menghadapi masalah anak putus sekolah, pada tahun 2011 jumlahnya mencapai 12 anak. Sedangkan angka peng-
angguran lebih kurang 22 dari jumlah penduduk usia kerja.
Negeri Hatuhenu juga memiliki kekuatan kearifan lokal yang dipelihara dan dilestarikan sebagai sarana untuk
mem fasilitasi dan memperlancar proses pembangunan
negeri. Misalnya, hubungan pela gandong yang dibangun dengan negeri-negeri adat lain, yang selama ini menjadi
kekuatan besar dalam menggalang kerjasama untuk saling menghormati dan membantu ketika sedang menghadapi
pekerjaan besar.
Hatuhenu memiliki komitmen pela gandong dengan Negeri Seriholo, dan hubungan tersebut memiliki nilai
yang sangat sakral, serta tetap dilestarikan dan dihormati, layaknya hubungan adik-kakak gandong antara Hatuhenu
dengan Seriholo. Selain itu, Hatuhenu juga memiliki hu- bungan pela dengan Negeri Sepa marga Wasolo, se mua-
nya ditujukan untuk menguatkan proses kehidupan ber- masyarakat sebagai masyarakat adat, yang saling mem-
bantu dan menolong dalam kondisi dan situasi apapun. Selain pela gandong, Hatuhenu juga memelihara budaya
adat kewang sebagai penjaga kelestaian hutan. Tradisi tersebut dimaksudkan untuk melestarikan lingkungan hidup
setempat, yang dianggap menjadi tumpuan kelangsungan sumber penghidupan mereka. Lebih jauh lagi, warga
Hatuhenu juga memegang teguh budaya doa selamat untuk negerinya, yang dilaksanakan oleh Lembaga Tiga Tungku.
Ritual tersebut dilakukan setiap akhir tahun. Sementara, di bidang hubungan sosial kemasyarakatan, khusus prosesi
perkawinan adat, warga masyarakat Hatuhenu memiliki
budaya sarung baju adat, berupa ritual khusus guna menghargai proses perkawinan dan orang tua.
IDPs di Negeri Hatuhenu
Berdasar hasil observasi, di Negeri Hatuhenu tidak terdapat komunitas IDPs yang terkonsentrasi di suatu
wilayah tertentu. Mereka tersebar di berbagai wilayah di negeri ini.
N. Desa Waiketam Baru
14
Di samping 13 negerikelurahan yang menjadi mitra Pro- gram MATASIRI, terdapat 1 desa dan 1 dusun sebagai lokasi
pengembangan program, yaitu Desa Waiketam Baru dan Dusun Salas. Desa Waiketam Baru sebelumnya bernama
UPT-R Banggoi, merupakan suatu wilayah yang terletak di bagian Barat Kota Bula, Kecamatan Bula Barat, Kabupaten
Seram Bagian Timur. Awalnya pada tahun 1997, pemerintah pusat melalui program transmigrasi mendatangkan warga
baru yang terdiri dari berbagai etnis, yakni Suku Bali, Jawa, dan Maluku, yang berasal dari Negeri Latuhalat
di Kota Ambon dan Key Dari Maluku Tenggara. Saat itu, desa tersebut di bawah pembinaan serta pengawasan
Kementerian Transmigrasi, sehingga diberi nama UPT-R Banggoi. Kehidupan warga desa tetap terpelihara dengan
terjadinya pembauran dan perilaku saling menghargai baik antar suku, agama serta adat istiadat masing-masing.
