Pandan Kasturi Binder1 Buku MATASIRI 7 Mei 2014 kecil

parmanen ukuran 3 x 4 meter dilakukan oleh pemerintah provinsi. Sejak menempati daerah Ama Ori, hubungan masyarakat dengan pemerintah negeri cukup baik, hal ini tampak dari terbentuknya rukun tetangga RT beserta pengurusnya. Namun demikian, untuk kartu tanda penduduk KTP belum seluruh masyarakat Ama Ori memilikinya. Pada saat ada proyek Elektronik Kartu Tanda Penduduk e-KTP, semua warga Ama Ori mendapat undangan untuk membuatnya. Sebelum menetap di Ama Ori pada Juni 2003, masyarakat Ama Ori menempati barak pengungsi di Den Zipur 5 Negeri Rumah Tiga, kemudian dipindahkan ke wilayah pengungsian di Negeri Suli pada tahun 1999 sampai 2003. Ketika mulai menetap di Ama Ori, hampir seluruh masyarakat beralih profesi dari petani dan nelayan menjadi pemulung, ojek sepeda motor, peternak babi, dan jasa bengkelservis elektronikkios sembako. Mayoritas mata pencaharian pokok mereka sebagai pemulung, hal ini karena lokasi pemukiman Ama Ori berdekatan dengan Tempat Pembuangan Sampah Akhir TPSA. Mengenai hak-hak kepemilikan di lokasi asal Benteng Karang, masyarakat Ama Ori hanya dapat mengambil hasil bumi cengkih, pala dllsebagian telah dimusnakan, namun tidak berhak atas tanah di Benteng Karang. Hal ini sesuai dengan kesepakatan awal dengan pemerintah Negeri Hila bahwa masyarakat yang berasal dari Maluku Tenggara hanya berhak memanfaaatkan tanah di wilayah Benteng Karang. Dusun Lembah Argo Dusun ini merupakan wilayah IDPs yang dihuni sejak tahun 2003 oleh 378 KK, terbagi dalam 5 RT dan terletak di pegununganperbukitan. Kelompok IDPs berasal dari berbagai wilayah di antaranya: Pulau Ambon Tantui sebanyak 30 KK, Galala, Rumah TigaPoka, Waiheru, Hunut dan Pulau Buru sebanyak 200 KK. Di dalam komunitas ini terdapat 4 keluarga Muslim. Dua komunitas telah kembali ke tempat tinggalnya, termasuk masyarakat Buru, kecuali pengungsi dari wilayah Rumah TigaPoka. Sebelumnya, yang tinggal menetap di Buru adalah PNS yang bertugas di daerah tersebut dan masyarakat program transmigrasi Pulau Jawa. Mata pencaharian penduduk yang semula di sektor per tanian beralih ke sektor pelayanan jasa seperti: penjualan sembakokios dan ojek. Khusus untuk petani sawah transmigran asal Jawa, mereka mencari kerja sebagai buruh tani padi sawah atau menyewa lahan di Pulau Seram untuk bertani sayur-sayuran. Saat itu, masyarakat pengungsi Lembah Argo sebagai warga korban konlik, belum menerima bantuan dana pemulangan dan pembangunan rumah. Keadaan ini membuat warga terus berupaya untuk mendapatkan hak-haknya. Problem serius yang tengah mereka hadapi adalah ketidakjelasan status tanah antara keluarga Simau, pemilik lahan dengan pemerintah Dinas Pertanian.

C. Desa Nania

3 Awalnya, Desa Nania banyak ditumbuhi pohon sagu dan enau mayangsageru, sehingga di tempat itulah aktivitas tokok sagu pukul sagu atau proses ekstrasi tepung sagu dari batang sagu sering dilakukan. Nama Nania berasal dari dua kata yaitu “nani” alat penokok sagu dan “ya” jawabansemangat untuk memacu para penokok sagu. Dalam melakukan pekerjaan, para penokok bekerja sambil mengucapkan syair “Nani…ya”… “Nani…ya”… “Nani…ya”. Kemudian mengalami proses peleburan pengucapan men- jadi “Nania”. Wilayah Nania merupakan sebuah perkampungan yang berada di wilayah Petuanan Negeri Passo. Chris van Fraasen, sejarawan Belanda, yang mentranskripsikan “Memorie van Overgave van de Onderafdeling Ambon van Assis tent-Resident Van Wijk, Augustus 1937” mencatat kam pung negeri lama, Nania, Batoegong terletak di Tanah Negeri Passo. Sebelumnya, daerah tersebut kosong. Ketika terjadi peperangan antara Negeri Leihitu dengan Negeri Passo, barulah Desa Nania muncul. Marga-marga asli atau yang pertama mendiami Desa Nania, sekarang menyakini bahwa mereka berasal dari Negeri Passo. Marga Walaia dan Brainella merupakan marga pertama yang menempati Nania. Namun, setelah dusun yang ditempati dua marga ini dijual oleh marga Simauw Raja di Passo ke marga Mailuhu, maka dua marga ini berpindah ke Waiheru. Selain itu, ada pula marga-marga yang sudah sejak awal tinggal 3 Data yang digunakan dalam tulisan bagian ini, bersumber dari Laporan Hasil Assessment IRE Yogyakarta tahun 2012 dan RPJM Desa Nania 2013 – 2017. di Nania, yaitu marga Moseros, Mailuhu, Tahitu, Maitimu, dan Tanamal. Kemudian marga lain mulai berdatangan dan menetap di Nania. Desa Nania, Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Kota Ambon terletak di pantai Selatan Jazirah Leihitu Pulau Ambon, wilayah Teluk Ambon bagian dalam. Di petuanan Desa Nania, mengalir dua sungai kecil. Sungai Wainini, di sebelah Timur, yang sekaligus merupakan batas Desa Nania dan Kampung Negeri Lama. Sungai Waisalak ada di sebelah Barat, yang sekaligus merupakan batas Desa Nania dengan Kampung Waiheru Hitu. Dua sungai ini berhulu di wilayah yang dikenal dengan sebutan Nania Gunung. Selain itu, Nania juga dilewati sebuah sungai kecil atau kolam air yaitu “Air Waipipi” yang sejak tahun 1999, diakui sebagai batas yang memisahkan perumahan penduduk asli yang beragama Kristen dengan perumahan penduduk pendatang yang beragama Islam. Desa Nania berada relatif mendekati pantai, dan dilintasi oleh jalan raya Ambon -Laha—Jl. Laksda Leo Wattimena. Pada bagian lain, Nania juga mencakup wilayah pegunungan. Secara geograis, di bagian selatan Nania berbatasan langsung dengan Teluk Ambon, sedangkan di sebelah utara berbatasan dengan Petuanan Negeri Passo. Bagian timur berbatasan dengan Kampung Negeri Lama dan di bagian barat berbatasan dengan Kampung Waiheru Hitu. Seiring berjalannya waktu, Nania menjadi semakin ramai. Banyak pendatang baru yang menetap di daerah tersebut. Dibandingkan dengan daerah lain di sekitarnya, Nania relatif lebih terkenal, bahkan cukup populer hingga ke luar Kota Ambon. Nania dipimpin oleh seorang Kepala Kampung. Hingga saat ini kepemimpinan di Nania sudah berganti 9 kali. Secara administratif Desa Nania termasuk dalam wilayah Kecamatan Baguala, Kota Ambon, yang terbagi dalam 3 RW dan 12 RT. Luas wilayah Desa Nania adalah 100 Ha terdiri dari: luas pemukiman 40 Ha, luas makam 3 Ha, perkantoran 2 Ha, luas prasarana umum 7 Ha, pertanian 10 Ha, dan hutan 36 Ha serta laut 2 Ha. Sementara, panjang garis pantai sekitar 2 Km. Sebagian besar wilayah Nania, terutama bagian utara, cenderung bertopograi lereng dan berbukit, dengan kemiringan rata-rata di atas 15 derajat, sedangkan daerah pemukiman padat cenderung datar dan linier sepanjang pantai, yang membujur dari arah barat ke timur Jenis tanah cukup beragam, di antaranya tanah merah, kuning, dan hitam. Bagian ini penting untuk Desa Nania, karena masyarakat desa ini pada umumnya mengutamakan sektor pertanian untuk mata iklim. Kondisi iklim di Desa Nania sangat dipengaruhi oleh 2 musim yaitu musim timur atau musim hujan dan musim barat atau musim panas. Musim timur hujan berlangsung dari bulan April sampai Oktober dengan curah hujan yang cukup tinggi berkisar antara bulan Juni-Agustus, sedangkan musim panas berlangsung dari bulan Oktober-April. Selain itu, di antara musim ini diselingi musim pancaroba yakni peralihan musim timur ke musim barat pada bulan Oktober dan November serta musim barat ke musim timur pada bulan Maret dan April. Jumlah penduduk Desa Nania sebesar 4.843 jiwa, dengan komposisi laki-laki sebanyak 1.993 jiwa dan perempuan sebanyak 2.850 jiwa. Mereka tersebar pada 3 lokasi yakni RW.001 RT.001 sd RT.006 sebagai pusat pemerintahan dengan jumlah warga sebanyak 2.218 jiwa490 KK, RW.002 RT.007 sd RT.009 dengan warga sebanyak 792 jiwa183 KK dan RW.003 RT.010 sd RT.012 dengan warga sebanyak 1.833 jiwa213 KK. Tabel berikut ini menyuguhkan data mengenai penduduk Desa Nania menurut kelompok umur dan jenis kelaminnya. Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Desa Nania Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2012 No Kelompok Umur Tahun Laki – Laki Jiwa Perempuan Jiwa Jumlah Jiwa 1 0 – 5 85 86 171 2 6 – 14 253 244 497 3 15 - 45 1.403 1.419 2.822 4 45 ke atas 689 664 1.353 Jumlah 1.993 2.850 4.843 Sumber: RPJM Desa Nania, tahun 2013-2017 Mata pencaharian warga masyarakat Desa Nania cukup beragam, namun sebagian besar menekuni bidang per- tanian dan kerajinan. Meskipun daerah mereka berbatasan langsung dengan Teluk Ambon yang kaya akan sumber daya perairan laut, hanya sekitar 50 orang menjadi nelayan. Tabel berikut ini menyediakan informasi yang lebih spesiik mengenai beberapa sumber penghidupan warga Desa Nania.