1
{|{ }
~ |
LUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat adalah suatu bentuk dari komunitas yang mempunyai suatu nilai-nilai yang mereka jaga dan tanam dalam bentuk suatu kehidupan, yang mana
seseorang harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku di dalamnya. Berbagai macam bentuk masyarakat memang sering terwujud, terkadang suatu indikator -
indikator yang mempengaruhi pada aturan-aturan sosial. Dalam perkembangan masyarakat ini tentu akan timbul pula berbagai masalah baru, kesusilaan serta
kaedah-kaedah sosial lainya, salah satu masalah yang sangat menghawatirkan bagi generasi penerus adalah, meningkatnya praktik trafficking dan prostitusi. Bahwa
prostitusi dapat menghancurkan tatanan nilai sistem sosial, ia juga dapat membuat bobrok moral bangsa, hal ini harus kita atasi demi kepentingan moral dan tata
susila.
1
Mula-mula seseorang melakukan suatu penyimpangan dengan perilakunya yang melanggar norma-norma sosial, penyimpangan ini oleh Lemert dinamakan
penyimpangan primer primary deviation. Akibat yang dilakukan oleh penyimpangan tersebut, misalnya pencurian, penipuan, pelanggaran pelanggaran
susila, atau berperilaku aneh. Kemudian si penyimpang lalu di beri cap pencuri,
1
A.S. Adam, Tinjauan tentang Zinah dalam Rangka Delik Susila pada KUHP Jakarta : Swada, 2005.
2
penipu, pemerkosa, perempuan nakal atau orang gila. Sebagai respon balik terhadap pemberian cap oleh orang lain tersebut, si pelaku penyimpang primer
kemudian mendefinisikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi perbuatan itu lagi. Untuk selanjutnya pelaku penyimpangan demikian, disebut dengan pelaku
penyimpangan sekunder secondary deviation, sehingga pelaku tersebut, mulai menganut suatu gaya hidup menyimpang deviant life style.
2
Prostitusi adalah salah satu bentuk penyakit masyarakat, yang telah ada sejak manusia mengenal adanya perkawinan, sebab suatu penyimpangan dari
norma-norma perkawinan yang sah, bisa dikategorikan sebagai prostitusi. Karena itulah masalah prostitusi ini merupakan masalah sosial yang tertua sebagaimana
halnya kemiskinan dan kemelaratan. Dengan adanya perkembangan masyarakat dewasa ini, maka perwujudan dari pelacuran pun semakin sulit untuk dapat di
kendalikan. Oleh karena, disamping bertambah banyaknya jumlah pelaku prostitusi, juga sangat sulit untuk mencari alternatif profesi bagi wanita pelacur
yang menjual dirinya kepada laki laki hidung belang, Prostitusi dapat di
definisikan sebagai penyerahan diri wanita kepada laki-laki dengan pembayaran atau kompensasi tertentu.
3
Di dalam ilmu hukum di kenal dengan adanya beberapa pendapat tentang kesadaran hukum. Di antara sekian banyak pendapat tersebut, terdapat suatu
rumusan yang menyatakan, sumber suatu hukum dan kekuatan yang mengikat
2
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi ,jakarta : Pt. Bumi Aksara, 1988, h .185-187.
3
www.tentangzina.com artikel di akses pada 20 juli 2010
3
adalah suatu kesadaran hukum masyarakat. Di katakan bahwa perasaan dan keyakinan hukum individu, merupakan pangkal dari pada kesadaran hukum pada
masyarakat. Hal tersebut menyebabkan kehidupan masyarakat selalu mengundang berbagai persoalan.
4
Di sadari atau tidak, bahwa dalam kehidupan masyarakat pasti memiliki suatu norma atau tatanan kehidupan yang harus di junjung tinggi. Dalam artian
bahwa naluri setiap manusia yang bermasyarakat tentu mempunyai tujuan untuk hidup tenang nan damai dan selalu berusaha mencapai tujuan, dan akan mengatasi
masalah-masalah yang menghalangi tujuan tersebut. Diantara masalah itu adalah masalah penyakit sosial, yang salah satunya adalah praktik pelacuran, karena
bagaimana pun dalam kenyataan di tengah-tengah masyarakat parktek pelacuran atau prostitusi dapat menimbulkan berbagai akibat negatif yang membahayakan
dan meresahkan masyarakat, seperti hancurnya rumah tangga, dan terjadinya tindak pidana kejahatan lain sebagainya. Pelacuran bukan hanya sebuah gejala
individual, akan tetapi sudah menjadi gejala sosial dari penyimpangan seksualitas yang normal dan sesuai menurut aturan agama.