Pecahnya konlik sosial tahun 1999 yang bergolak dan
14
Data yang diketengahkan dalam tulisan bagian ini bersumber dari Laporan Hasil Assesmen IRE Yogyakarta 2012 dan monograi Desa
Waiketam Baru tahun 2012.
melanda daerah Maluku juga berimbas pada masyarakat di UPT-R Banggoi. Masyarakat desa yang tadinya hidup aman
dan damai mulai terusik serta merasa terancam akibat adanya segregasi sosial tersebut. Sebagian warga khususnya
Suku Maluku dengan terpaksa harus meninggalkan UPT-R Banggoi Desa Waiketam Baru untuk kembali ke tempat
asalnya atau mencari lingkungan yang lebih aman, sedangkan sebagian warga masyarakat khususnya Suku
Bali dan Suku Jawa tetap memilih tinggal dan berusaha di UPT-R Banggoi Desa Waiketam Baru.
Sejalan dengan perjuangan warga masyarakat, pada tahun 2003, Pemerintah Pusat menyetujui kemauan ma-
sya rakat untuk melakukan pemekaran, dan lahirlah Kabu - paten Seram Bagian Timur SBT. Pemekaran tersebut
melahirkan Kabupaten Seram Bagian Timur dan Kabupaten Seram Bagian Barat, terpisah dari Maluku Tengah. UPT-R
Banggoi masuk bagian administrasi dari Kabupaten Seram Bagian Timur. Momentum lahirnya kabupaten baru, men-
dorong warga UPT-R Banggoi untuk terus maju dan ber- kembang agar status desanya berubah menjadi tidak lagi
sebagai binaan Kementerian Transmigrasi. Keinginan warga tersebut pada akhirnya disambut oleh pemerintah daerah
baru tersebut, sehingga pada tahun 2010 dengan Peraturan Daerah Kabupaten SBT telah menetapkan UPT-R Banggoi
menjadi desa deinitif dengan nama “Waiketam Baru”. Dengan semikian seluruh tanggung jawab pembinaan
masyarakat dan pemerintahan di Desa Waiketam Baru sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten
Seram Bagian Timur.
Nama Waiketam sendiri dipilih karena di tengah desa mengalir sebuah sungai besar yang bernama Waiketam
dan oleh masyarakat adat dikenal sebagai cikal bakal
para leluhur membangun kehidupannya. Sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur mereka, maka nama
Waiketam tetap digunakan, sebagai pengganti UPT-R Banggoi.
Setelah memperoleh pengakuan Pemerintah Kabupaten SBT sebagai desa yang deinitif, Waiketam Baru akhirnya
juga memiliki Kepala Desa dan jajaran aparaturnya, serta dibantu oleh 4 Kepala Dusun, untuk Dusun Buana Makmur,
Dusun Kamboya, Dusun Alas Aru, Dusun Mekar Baru, yang membawahi 12 Rukun Tentangga.
Walaupun menjadi desa adat, namun karena masya- rakatnya banyak yang berasal dari luar wilayah SBT
sehingga nuansanya sangat mencerminkan suasana keaslian masyarakat pendatang yakni dari Suku Bali dan Suku Jawa.
Suasana tersebut nampak saat memasuki wilayah desa yang sangat kental dengan nuansa atau ornamen budaya
Jawa maupun Bali. Hal ini terlihat dari bentuk bangunan rumah yang menyerupai pura dan joglo serta bahasa atau
percakapan sehari-hari yang masih menggunakan bahasa daerah asalnya. Meskipun didominasi oleh masyarakat
pendatang, namun struktur kehidupan sosial budaya khu- susnya pengakuan dan perlakuan terhadap adat-istiadat
serta kearifan masarakat lokal tetap dipegang teguh dan ditaati oleh semua warga masyarakat termasuk warga
pendatang transmigrasi. Karena memiliki korelasi de- ngan masyarakat transmigrasi, maka aktivitas atau mata
pencaharian utama masyarakatnya adalah pengolah la- han pertanian. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten
SBT telah menetapkan Waiketam Baru sebagai kawasan strategis untuk pengembangan pertanian utama bagi
pemenuhan kebutuhan Kabupaten SBT.
Pertimbangan Pemerintah Kabupaten SBT menetapkan
Desa Waiketam Baru sebagai sentrum pengembangan sektor pertanian dengan produk unggulan beras, selain karena
memiliki potensi yang cukup besar, juga letaknya sangat strategis, berada pada jalur utama Trans Seram sepanjang
lebih kurang 3 Km. Pada sepanjang wilayah desa terlihat hamparan sawah yang luas sehingga masyarakatnya sangat
menggantungkan hidup dari usaha persawahan. Usaha yang tak kenal lelah masyarakat Waiketam Baru, sehingga
oleh Pemerintah Kabupaten SBT sejak tahun 2007 telah menetapkan Desa Waiketam Baru sebagai salah satu desa
lumbung beras di Kabupaten SBT.
Secara administratif, Desa Waiketam Baru termasuk dalam wilayah Kecamatan Bula Barat, Kabupaten SBT yang
membawahi 4 Dusun dan 12 RT, terletak di sebelah Barat Kota Bula dengan luas wilayah secara keseluruhan lebih
kurang 3 Km
2
, dan memiliki batas-batas sebagai berikut: di sebelah utara berbatasan dengan Laut Seram, di bagian
selatan berbatasan dengan Taman Manusela, di bagian barat berbatasan dengan Desa Akitanate, dan di sebelah
timur berbatasan dengan Kota Bula.
Topograi Desa Waiketam Baru sangat datar, dengan ketinggian lebih kurang lima meter dari permukaan laut.
Permukaan yang relatif datar dengan jenis tanah yang didominasi oleh tanah merah, kuning, dan hitam, membuat
Waiketam Baru sangat subur dan produktif untuk bidang pertanian.
Jumlah penduduk Desa Waiketam Baru sebanyak 1.144 jiwa, dengan komposisi terdiri dari laki-laki sebanyak 590
jiwa dan perempuan sebanyak 554 jiwa dan menyebar pada 4 Dusun dan 12 RT. Tebel berikut ini menyuguhkan
informasi lebih detail tentang komposisi penduduk Desa Waiketam Baru.
Tabel 2.39 Jumlah Penduduk Desa Waiketam Baru Menurut
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2012
No Kelompok Umur
Tahun Laki – Laki
Jiwa Perem-
puan Jiwa
Jumlah Jiwa
1 0 – 5
122 115
237 2
6 – 14 135
138 273
3 15 - 45
152 149
301 4
45 ke atas 181
152 333
Jumlah 590
554 1.144
Sumber: Monograi Desa Waiketam Baru, tahun 2012
Untuk meningkatkan ekonomi keluarga, mata pen- caharian utama masyarakat Desa Waiketam Baru adalah
petani dan terfokus pada usaha pertanian sawah dan perkebunan. Selain pekerjaan utama tersebut, sebagian
masyarakat juga melakukan pekerjaan lainnya seperti Pegawai Negeri Sipil, pedagang dan peternak. Tabel berikut
ini menggambarkan informasi tentang mata pencaharian warga Waiketam Baru.
Tabel 2.40 Penduduk Desa Waiketam Baru Menurut
Mata Pencaharian Tahun 2012
No Jenis Pekerjaan
Jumlah orang
1 Petani
450 2
PNS 29
3 Pensiunan
9 4
Pedagang 18
5 Pengusaha
3 6
Peternak 25
7 Toko
5 8
Kios 15
9 Pengalian
4 10
Bengkel 1
Sumber: Monograi Desa Waiketam Baru, tahun 2012
IDPs di Desa Waiketam Baru
Sebagaimana telah dikupas di atas, masyarakat yang hidup di Desa Waiketam Baru merupakan transmigran yang
heterogen dengan memiliki berbagai macam etnis, budaya dan agama. Peristiwa
konlik tahun 1999 merupakan se- buah
konlik sosial kemanusiaan yang berbau SARA sehingga menyebabkan sebagian masyarakat yang ada
dan bertempat tinggal desa ini harus keluar meninggalkan tempat tersebut guna mencari keselamatan bagi dirinya
dan keluarganya. Saat terjadi konlik, kebanyakan warga
merupakan komunitas Kristen yang harus keluar me- ninggalkan wilayah desa, di mana para transmigran tersebut
kebanyakan berasal dari transmigrasi yang berasal dari daerah lokal Maluku.
Para transmigran tersebut saat keluar dan pergi me- ninggalkan Desa Waiketam Baru rata-rata menuju ke
daerah Kei Maluku Tenggara dan sebagian lagi yang juga tetap berada di pulau Seram seperti di daerah Desa Ka-
mariang. Daerah-daerah ini memang dirasa aman untuk mereka tempati. Rata-rata para transmigran ini mempunyai
mata pencaharian sebagai petani yang karena tingkat kesejahteraannya masih rendah.
Konlik sosial yang mendera Maluku beberapa tahun lalu yaitu tepatnya pada tahun 1999, tidak mengurungkan
semangat atau komitmen yang telah terjalin antara masyarakat satu dengan yang lainnya, dimana masyarakat
tetap pada pendiriannya bahwa siapapun yang datang dan tinggal bersama mereka maka tangan mereka tetap
terbuka untuk tetap menerima.
Pascakonlik, hubungan sosial antara berbagai etnis yang ada dan bertempat tinggal di desa ini sangat har-
monis, di mana antara suku yang satu dengan suku yang lain bahkan agama yang satu dengan yang lain hidup
dalam keharmonisan yang menghargai satu dengan yang lainnya. Hubungan tersebut terjalin bukan hanya dengan
hidup bertetangga, tetapi terjalin pula sampai pada ranah pencaharian nafkah di mana terdapat berbagai macam
etnis yang berbaur dalam suatu kelompok kerja bersama yang dinamakan dalam kelompok tani.
Hubungan keharmonisan tersebut juga terjalin baik saat masyarakat yang dulunya ada dan kemudian keluar dari
Desa Waiketam Baru karena dampak konlik yang terjadi.
Bahkan, sampai sekarang hubungan masyarakat satu de- ngan yang lainnya tetap terjalin antara satu dengan yang
lain seperti yang terjadi saat ini, dimana ada transmigrasi yang baru masuk pada tahun 2008 dan 2010, tetapi warga
yang bertempat tinggal lebih dahulu tidak menyombongkan diri atau merasa berkuasa terhadap masyarakat yang baru
saja datang. Hubungan itu tetap dijaga antara satu dengan yang lainnya dimana saling menghormati dan menghargai.
Masalah sosial yang dihadapi masyarakat di desa ini lebih banyak berkaitan dengan tingkat kesejahteraan
mereka. Bantuan dari pemerintah belum terealisir dengan baik, seperti misalnya bantuan dari dinas pertanian di
mana setiap KK memperoleh 100 bibit pohon pala, tetapi tidak disertai dengan penentuan lokasi atau area untuk
bertanam, sehingga masyarakat kesulitan mencari lokasi di pegunungan, di mana lokasi tersebut masih masuk dalam
petuanan warga asli desa ini. Akhirnya, masyarakat harus mencari uang untuk menyewa atau membeli tanah untuk
menanam bibit pala tersebut.
Persoalan lain berkaitan dengan hak kepemilikan tanah juga terjadi di mana telah sekitar 16 tahun mereka belum
memiliki sertiikat tanah. Persoalan lain berhubungan dengan lahan yang akan mereka gunakan sebagai mata
pencaharian, sampai saat ini belum ada kejelasan yang spesiik mengenai lahan garapan yang boleh dikelola.
Perjanjian yang pernah ditandatangani menyatakan bahwa setiap KK mendapat 2 hektar seperti yang dijanjikan oleh
pemerintah, tetapi belum tidak terealisasikan dengan baik, sehingga sampai dengan saat ini mereka masih kebingungan
dengan lahan garapan tersebut.