Negeri Rutah Binder1 Buku MATASIRI 7 Mei 2014 kecil

menghadapi masalah anak putus sekolah, pada tahun 2011 jumlahnya mencapai 12 anak. Sedangkan angka peng- angguran lebih kurang 22 dari jumlah penduduk usia kerja. Negeri Hatuhenu juga memiliki kekuatan kearifan lokal yang dipelihara dan dilestarikan sebagai sarana untuk mem fasilitasi dan memperlancar proses pembangunan negeri. Misalnya, hubungan pela gandong yang dibangun dengan negeri-negeri adat lain, yang selama ini menjadi kekuatan besar dalam menggalang kerjasama untuk saling menghormati dan membantu ketika sedang menghadapi pekerjaan besar. Hatuhenu memiliki komitmen pela gandong dengan Negeri Seriholo, dan hubungan tersebut memiliki nilai yang sangat sakral, serta tetap dilestarikan dan dihormati, layaknya hubungan adik-kakak gandong antara Hatuhenu dengan Seriholo. Selain itu, Hatuhenu juga memiliki hu- bungan pela dengan Negeri Sepa marga Wasolo, se mua- nya ditujukan untuk menguatkan proses kehidupan ber- masyarakat sebagai masyarakat adat, yang saling mem- bantu dan menolong dalam kondisi dan situasi apapun. Selain pela gandong, Hatuhenu juga memelihara budaya adat kewang sebagai penjaga kelestaian hutan. Tradisi tersebut dimaksudkan untuk melestarikan lingkungan hidup setempat, yang dianggap menjadi tumpuan kelangsungan sumber penghidupan mereka. Lebih jauh lagi, warga Hatuhenu juga memegang teguh budaya doa selamat untuk negerinya, yang dilaksanakan oleh Lembaga Tiga Tungku. Ritual tersebut dilakukan setiap akhir tahun. Sementara, di bidang hubungan sosial kemasyarakatan, khusus prosesi perkawinan adat, warga masyarakat Hatuhenu memiliki budaya sarung baju adat, berupa ritual khusus guna menghargai proses perkawinan dan orang tua. IDPs di Negeri Hatuhenu Berdasar hasil observasi, di Negeri Hatuhenu tidak terdapat komunitas IDPs yang terkonsentrasi di suatu wilayah tertentu. Mereka tersebar di berbagai wilayah di negeri ini.

N. Desa Waiketam Baru

14 Di samping 13 negerikelurahan yang menjadi mitra Pro- gram MATASIRI, terdapat 1 desa dan 1 dusun sebagai lokasi pengembangan program, yaitu Desa Waiketam Baru dan Dusun Salas. Desa Waiketam Baru sebelumnya bernama UPT-R Banggoi, merupakan suatu wilayah yang terletak di bagian Barat Kota Bula, Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur. Awalnya pada tahun 1997, pemerintah pusat melalui program transmigrasi mendatangkan warga baru yang terdiri dari berbagai etnis, yakni Suku Bali, Jawa, dan Maluku, yang berasal dari Negeri Latuhalat di Kota Ambon dan Key Dari Maluku Tenggara. Saat itu, desa tersebut di bawah pembinaan serta pengawasan Kementerian Transmigrasi, sehingga diberi nama UPT-R Banggoi. Kehidupan warga desa tetap terpelihara dengan terjadinya pembauran dan perilaku saling menghargai baik antar suku, agama serta adat istiadat masing-masing. Pecahnya konlik sosial tahun 1999 yang bergolak dan 14 Data yang diketengahkan dalam tulisan bagian ini bersumber dari Laporan Hasil Assesmen IRE Yogyakarta 2012 dan monograi Desa Waiketam Baru tahun 2012. melanda daerah Maluku juga berimbas pada masyarakat di UPT-R Banggoi. Masyarakat desa yang tadinya hidup aman dan damai mulai terusik serta merasa terancam akibat adanya segregasi sosial tersebut. Sebagian warga khususnya Suku Maluku dengan terpaksa harus meninggalkan UPT-R Banggoi Desa Waiketam Baru untuk kembali ke tempat asalnya atau mencari lingkungan yang lebih aman, sedangkan sebagian warga masyarakat khususnya Suku Bali dan Suku Jawa tetap memilih tinggal dan berusaha di UPT-R Banggoi Desa Waiketam Baru. Sejalan dengan perjuangan warga masyarakat, pada tahun 2003, Pemerintah Pusat menyetujui kemauan ma- sya rakat untuk melakukan pemekaran, dan lahirlah Kabu - paten Seram Bagian Timur SBT. Pemekaran tersebut melahirkan Kabupaten Seram Bagian Timur dan Kabupaten Seram Bagian Barat, terpisah dari Maluku Tengah. UPT-R Banggoi masuk bagian administrasi dari Kabupaten Seram Bagian Timur. Momentum lahirnya kabupaten baru, men- dorong warga UPT-R Banggoi untuk terus maju dan ber- kembang agar status desanya berubah menjadi tidak lagi sebagai binaan Kementerian Transmigrasi. Keinginan warga tersebut pada akhirnya disambut oleh pemerintah daerah baru tersebut, sehingga