Definisi Fase Kematian Manfaat Penelitian

Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kematian

2.1.1. Definisi

Istilah thanatology berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata thanatos yang berhubungan dengan kematian dan logos ilmu. Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian, tipe kematian, berbagai kejadian atau perubahan yang terjadi pada kadaver dan signifikansi medikolegalnya Rao, 2006. Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara permanen mati klinis. Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu, menurut Idries 1997 dalam Fitricia 2010, definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 117: “Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi jantung-sirkulasi dan sistem pernapasan terbukti telah berhenti secara permanen atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan.” Pada kematian maka proses kehidupan seluruh tubuh berhenti, proses yang dapat dikenal secara klinis dengan tanda kematian berupa perubahan pada tubuh mayat.

2.1.2. Fase Kematian

Untuk memahami mengenai kematian dan mekanismenya, kematian dibagi menjadi dua fase: kematian somatik dan kematian seluler Rao, 2006. Berikut ini adalah penjelasan mengenai dua fase kematian tersebut: A. Kematian Somatik Kematian somatik didefinisikan sebagai penghentian permanen dari fungsi otak, jantung, dan paru yang mengakibatkan kehilangan sensibilitas dan kemampuan menggerakkan tubuh secara komplit. Tetapi, beberapa bagian dari tubuh seperti otot masih bisa memberi respon terhadap stimulus elektrik, thermal atau kimia. Setelah kematian tubuh aktual terjadi, sel-sel individual tetap hidup selama waktu yang berbeda-beda. Perubahan yang tidak dapat pulih kemudian Universitas Sumatera Utara terjadi pada sel dan organ, kadang-kadang sulit untuk membedakan masalah patologis premortem yang pasti Rao, 2006. Kematian somatik didiagnosis dengan menetapkan tiga hal di bawah ini : 1. Penghentian detak jantung Dengan melakukan auskultasi suara jantung secara cermat pada daerah cardiac dengan menggunakan steteskop secara kontinu, untuk lima menit, dan kemudian ulangi sebanyak tiga kali, dalam interval lima menit. Gambaran elektrokardiogram yang datar mengkonfirmasi penghentian detak jantung. 2. Penghentian pernafasan Dengan melakukan auskultasi pada dada untuk suara pernafasan menggunakan steteskop. 3. Penghentian aktivitas otak Terdapat gambaran gelombang datar pada elektroencephalogram. Jadi kematian somatik dinyatakan secara klinis jika tiga organ vital yaitu jantung, paru, dan otak gagal untuk melakukan fungsinya dan dikonfirmasi dengan gelombang elektrokardiografi EKG yang datar, tidak terdengar suara nafas, serta gelombang elektroensefalografi EEG yang datar Rao, 2006. B. Kematian Seluler Kematian seluler didefinisikan sebagai kematian seluruh elemen seluler. Setelah kematian somatik, berbagai jaringan tetap bertahan hingga pasokan oksigen tidak adekuat. Ketika cadangan oksigen pada sel mengalami deplesi, kematian sel atau kematian molekuler terjadi. Kematian seluler secara umum akan menjadi komplit dalam waktu 3-4 jam setelah kematian somatik. Kematian seluler dapat dikonfirmasi dengan ketidakaadaan segala respon terhadap stimulus elektrik, thermal, maupun kimia pada jaringan Rao, 2006. Pada kematian seluler, tubuh mati sedikit demi sedikit. Dilaporkan jaringan syaraf mati dengan cepat contoh: otak mati dalam lima menit sedangkan jaringan otot bertahan hingga 3-4 jam Rao, 2006. Universitas Sumatera Utara 2.1.3. Perubahan Postmortem dan Perkiraan Waktu Kematian Beberapa perubahan yang terjadi setelah kematian terkait dengan kematian somatik dan beberapa dengan kematian molekular. Beberapa tanda muncul segera, cepat, dan lambat Nandy, 2001. Tanda tersebut berupa: A. Perubahan segera 1. Fungsi sistem syaraf berhenti 2. Respirasi berhenti 3. Sirkulasi berhenti B. Perubahan cepat 1. Pucat pada wajah 2. Hilangnya elastisitas kulit dengan adanya penurunan pada lipatan wajah 3. Relaksasi primer pada otot 4. Contact pallor dan contact flattening 5. Perubahan pada mata 6. Tubuh menjadi dingin 7. Postmortem staining lividity 8. Rigor mortis C. Perubahan lambat 1. Putrefaksi atau dekomposisi biasa 2. Perubahan adepocere 3. Mummifikasi Untuk menilai