhi oleh orientasi
hubbud dunia
yang menyebabkan orang
orang kota, mengandalkan hawa nafsu
dan meninggalkan agamanya. Karena itu, pada saat yang sama, peluang pemuasan
nafsu sangat beragam dan mengakibatkan pengabaian ajaran agama.
7
Pada kawasan DKI Jakarta, landasan kebijakan yang di gunakan aparat,
dalam melakukan penertiban terhadap perempuan yang melacurkan diri, adalah
peraturan daerah (Perda) No. 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum di wilayah
DKI Jakarta. Sementara, secara substantif peraturan ini sendiri sudah bermuatan
masalah.
Ketika awal proses pembuatan misalnya, masyarakat tidak dilibatkan dan
tidak di dengar aspirasinya oleh pemda, khususnya masukan dari warga di sekitar
lokasi prostitusi yang sebenarnya penting di dengar, karena mereka juga yang
terkena imbas akibat dari praktik prostitusi. Melalui segala aksesnya, pada isi
Perda No. 8 Tahun 2007 dipandang banyak pihak cenderung diskriminatif, karena
yang menjadi sasaran penertiban mayoritas mereka beroperasi di jalan, dengan
6
Murthada Muthari,
Mayarakat dan Sejarah : KritikIslam atas Marxisme danTteori Lainnya
,
cetakan ke -II (Bandung : Mizan, 2004 )
7
Mahmoud Dhaudi,
New Explorations into the Making of Ibn Khaldun s
Umran Mind
,
(
Malaysia : AS Noordeen, 1997).
(14)
alasan melanggar ketetiban umum. Sementara diskotik, klub malam, dan hotel
berbintang, tidak mendapatkan penertiban. Alasannya dikarenakan penertiban,
hanyalah berupa pelanggaran jam operasi tempat hiburan dan itu pun bisa
dilakukan pengaturan.
8
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menyetujui
rancangan peraturan daerah Ketertiban Umum, untuk kemudian disahkan menjadi
Perda yang berlaku di seluruh wilayah DKI Jakarta. Dalam Perda tersebut,
terdapat Pasal 42 Ayat (1) Yang dimaksud dengan bertingkah laku dan/atau
berbuat asusila adalah, perbuatan
yang menyinggung rasa kesusilaan, yang
sesuai dengan norma berlaku di masyarakat, misalnya: menjajakan diri,
bercumbu, berciuman, dan aktivitas seksual lainnya di jalan.
9
Penerapan Perda tersebut dinilai telah salah kaprah tidak berjalan secara
efektif, yang terjadi dilapangan justru cenderung diskriminatif. Jika dikaji, muatan
Perda itu menunjukkan bahwa Pemprov nampaknya lebih mementingkan
terciptanya ketertiban di DKI Jakarta, dari pada memikirkan nasib kehidupan
masyarakat miskin, Menanggulangi masalah pengemis seharusnya dengan
program yang jauh lebih mendidik dan memberikan manfaat langsung maupun
tidak langsung. Para pengemis dan anak jalanan, karena sulit bagi mereka untuk
mendapatkan akses pekerjaan. Maka perlu dibuat perluasan regulasi di daerah
-8
http://www.
detiknews
.com artikel di akses 28 Agustus 2010
9
http://www.
Berita jakarta.
com /SK/Detail/Perda%20No%208%20Tahun%2007.pdf artikel
di akses 28 Agustus 2010
(15)
6
daerah satelit DKI Jakarta untuk menambah lapangan pekerjaan. Sangat tidak
bijaksanan, apabila melihat apa yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Pada
satu sisi lain, melalui Perda DKI sebelumnya No. 11 tahun 1988, mereka
melakukan penertiban secara paksa terhadap bentuk usaha apapun, baik itu usaha
masyarakat miskin, ataupun usaha masyarakat umum lainnya. Namun di sisi lain,
mereka tidak melakukan upaya apapun sebelumnya yang memungkinkan
masyarakat miskin ini mempunyai alternatif pilihan pekerjaan yang lebih baik,
guna menyambung hidupnya.
10
Kendati berbagai teori penyimpangan diatas tidak sepenuhnya
memuaskan, namun teori-teori itu tetap penting karena upaya pengendalian sosial
kita, berawal dari teori pengendalian soial yang kita gunakan. Para interaksionis
melihat jenis peneorian sistem - sistem yang di lakukan baik dari segi teori
fungsional, maupun teori konflik sebagai hal yang terlalu determis, menganggap
hal-hal yang dilakukan oleh para anggota masyarakat seakan-akan dilakukan oleh
sisitem itu sendiri atau bagiain-bagiannya, bukannya oleh individu -individu yang
benar-benar melakukan tindakan tersebut. Tatanan sosial dipandang sebagai hasil
dari suatu interaksi antara bagian-bagian sistem. Dalam pandangan para
interaksionis simbolis, mereka meremehkan sejauh mana jangkauan tatanan sosial
itu diciptakan, melalui interaksi para anggota masyarakat, Para sosiolog
berpendapat bahwa kejahatan atau penyimpangan, disebabkan karena kondisi dan
10
http://www.Jakarta.go.id/v70/direktorihukum/public/Perda_No._11_Tahun_1988_
Tentang_Ketertiban_Umum_%5B1%5D_.pdf artikel diakses 28 Agustus 2010
(16)
proses sosial yang sama dan negatif yang kemudian menghasilkan prilaku sosial
lainnya.
11
Etnometodologi tidak mengingkari bahwa, aturan-aturan itu penting dalam
masyarakat atau bahwa banyak perilaku sehari-hari diorganisir dengan mengacu,
pada aturan-aturan itu. Etnometodologi hanya menunjukkan bahwa lebih banyak
yang dilakukan untuk memahami perilaku, yang memang mengikuti aturan-aturan
yang harus dipatuhi. Semua aturan mengandung apa yang disebut maupun tidak
disebut oleh suatu pasal, hal ini berarti masih ada yang tersirat di balik kata
kata
pada aturan itu tentunya dalam pada Perda Dki No.8 tahun 2007 yang mengatur
Prostitusi di Mangga Besar.
12
. Identifikasi Masalah
Melalui pembahasan latar belakang, jelas sudah ada tujuan dan keinginan
yang penulis akan membahas, tentang penegakan Perda Dki tentang prostitusi di
Mangga Besar. Tentunya penulis ingin melakukan sebuah peneletian pada
Penegakan Perda DKI No 8 tahun 2007 tentang prostitusi di Mangga Besar dalam
penanganannya baik hukum maupun aparat yang terkait.