5
Dalam hal ini, berbagai teori sosial banyak menjelaskan tentang posisi penting individu dan masyarakat, apakah individu lebih utama dari yang lain
ataupun sebaliknya. Teori pertama menjelaskan bahwa individulah sebagai subtansi dan objek, karena itu kondisi masyarakat tergantung pada tiap tiap
4
Soerjono Soekanto, Pokok - Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta : PT Raja Grafindo, 2005.
5
P.J.De Bruine Ploos van Astai dalam Soedjono, 1970
4
individu, Teori kedua menyebutkan individu berperan penting melalui hubungan satu sama lain. Saling memberi dan menerima karena satu sama lain saling
membutuhkan dan mengasihi. Perbuatan individu juga di hubungkan dengan masyarakat atau sebuah generasi sebelum dan sesudahnya.
6
Dalam masyarakat kota yang sistem solidaritasnya lemah, tidak saja karena pengaruh kondisi nyaman dan damai, tetapi dipengaruhi oleh orientasi
hubbud dunia yang menyebabkan orang orang kota, mengandalkan hawa nafsu
dan meninggalkan agamanya. Karena itu, pada saat yang sama, peluang pemuasan nafsu sangat beragam dan mengakibatkan pengabaian ajaran agama.
7
Pada kawasan DKI Jakarta, landasan kebijakan yang di gunakan aparat, dalam melakukan penertiban terhadap perempuan yang melacurkan diri, adalah
peraturan daerah Perda No. 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum di wilayah DKI Jakarta. Sementara, secara substantif peraturan ini sendiri sudah bermuatan
masalah. Ketika awal proses pembuatan misalnya, masyarakat tidak dilibatkan dan
tidak di dengar aspirasinya oleh pemda, khususnya masukan dari warga di sekitar lokasi prostitusi yang sebenarnya penting di dengar, karena mereka juga yang
terkena imbas akibat dari praktik prostitusi. Melalui segala aksesnya, pada isi Perda No. 8 Tahun 2007 dipandang banyak pihak cenderung diskriminatif, karena
yang menjadi sasaran penertiban mayoritas mereka beroperasi di jalan, dengan
6
Murthada Muthari, Mayarakat dan Sejarah : KritikIslam atas Marxisme danTteori Lainnya, cetakan ke -II Bandung : Mizan, 2004
7
Mahmoud Dhaudi, New Explorations into the Making of Ibn Khaldun s Umran Mind, Malaysia : AS Noordeen, 1997.
5
alasan melanggar ketetiban umum. Sementara diskotik, klub malam, dan hotel berbintang, tidak mendapatkan penertiban. Alasannya dikarenakan penertiban,
hanyalah berupa pelanggaran jam operasi tempat hiburan dan itu pun bisa dilakukan pengaturan.
8
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD DKI Jakarta menyetujui rancangan peraturan daerah Ketertiban Umum, untuk kemudian disahkan menjadi
Perda yang berlaku di seluruh wilayah DKI Jakarta. Dalam Perda tersebut, terdapat Pasal 42 Ayat 1 Yang dimaksud dengan bertingkah laku danatau
berbuat asusila adalah, perbuatan yang menyinggung rasa kesusilaan, yang
sesuai dengan norma berlaku di masyarakat, misalnya: menjajakan diri, bercumbu, berciuman, dan aktivitas seksual lainnya di jalan.