pada tahun 2010 dengan Peraturan Daerah Kabupaten SBT telah menetapkan UPT-R Banggoi menjadi desa deinitif dengan nama “Waiketam Baru”. Dengan semikian seluruh tanggung jawab pembinaan masyarakat dan pemerintahan di Desa Waiketam Baru sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur. Nama Waiketam sendiri dipilih karena di tengah desa mengalir sebuah sungai besar yang bernama Waiketam dan oleh masyarakat adat dikenal sebagai cikal bakal para leluhur membangun kehidupannya. Sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur mereka, maka nama Waiketam tetap digunakan, sebagai pengganti UPT-R Banggoi. Setelah memperoleh pengakuan Pemerintah Kabupaten SBT sebagai desa yang deinitif, Waiketam Baru akhirnya juga memiliki Kepala Desa dan jajaran aparaturnya, serta dibantu oleh 4 Kepala Dusun, untuk Dusun Buana Makmur, Dusun Kamboya, Dusun Alas Aru, Dusun Mekar Baru, yang membawahi 12 Rukun Tentangga. Walaupun menjadi desa adat, namun karena masya- rakatnya banyak yang berasal dari luar wilayah SBT sehingga nuansanya sangat mencerminkan suasana keaslian masyarakat pendatang yakni dari Suku Bali dan Suku Jawa. Suasana tersebut nampak saat memasuki wilayah desa yang sangat kental dengan nuansa atau ornamen budaya Jawa maupun Bali. Hal ini terlihat dari bentuk bangunan rumah yang menyerupai pura dan joglo serta bahasa atau percakapan sehari-hari yang masih menggunakan bahasa daerah asalnya. Meskipun didominasi oleh masyarakat pendatang, namun struktur kehidupan sosial budaya khu- susnya pengakuan dan perlakuan terhadap adat-istiadat serta kearifan masarakat lokal tetap dipegang teguh dan ditaati oleh semua warga masyarakat termasuk warga pendatang transmigrasi. Karena memiliki korelasi de- ngan masyarakat transmigrasi, maka aktivitas atau mata pencaharian utama masyarakatnya adalah pengolah la- han pertanian. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten SBT telah menetapkan Waiketam Baru sebagai kawasan strategis untuk pengembangan pertanian utama bagi pemenuhan kebutuhan Kabupaten SBT. Pertimbangan Pemerintah Kabupaten SBT menetapkan Desa Waiketam Baru sebagai sentrum pengembangan sektor pertanian dengan produk unggulan beras, selain karena memiliki potensi yang cukup besar, juga letaknya sangat strategis, berada pada jalur utama Trans Seram sepanjang lebih kurang 3 Km. Pada sepanjang wilayah desa terlihat hamparan sawah yang luas sehingga masyarakatnya sangat menggantungkan hidup dari usaha persawahan. Usaha yang tak kenal lelah masyarakat Waiketam Baru, sehingga oleh Pemerintah Kabupaten SBT sejak tahun 2007 telah menetapkan Desa Waiketam Baru sebagai salah satu desa lumbung beras di Kabupaten SBT. Secara administratif, Desa Waiketam Baru termasuk dalam wilayah Kecamatan Bula Barat, Kabupaten SBT yang membawahi 4 Dusun dan 12 RT, terletak di sebelah Barat Kota Bula dengan luas wilayah secara keseluruhan lebih kurang 3 Km 2 , dan memiliki batas-batas sebagai berikut: di sebelah utara berbatasan dengan Laut Seram, di bagian selatan berbatasan dengan Taman Manusela, di bagian barat berbatasan dengan Desa Akitanate, dan di sebelah timur berbatasan dengan Kota Bula. Topograi Desa Waiketam Baru sangat datar, dengan ketinggian lebih kurang lima meter dari permukaan laut. Permukaan yang relatif datar dengan jenis tanah yang didominasi oleh tanah merah, kuning, dan hitam, membuat Waiketam Baru sangat subur dan produktif untuk bidang pertanian. Jumlah penduduk Desa Waiketam Baru sebanyak 1.144 jiwa, dengan komposisi terdiri dari laki-laki sebanyak 590 jiwa dan perempuan sebanyak 554 jiwa dan menyebar pada 4 Dusun dan 12 RT. Tebel berikut ini menyuguhkan informasi lebih detail tentang komposisi penduduk Desa Waiketam Baru. Tabel 2.39 Jumlah Penduduk Desa Waiketam Baru Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2012 No Kelompok Umur Tahun Laki – Laki Jiwa Perem- puan Jiwa Jumlah Jiwa 1 0 – 5 122 115 237 2 6 – 14 135 138 273 3 15 - 45 152 149 301 4 45 ke atas 181 152 333 Jumlah 590 554 1.144 Sumber: Monograi Desa Waiketam Baru, tahun 2012 Untuk meningkatkan ekonomi keluarga, mata pen- caharian utama masyarakat Desa Waiketam Baru adalah petani dan terfokus pada usaha pertanian sawah dan perkebunan. Selain pekerjaan utama tersebut, sebagian masyarakat juga melakukan pekerjaan lainnya seperti Pegawai Negeri Sipil, pedagang dan peternak. Tabel berikut ini menggambarkan informasi tentang mata pencaharian warga Waiketam Baru. Tabel 2.40 Penduduk Desa Waiketam Baru Menurut Mata Pencaharian Tahun 2012 No Jenis Pekerjaan Jumlah orang 1 Petani 450 2 PNS 29 3 Pensiunan 9 4 Pedagang 18 5 Pengusaha 3 6 Peternak 25 7 Toko 5 8 Kios 15 9 Pengalian 4 10 Bengkel 1 Sumber: Monograi Desa Waiketam Baru, tahun 2012 IDPs di Desa Waiketam Baru Sebagaimana telah dikupas di atas, masyarakat yang hidup di Desa Waiketam Baru merupakan transmigran yang heterogen dengan memiliki berbagai macam etnis, budaya dan agama. Peristiwa konlik tahun 1999 merupakan se- buah konlik sosial kemanusiaan yang berbau SARA sehingga menyebabkan sebagian masyarakat yang ada dan bertempat tinggal desa ini harus keluar meninggalkan tempat tersebut guna mencari keselamatan bagi dirinya dan keluarganya. Saat terjadi konlik, kebanyakan warga merupakan komunitas Kristen yang harus keluar me- ninggalkan wilayah desa, di mana para transmigran tersebut kebanyakan berasal dari transmigrasi yang berasal dari daerah lokal Maluku. Para transmigran tersebut saat keluar dan pergi me- ninggalkan Desa Waiketam Baru rata-rata menuju ke daerah Kei Maluku Tenggara dan sebagian lagi yang juga tetap berada di pulau Seram seperti di daerah Desa Ka- mariang. Daerah-daerah ini memang dirasa aman untuk mereka tempati. Rata-rata para transmigran ini mempunyai mata pencaharian sebagai petani yang karena tingkat kesejahteraannya masih rendah. Konlik sosial yang mendera Maluku beberapa tahun lalu yaitu tepatnya pada tahun 1999, tidak mengurungkan semangat atau komitmen yang telah terjalin antara masyarakat satu dengan yang lainnya, dimana masyarakat tetap pada pendiriannya bahwa siapapun yang datang dan tinggal bersama mereka maka tangan mereka tetap terbuka untuk tetap menerima. Pascakonlik, hubungan sosial antara berbagai etnis yang ada dan bertempat tinggal di desa ini sangat har- monis, di mana antara suku yang satu dengan suku yang lain bahkan agama yang satu dengan yang lain hidup dalam keharmonisan yang menghargai satu dengan yang lainnya. Hubungan tersebut terjalin bukan hanya dengan hidup bertetangga, tetapi terjalin pula sampai pada ranah pencaharian nafkah di mana terdapat berbagai macam etnis yang berbaur dalam suatu kelompok kerja bersama yang dinamakan dalam kelompok tani. Hubungan keharmonisan tersebut juga terjalin baik saat masyarakat yang dulunya ada dan kemudian keluar dari Desa Waiketam Baru karena dampak konlik yang terjadi. Bahkan, sampai sekarang hubungan masyarakat satu de- ngan yang lainnya tetap terjalin antara satu dengan yang lain seperti yang terjadi saat ini, dimana ada transmigrasi yang baru masuk pada tahun 2008 dan 2010, tetapi warga yang bertempat tinggal lebih dahulu tidak menyombongkan diri atau merasa berkuasa terhadap masyarakat yang baru saja datang. Hubungan itu tetap dijaga antara satu dengan yang lainnya dimana saling menghormati dan menghargai. Masalah sosial yang dihadapi masyarakat di desa ini lebih banyak berkaitan dengan tingkat kesejahteraan mereka. Bantuan dari pemerintah belum terealisir dengan baik, seperti misalnya bantuan dari dinas pertanian di mana setiap KK memperoleh 100 bibit pohon pala, tetapi tidak disertai dengan penentuan lokasi atau area untuk bertanam, sehingga masyarakat kesulitan mencari lokasi di pegunungan, di mana lokasi tersebut masih masuk dalam petuanan warga asli desa ini. Akhirnya, masyarakat harus mencari uang untuk menyewa atau membeli tanah untuk menanam bibit pala tersebut. Persoalan lain berkaitan dengan hak kepemilikan tanah juga terjadi di mana telah sekitar 16 tahun mereka belum memiliki sertiikat tanah. Persoalan lain berhubungan dengan lahan yang akan mereka gunakan sebagai mata pencaharian, sampai saat ini belum ada kejelasan yang spesiik mengenai lahan garapan yang boleh dikelola. Perjanjian yang pernah ditandatangani menyatakan bahwa setiap KK mendapat 2 hektar seperti yang dijanjikan oleh pemerintah, tetapi belum tidak terealisasikan dengan baik, sehingga sampai dengan saat ini mereka masih kebingungan dengan lahan garapan tersebut.