Oleh karena itu penulis selaku mahasiswa Syari ah Hukum berkeinginan
mengangkat sebuah judul skripsi :
11
Soerjono Soekanto,
Sosiologi Suatu Pengantar
(Jakarta : Rajawali, 1982), h.380-382
12
Peter Worsley,
Pengantar Sosiologi :Sebuah Pembanding
penerj. Hartono Hadi Kusumo
(Yogyakarta: Tiara Wacana 2007), h.311
(17)
8
RDA DKI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG
PROSTITUSI DI MANGGA BESAR JAKARTA BARAT : ANALISIS
HUKUM ISLAM
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam menangani praktek
trafficking
dan prostitusi di kawasan DKI
Jakarta, mayoritas masyarakat umum tidak membenarkan untuk mencari nafkah
dengan bekerja sebagai PSK, karena sangat melampaui batas norma-norma
masyarakat. Apalagi dengan mengacu pada aturan agama maupun
Undang-Undang. Oleh karena itu guna menanggulangi perilaku mereka, perlu penanganan
yang intensif. Namun demikian perlu terus di
support
dan di kendalikan oleh
berbagai pihak, baik dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan Pemerintah
setempat. Sampai Saat ini Penegakan Perda DKI No 8 tahun 2007 belom
relanvansi dalam menjalani sebuah aturan yang benar-benar mengatur
Prostitusi-prostitusi dikawasan DKI Jakarta tentunya ini yang menjadi sebuah perbincangan
pada masyarakat sekarang, apakah Penegakan Perda Dki, hanya mengatur
prostitusi di tempat-tempat umum saja dan apakah aparat hokum cenderung tidak
bermoral dalam pengoperasian razia tiap kali pada penangkapan dilapangan .
13
Adapun beberapa pertanyaan yang dimunculkan, dalam menangani
masalah prostitusi tersebut,demi memperbaiki citra dan moral bangsa adalah :
13
(18)
1. Bagaimana Penegakan Hukum Islam terhadap perzinahan atau prostitusi.?
2. Bagaimana Praktek penegakan hukum Perda Dki No 8 tahun 2007 tentang
Protitusi di wilayah Mangga Besar.?
3. Bagaimana Moralitas Penegak Hukum dalam menangani Prostitusi di Mangga
Besar?
4. Siapakah saja Pelaku yang terkait dalam penanganan Prostitusi di Mangga
Besar?
. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui penegakan hukum Islam dalam menagtur perzinahan atau
prostitusi.
b. Mengetahui penegakan Perda DKI No.8 tahun 2007 dalam menangani
masalah Prostitusi di wilayah Mangga Besar.
c. Mengetahui sejauh mana moralitas penegak hukum dalam menangani
prostitusi di Mangga Besar.
d. Mengetahui pelaku yang yang terkait dalam menangani prostitusi di
Mangga Besar.
2. Kegunaan penelitian
Penelitian ini di harapkan dapat berguna sebagai berikut
a. Dimaksudkan agar membangun Penegakan hukum Perda DKI dalam
Menangani Prostitusi secara umum.
(19)
10
b. Mengetahui pada permasalahan dalam penertiban prositusi khususnya di
kawasan Mangga Besar.
c. Mengetahui Peranan Penegak Hukum dalam menangani kasus - kasus
Prostitusi di kawasan Mangga Besar.
. Review Studi Terdahulu
Peraturan Daerah Kota DKI Jakarta No. 8 tahun 2007, tentang larangan
Prostitusi dan perbuatan perzinahan, yang memuat tentang apa yang dimaksud
dengan Prostitusi, ketentuan larangan, penindakan terhadap pelaku, pembinaan,
ketentuan pidana, penyidikan, ketentuan peralihan dan hal - hal lain, yang
berkaitan dengan larangan Prostitusi dan perbuatan yang mengganggu ketertiban
umum.
14
Skripsi
yang
berjudul
Tinjauan
Hukum
Islam
terhadap
Penanggulangan prostitusi di Cirebon; analisis terhadap Perda Kabupaten
Cirebon No.1 tahun 2002
, yang membahas tentang prostitusi menurut Hukum
Islam, orientasi penyebab prostitusi pengenaan sanksi, hingga latar belakang
lahirnya Perda Nomor 1 tahun 2002, serta tinjauan Hukum Islam terhadap Perda
Kota Cirebon Nomor 1 tahun 2002.
15
14
Perda DKI Jakarta No 8 tahun 2007
,tentang prostitusi
15
Isti amah,
Tinjauan Hukum Islam terhadap penanggulangan Prostitusi di Cirebon
(analisis
terhadap Perda Kabupaten Cirebon No. 1 tahun 2002 tentang protitusi), Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003
(20)
Skripsi yang berjudul
Trafficking
dan Prostitusi Studi Kasus Gang Dolly
di Surabaya. Skripsi ini juga membahas tentang Prostitusi, penyebabnya, dan
upaya penanggulangannya melalui peran serta Pemerintah.
16
F. Metode Penelitian
Merupakan penelitian yang sangat penting pada skripsi ini, karena Metode
Penelitian dapat menentukan langkah-langkah dari suatu penulisan. Adapun
metode penelitian yang di gunakan sebagai dasar penulisan ini adalah sebagai
berikut. Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, karena hakekat penelitian bertujuan untuk
mengungkap kebenaran secara metodologis, sistematis, dan konsisten, dengan
mengadakan analisa dan konstruksi, tak terkecuali juga pada disiplin Ilmu
Hukum.
1. Jenis Penelitian Normatif
Dalam Penelitian Hukum ada dua jenis penelitian yaitu normatif dan
penelitian empiris/sosiologis atau jenis lapangan. Penelitian normatif adalah
penelitian hukum kepustakaan, dimana dalam penelitian hukum normatif
bahan pustaka merupakan data sekunder.
Data sekunder tersebut memiliki ruang lingkup yang sangat luas
bersifat non-interview, sehingga meliputi surat - surat pribadi, catatan harian,
16
Khifa Adib,
Trafficking Dan Prostitusi
(Studi Kasus Gang Dolly Surabaya), Fakultas Adab
Dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
(21)
12
sampai pada dokumen dokumen - dokumen resmi yang dikeluarkan
pemerintah.
17
Sedangkan metode penelitian empiris atau sosiologis adalah penelitian
dengan data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat, mengenai
perilaku masyarakat
18
. Penelitian empiris atau sosiologis terdiri dari;
penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis), penelitian terhadap
efektifitas hukum.. Penelitian dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif,
yang mempunyai pengertian bahwa, penelitian ini berdasarkan pada peraturan
hukum yang berlaku dan berkaitan erat dengan hukum pidana.
Penelitian hukum dapat kita gunakan sebagai jalan untuk
pembangunan hukum dan mudah-mudahan juga dapat menjadi
tools,
yang
memberikan bukti dan argumen bahwa hukum Islam
compatible
juga di
zaman modern ini, dengan sudut pandang metodologi kajian ilmiah yang
dikenal dalam studi hukum
konvensional atau hukum positif. Penelitian
hukum normatif atau studi literatur kepustakan hukum, mengunakan banyak
pendekatan, akan tetapi dalam tulisan ini hanya akan dibahas dengan
pendekatan Perbandingan Hukum.
Setiap kegiatan ilmiah lazimnya menerapkan metode perbandingan,
karena sejak semula seorang ilmuwan harus dapat mengadakan identifikasi,
terhadap masalah-masalah yang akan ditelitinya. Menetapkan satu atau
17
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji,
Penelitian Hukum Normatif
(Suatu Tinjauan
Singkat),cet. IV, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995), h.23.
18
(22)
beberapa masalah berarti telah menerapkan metode perbandingan, dimana hal
itu didasarkan pada perbandingan, sehingga masalah yang dianggap paling
pentinglah, yang akan diteliti olehnya.
19
Beberapa ahli melihat perbandingan
hukum sebagai ilmu, namun, sesungguhnya hal itu mencakup juga
perbandingan hukum sebagai metodologi. Sebagai metode penelitian
perbandingan hukum dapat dipergunakan pada semua bidang hukum baik
hukum privat, hukum publik, hukum tata negara dan lain sebagainya.
Perbandingan hukum dapat digunakan pada bidang hukum untuk memperluas
pengetahuan kita tentang hukum. Perbandingan hukum tidak saja bertujuan
untuk mengetahui perbedaan dan persamaannya saja, tetapi jauh dari itu
adalah untuk mengetahui sebab - sebab dan faktor -faktor yang mempengaruhi
persamaan dan perbedaan daripada sistem
-
sistem hukum yang
diperbandingkan. Sehingga kita dapat memberikan analisa perbandingan,
yang berguna dalam pembentukan hukum nasional, dan secara internasional
kita dapat menghargai pandangan hidup bangsa lain termasuk hukumnya
(sehingga dapat tercipta hubungan antar bangsa yang harmonis, toleran guna
mencapai perdamaian dunia).
20
19
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
Penelitian Hukum Normatif,
h.192
20
Johnny Ibrahim ,
Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif,
(Malang : Bayumedia,
2006), cet II, hal.313
(23)
14
2. Sumber Data
Data-data yang dikumpulkan dalam penulisan skripsi ini adalah data
kualitatif bukan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu penelitian yang data
umumnya dalam bentuk narasi atau gambar-gambar. Sedangkan data kuantitatif
adalah data yang dapat di ukur sehingga data dapat menggunakan angka
angka
statistik dalam pengujiannya.
21
Dalam pengumpulan data kualitatif, ada data yang termasuk ke dalam
bahan hukum yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer adalah bahan - bahan hukum yang mengikat.
22
Adapun
bahan hukum primer yang penulis gunakan yaitu :
1) Perda No 8 tahun 2007
2) KUHP
3) Al-Qur an dan Hadits
4) HPI
5) UU Pornogarafi dan Pornoaksi
b. Bahan hukum sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai literatur
-literatur
kepustakaan,
atau
referensi
yang
dipandang
mewakili
(
representative)
dan berkaitan
(relevant)
dengan objek penelitian. Studi
pustaka ini dimaksudkan dapat menjadi dasar penyusunan desain penelitian,
kerangka pemikiran, atau teori pada proses penulisan
21
Ronny Kountur, Metode Penelitian (
Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis),
cet.V, (Jakarta :
PPM, 2004), h.16.
22
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji,
Penelitian Hukum Normatif
, cet
.
V, (Jakarta :
IND-HILL.CO, 2001), h.13
(24)
3. Teknik Penulisan
Didalam penulisan, pada umumnya dikenal dengan tiga jenis alat
pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau
observasi, dan wawancara. Dalam hal ini penelitian menggunakan teknik
dokumen atau literatur pustaka yaitu suatu alat pengumpulan data, yang dilakukan
melalui data tertulis yang bisa ditemukan dalam bahan pustaka yang terdiri dari
buku - buku atau dokumen - dokumen yang berkaitan dengan pembahasan ini.
4. Penyajian dan Teknik Analisis data
Data hasil penelitian dalam skripsi ini disajikan dalm bentuk deskriptif,
yaitu penulis menggambarkan hasil penelitian yakni tentang prostitusi. Adapun
tujuan dari penyajian seperti ini tidak lain adalah, agar pembaca dapat memahami
dengan jelas tentang tindak pidana prostitusi dalam tinjauan hukum islam dan
positif.
a.
Content Analysist,
yaitu melakukan analisis isi dokumen secara terperinci
dengan mengambil intisari, dari dokumen yang menjadi sumber data. Baik
dari buku - buku atau dokumen yang berisi tentang hukum positif atau hukum
islam, yang sesuai dengan kajian skripsi ini.
b.
Comparative Analysist,
yaitu melakukan analisis perbandingan dalam dua hal,
yang berbicara pada substansi yang sama. Dalam penelitian ini adalah hukum
pidana positif dan hukum islam, yang sama - sama berbicara tentang pidana
prostitusi.
(25)
16
. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam skripsi ini berpedoman pada buku pedoman
penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syari ah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, terbitan tahun 2007.
H. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan skripsi ini, penulis membagi atas beberapa
bab dan sub-bab antara lain:
BAB I
: Menerangkan tentang pendahuluan yang meliputi beberapa sub-bab
antara lain latar belakang yang membahas tentang permasalahan yang akan di
bahas, identifikasi masalah tentang batasan-batasan pembahasan masalah
perumusan masalah, tujuan dan kegunaan yang membahas tentang tujuan dan
kegunaan skripsi ini. Metode penelitian yang membahas bagaimana metode
-metode yang akan di gunakan dalam penelitian ini.
BABII :
Menjelaskan penegakan prostitusi dalam hukum islam, dan mengetahui
Syariah Islam Dalam Penegakan Ham, upaya penegakan hukum islam
meminimalisir prostitusi, Pembuktian Untuk Menetapkan Tindak Pidana Zina,
Kesaksian, Syarat-syarat sebagai saksi, Iqrar ( Pengakuan ), Qarinah ( Bukti ),
Hal-Hal yang Menggugurkan Hukuman, Hukuman Pelaku Zina Dalam hukum
Islam, Hukuman zina belom menikah ( Lajang ) yang berzina, Hukuman zina
yang sudah menikah ( Muhson )
(26)
:
Menjelaskan tentang Penegakan Perda DKI No.8 tahun 2007 tentang
Prostitusi di Mangga Besar, Letak Geografis Mangga Besar Jakarta Barat,
Substansi Hukum Perda Dki. No.8 Tahun 2007 Tentang Prostitusi, Penegak
Hukum yang terkait Menangani Prostitus, Upaya Perda Dki No.7 tahun 2007
Meminimalisir Prostitusi, Kedudukan Tugas pokok dan Fungsi Rehabilitasi,
Ruang lingkup hukum tindak pidana Prostitusi, Perda Dki No 8 tahun 2007, UU
Pornografi, KUHP.
BAB IV :
Penegakan Perda Dki No.8 tahun 2007 tentang Prostitusi Analisis
Hukum Islam, Analisis Hukum Islam Pada Implementasi Penegakan Perda Dki
No 8 tahun 2007 tentang protitusi, Moralitas Aparat Dalam Penegakan Prostitusi,
Efektifitas Penegakan Perda DKI No 8 tahun 2007 tentang Prostitusi Di mangga
Besar analisis hukum islam.
BAB V :
Penutup merupakan bagian akhir bab ini, yang terdiri dari kesimpulan,
Saran saran dan Lampiran-lampiran.
(27)
18
¡
Prostitusi merupakan salah satu bentuk dari tindakan perzinahan, betapapun
bentuknya norma dan nilai susila yang ada dimasyarakat maka akan hancur akibat
adanya prostitusi/perzinahan, akibatnya perilaku
¢ £¤¢ ¥¦ §didalam masyarakat semakin
bebas, karenanya Seks tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang suci dan sakral,
Penyebab terjadinya suatu perzinahan yang paling menyoroti pada umunya
adalah perempuan, terkadang cara berpakain mereka yang tidak mematuhi
aturan-aturan syariat hukum islam yang semestinya menjaga aurat mereka dari pandangan
laki-laki, tentunya tindakan zina tidak akan dapat mengundang hasrat laki-laki jika
perempuan dapat memelihara kepribadian yang baik dan tata cara berpakain. Dengan
pakaian tersebut, dapat dibedakan antara wanita baik-baik dengan wanita nakal.
Terhadap wanita yang baik-baik, tidak ada laki-laki yang suka mengganggunya,
sebab pakaian dan kesopanannya mengharuskan setiap orang yang melihat untuk
menghormatinya.
Hukum Islam secara tegas mengharamkan perzinaan/ prostitusi. Sebagaimana
firman Allah:
Artinya:
¨¦© ª¦©«¦©§¦¬ ¤¦¥£©®£ ¤¦¯ °± °©¦²³£¢ ¥©««¥¬ ©´¦± °©¦°¯¥¦®¦ §¦¬¢¥¦¯¥ µ£¶ ·¥¦¯¦©´¦©«¤£ª°¸®¦©¢¥¦¯¥ª¦ §¦©´¦©«·¥¶¥ ¤¸¹(QS. Al Isra; 32)
Pergaulan Laki-Laki dan Wanita Dalam Islâm , bahwa syariat hukum Islâm
telah memberikan beberapa batasan dalam pergaulan antara laki-laki dan wanita agar
(28)
mereka tidak terjerumus dalam perbuatan tercela. di jelaskan, bahwa dalam hukum
syariat Islâm melarang keras berkhalwat (berduaan) dengan wanita yang bukan
mahram berarti membuka peluang bagi setan untuk menyeret keduanya agar
terjerumus dalam perbuatan keji. Bagaimanapun tingkat ketakwaan dan keimanan
keduanya tetap saja peluang terjerumus pada perzinahan baik berduaan itu di dalam
rumah, kantor, toko, mobil, tempat rekreasi, atau lainnya. Berkhalwat dalam
pengertian umum adalah berpacaran, yaitu berdua-duaan antara seorang laki-laki
dengan seorang wanita. Karena perbuatan tersebut dapat membuat pelakunya
terjerumus ke dalam perbuatan nista.
1
Dalam Hukum islam zina merupakan perbuatan keji dan dilarang dan pada
setiap orang yang melakukan zina mengancamnya dengan hukuman, karena zina
merusak system kemasyarakatan, dan zina merupakan pelanggaran atas system
kekeluargaan, sedangkan keluarga merupakan dasar untuk berdirinya mayarakat,
sedangkan syari at Islam menghendaki langggengnya mayarakat yang kukuh dan
kuat, zina pun juga dapat membahayakan, baik terhadap akhlak, agama,dan jasmani
atau badan, di samping itu pun juga terhadap system masyarakat dan keluarga.
Adapaun Hal-hal yang mengatur tatanan hidup yang bersifat dharuriy untuk
menegakkan kemaslahatan manusia, di antaranya adalah:
1
http://zulfi19.abatasa.com/post/detail/3746/pergaulan-laki-laki-dan-wanita-dalam-islam
diakses tanggal 5 juli 2011
(29)
20
1.
º»¼½¼, merupakan kesatuan dari aqidah, ibadah, hukum, yang disyariatkan oleh
Allah Swt, untuk mengatur hubungan manusia dan tuhannya, dan hubungan
antara sesama manusia.
2.
¾¿ À¼½, dalam rangka mewujudkan dan menegakkan agama telah mensyariatkan
kewajiban dan lima rukun islam yang merupakan sendinya. yaitu dengan tujuan
menegakkan agama islam dan meneguhkan dalam hati dengan mengikuti hukum.
3.
Jiwa
, syariat hukum islam menegaskan bahwa, bilamana seseorang telah dewasa
dan berakal, maka hendaknya mereka menikah dengan pasangannya, karena
dengan adanya tali perkawinan seseorang dinyatakan sah dalam melakukan
persetubuhan.
2
Untuk memelihara
Al irdh
( kehormatan), Islam mensyariatkan (had) dera
bagi lelaki atau perempuan yang berzina dan ini Salah satu ruang lingkup itu
adalah hukum pidana Islam yang dalam tradisi fiqh disebut dengan istilah
jarimah atau jinayah, yang dilarang oleh syari at dan diancam dengan hukuman bagi
pelanggarnya,.
3
Sanksi harus berfungsi untuk mencegah (
zawajir
) bagi masyarakat agar tidak
berzina dan juga berfungsi sebagai penebus dosa (
jawabir
) atau membuat
jerah/kapok bagi pelaku zina. hanya dengan sanksi yang sesuai syariat hukum
Islam sebagai solusi masalah terhadap prostitusi. Tentunya dalam penegakan
2
Abdul Wahab Khalaf
Ilmu Ushul Fiqh
Gema Risalah Press. Bandung : 3 juli 1992
3
Muhammad Nur, Tindak Balas Dendam dalam Islam, (Perspektif Dokriner
Cum Filosofis)
Al-Hudud J u r n a l J i n a y a h . I A I N S u n a n K a l i j a g a Yogyakarta,
1999, hlm. 3
(30)
syariat hukum islam Hal ini terbukti dimasa Rasulullah sangat sedikit orang yang
melakukan zina
.
Menurut jumhur ulama bagi Laki-laki yang berzina dengan seorang wanita
kemudian ia mengawininya setelah itu maka perkawinannya itu tidak ada
pengaruhnya terhadap jarimah yang dilakukannya itu (zina) dan terhadap
hukumannya. Dengan demikian pelaku tetap dikenakan hukuman had, karena dalam
kasus ini tidak ada syubhat.
4
Hukum syariat islam memiliki kebijakan yang mutlak dan tidak dapat diubah
walaupun pergantian jaman sekalipun. Penegakan hukum islam ini semata-mata
mempertegas pada siapa saja untuk mentaati aturan hukum islam, tentunya mengenai
zina itu sendiri.
ÁÂ ÃÄ ÅÆÅÇÈÉ ÈÊÅË ÅÉÌÍËÍÎÏ ÐÑ Å ÎÒÈ ÎÓÉÓÎÅÑÓÐ Ó ÔÇÈÔ
zinahan
Langkah-langkah Tindakan represif Syariah Hukum Islam itu sendiri :
1. Melakukan penggrebekan di lokalisasi prostitusi dengan perlakuan yang baik
tidak dengan kekerasan kemudian dibawa para pelakudiintrogasi dengan
melakukan pendataan setelah, itu di adili secara Syariat hukum Islam untuk
dilakukan eksekusi kepada pelaku zina tersebut. Setelah itu diberikan
pengarahan dan penggemblengan ilmu pengetahuan Agama Islam
2. Melakukan pengawasan siang dan malam di setiap lokalisasi agar setiap
kegiatan prostitusi bisa dicegah
4
Abd Al-Qadir Audah,
At-Tasyri Al-Islamiy,
Juz II, Dar Al-Kitab Al- Arabi, Beirut, tahun
(31)
22
3. Menutup lokalisasi dan melakukan upaya-upaya Syiar Agama Islam di
berbagai tempat agar masyarakat tahu akan moral dan etika yang harus di
jalankan dalam kehidupan.
Upaya Preventif dalam Syariat Hukum Islam usaha yang dilakukan
tokoh-tokoh agama dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Prevensi
secara etimologi berasal dari bahasa latin,
praevenire
, yang artinya datang
sebelum atau antisipasi, atau mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam
pengertian yang sangat luas, prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja
dilakukan untuk mencegah terjadinya ganggguan, kerusakan, atau kerugian bagi
seseorang atau masyarakat.
Dalam pelaksanaannya selama ini, program prevensi syariah dalam
pemberantasan prostitusi memiliki tiga tujuan, yakni mencegah jangan sampai
terjadi rusak nya moral bangsa untuk generasi selanjutnya,. Berdasarkan tujuan
dan ciri-cirinya, maka prevensi Syariah Islam diklasifikasikan menjadi tiga,
1. Tersier
Prevensi
tersier
ini memiliki arti yang sama dengan rehabilitasi, yaitu
upaya pencegahan pada kondisi yang lebih buruk dan berlarut-larut, serta
mengupayakan penyembuhan dan pengembalian fungsi individu. Sasaran
dalam ini adalah kelompok masyarakat yang mengalami gangguan yang
bersifat jangka panjang atau yang telah mengalami penyimpangan yang akut
dan berakibat penurunan kapasitasnya dalam kaitannya dengan norma-norma
susila, dan agama.
(32)
2. Sekunder
Prevensi
sekunder
berarti upaya pencegahan yang dilakukan untuk
menghilangkan prasarana prostitusi, dalam masyarakat agar tidak semakin
menyebar luas. Sasaran dari prevensi sekunder ini adalah kelompok
masyarakat atau populasi yang telah terbawa dalam situasi penyimpangan
seks bebas agar terkendali
3. Primer
Prevensi
primer
merupakan aktivitas yang di desain untuk mengurangi
insidensi atau kemungkinan terjadi penindakan kekerasan. Menurut Conyne
(1983) menegaskan bahwa prevensi primer itu kegiatan yang proaktif,
berbasis pada populasi (masyarakat) dan mengantisipasi gangguan yang
potensial untuk sesuatu, populasi yang berada dalam resiko, fakta sebelum
intervensi diberikan langsung atau tidak langsung, peningkatan kekuatan
emosional pada penduduk yang berada dalam resiko di mana anggota
penduduk itu memperoleh proteksi dan menjadi lebih kompeten. Sasaran
prevensi primer ini adalah penduduk yang berada dalam resiko atau kondisi
yang memungkinkan munculnya gangguan moral dan prilaku yang
menyimpang. Terdapat dua cara dalam melakukan program prevensi primer,
yaitu memodifikasi lingkungan dan memperkuat kapasitas individu atau
masyarakat dalam menangani situasi yang ada pada masyarakat.
(33)
24
B. Pembuktian Untuk Menetapkan Tindak Pidana Zina
Syariat Hukum Islam merupakan alat dalam penegakan perzinahan yang
terdiri dari al-Quran dan hadist, dalam menetapkan aturan hukum untuk
melakukan sebuah eksekusi maka harus diperlukan sebuah pembuktian yang
merupakan untuk memperkuat perzinahan itu telah dilakukan. Karna dengan
pembuktian dapat memperjelas kesalahan yang dilakukan.
1. Kesaksian
Dan kesaksian ini perlu jelas bahwa perjinahan itu dibuktikan empat
orang saksi melihat langsung kejadian tersebut, tidak dikatakan benar jika
kesaksian pada zina itu hanya baru terdengar saja oleh para saksi. Para ulama
telah sepakat bahwa jarimah zina tidak bias dibuktikan kecuali dengan empat
orang saksi. Apabila saksi itu kurang dari empat maka persaksian tersebut
tidak diterima. Hal ini apabila pembuktiannya itu hanya berupa saksi
semata-mata dan tidak ada bukti-bukti lain.
Surah An-nisaa ayat 15.
Artinya :
Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,
hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang
menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi
persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam
rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah
memberi jalan lain kepadanya
(QS.An-Nisaa : 15)
(34)
Adapun saksi tersebut yang telah diatur dalam kesaksiannya
dibawah ini :
Artinya :
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,
Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera,
dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik. ( QS.
An-Nuur: 4)
Yang dimaksud wanita-wanita yang baik disini adalah wanita-wanita
yang Suci, akil balig dan muslimah. Namun apabila kesaksian tersebut tidak
dapat membenarkan maka Dijelaskan disini bahwa seseorang yang menuduh
orang lain (perempuan baik-baik) berbuat zina, tapi ia tidak bisa
menghadirkan empat orang saksi untuk membuktikan tuduhannya, maka
dianggap pendusta yang kemudian akan dikenakan hukuman qodzaf dan
mereka harus didera 80 kali. Dan ini pernah dilakukan oleh Rasulullah yang
pernah menghukum orang-orang yang menuduh perempuan baik-baik berbuat
zina, karena mereka tak mampu mengajukan empat orang saksi, sewaktu Siti
Aisyah, istri Nabi, difitnah berbuat zina. Menurut Al Yasa, hadis-hadis yang
berkaitan dengan peristiwa itu menyebutkan, Nabi menghukum Abdullah bin
Ubay, Hasan ibn Tsabit, dan seorang wanita Hammat.
(35)
26
2. Syarat-Syarat Sebagai Saksi
a. Syarat-syarat Umum
Untuk dapat diterima persaksian, harus dipenuhi syarat-syarat yang
umum berlaku untuk semua jenis persaksian dalam setiap jarimah.
Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut.
1) Balig (Dewasa)
Seorang saksi dalam setiap jarimah disyaratkan harus balig.
Apabila belum balig (Dewasa) maka persaksiannya tidak dapat diterima.
2) Berakal
Seorang saksi disyaratkan harus berakal. Orang yang berakal
adalah orang yang mengetahui kewajiban yang pokok. Dengan demikian,
persaksian orang yang gila kurang sempurna akalnya (
ma tuh
) tidak dapat
diterima.
3) Kuat ingatan
Seorang saksi disyaratkan harus mampu mengingat apa yang
disaksikannya dan memahami serta menganalisis apa yang dilihatnya,
disamping dapat dipercaya apa yang dikatakan.
4) Dapat bicara
Seorang saksi disyaratkan harus bias berbicara. Apabila ia bisu, ia
tidak dapat dijadikan kesaksian yang sah.
(36)
5) Dapat melihat
Orang yang disyaratkan harus dapat melihat apa yang
disaksikannya.
6) Adil
Seorang yang menjadi saksi disyaratkan harus adil. Dasar
hukumnya adalah surah At-Thalaaq ayat 2:
Artinya:
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil .
7) Islam
Seorang saksi disyaratkan harus beragama Islam. Dengan
demikian persaksian orang yang bukan Islam tidak dapat diterima, dasar
hukumnya adalah surah Al-Baqarah ayat 282:
Artinya:
Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari laki-laki
diantara kamu .
3. Iqrar ( Pengakuan )
Seseorang yang berzina tidak akan dapat dilakukannya suatu hukuman
sebelum pengakuan itu dinyatakan olehnya, pengakuan harus sah atau benar dan
hal ini dari orang berakal dan mempunyai kebebasan. Orang yang memebri
pengakuan haruslah berakal, dan mempunyai pilihan (kebebasan), tidak gila dan
(37)
28
tidak dipaksa. Tentunya pengakuan ini disaksikan masyarakat dan orang sekitar,
adanya pengakuan
dalam zina
mengetahui kebenaran secara jelas,
mengungkapkan dari asal-mula dibalik pristiwa tersebut hingga sampai pada
puncak persetubuhan (berzina).
Di zaman Rasulullah SAW, hampir semua kasus perzinahan diputuskan
berdasarkan pengakuan para pelaku langsung. Seperti yang dilakukan kepada
Maiz dan wanita Ghamidiyah yang mengulangi pernyataannya sebanyak empat
kali kepada rasulullah, kemudian nabi bertanya lagi:
apakah engkau
muhshan? maiz menjawab:
betul ya rasulullah. Kemudian nabi
memerintahkan para sahabat bawalah lalu rajamlah. Ketika batu-batu yang
dilemparkan itu melukai dirinya, ia lari, lalu ditangkap kembali dia di Harrah,
kemudian di rajam kembali (sampai mati).
5
Bila orang yang telah berikrar bahwa dirinya berzina itu lalu mencabut
kembali pengakuannya, maka hukuman hudud bisa dibatalkan. Pendapat ini
didukung oleh Al-Hanafiyah, Asy-Syafi`iyyah dan Imam Ahmad bin Hanbal ra.
Dasarnya adalah peristiwa yang terjadi saat eksekusi Maiz yang saat itu dia lari
karena tidak tahan atas lemparan batu hukuman rajam. Lalu orang-orang
mengejarnya beramai-ramai dan akhirnya mati. Ketika hal itu disampaikan
kepada Rasulullah SAW, beliau menyesali perbuatan orang-orang itu.
6
5
Asy-Syaikh faisal bin Abdul Aziz al-Mubarak,
Nailul Autor,
jilid 6, diterjemahkan oleh
Mu amal Hamidy, Imron Am, dan Umar Fanany, Cet 1, ( Surabaya, Bina Ilmu, 1986) hal.10-11
6
http://blog.re.or.id/hukum-rajam.htm/ Diakses 18 juli 2011
(38)
Teknis pengakuan atau ikrar di depan hakim adalah dengan
mengucapkannya sekali saja. Hal itu seperti yang dikatakan oleh Imam Malik ra.,
Imam Asy-Syafi`i ra., Daud, At-Thabarani dan Abu Tsaur dengan berlandaskan
apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW kepada pelaku zina. Beliau
memerintahkan
kepada
Unais
untuk
mendatangi
wanita
itu
dan
menanyakannya,`Bila wanita itu mengakui perbuatannya, maka rajamlah`. Hadits
menjelaskan kepada kita bahwa bila seorang sudah mengaku, maka rajamlah dan
tanpa memintanya mengulang-ulang pengakuannya.
4. Qarinah ( Bukti )
Qarinah atau tanda yang dianggap sebagai alat bukti dalam jarimah zina,
seperti timbulnya kehamilan pada seseorang wanita yang tidak bersuami. Atau
orang sudah balig kandungannya lahir sebelum enam bulan, ini merupakan
penetapan hukum islam yang diperlukan suatu Pembuktian pada perzinahan .
Bentuk penegakan syariat islam dalam menelusuri sebuah penindakan,
diperlukan adanya sebuah pembuktian yang amat jelas, seperti halnya dijaman era
modern ini yang mana menggunakan alat bantu untuk membuktikan prostitusi
tersebut. Misalkan seperti alat video yang merekam kegiatan ditempat prostitusi
benar terjadinya, perzinahan yang kemudian ditemukan bercak-bercak air mani
yang berada ditempat kejadian tersebut. Dengan kemudian ini menjadi penguat
dalam pembuktian tentunya pada era modern dalam syariat hukum islam ini, yang
mana kemudian dibawah dalam ranah hukum syariat islam untuk dilakukan
hukuman bagi pelaku zina tersebut.
(39)
30
C. Hal-Hal yang Menggugurkan Hukuman
Hukuman Had zina tidak bias dilaksanakan atau gugur karena hal-hal
berikut :
1. Karena pelaku mencabut pengakuannya apabila zina dibuktikan dengan
pengakuan
2. Karena para saksi mencabut persaksiannya sebelum hukuman dengan
dilaksanakan
3. Karena hilangnya kecakapan para saksi sebelum pelaksanaan hukuman dan
setelah adanya putusan hakim
4. Karena meninggalnya saksi sebelum hukuman rajam dilaksanakan. Pendapat
ini juga merupakan pendapat mazhab Hanafi.
5. Karena dilaksakannya perkawinan antara pelaku zina tersebut
6. Adapun Saksi dan diketahui bahwa dirinya pernah mendapat hukuman qodzaf
maka digugurkan prnyataannya. Sekalipun jujur dengan apa yang
diucapkannya, karena kesaksiannya tersebut dianggap telah (
fitnah
)
berbohong pada kesaksian terdahulu.
D. Hukuman Pelaku Zina Dalam hukum Islam
Zina adalah hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan tanpa
adanya ikatan perkawinan yang sah dan dilakukan dengan sadar serta tanpa
adanya unsur syubhat.
7
Dalam hal ini ditentukan sebuah hukuman bagi pelaku
7
Abu Zahrah,
Al-Jarimahwa al-Uqubah fi al-Fiqh al-Islam,
(Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), II:
(40)
zina yang mana sudah terkandung dalam al-Quran dan hadits, baik hukuman zina
ringan maupun zina yang terberat.
1. Hukuman zina belom menikah ( Lajang ) yang berzina
Delik perzinaan ditegaskan dalam al-Qur an dan sunnah. Hukuman
bagi pelaku zina yang belum menikah (
ghairu muhsan
) berdasarkan pada ayat
al-Qur an, yakni didera seratus kali. Dalam bahasa Indonesia,
jild
berarti
mencambuk atau mendera kemudian diasingkan selama satu tahun.
Adapun dasar hukum dera atau cambuk seratus kali dalam firman
Allah dalam surat An-Nuur ayat 2
Artinya :
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah
belas
kasihan
kepada
keduanya
mencegah
kamu
untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan
hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
( QS.
An-Nuur:2)
Hukuman dera adalah hukuman had, yaitu hukuman yang sudah
ditentukan oleh syara . Oleh karena itu, hakim tidak boleh mengurangi,
menambah, menunda pelaksanannya, atau menggantinya dengan hukuman
yang lain. Disamping telah ditentukan oelh syara, hukuman dera juga
(41)
32
merupakan hak allah atau hak masyarakat, sehingga pemerintah atau individu
tidak berhak memberikan pengampunan.
Hukuman yang kedua bagi zina
ghair muhshan
adalah hukuman
pengasingan selama satu tahun. Hukuman ini didasarkan hadis Ubadah ibn
Shamit tersebut diatas, akan tetapi, apakah hukuman ini wajib dialaksanakan
bersama-sama dengan hukuman dera, para ulama berbeda pendapat.
Menurut Imam Abu Hanifah dan kawan-kawannya hukuman
pengasingan tidak wajib dilaksanakan. Akan tetapi, mereka membolehkan
bagi imam untuk menggabungkan antara dera seratus kali dan pengasingan
apabila hal itu dipandang maslahat. Dengan demikian menurut mereka,
hukuman pengasingan itu bukan merupaan had, melainkan hukuman ta zir.
Alasannya bahwa hadis tentang hukuman pengasingan ini dihapuskan (
di-mansukkh
) dengan Surah An-Nuur ayat 2.
8
Imam Syafi i dan Ahmad berpendapat bahwa pelaku zina ini diberi
hukuman cambuk dan diasingkan selama 1 tahun sebagaimana pendapat yang
benar dari para ulama. Demikian itu karena ada hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam menetapkan hukuman untuk orang yang berzina dan belum
menikah dengan diasingkan selama satu tahun dan ditegakkan hukuman
(cambuk) atasnya.
9
8
Muhammad Abu Syahbah,
Al-Hudud fi Al-Islam,
Hafiah Al-Ammah li Syuuni Al-Mathabi
Al-Amiriyah, 1974 Kairo, hlm `70
9
http://kaahil.wordpress.com/2011/01/06/hukuman-cambuk-100-kali-dan-rajam-bagi-pelaku-zina-syarat-syarat-dilakukannya-hukum-cambuk-rajam/diakses diakses tnggal 17 juni 2011
(42)
Akan tetapi dalam hal pengasingan bagi wanita yang melakukan zina, para
ulama berbeda pendapat. Menurut Imam Malik hukuman pengasingan hanya
berlaku untuk laki-laki, sedangkan untuk wanita tidak diberlakukan. Sebabnya
adalah karena wanita itu perlu kepada penjagaan dan pengawalan. Disamping itu,
apabila wanita itu diasingkan, ia mungkin tidak disertai muhrim maka hal itu jelas
tidak diperbolehkan.
Karenanya Rasulullah saw. Melarang seorang wanita untuk bepergian
tanpa disertai oleh muhrimnya. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw.bersabda.
Artinya:
Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari
kiamat untuk berpergian dalam perjalanan sehari semalam kecuali
bersama muhrimnya.
Oleh karena itu Malikiyah mentakhsiskan hadits tentang hukuman
pengasingan tersebut dan membatasnya hanya untuk laki-laki saja dan tidak
memberlakukannya bagi perempuan.
2. Hukuman zina yang sudah menikah ( Muhson )
Sementara bagi pezina
muhsan
dikenakan sanksi
rajam
.
Rajam
dari segi
bahasa berarti melempari batu.
10
Zina muhson ialah suatu perbuatan yang
dilakukan oleh seorang lelaki dewasa dan wanita dewasa yang mana telah
berstatus (kawin) Disebutkan dalam beberapa referensi bahasa,
rajm
sepadan
10
Hasbi ash-Shiddieqy,
Tafsir al-Qur`an al-Majid an-Nur,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1965),
(43)
34
dengan
qatl,
hanya saja
rajm
memiliki cara yang khas.
Rajm
dilakukan dengan
melempar batu hingga korban meninggal. Akan tetapi, tidak jarang pembunuhan
disebut dengan
rajm.
11
Hukuman rajam merupakan yang telah diakui dan diterima hampir semua
fuqaha, kecuali kelompok Azariqah dari golongan Khawarij, karena mereka ini
tidak mau menerima hadis, kecuali yang sampai kepada tingkatan mutawatir.
Menurut mereka ( Khawarij) hukuman untuk jarimah zina, baik
muhshan
maupun
ghair muhshan
adalah hukuman dera seratus kali dan ini berdasarkan surah
An-Nuur ayat 2.
Hukuman rajam adalah hukuman mati dengan cara dilempari batu. Cara
menghukum seperti ini tidak dilakukan kecuali dalam kasus yang sangat tercela
dan hanya bila penerima hukuman benar-benar terbukti dengan teramat
meyakinkan melakukan sebuah larangan yang berat.
Artinya:
Orang yang sudah menikah laki-laki dan perempuan bila mereka
berzina, maka rajamlah
Disimpulkan bahwa hukum rajam sudah disepakati oleh para fuqaha,
sebagaimana dikatakan oleh Imam Asy-Syaukani, sebagai hukuman untuk zina
muhshan.
Alquran menjadikan jilid sebagai hukuman yang asasi untuk jarimah
zina, sebagaimana disebutkan dalam surah An-Nuur ayat 2. Lalu datang sunah
yang menjelaskan tentang hukuman rajam. Dengan demikian maka pelaksanaan
11
Lisan Arab,
Lisan al- Arab Juz
12, hlm. 226; Al-Khalil ibn Ahmad,
al- Ain Juz 1,
hlm
(44)
wajib digabungkan antara hukuman-hukuman tersebut, yaitu jilid yang bersumber
dari Alquran dan rajam yang bersumber dari sunah dan rasulullah saw.
(45)
× Ø×ÙÙ Ù
ÚÛÜ Û ÝØÞØÜÚÛß àØà ÞÙÜáâãäØåæ Üçèèéä ÛÜäØÜ ÝÚßáêäÙäæêÙ
àÙëØÜ Ý ÝØ×ÛêØß
ìíî íï ðñòñ óíôíò õ ñ
r
öí ì÷ ø ùú ût
íüýò þÿÿt
ñò íòó ðútus
y
íòó ï íò í ööíî íïòy
íïñòóítur
öíòïñòñrt
ôíòð íöíüíîy
íò óñrs
íòóôý íòöñòóíòôñt
ñrt
íòu
ïu
ï ôüý ýòy
í ï ñòóñò í ðñrz
ò íüíò ðútus
öíîíï ðñòñ óíôíò ð útus
ö íò óóí ñs
ír
õ ñr
ö í ì÷ø ï ñòóu
ð íy
íôíò ôñð í öí ïísy
ír
íô ít
íòóóí ñs
ír u
òu
ô ñr
ð íst
ð ís
öíîíï ïñ ï íò óu
ò ïúíî öíò ð î í ôýy
íòó í ô öíòs
íöír
íôíò ítur
íòy
íòót
ñî íü ö ñr
î íôýôíò ÷ñ îu
ír
òy
í õ ñr
öít
ñò íòó ÷ñt
ñrt
íò ïu
ï õ ñr
öí ýïy
íòó íru
u
òu
ô ïñòóóíò ôíò õ ñr
öít
ñò íòó ÷ñt
ñrt
íò ïu
ïy
íòó îí ïí ùút
íüýòûûïñru
ð íôíòr
ñîñ ô öír
ôñ íô íòõ ñïðúì÷ øíôírt
íñ íóíï íò í
s
ñ ïñst
òy
íõ ñr
öí ì ô ùú ût
íüýò þ ÿÿ ïñòóítur
öíò ïñòñrt
ôíò ôüý ýòy
íïñòóñò íðúst
tus
ìíî íï ð í
s
íî þ ñt
íð ú íòó ö îír
íòó ñrt
ò óôíü î íôý öíò ít
íu
ñr
ýít
ísus
îí ö íî íò íîur
üíu
t
íïíò ít
íu
öíòt
ñ ïð ít
t
ñ ïð ít u
ïu
ï îíòòy
íþñ
t
íðúíòóö îír
íòóí ñòíöðñòíí
s
ñ ôôúïñrs
íîñò
yuru
ü ïñï ís
ît
ís
ïñ ïýu
ô ïñ ïíô í úíò ó îíòu
òu
ô ïñò íö ðñòíís
ñ ô ôú ïñrs
íî(1)
¡¢ £ ¤ ¥ ¦ £ § £ ¦§
£
¨§ ¨ © ª § « £ ¦§ ¬ © ª § £ § §
®§£¦§¦© ª§© ª§ © ª©§ « £§£¦§¯£¦ §£¨§®© ª¡§ ¦© ª§
© ª¡§© ª°§¦ ¬£¦§£¨§¦¯£§£¦§£¨§
¦ £¦§¦£¨§¨ £ § ¨ © ª§© ª ¡§
¨® £ § «± © ª
§ © ª °§ ¬§ ¬« £ ¦ ¢ ¬¯¢¥¥ °¤¢
¥ ¥± ©© ¢ ¤± ¤ ©© ¢ ¢ ¢¥ ² ³±±³±±±§´
² ¡ ² © ¢ ¡£¥ ² ³ ¦±³±±±³±±±§´ © µ
² © ³
¦ ¡¢ £ ¤ ¥ ¦ £ «§ £ §
¨ © ª § © ª ª§ © ª ¥§ « £ § £ ¨§ ¯ £ ¦§
±
£ ¦§ ¦ © ª °§ © ª ª§ ¨ £ § £ ¦§ « £ ¨§ ¬§ ¦¦ © ª ¢§ © ª § ¦ £ §
¦®£© ª°§£«§ ¨ ±£§ ¨£¦ §£¨§
¨¦§ ¨¨§ ¨ «§ ¨ ¬§ ¨ £ § £ ¦ § ¨
© ª°§«±© ª¡ §«¦ £ ¢¦ ¢¥¥°¤¢
¥ ¥ ¦ ± ¢ © © ¢ § ¤ ® ± ¤ ¡
© © ¢ ¢ ¢¥ ² ³¬±±³±±±§´¶¤² ²¡ ² ©
¢¡£¥² ³¨±³±±±³±±±§´ ©µ ² © ³
¨ ¡¢ £ ¤ ¥ ¦ £ ¯§ ¨
© ª §© ª ©§ © ª ·§ ¬ © ª ¡§ © ª °§ § ¦ © ª ¡§
© ª¢§© ª§®© ª³¦ ±§¦¦© ª¡§© ªª§ ¦¨
(2)
¸ ¹º¹»
43
¼½¾¿À ¹¾ ¹À ¹À Á ¹  ¹À à ½¼¹À ¹¾ÄÅÄÀ Æ ¹À ù»½Àƺ ½À ƾ ¹Ç30 (
Ç½Æ ¹ÃÄ»ÄÈÉ È ¹Å½ ¼¹À à ¹» ½ÀÆ » ¹Â ¹180 (
Ê¿Å¹Ç Äº
¼¿ » ¹Ã ¹À ÃÄ »ÄÈÉ È ¹Å ½ ¹Ç ¹Ä ¼¿À ¼¹ ù»½ÀÆ
º ¿¼½¾ ½Ç ËÃÌ
5.000.000,- (
ͽ ¹ ÎÄÇ ¹ ËÄà ½¹ÈÉ ¼¹À à ¹» ½ÀÆ Ï ¹Àй¾ ËÃÌ(3)
Ñ
itetap
k
an
d
i
Ò ÓÔ ÓÕÖ Ó×ÓØÓÖÓÙÚÚÓÛ
, 5
ÜÔ ÖÝÞ ßÕ2007
àá âãäåá äæäÜçèå éèÑê ãä êëìë á é á é
èâá ìÜíê Òêìêäíê
éáíèîÜ é Ü
ÑïðÙØÓÙ ÚÔÓÙØ ïÒ ÓÔ ÓÕÖ Ó
æÓØÓÖÓÙÚÚÓÛñòÜÔ ÖÝÞßÕóôôõ
é ãìäãíêäèéÑêãäêëæä ÜçèåéèÑêãäêëìëáéáé
èâá ìÜíê Òêì êäíê
äèíÜ öêíê é÷êî ê
(4)
üýþ ÿ ý ý ÿ þ ýý ü
ý ý ý ÿ
þ
ý
ý ý ÿ þþ
þþ
! " ! # ! $ % $
& # # &#'( ! " & %" # #
# ! %# ! ! "
! " )* % +), #- . / ''# * 0
# #
# #'( ! # ! ! '# # '
%"# # ! $ ! "# & # #
#1 $ # # # $% ' #
! ' $ ! 1 ' &# ' &# ! % ! %# %
% 1 # ' ! #! $ % #
! %# # !' " # $ !#
(! ! % & #% # ' # ! " &
& '
#
# # #! #
&.& ' ! % ' !- !" # !& & ! %#
' '"# % # " ## # ''#
)) )2 # " 3 " % # ! !
(5)
4
in
am
ik
a p
erk
em
b
an
g
an
d
an
k
eb
u
tu
h
an
m
asy
arak
at
5 67689 6 :6 ; <=>;6? >@ =>86@676 ; ?A?A8BC76; D A86 9C8 6 ; 46A8 6E
:6 ; <
?A;F6; <76C @ A G686
@A> ?H6 ;<
6 ;96 86
@CHF A7 =6 ; I HFA7 EC7C ?
:6 ; <
=>6 9C8
.
JBA E 768A;6 >9CK =6B6? C L6 :6 ?A;6? LC; < LA8@I6B6 ; =6 ; ?A; <6 96@ > 7I?LBA7@ >96@ LA8?6@6B6E6 ;=>;6? >76 LA87A?H6 ; <6; ?6@:6 867 6 9 =>LA8BC7 6 ; LA; :A ?LC8 ;66; 9A8E6=6L
D A86 9C86 ;4 6A8 6E=>?67@ C =M
4A; <6 ;=> B67C76 ;; :6LA8CH6E6 ;9A8E6=6LD A86 9C86 ;46A86ENI?I8
11
O6EC;1988
>;>,
=>E686L76 ; > ?LBA ?A;96@ > 9A8E6=6L LA; :AB A; <<6866 ; 7A9A;9A86?6 ; ?6@:6 867 6 9 =6;7A9A8 9>H6 ;C ?C ? =6L6 9=>9A86L7 6 ;@A G68 6IL9>?6B<C;6 ?A;G>L9676; 7A9A;9A86?6 ;K 7A9A89>H6 ;K 7A;:6?6 ;6 ;K 7AHA8@ >E6 ; =6;
7A >;=6E6 ;M
PP
.
DQ RQS4TUPDQ RQS
D6@68VW
Q :6 9XYZ
[6 ; < =>?67@C = =A; <6 ; HA8 9>;<7 6E B67C =6 ;\6 96C HA8 HC69 6@C @ >B6
6=6B6E LA8HC6 96 ; :6; < ?A;:>; <<C; < 86@6 7A @C @ > B66 ; @A @C6> ;I8?6 :6 ;<
HA8B67C => ?6@:6 8676 9K ? >@6B;:6] ?A;F6F676; =>8> => F6B6 ;K HA8GC?HCK
HA8G>C ?6 ;K=6 ;67 9>^>96@@A7@C6BB6>;; :6M
Q :6 9 XWZ
_C8C`
6
aA<>696 ; ?A;:C8C EK ?A?`6@> B>96@ >K ?A ?HC FC7K ?A ?67@6
I86 ; < B6>;
C;9C7 ?A;F6=>LA;F6F6 @A7@7I?A8@ >6B L6=6C ?C ?; :6 =>7A;6B@AH6<6> <A8?IM
D6=6C ?C ?;:6LA;F6F6@ A7@7I?A8@ >6B
=>B67C76 ;IBA EL A;:6 ;=6;<?6@6B6E9C; 6@C @ >B6H6>7 :6 ; <HA86@6B=6 8>
=6B6? ;A<A8> ?6C LC; B C68 ;A<A8>K :6; < =>7A;6B ?6@:68 676 9 C ?C ? =A;<6 ;
(6)
c
u
sila
,
def g hijeklke f mlnl fge f o iko le j pq jler si rketqfe f de fg o em l fu lk hi fpese uke fqhne je fn e q kni rlsele fg,
he u irqhelsl fveo e
.
wl rlxnylklsvi jeoz
wl rlx{
ylklsvi jeoz
|eo ej
43
}e fg pq hekolp p i fge f ne fgl fe f e uel rl hem e fuere jeq f~ mu i j