waktu kematian yang kurang dari satu setengah jam sebelum pemeriksan mudah untuk dilakukan. Tubuh masih hangat; membran mukosa masih lembab namun mulai mengering; pupil mulai berdilatasi; dan pada orang yang berkulit terang, kulit akan menjadi pucat. Secara umum, jika kematian terjadi dalam empat hari terakhir namun lebih dari satu setengah jam yang lalu, membran mukosa dan semua darah yang berasal dari luka akan mengering, akan nampak lepuhan pada kulit, serta kulit akan menjadi licin. Tubuh akan nampak sedikit berwarna merah muda, temperatur tubuh menurun, rigor mortis, postmortem lividity akan tampak, dan pupil akan mengalami restriksi serta berawan Orthmann, 2013. Universitas Sumatera Utara Algor mortis merujuk pada proses pendinginan setelah kematian dan dapat sangat membantu dalam investigasi. Setelah kematian, tubuh cenderung mempunyai temperatur yang sama dengan lingkungan. Temperatur tubuh turun dua hingga tiga derajat dalam satu jam pertama setelah kematian dan satu hingga satu setengah derajat untuk tiap jamnya hingga delapan belas jam. Waktu tersebut bervariasi pada lingkungan yang dingin atau panas yang abnormal. Temperatur tubuh akan turun lebih lambat pada pasien yang besar maupun obesitas, menderita demam tinggi sebelum kematian, kondisi kelembaban lingkungan yang mencegah evaporasi, atau jika aktivitas fisik yang berat terjadi segera sebelum kematian Orthmann, 2013. Rigor mortis merupakan kekakuan pada tubuh setelah kematian karena kontraksi sebagian otot skeletal. Onsetnya dapat terjadi di mana saja dari waktu sepuluh menit hingga beberapa jam setelah kematian, tergantung pada kondisi fisik yang berkaitan dengan tubuh dan lingkungan. Aktivitas yang berat, pakaian yang berat, dan temperatur tinggi yang abnormal meningkatkan kecepatan terjadinya rigor, namun dingin dapat menghambatnya. Bayi dan lansia mengalami rigor yang lebih sedikit. Rigor mortis pertama kali dibentuk pada otot yang lebih kecil, seperti pada wajah, dan menyebar ke kelompok otot yang lebih besar di seluruh tubuh, rigor maksimum terjadi antara 12 dan 24 jam. Tubuh dapat tetap kaku untuk kira-kira tiga hari, hingga otot mulai mengalami dekomposisi, walaupun rigor secara umum mulai berakhir pada 36 jam postmortem. Derajat rigor mortis sebagai indikator waktu kematian biasanya akurat dalam waktu empat jam jika digunakan bersamaan dengan faktor lainnya, seperti temperatur sekitar Orthmann, 2013. Ketika jantung berhenti berdetak pada kematian, darah tidak lagi bersirkulasi dan gravitasi akan mengalirkan darah ke bagian terendah dari tubuh. Hal ini menyebabkan diskolorasi biru atau keunguan pada tubuh yang disebut lebam mayat, atau livor mortis. Lebam mayat akan berwarna cherry red pada keracunan karbon monoksida dan berbagai racun lainnya memberikan lebam mayat dalam warna yang berbeda-beda. Jika tubuh bertumpu pada punggung, maka lebam akan muncul pada bagian bawah punggung dan tungkai. Jika posisi Universitas Sumatera Utara mayat tertelungkup, akan muncul pada wajah, dada, perut, dan kaki. Selain untuk membantu menentukan waktu kematian dan terkadang penyebab kematian, lebam mayat dapat dipakai juga untuk menentukan apakah mayat dipindahkan saat kematian terjadi Orthmann, 2013. Restriksi parsial pada pupil terjadi dalam tujuh jam. Dalam dua belas jam, kornea nampak berawan. Jika pemeriksaan lambung pada saat otopsi berisi makanan dan proses pencernaan yang tidak ekstensif, maka diasumsikan bahwa kematian terjadi segera setelah makan. Jika lambung nampak kosong, kematian kemungkinan terjadi paling tidak empat hingga enam jam setelah makan terakhir. Jika usus halus juga kosong, kemungkinan kematian terjadi paling tidak dua belas jam atau lebih setelah makan terakhir Orthmann, 2013. Menjadi lebih sulit untuk mengestimasi waktu kematian jika kematian terjadi beberapa hari sebelum penemuan jenazah. Mayat akan mengembung, lebam akan menggelap, abdomen akan menjadi kehijauan, dan muncul bau yang tidak sedap. Pemeriksa akan membuat estimasi kasar mengenai waktu kematian berdasarkan keadaan dekomposisi tubuh. Adanya telur serangga pada tubuh, tahap perkembangan, dan siklus hidupnya juga dapat memberi informasi mengenai waktu kematian Orthmann, 2013. 2.2. Kecelakaan Lalu Lintas 2.2.1. Definisi