9
Penerapan Perda tersebut dinilai telah salah kaprah tidak berjalan secara efektif, yang terjadi dilapangan justru cenderung diskriminatif. Jika dikaji, muatan
Perda itu menunjukkan bahwa Pemprov nampaknya lebih mementingkan terciptanya ketertiban di DKI Jakarta, dari pada memikirkan nasib kehidupan
masyarakat miskin, Menanggulangi masalah pengemis seharusnya dengan program yang jauh lebih mendidik dan memberikan manfaat langsung maupun
tidak langsung. Para pengemis dan anak jalanan, karena sulit bagi mereka untuk mendapatkan akses pekerjaan. Maka perlu dibuat perluasan regulasi di daerah -
8
http:www. detiknews.com artikel di akses 28 Agustus 2010
9
http:www.Berita jakarta.com SKDetailPerda20No20820Tahun2007.pdf artikel di akses 28 Agustus 2010
6
daerah satelit DKI Jakarta untuk menambah lapangan pekerjaan. Sangat tidak bijaksanan, apabila melihat apa yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Pada
satu sisi lain, melalui Perda DKI sebelumnya No. 11 tahun 1988, mereka melakukan penertiban secara paksa terhadap bentuk usaha apapun, baik itu usaha
masyarakat miskin, ataupun usaha masyarakat umum lainnya. Namun di sisi lain, mereka tidak melakukan upaya apapun sebelumnya yang memungkinkan
masyarakat miskin ini mempunyai alternatif pilihan pekerjaan yang lebih baik, guna menyambung hidupnya.
10
Kendati berbagai teori penyimpangan diatas tidak sepenuhnya memuaskan, namun teori-teori itu tetap penting karena upaya pengendalian sosial
kita, berawal dari teori pengendalian soial yang kita gunakan. Para interaksionis melihat jenis peneorian sistem - sistem yang di lakukan baik dari segi teori
fungsional, maupun teori konflik sebagai hal yang terlalu determis, menganggap hal-hal yang dilakukan oleh para anggota masyarakat seakan-akan dilakukan oleh
sisitem itu sendiri atau bagiain-bagiannya, bukannya oleh individu -individu yang benar-benar melakukan tindakan tersebut. Tatanan sosial dipandang sebagai hasil
dari suatu interaksi antara bagian-bagian sistem. Dalam pandangan para interaksionis simbolis, mereka meremehkan sejauh mana jangkauan tatanan sosial
itu diciptakan, melalui interaksi para anggota masyarakat, Para sosiolog berpendapat bahwa kejahatan atau penyimpangan, disebabkan karena kondisi dan
10
http:www.Jakarta.go.idv70direktorihukumpublicPerda_No._11_Tahun_1988_ Tentang_Ketertiban_Umum_5B15D_.pdf artikel diakses 28 Agustus 2010
7
proses sosial yang sama dan negatif yang kemudian menghasilkan prilaku sosial lainnya.
11
Etnometodologi tidak mengingkari bahwa, aturan-aturan itu penting dalam masyarakat atau bahwa banyak perilaku sehari-hari diorganisir dengan mengacu,
pada aturan-aturan itu. Etnometodologi hanya menunjukkan bahwa lebih banyak yang dilakukan untuk memahami perilaku, yang memang mengikuti aturan-aturan
yang harus dipatuhi. Semua aturan mengandung apa yang disebut maupun tidak disebut oleh suatu pasal, hal ini berarti masih ada yang tersirat di balik kata
kata pada aturan itu tentunya dalam pada Perda Dki No.8 tahun 2007 yang mengatur
Prostitusi di Mangga Besar.
12
. Identifikasi Masalah
Melalui pembahasan latar belakang, jelas sudah ada tujuan dan keinginan yang penulis akan membahas, tentang penegakan Perda Dki tentang prostitusi di
Mangga Besar. Tentunya penulis ingin melakukan sebuah peneletian pada Penegakan Perda DKI No 8 tahun 2007 tentang prostitusi di Mangga Besar dalam
penanganannya baik hukum maupun aparat yang terkait. Oleh karena itu penulis selaku mahasiswa Syari ah Hukum berkeinginan
mengangkat sebuah judul skripsi :
11
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta : Rajawali, 1982, h.380-382
12
Peter Worsley, Pengantar Sosiologi :Sebuah Pembanding penerj. Hartono Hadi Kusumo Yogyakarta: Tiara Wacana 2007, h.311
8
RDA DKI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PROSTITUSI DI MANGGA BESAR JAKARTA BARAT : ANALISIS
HUKUM ISLAM
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah